Baiknya anda cuci muka dulu bung..apa iya kualitas pendidikan indonesia sudah sedemikian hancur hingga hanya mampu menghasilkan tamatan S2 seperti anda? Kita main-main aja deh..anda kan berpendidikan tinggi, saintis, akademis..saya balik aja bertanya kepada : Bisakah anda menghadirkan si angka 1 di hadapan saya?Heppi wrote:Bisakah kamu semua menghadirkan tuhan kamu masing2 di hadapan saya ?
Menyelami Dilema Sang Allah
Re: Menyelami Dilema Sang Allah
- kampretman
- Posts: 94
- Joined: Sun Mar 16, 2014 2:35 am
- Location: Gotdamn city
Re: Menyelami Dilema Sang Allah
[/quote]Baiknya anda cuci muka dulu bung..apa iya kualitas pendidikan indonesia sudah sedemikian hancur hingga hanya mampu menghasilkan tamatan S2 seperti anda? Kita main-main aja deh..anda kan berpendidikan tinggi, saintis, akademis..saya balik aja bertanya kepada : Bisakah anda menghadirkan si angka 1 di hadapan saya?[/quote]
Ga usah dilayanin bro, ngapain org levelan lo ngeladenin postingan yg kaya gitu.
Ga usah dilayanin bro, ngapain org levelan lo ngeladenin postingan yg kaya gitu.
Re: Menyelami Dilema Sang Allah
Siip bro kampret..hanya sedikit gemas dengan aroma "keangkuhan intelektual" yang ditebar oleh bro heppi ini..salam sejahtera bro kampret..
Re: Menyelami Dilema Sang Allah
Masih ngotot tahayul ya ? Kita ringkas aja.Begini..coba hadirkan & BUKTIKAN tuhan kamu di hadapanku.Biar aku injek2 tuhan kamu sampai ancur hehehe
Re: Menyelami Dilema Sang Allah
Siip bro heppi..ada lagi yang mau anda sampaikan mungkin? S2 gitu lho..
Re: Menyelami Dilema Sang Allah
Agama itu subyektif.Benar menurut pnganutnya.
Hukum alam adalah fakta obyektif.Sains adalah KEBENARAN OBYEKTIF.
Agama itu cuma MEMAKNAI FAKTA KEHIDUPAN OBYEKTIF.jadi kehidupan subyektif adalah soal makna.
Hukum alam adalah fakta obyektif.Sains adalah KEBENARAN OBYEKTIF.
Agama itu cuma MEMAKNAI FAKTA KEHIDUPAN OBYEKTIF.jadi kehidupan subyektif adalah soal makna.
Re: Menyelami Dilema Sang Allah
Menurut anda apakah ini berlaku juga untuk islam? Bila subjektivitas islam eksklusif bagi hanya yang mempercayainya, maka tidak ada masalah buat dunia ini. Tapi apakah islam sendiri eksklusif dalam subjektivitasnya atau bersifat progressive?Heppi wrote:Agama itu subyektif.Benar menurut pnganutnya.
Hukum alam adalah fakta obyektif.Sains adalah KEBENARAN OBYEKTIF.
Agama itu cuma MEMAKNAI FAKTA KEHIDUPAN OBYEKTIF.jadi kehidupan subyektif adalah soal makna.
- JANGAN GITU AH
- Posts: 5266
- Joined: Sun Jan 04, 2009 1:39 pm
- Location: Peshawar-Pakistan
Re: Menyelami Dilema Sang Allah
Heppi wrote:Masih ngotot tahayul ya ? Kita ringkas aja.Begini..coba hadirkan & BUKTIKAN tuhan kamu di hadapanku.Biar aku injek2 tuhan kamu sampai ancur hehehe
lho...kenapa harus meminta kafir menghadirkan Tuhan mereka sementara Allah swt saja gak bisa kau buktikan ada?
