@qprim:
subhanallah wrote:Satu contoh kecil, kami diperintahkan Allah SWT dalam QS Al-'An'am ayat 152:
Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.
Jika kita perhatikan, berapa banyak anda temukan pedagang muslim di pasar2 yang mengurangi timbangannya untuk menambah keuntungan?
Bukankah Allah SWT sudah jelas2 memerintahkan untuk menyempurnakan takaran dan timbangan dengan adil?
Saya pernah menyaksikan perniagaan di kota Mekkah, kebetulan saya membeli sesuatu, katakanlah makanan untuk oleh2, di sebuah supermarket disana.
Saya perhatikan pelayannya melayani permintaan saya, memasukkan ke kantong plastik, kemudian ditimbang dengan timbangan digital, dan menunjukkan angka persis sama seperti yang saya minta (dengan .00 di belakang koma).
Setelah itu, sebelum pelayan itu mengikat kantong plastik itu, dia mengambil sejumput lagi makanan/barang itu, dan menambahkan ke kantong plastik saya. Berarti jika ditimbang lagi ada sedikit angka tambahan di belakang koma.
Subhanallah, saya perhatikan pelayan2 yang lain juga melakukan hal yang sama kepada pelanggannya, mungkin memang itulah kebijakan supermarket tsb. Husnudzon saya karena pemiliknya ingin bersedekah atau takut kepada Allah SWT jika timbangannya kurang (sesuai ayat tadi).
Saya bayangkan, kapan umat Islam Indonesia akan melakukan praktek2 perdagangan semacam ini?
Jika nanti suatu saat pedagang muslim Indonesia melakukan seperti ini, betapa nikmatnya anda tinggal di antara mereka :)
Di ayat itu juga diperintahkan agar kita berlaku adil, kendatipun kepada kerabat sendiri.
Jika seluruh hakim muslim di Indonesia melakukan perintah Allah SWT itu, dan juga seluruh pemimpin2 muslim Indonesia mengamalkannya, bayangkan betapa nikmat dan sejahteranya hidup di tengah2 mereka :)
Inilah, saya berharap kondisi ini suatu saat akan terwujud, saya coba mulai dari diri saya sendiri dan keluarga saya, semoga Islam bisa dirasakan sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta, semua mahkluk, kesejahteraan bagi seluruh muslim dan non muslim, memang seperti itulah seHARUSnya :)
qprim wrote:Anak yatim yang mana Sdr. subhan? Anak yatim yang muslim? Gimana dengan anak yatim yang kafir?
Adil pada kerabat yang mana? Kerabat yang muslim? Kalau ada kerabat yang murtad atau kafir, masihkah dia disebut dan diperlakukan sebagai kerabat?
Kalau Anda perhatikan, Allah swt dalam Al Qur'an mengajarkan banyak hal dalam berinteraksi antar manusia. Ayat tsb hanya salah satu contohnya.
Konteks ayat tsb melindungi harta anak yatim, supaya harta itu bermanfaat buat si anak yatim hingga dia dewasa.
Pengelolaan harta peninggalan (warisan) ini tentunya oleh orang lain, bisa jadi kerabat anak yatim tsb, atau orang lain yang diberi amanah untuk mengelolanya bagi si anak yatim.
Tutur bahasa santun dalam Al Qur'an, sudah memberi rambu2, "janganlah kamu dekati", apalagi sampai menggunakan harta itu untuk keperluan pribadi, bukan untuk keperluan si anak yatim.
Bagi saya sebagai muslim, amanah ini bisa datang dari siapapun, dari non muslim sekalipun, dan harus ditunaikan sesuai haknya.
Kalau saya dzalim ke seseorang, muslim maupun non muslim, saya bukan takut kepada personalnya, saya takutkan siksa Allah swt kelak di neraka.
Soal kerabat, anda tahu paman Muhammad saw sendiri, Abu Thalib, yang mengasuh beliau sejak kecil, saat itu belum memeluk Islam.
Tapi sejarah mencatat, mereka tidak bermusuhan bahkan saling melindungi, sebagaimana lazimnya kerabat.
Bukankah banyak contoh di lingkungan sekitar kita, keluarga yang personelnya ada yang berbeda agama, bisa jadi karena pernikahan, punya om, tante, dll yang beda agama.
