Sebelumnya saya sampaikan terima kasih atas responnya sis.
Membahas tentang filsafat berpikir, pastilah seru dan akan memberikan pemahaman-pemahaman baru dalam berwacana.
Saya berterima kasih juga kepada @nap.bon, @kibow, @rahmini dll. nya yang menyempatkan waktu untuk untuk sharing tentang filsafat berpikir.
Mhd61l4 wrote:
Perbedaan pandangan kita adalah menentukan suatu pernyataan sebagai klaim atau sebagai keinginan.
Dalam contoh kalimat diatas, keinginan adalah bagian dari klaim.
fayhem_1 wrote:well aq mengaju pada definisi klaim itu, apa sih klaim itu :
http://kamusbahasaindonesia.org/klaim/mirip
klaim [n] (1)
tuntutan pengakuan atas suatu fakta bahwa seseorang berhak (memiliki atau mempunyai) atas sesuatu: pemerintah Indonesia akan mengajukan -- gantu rugi kpd pemilik kapal asing itu; (2)
pernyataan tt suatu fakta atau kebenaran sesuatu: ia mengajukan -- bahwa barang-barang elektronik itu miliknya
http://artikata.com/arti-335393-klaim.html
Indonesian to Indonesian
noun
1. 1 tuntutan pengakuan atas suatu fakta bahwa seseorang berhak (memiliki atau mempunyai) atas sesuatu: pemerintah Indonesia akan mengajukan -- gantu rugi kpd pemilik kapal asing itu; 2 pernyataan tt suatu fakta atau kebenaran sesuatu: ia mengajukan -- bahwa barang-barang elektronik itu miliknya;
meng·klaim v 1 meminta atau menuntut pengakuan atas suatu fakta bahwa seseorang (suatu organisasi, perkumpulan, negara, dsb) berhak memiliki atau mempunyai hak atas sesuatu: ada negara lain yg ~ kepulauan itu; 2
menyatakan suatu fakta atau kebenaran sesuatu: pemerintah baru ~ bahwa tokoh politik itu meninggal krn bunuh diri;
peng·klaim n orang yg mengklaim;
Dalam contoh yang diberikan, seharusnya/dan kalau terkait dengan perikop di Alkitab Perjanjian Baru tentang cerita wanita yang berdosa karena berzinah, maka keinginan orang Yahudi untuk menghukum perempuan berdosa karena berzinah adalah bentuk klaim/pengakuan suatu fakta yang sudah menjadi hak (orang yang diberikan wewenang untuk menjalankannya) si subjek untuk menghukum.
Mhd61l4 wrote:Pada contoh di atas, ad hominem terjadi, karena klaim si Yahudi ingin menghukum wanita berdosa itu, bukan dan tidak terhubung dalam pola sebab akibat bahwa si Yahudi sebagai pengklaim, pun berdosa.
fayhem_1 wrote:Nah, hukuman itu kan belum terjadi, jadi masih belum merupakan suatu fakta, tapi masih merupakan keinginan
Benar bahwa hukumannya belum terjadi, sama seperti contoh dari definisi yang disampaikan: pemerintah Indonesia akan mengajukan -- ganti rugi kpd pemilik kapal asing itu ---> si orang Yahudi mengajukan klaimnya, yaitu keinginan untuk menghukum.
Disitulah letak perbedaan yang saya maksudkan, karena keinginan si orang Yahudi adalah bagian dari klaim yang diajukannya, bahwa klaim untuk menghukum "karena wanita itu berzina." bukan karena si pengklaim (orang Yahudi) berdosa atau tidak berdosa.
Mhd61l4 wrote:Contoh di bawah ini tidak ad hominem, karena orang yang hendak pergi ke pesta seharusnya bersih dan rapi (tidak bau dan tidak berantakan).
fayhem_1 wrote:Kalo menurutmu seperti itu maka, bagaimana jika menurut Yesus bahwa orang yang hendak menghukum seharusnya tidak berdosa ? Jadi Yesus tidak ad hominem donk
Ya ngga lah sis.... coba perhatikan lagi kalimat pembandingnya.
- Orang yang hendak kepesta seharusya (terbukti) bersih dan rapi.
- Orang yang hendak dihukum seharusnya (terbukti) yang bersalah.
Klaim adalah objek, sedangkan ad hominem menyerang subjek untuk menggagalkan objek, terhubung atau tidak dalam pola sebab akibat.
- Orang yang hendak ke pesta seharusnya bersih dan rapi, kalau tidak ya jangan ke pesta.
- Orang yang hendak dihukum seharusnya yang bersalah, kalau tidak ya jangan dihukum.
Kita harus melihat subjek dalam hubungannya dengan objek, terkait atau tidak terkait dalam pola hubungan sebab akibat atas klaim yang dibuat.
Ad hominem terjadi, karena tidak ada hubungannya dalam pola sebab akibat,
- bahwa si wanita berdosa karena berzina; tidak ada hubungan pola sebab akibat
- karena si Yahudi berdosa atau tidak berdosa.