Bagi saya sih lebih baik dibukti dulu ada (eksis) daripada bicara menghadirkan.
bisa gak nte menunjukkan eksistensi sosok yang ente tunggingi saban hari itu. ada atau imajinasi saja? bukankah sia-sia saja nunging-nunggin ke hadapannya selama ini jika sosok itu hanya merupakan sosok imajinatif karangan Muhammad, bukan?
eh iya, ente masih berencana mengijak-injak. Saya bukan saja menginjak-injak, adu mengutuk allah swt dah tak lakukan bersama muslim di sini. Tahu hasilnya? Muslimnya yang ketiban sial-pengakuan si muslim sendiri, lho. Kafirnya mah gak kenapa-kenapa tuh...malah selama adu kutuk mengutuk alloh swt bersama muslim, ada kafir yang gerhasil tender proyeknya...apakah itu pertanda allah swt benar-benar isapan jempol Muhammad?
- Captain Pancasila
- Posts: 3505
- Joined: Wed Jun 01, 2011 1:58 pm
- Location: Bekas Benua Atlantis
Re: Menyelami Dilema Sang Allah
yang namanya standar Tuhan kepada/untuk diterapkan manusia itu ya harus dapat diterapkan oleh manusia, kalau nggak gitu ya berarti bukan standar untuk diterapkan manusia!rahimii wrote:Menurut saya yang paling utama mungkin buat membuka mata anda dan muslim sejenis anda, termasuk kita semua pencari kebenaran yang hakiki, bahwa allah dan muhammad sangat diragukan merupakan bagian atau dapat direlasikan kepada TUHAN yang punya standard sempurna seperti itu. Klaim kesempurnaan islam gagal total bahkan hanya dalam satu ujian. Atau anda bisa tunjukkan kepada kita bantahannya? Ayolah, masa semua muslim disini tipikal gagal dalam aplikasi logika yang sederhana saja?
ya memang nggak bisa nggak gitu, mengingat kemampuan/kapasitas tiap orang itu beda2, akan tetapi walaupun toh begitu, dari sekian banyak kemampuan/kapasitas orang yang berbeda2 itu, selalu bisa dihitung median/nilai tengah nya, seperti memerangi orang tanpa alasan yang benar itu pastilah selalu salah dari sudut pandang orang dengan kapasitas apapun, karena itulah bukanlah hal aneh jika QS. 9:29 menggunakan istilah "tidak beriman kepada Allah (nya kristen Romawi) dan tidak (pula) kepada hari kemudian, tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya (kristen Romawi), tidak beragama dengan agama yang benar (nya kristen Romawi)" pada kristen Romawi yang memerangi muslim tanpa alasan yang benar!rahimii wrote:Bro captain, saya tidak terlalu jelas akan maksud anda. Bagaimana kalau setiap orang punya standardnya sendiri dan meski secara realita standard itu sedemikian jahat dan buruk, itulah kebaikan menurut dia? Menurut dia itulah kebaikan yang telah diungkapkan tuhan kepada dirinya? Oleh karena itu, menurut saya kita harus mendefinisikan "baik" terlebih dahulu, lalu menemukan landasan yang tepat kepada siapa "baik" itu layak digantungkan sehingga "baik" itu memiliki nilai yang universal (sama) bagi setiap orang.
Re: Menyelami Dilema Sang Allah
rahmii wrote:Menurut saya yang paling utama mungkin buat membuka mata anda dan muslim sejenis anda, termasuk kita semua pencari kebenaran yang hakiki, bahwa allah dan muhammad sangat diragukan merupakan bagian atau dapat direlasikan kepada TUHAN yang punya standard sempurna seperti itu. Klaim kesempurnaan islam gagal total bahkan hanya dalam satu ujian. Atau anda bisa tunjukkan kepada kita bantahannya? Ayolah, masa semua muslim disini tipikal gagal dalam aplikasi logika yang sederhana saja?