Nyatanya tidak saling membunuh kan? hehe :)
qprim wrote:Soal berbuat baik dan bersikap jujur, termasuk dalam berdagang, itu sih merupakan ajaran yang sudah lama ada di semua peradaban dan kebudayaan manusia, di berbagai tempat di muka bumi. Ajaran-ajaran seperti itu sudah ada lama sekali, jauh sebelum peradaban manusia menggunakan penanggalan masehi. Buat saya itu merupakan kewajaran. Apalagi dalam berdagang. Selama masih bisa untung, seorang pedagang akan berbuat apapun untuk menyenangkan pelanggannya. Karena mereka ingin menarik simpati dari pelanggan dan menggundang lebih banyak pembeli. Yang seperti itu sih sebatas kebaikan transaksional.
Berhubung contohnya di Mekah, pertanyaan saya sama seperti di atas. Kalau pembelinya kafir seperti saya, akankah pedagang tersebut melayani dengan sama baiknya?
Pedagang yang menjalankan ajaran Islam dengan benar, memperlakukan siapun sama.
Karena bukan cuma orang pelanggannya itu yang diharap ridhonya, tapi lebih berharap ridho dari Allah swt yang menyaksikan perniagaan tsb :)
Jika Anda perhatikan di ajaran Islam, Rasulullah Muhammad saw banyak mencontohkan dan mengajarkan kebaikan kepada sesama manusia, sekalipun non muslim, bahkan setelah matinya, jenazah non muslim pun dihormati :)
qprim wrote:Sebenernya saya berhadap anda memberikan contoh mengenai hal-hal yang lebih mendasar mengenai pedoman yang digunakan oleh muslim dalam memperlakukan sesama manusia. Hal itulah yang masih menjadi pertanyaan besar bagi saya.
Sdr. Subhan, sudahkah membaca ajaran-ajaran yang menganjurkan untuk berbuat baik, jujur, dan adil kepada sesama manusia? Kalau anda rajin mencari di internet, anda akan menemukan banyak ajaran seperti itu di berbagai peradaban.
Coba baca juga thread ini:
negara2-kafir-kok-lebih-islami-t50395/
Di situ ada artikel yang menceritakan kekaguman seorang muslim terpelajar tentang bagaimana negara kafir menerapkan ajaran untuk berbuat baik, jujur, dan adil kepada sesama manusia. Dan saya pastikan bahwa mereka meyakini dan menerapkan ajaran2x tersebut tanpa menggunakan ajaran islam sebagai rujukan. Moga2x anda mau berdiskusi lebih jauh di thread tersebut.
Saya sepakat banyak kita lihat di kehidupan sekarang yang baik, dilakukan oleh muslim maupun non muslim.
Syukurlah masih banyak yang melakukan kebaikan di muka bumi ini :)
Saya rasa kita semua sepakat hal2 baik, seperti contoh anda jujur, dan adil kepada sesama manusia, adalah sifat2 terpuji.
Bagi saya itu adalah nilai2 dasar dari Sang Pencipta kita, yang ditanamkan di hati manusia sejak dia dilahirkan, sehingga secara fitrah kita sebagai manusia kita bisa membedakan suatu nilai baik atau buruk.
Itu blueprint kita sebagai manusia, dan itulah kenapa kita sebagai mahluk yang lebih tinggi derajatnya daripada binatang, kita punya hati dan dibekali akal.
Tapi dibalik itu kita juga dibekali nafsu, yang seringkali bertolak belakang, tinggal kita mau nurutin yang mana, bebas kita memilih, tapi tentu ada konsekuensinya dari Tuhan.
Sejalan waktu, nilai2 baik atau nafsu bisa bias, tergantung pengaruh lingkungan bagaimana mendidik kita.
Seperti contoh saya sebelumnya, nilai2 baik di dunia timur menjadi belum tentu baik juga di dunia barat, atau sebaliknya, karena perjalanan sejarah dan peradabannya sudah berkamuflase sedemikian rupa sehingga nilai2 kebenaran akhirnya bisa bias.
Contoh kecil di sekitar kita, anak yang sejak bayi tumbuh di keluarga yang ringan tangan, suka memukul, akhirnya membenarkan cara pemukulan itu sebagai kelaziman dan kebenaran.
Bagi saya, aturan2 lingkungan itu yang seharusnya mengikuti aturan yang lebih haq, aturan dari Penciptanya, bagi saya itulah Al Qur'an.