Ad hominem tidak terjadi karena ada pola hubungan sebab akibat,
- bahwa si kuisa tidak boleh pergi ke persta; ada hubungan sebab akibat
- karena si kuisa bau.
fayhem_1 wrote:Pendapat Cepe aq bikir benar, yaitu pendapat bahwa benar atau salah serangan terhadap pribadi pengkritik tetaplah ad hominem
Tergantung pernyataan klaimnya terhubung dalam pola sebab akibat atau tidak Sis.
Justru saya sepakat dengan pendapatmu yang awal, bahwa tidak semua serangan pribadi dikatagorikan ad hominem.
"kamu tidak boleh ke pesta karena kamu bau!" Kenyataan si "kamu" bau, itu tidak ad hominem.
Yang ad hominem "kamu tidak boleh ke pesta karena kamu jelek!" Yang tidak boleh kepesta itu kalau bau.
Sekali lagi, suatu pernyataan bisa masuk ke dalam ad hominem atau tidak ad hominem (lihat definisi yang ada), tergantung dari sebuah pernyataan klaim; serangan terhadap subjek berdasarkan klaim dapat dibuktikan atau tidak; terhubung atau tidak terhubung dengan pernyataan dalam pola sebab akibat.
Yesus : Kamu tidak boleh menghukum wanita berdosa itu, karena kamu pun berdosa
Memang Yesus seakan2 ad hominem karena menunjuk pribadi seseorang kemudian melarang seseorang berdasarkan pribadinya itu.[/quote]
Ad hominemnya Sis,
- si perempuan berdosa tersebut (hendak) dihukum karena berzina, tidak ada pola hubungan sebab akibat dengan dengan subjek (Yahudi) yang mau menghukumnya.
- apakah si yahudi berbuat dosa atau tidak berbuat dosa.
Sebagai pembanding:
Yesus : Kamu tidak boleh menghukum wanita berdosa itu karena berbuat zina, karena kamu tidak memiliki hak untuk memberikan hukuman.
- Kamu tidak boleh menghukum wanita berdosa itu, ada hubungan sebab akibat jika
- Si Yahudi tersebut tidak mempunyai hak untuk memberikan hukuman.
fayhem_1 wrote:Kalo semuanya dikatakan ad hominem, maka semua nasehat yang seperti itu akan termasuk ad hominem juga donk
Contoh :
Kuisa : Aku ingin pergi juga
Bapak kuisa : Kamu jangan ikut pergi, karena baumu ga enak
Kali ini dalam contoh diatas tidak dijelaskan mau pergi kemana, jadi tidak ada alasan bahwa untuk pergi harus bersih dan wangi. Tapi itu bukanlah ad hominem, karena tidak ada klaim disitu.
Saya setuju Sis dengan pendapatmu kalau tidak ada pernyataan klaim itu tidak termasuk ad hominem.
Tetapi dalam sebuah percakapan, tentu ada alasan mengapa pernyataan itu disampaikan. Disitulah perlunya keterhubungan dalam pola sebab akibat untuk menentukan suatu pernyataan dikatagorikan ad hominem atau tidak.
Mhd61l4 wrote:
Yesus : Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu.
(Yesus mempersilahkan untuk menghukum perempuan yang berdosa itu sesuai dengan keinginan/klaim berdasarkan hukum Yahudi --> terhubung dalam pola sebab akibat hukuman dalam komunitas Yahudi, orang berzina dilempari batu).
Bagaimana sis menurut pendapat anda?
fayhem_1 wrote:Bagaimana kalo dibolak balik kalimatnya ?
Bukankah itu sama saja mengatakan :
Kalo kamu berdosa, jangan melempar batu
atau
Jangan melempar batu karena kamu berdosa
Selain variable variabel yang sudah kita sampaikan bersama, apakah suatu ad hominem atau tidak, serangan kepada pribadi dapat ditangkap/diartikan berbeda beda; tersirat atau tersurat dan budaya yang berlaku.
Untuk contoh yang Sis sampaikan di atas, justru Yesus tidak menjadi ad hominem karena tidak menyerang subjek yang mengklaim, malah mendukung pernyataan klaim dari subjek dengan mempersilahkan untuk menghukum perempuan yang berdosa, walaupun kalau dibalik seperti yang Sis sampaikan artinya sama saja.
Kita mungkin sering membaca tulisan "dilarang membuang sampah di sini, kecuali binatang"
Ketika seseorang (si A) hendak membuang sampah (dia belum membaca tulisan dimaksud), ada orang yang mencegahnya dengan mengatakan:
- "Binatang kamu, jangan buang sampah disini!" ---> si A tidak jadi membuang sampah.
- "Mas, baca tuh tulisan di atas!" ---> si A tidak jadi membuang sampah.
-------------------------------------------------------
Dalam sebuah diskusi tentang wacana pernyataan ad hominem atau tidak, menurut pendapat saya harus dilihat dari satu kesatuan yang utuh, jalan cerita sampai pernyataan tersebut dikeluarkan. Penggalan pernyataan (semestinya) dikaitkan dengan premis premis yang mendahului sebuah pernyataan.
Secara keseluruhan, suatu pernyataan ad hominem atau tidak, sedikit susah untuk ditempatkan pada koridor salah atau benar sampai pada suatu titik dimana pemahaman klaim antara subjek dan objek disepakati bersama.
Mirror 1: tuntutan pengakuan atas suatu fakta
Follow Twitter: @ZwaraKafir