Bagaimana maksudnya yang sempurna menetapkan standard untuk diterapkan oleh yang tidak sempurna? Standard yang sempurna itu tidak akan mereduksi dirinya agar dapat diaplikasikan oleh yang tidak sempurna. Dia tidak dapat menjadi tidak sempurna, karena sempurna adalah hakikatnya. Bagi TUHAN yang sempurna, segala atribut kesempurnaan yang melekat padanya, mestinya tidak dapat dikompromikan. Kita mengetahui yang sempurna itu dan menjadikannya tolok ukur pengetahuan kita akan benar dan salah. Bila kita mengikuti alur argumentasi anda, dari standard-standard yang ada pada manusia saat ini tentang moralitas yang bisa kita terapkan pun, kita masih terlalu sering gagal melakukannya bukan? Kenapa kita masih gagal, padahal menurut anda yang sempurna sudah menurunkan standardnya untuk dapat kita terapkan? Bahkan dalam upayanya memperkenalkan dirinya saja, tuhan menciptakan ada begitu banyak agama yang berkontradiksi satu dengan lainnya, menciptakan standard-standard moralitas yang berbeda pula, dan semua mengklaim sebagai agama yang benar? Anda lihat betapa sukarnya memahami bila tuhan sampai menurunkan standardnya bukan?Captain Pancasila wrote:yang namanya standar Tuhan kepada/untuk diterapkan manusia itu ya harus dapat diterapkan oleh manusia, kalau nggak gitu ya berarti bukan standar untuk diterapkan manusia!
rahimii wrote:Bro captain, saya tidak terlalu jelas akan maksud anda. Bagaimana kalau setiap orang punya standardnya sendiri dan meski secara realita standard itu sedemikian jahat dan buruk, itulah kebaikan menurut dia? Menurut dia itulah kebaikan yang telah diungkapkan tuhan kepada dirinya? Oleh karena itu, menurut saya kita harus mendefinisikan "baik" terlebih dahulu, lalu menemukan landasan yang tepat kepada siapa "baik" itu layak digantungkan sehingga "baik" itu memiliki nilai yang universal (sama) bagi setiap orang.
Allah dalam alquran sangat meragukan untuk dapat dianggap sebagai sosok kepada siapa moralitas objektif dapat dilandaskan. Dalam Islam, allah yang mahakuasa atau maha perkasa mengalahkan segalanya, bahkan karakter moralnya sendiri. Dalam Islam, allah dapat menipu orang. Dia bisa berbohong kepada mereka. Dia bisa melakukan hal-hal yang salah secara moral, bahkan bertentangan dengan sifatnya sendiri, karena ia adalah maha kuasa. Jadi ini menghasilkan semacam kesewenang-wenangan, berubah-ubah karena allah memiliki kekuasaan tidak mengenal batas, bahkan batas-batas karakternya sendiri.Captain Pancasila wrote:ya memang nggak bisa nggak gitu, mengingat kemampuan/kapasitas tiap orang itu beda2, akan tetapi walaupun toh begitu, dari sekian banyak kemampuan/kapasitas orang yang berbeda2 itu, selalu bisa dihitung median/nilai tengah nya, seperti memerangi orang tanpa alasan yang benar itu pastilah selalu salah dari sudut pandang orang dengan kapasitas apapun, karena itulah bukanlah hal aneh jika QS. 9:29 menggunakan istilah "tidak beriman kepada Allah (nya kristen Romawi) dan tidak (pula) kepada hari kemudian, tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya (kristen Romawi), tidak beragama dengan agama yang benar (nya kristen Romawi)" pada kristen Romawi yang memerangi muslim tanpa alasan yang benar!
- Captain Pancasila
- Posts: 3505
- Joined: Wed Jun 01, 2011 1:58 pm
- Location: Bekas Benua Atlantis
Re: Menyelami Dilema Sang Allah
standar kesempuranaan itu menyesuaikan subyeknya, standar kesempurnaan bagi orang normal, tentunya berbeda dengan standar kesempurnaan bagi orang cacat! standar kesempurnaan bagi Tuhan tentunya ya diperuntukkan bagi Tuhan, standar kesempurnaan bagi manusia tentunya ya diperuntukkan bagi manusia!rahimii wrote:Bagaimana maksudnya yang sempurna menetapkan standard untuk diterapkan oleh yang tidak sempurna? Standard yang sempurna itu tidak akan mereduksi dirinya agar dapat diaplikasikan oleh yang tidak sempurna. Dia tidak dapat menjadi tidak sempurna, karena sempurna adalah hakikatnya. Bagi TUHAN yang sempurna, segala atribut kesempurnaan yang melekat padanya, mestinya tidak dapat dikompromikan. Kita mengetahui yang sempurna itu dan menjadikannya tolok ukur pengetahuan kita akan benar dan salah.