Bagi saya, jika lingkungan saya menyatakan kebenaran, tapi Al Qur'an melarangnya, berarti lingkungan saya yang salah.
Al Qur'an itu pedoman saya, mengembalikan segala sesuatu yang membingungkan saya saat dihadapkan pada ini benar2 benar atau benar2 salah?
Karena kenyataannya ada pendapat umum (atau kelompok) yang menyatakan benar tapi ternyata versi dari Tuhan itu salah, atau sebaliknya.
Kebenaran universal yang saya tangkap dari diskusi selama ini, menyatakan bahwa kebanyakan FFI menganggap kebenaran universal itu ada di masing2 hati kita, di masing2 akal kita.
Tapi terkadang kita bingung juga kan, apa yang selama ini sudah dilakukan semua orang sejak nenek moyang kita sampai dengan sekarang benar2 suatu yang benar?
Jaman Muhammad saw kecil dulu, berhala2 sudah ada di Ka'bah, sudah turun temurun, dan itulah yang dianggap lingkungan itu kebenaran, karena kelaziman.
Agama yang diajarkan orang tua kita kepada kita, turun temurun dari dulu, tata cara peribadatannya, kelazimannya, apa itu memang benar demikian?
Saya sholat dengan cara seperti sekarang, iya, karena Muhammad saw sholat juga demikian, saya benar2 mencontoh dari seseorang yang benar2 mengajarkannya.
Bagi saya Islam pedomannya jelas, dari hal yang pribadi berhubungan dengan Tuhannya, maupun dengan masyarakat sekitarnya, jelas, detail, dan saya tidak meragukan keabsahannya.
Apakah ada yang aneh dari pemahaman saya? :)
qprim wrote:Saya berharap anda mau berdikusi di forum ini untuk waktu yang panjang. Masih banyak hal yang bisa kita diskusikan. Soal bagaimana memperlakukan sesama manusia, akal budi, nurani, logika, demokrasi, liberalisme, menanggapi perbedaan, dsb. dsb. Tapi sementara ini dulu reply saya.
Mohon maaf sekali, sepertinya saya telah mengecewakan anda :|
qprim wrote:Oiya, berhubung anda memberi contoh mengenai mekah, saya sebenarnya ingin juga berkunjung ke mekah. Saya senang pergi ke tempat yang baru untuk melihat budaya dan cara hidup masyarakat yang berbeda dengan tempat yang saya tinggali. Sangat berguna untuk memperkaya wawasan. Tak perlulah masuk ke masjidil haram dan melihat kabah dari dekat. Toh niat saya bukan untuk beribadah. Cukup berkeliling di kota mekah, melihat budaya dan cara hidup masyarakat di sana, sambil merasakan pengalaman berbelanja di sana seperti anda. Bisakah?
Oh ya, memang Mekkah kota suci kami, yang saya aja sebenernya juga pengin berkali2 kesana, hanya saja jauh dan biaya memang kendala saya, jika saja Mekkah letaknya deket2 sini kan enak ya.. hehe..
Mekkah memang terlarang buat orang non muslim, sejak pembebasannya dari kemusrikan, dan memang itu perintah dari Allah swt (QS. At-Taubah 9:28)
Saya sendiri tidak tahu apakah selama ini ada non muslim yang mau memaksakan diri masuk Mekkah atau tidak, mungkin dengan berpura2 jadi muslim, mungkin anda mau mencobanya..hehe..
Dan apakah memang benar non muslim tidak bisa masuk Mekkah dengan segala upaya, jika benar, saya percaya itu, karena itu perlindungan terhadap Mekkah dari Allah swt :)
Apalagi niat untuk menghancurkan Ka'bah, seperti dalam kisah pasukan gajah oleh raja Abrahah yang sebaliknya dihancurkan Allah swt dengan burung ababil-Nya.
Btw, bagi muslim kota Mekkah memang tiada duanya, apalagi jika Anda merasakan nikmatnya meminum air zamzam di tengah panasnya cuaca disana..masyaAllah..
Tapi jika anda Islam dulu..hehe..welcome brother..Mekkah terbuka lebar2 buat Anda :)
Mirror 1: Menemukan Kebenaran Universal
Follow Twitter: @ZwaraKafir