Tuhan menciptakan pilihan berbuat jahat/sia2 agar manusia dapat memilih berbuat baik/berguna! bagaimana bisa seseorang dapat dikatakan memilih sesuatu, jika pilihan yang ada/bisanya memilih cuma itu?rahimii wrote:Allah dalam alquran sangat meragukan untuk dapat dianggap sebagai sosok kepada siapa moralitas objektif dapat dilandaskan. Dalam Islam, Allah yang mahakuasa atau maha perkasa mengalahkan segalanya, bahkan karakter moralnya sendiri.
- Joe Andmie
- Posts: 1761
- Joined: Mon Jul 04, 2011 6:48 pm
- Location: DIBAWAH POHON KELAPA SAWIT
Re: Menyelami Dilema Sang Allah
Mau buktikan dihadapan kamu? saya kebetulan ada diIndo, bisa beritahu kampus kamu?Heppi wrote:Masih ngotot tahayul ya ? Kita ringkas aja.Begini..coba hadirkan & BUKTIKAN tuhan kamu di hadapanku.Biar aku injek2 tuhan kamu sampai ancur hehehe
Re: Menyelami Dilema Sang Allah
Kayaknya sih kita berputar-putar saja. Tuhan anda menentukan standar bagi dirinya sekaligus memberikan standard kepada manusia yang tentunya berbeda-beda pula karena kapasitas manusia tidak sama dalam menerapkannya? Ya memang begitulah maksud saya allahnya muhammad, premisnya juga ada di beberapa post sebelumnya bahwa allah seperti yang anda gambarkan ini memiliki standard moral yang relatif dan bukan objektif. Silahkan anda baca ulang dululah, daripada anda akhirnya mutar-mutar saja.Captain Pancasila wrote:standar kesempuranaan itu menyesuaikan subyeknya, standar kesempurnaan bagi orang normal, tentunya berbeda dengan standar kesempurnaan bagi orang cacat! standar kesempurnaan bagi Tuhan tentunya ya diperuntukkan bagi Tuhan, standar kesempurnaan bagi manusia tentunya ya diperuntukkan bagi manusia!
Jika kita sepakat tuhan itu harus sempurna, dalam bingkai pilihan itu berarti dia mengetahui ada hal-hal jahat, namun tidak akan pernah bisa memilih melakukan yang jahat itu bukan? Justru disitulah letak perbedaan kualitas manusia dengan tuhan yang sempurna itu dalam pengaplikasian pilihan. Manusia tidak bisa luput untuk memilih melakukan yang jahat berlandaskan adanya keistimewaan untuk memilih pada dirinya, sementara tuhan yang sempurna selalu akan memilih yang sempurna baik. Tuhan yang benar tidak dapat sempurna jahatnya sekaligus sempurna baiknya. Lalu dimana letak kerisauan anda waktu saya bilang bahwa manusia memang tidak akan bisa menerapkan standard moral objektif tuhan yang benar?Captain Pancasila wrote:Tuhan menciptakan pilihan berbuat jahat/sia2 agar manusia dapat memilih berbuat baik/berguna! bagaimana bisa seseorang dapat dikatakan memilih sesuatu, jika pilihan yang ada/bisanya memilih cuma itu?
- Captain Pancasila
- Posts: 3505
- Joined: Wed Jun 01, 2011 1:58 pm
- Location: Bekas Benua Atlantis
Re: Menyelami Dilema Sang Allah
tepatnya obyektif dalam hal standar niat, & relatif dalam hal standar pelaksanaan, untuk lebih jelasnya silahkan lihat di : boleh-non-islam-maupun-islam-dari-golon ... tu-t51381/rahimii wrote:Kayaknya sih kita berputar-putar saja. Tuhan anda menentukan standar bagi dirinya sekaligus memberikan standard kepada manusia yang tentunya berbeda-beda pula karena kapasitas manusia tidak sama dalam menerapkannya? Ya memang begitulah maksud saya Allahnya muhammad, premisnya juga ada di beberapa post sebelumnya bahwa allah seperti yang anda gambarkan ini memiliki standard moral yang relatif dan bukan objektif. Silahkan anda baca ulang dululah, daripada anda akhirnya mutar-mutar saja.
tidak ada kerisauan dalam hal itu, keberatan saya itu kan menyangkut soal ide anda yang memaksakan standar moral obyektif Tuhan pada manusia!Captain Pancasila wrote:Jika kita sepakat tuhan itu harus sempurna, dalam bingkai pilihan itu berarti dia mengetahui ada hal-hal jahat, namun tidak akan pernah bisa memilih melakukan yang jahat itu bukan? Justru disitulah letak perbedaan kualitas manusia dengan tuhan yang sempurna itu dalam pengaplikasian pilihan. Manusia tidak bisa luput untuk memilih melakukan yang jahat berlandaskan adanya keistimewaan untuk memilih pada dirinya, sementara tuhan yang sempurna selalu akan memilih yang sempurna baik. Tuhan yang benar tidak dapat sempurna jahatnya sekaligus sempurna baiknya. Lalu dimana letak kerisauan anda waktu saya bilang bahwa manusia memang tidak akan bisa menerapkan standard moral objektif tuhan yang benar?
Re: Menyelami Dilema Sang Allah
rahimii wrote:Kayaknya sih kita berputar-putar saja. Tuhan anda menentukan standar bagi dirinya sekaligus memberikan standard kepada manusia yang tentunya berbeda-beda pula karena kapasitas manusia tidak sama dalam menerapkannya? Ya memang begitulah maksud saya Allahnya muhammad, premisnya juga ada di beberapa post sebelumnya bahwa allah seperti yang anda gambarkan ini memiliki standard moral yang relatif dan bukan objektif. Silahkan anda baca ulang dululah, daripada anda akhirnya mutar-mutar saja.
Apanya yang jelas dalam link anda diatas? Ketika kita mengatakan bahwa TUHAN itu baik, kita mengartikan itu dengan cara yang berbeda dari cara yang kita maksudkan ketika kita mengatakan bahwa manusia itu baik. Bagi kita, kebaikan adalah partisipasi dalam kebaikan, kita dapat berpartisipasi lebih atau kurang berdasarkan tingkatan, dan oleh karena itu kita bisa lebih baik atau lebih buruk. Itu bukan apa yang kita maksud ketika kita mengatakan bahwa TUHAN itu baik.Captain Pancasila wrote:tepatnya obyektif dalam hal standar niat, & relatif dalam hal standar pelaksanaan, untuk lebih jelasnya silahkan lihat di : boleh-non-islam-maupun-islam-dari-golon ... tu-t51381/
Pikirkan tentang perbedaan antara mengatakan "anjing basah" dan "cairan basah". Kita bisa membayangkan anjing dalam kondisi yang tidak basah, cukup dengan mengeringkannya dengan handuk yang baik, dia tidak akan memiliki basah lagi. Kita bisa membayangkan anjing basah dan anjing kering, dan segala sesuatu di antaranya. Tapi ketika kita mengatakan bahwa cairan basah, itu berarti bahwa kebasahan adalah atribut melekat dari apa yang kita maksud dengan "cair." Jika seseorang bisa mengklaim memiliki "cairan yang kering", kita harus menyimpulkan bahwa orang seperti ini memiliki disfungsi pemahaman akan apa yang dimaksud dengan "cair" atau "kering" Itulah yang terjadi jika anda memposisikan tuhan sebagai kebenaran tapi dilain sisi dia mentolerir kesalahan sebagai sesuatu yang relatif. Tuhan seperti itu bukan tuhan yang maha dalam segala atributnya.
rahimii wrote:Jika kita sepakat tuhan itu harus sempurna, dalam bingkai pilihan itu berarti dia mengetahui ada hal-hal jahat, namun tidak akan pernah bisa memilih melakukan yang jahat itu bukan? Justru disitulah letak perbedaan kualitas manusia dengan tuhan yang sempurna itu dalam pengaplikasian pilihan. Manusia tidak bisa luput untuk memilih melakukan yang jahat berlandaskan adanya keistimewaan untuk memilih pada dirinya, sementara tuhan yang sempurna selalu akan memilih yang sempurna baik. Tuhan yang benar tidak dapat sempurna jahatnya sekaligus sempurna baiknya. Lalu dimana letak kerisauan anda waktu saya bilang bahwa manusia memang tidak akan bisa menerapkan standard moral objektif tuhan yang benar?
Coba perbaiki kembali logika berpikir anda dan berusahalah mencerna argumen awal dari trit ini. Tidak ada hal pemaksaan standar moral objektif TUHAN kepada manusia dibicarakan disini. Trit ini "memaksakan" argumen bahwa jika TUHAN yang benar memang ada, maka standard moralnya haruslah ojektif. Saya harap anda memahami perbedaannya.Captain Pancasila wrote:tidak ada kerisauan dalam hal itu, keberatan saya itu kan menyangkut soal ide anda yang memaksakan standar moral obyektif Tuhan pada manusia!
Bentuk silogisme berikut dapat kita gunakan untuk membuktikan bahwa hanya semua yang baik yang dapat dikorelasikan kepada TUHAN yang baik, bukan yang abu-abu.
Premis 1: Jika anda ingin mencapai yang baik, anda harus melakukan apa yang sesuai dengan kehendak TUHAN (dan menghindari apa yang tidak konsisten dengan itu).
Premis 2: Secara alami, semua orang ingin mencapai yang baik.
Konklusi : Oleh karena itu, setiap orang pasti akan melakukan apa yang sesuai dengan kehendak Tuhan.
Jadi, berdasarkan argumen diatas, tidak logis ada orang yang melakukan kejahatan namun mengatakan ia sedang melakukan kehendak tuhan. Bila anda memiliki keyakinan bahwa ketidakmampuan manusia melakukan standard moral objektif sebagai bentuk toleransi tuhan dalam pelaksanaan keobjektivannya itu, silahkan dibantah dengan argumen logis pula.
- Captain Pancasila
- Posts: 3505
- Joined: Wed Jun 01, 2011 1:58 pm
- Location: Bekas Benua Atlantis
Re: Menyelami Dilema Sang Allah
Tuhan tidak mentolerir kesalahan manusia yang tidak diniatkan, adalah Tuhan lupa jika Dia menciptakan manusia dengan keterbatasan! maksud saya Tuhan itu sudah selayaknya mempunyai standar baik/buruk tersendiri terhadap manusia, karena Tuhan tidak menciptakan manusia sekapasitas dengan DiriNya!rahimii wrote:Apanya yang jelas dalam link anda diatas? Ketika kita mengatakan bahwa TUHAN itu baik, kita mengartikan itu dengan cara yang berbeda dari cara yang kita maksudkan ketika kita mengatakan bahwa manusia itu baik. Bagi kita, kebaikan adalah partisipasi dalam kebaikan, kita dapat berpartisipasi lebih atau kurang berdasarkan tingkatan, dan oleh karena itu kita bisa lebih baik atau lebih buruk. Itu bukan apa yang kita maksud ketika kita mengatakan bahwa TUHAN itu baik.
Pikirkan tentang perbedaan antara mengatakan "anjing basah" dan "cairan basah". Kita bisa membayangkan anjing dalam kondisi yang tidak basah, cukup dengan mengeringkannya dengan handuk yang baik, dia tidak akan memiliki basah lagi. Kita bisa membayangkan anjing basah dan anjing kering, dan segala sesuatu di antaranya. Tapi ketika kita mengatakan bahwa cairan basah, itu berarti bahwa kebasahan adalah atribut melekat dari apa yang kita maksud dengan "cair." Jika seseorang bisa mengklaim memiliki "cairan yang kering", kita harus menyimpulkan bahwa orang seperti ini memiliki disfungsi pemahaman akan apa yang dimaksud dengan "cair" atau "kering" Itulah yang terjadi jika anda memposisikan tuhan sebagai kebenaran tapi dilain sisi dia mentolerir kesalahan sebagai sesuatu yang relatif. Tuhan seperti itu bukan tuhan yang maha dalam segala atributnya.
lha masalahnya kan tiap2 orang punya persepsi tersendiri tentang kebaikan/kehendak Tuhan!rahimii wrote:Coba perbaiki kembali logika berpikir anda dan berusahalah mencerna argumen awal dari trit ini. Tidak ada hal pemaksaan standar moral objektif TUHAN kepada manusia dibicarakan disini. Trit ini "memaksakan" argumen bahwa jika TUHAN yang benar memang ada, maka standard moralnya haruslah ojektif. Saya harap anda memahami perbedaannya.
Bentuk silogisme berikut dapat kita gunakan untuk membuktikan bahwa hanya semua yang baik yang dapat dikorelasikan kepada TUHAN yang baik, bukan yang abu-abu.
Premis 1: Jika anda ingin mencapai yang baik, anda harus melakukan apa yang sesuai dengan kehendak TUHAN (dan menghindari apa yang tidak konsisten dengan itu).
Premis 2: Secara alami, semua orang ingin mencapai yang baik.
Konklusi : Oleh karena itu, setiap orang pasti akan melakukan apa yang sesuai dengan kehendak Tuhan.
Jadi, berdasarkan argumen diatas, tidak logis ada orang yang melakukan kejahatan namun mengatakan ia sedang melakukan kehendak tuhan. Bila anda memiliki keyakinan bahwa ketidakmampuan manusia melakukan standard moral objektif sebagai bentuk toleransi tuhan dalam pelaksanaan keobjektivannya itu, silahkan dibantah dengan argumen logis pula.
- Joe Andmie
- Posts: 1761
- Joined: Mon Jul 04, 2011 6:48 pm
- Location: DIBAWAH POHON KELAPA SAWIT
Re: Menyelami Dilema Sang Allah
Re: Menyelami Dilema Sang Allah.Premis 1: Jika anda ingin mencapai yang baik, anda harus melakukan apa yang sesuai dengan kehendak TUHAN (dan menghindari apa yang tidak konsisten dengan itu).
Premis 2: Secara alami, semua orang ingin mencapai yang baik.
Konklusi : Oleh karena itu, setiap orang pasti akan melakukan apa yang sesuai dengan kehendak Tuhan.
Saya cuba mengingat satu ayat, dan apakah ini sesuai dengan kehendak tuhan ?
(Quran 58:22), dan “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Quran 5:51)
Mustahil bagi Tuhan yang maha pengasih.
- Captain Pancasila
- Posts: 3505
- Joined: Wed Jun 01, 2011 1:58 pm
- Location: Bekas Benua Atlantis
Re: Menyelami Dilema Sang Allah
1. QS. 58:22, itu kondisinya pas hari penghakiman dimana orang memang tidak bisa menolong orang lain nya, & lagipula pendosa menerima akibat dari dosanya di hari penghakiman tanpa bisa ditolong itu memang sesuai dengan kehendak Allah!
2. di QS. 5:51 Yahudi/Nasrani disitu itu tidak boleh diplih menjadi pemimpin karena ybs tidak mau berhukum dengan hukum Allah, & berhukum dengan hukum Allah itu memang sesuai dengan kehendak Allah!
2. di QS. 5:51 Yahudi/Nasrani disitu itu tidak boleh diplih menjadi pemimpin karena ybs tidak mau berhukum dengan hukum Allah, & berhukum dengan hukum Allah itu memang sesuai dengan kehendak Allah!
- Joe Andmie
- Posts: 1761
- Joined: Mon Jul 04, 2011 6:48 pm
- Location: DIBAWAH POHON KELAPA SAWIT
Re: Menyelami Dilema Sang Allah
Thanks bro CP, jawaban anda sesuai dengan topik , baik kita tunggu dihari penghakiman , kitab masing2 menyatakan siapa yang akan datang menjadi hakim yang adil. Saya percaya tidak ada fasilitas istimewa untuk sesiapapun, bukan?Captain Pancasila wrote:1. QS. 58:22, itu kondisinya pas hari penghakiman dimana orang memang tidak bisa menolong orang lain nya, & lagipula pendosa menerima akibat dari dosanya di hari penghakiman tanpa bisa ditolong itu memang sesuai dengan kehendak Allah!
2. di QS. 5:51 Yahudi/Nasrani disitu itu tidak boleh diplih menjadi pemimpin karena ybs tidak mau berhukum dengan hukum Allah, & berhukum dengan hukum Allah itu memang sesuai dengan kehendak Allah!
- Captain Pancasila
- Posts: 3505
- Joined: Wed Jun 01, 2011 1:58 pm
- Location: Bekas Benua Atlantis