Dari Marwan Al Ashfar dia berkata:
رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ أَنَاخَ رَاحِلَتَهُ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ ثُمَّ جَلَسَ يَبُولُ إِلَيْهَا فَقُلْتُ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَلَيْسَ قَدْ نُهِيَ عَنْ هَذَا قَالَ بَلَى إِنَّمَا نُهِيَ عَنْ ذَلِكَ فِي الْفَضَاءِ فَإِذَا كَانَ بَيْنَكَ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ شَيْءٌ يَسْتُرُكَ فَلَا بَأْسَ
“Saya pernah melihat Ibnu Umar menderumkan untanya menghadap kiblat, lalu dia duduk dan buang air kecil dalam keadaan menghadapnya. Lalu saya bertanya, “Wahai Abu Abdirrahman, bukankah hal ini telah dilarang?” Dia menjawab, “Benar, akan tetapi hal itu dilarang jika dilakukan di tempat terbuka, tapi apabila antara dirimu dan kiblat ada sesuatu yang menutupimu, maka itu tidaklah mengapa.”
Takhrij:
Atsar ini diriwayatkan oleh Abu Daud no. 114, Ibnu Al-Jarud no. 32, Ibnu Khuzaimah no. 60, Ad-Daraquthni (1/58), Al-Hakim no. 551, dan Al-Baihaqi (1/92). Semuanya dari jalan Shafwan bin Isa dari Al-Hasan bin Dzakwan dari Marwan Al-Ashfar dari Ibnu Umar.
Sebab lemahnya atsar ini adalah Al-Hasan bin Dzakwan, berikut komentar para ulama tentangnya:
Yahya bin Main berkata, “Al-Hasan bin Dzakwan, dhaif.”
Abu Hatim Ar-Razi berkata, “Hasan bin Dzakwan, dhaiful hadits, tidak kuat.”
Ali bin Al-Madini berkata tentang gurunya (Yahya Al-Qaththan), “Yahya bin Said meriwayatkan hadits dari Al-Hasan bin Dzakwan, walaupun dia adalah rawi yang dhaif menurutnya.”
Ahmad berkata, “Hadits-haditsna batil.”
An-Nasai berkata, “Tidak kuat.”
Al-Hafizh berkata dalam At-Taqrib, “Jujur tapi banyak bersalah, dituduh berpemahaman Qadariah, dan dia juga seorang mudallis.”
Maka nampak dari keterangan ini bahwa atsar ini lemah dari dua sisi:
1. Al-Hasan bin Dzakwan adalah rawi yang lemah.
2. Dia juga seorang mudallis, dan dalam sanad ini dia meriwayatkan dengan lafazh ‘an (dari) yang menunjukkan dia tidak pasti mendengar hadits ini dari gurunya. Dan seorang mudallis jika meriwayatkan dengan lafazh yang tidak pasti dia mendengar atau tidak maka haditsnya tertolak
apakah sudah jelas...
yang kedua hadits berikut...
ISLAM memandang bahwa menyayangi sesama manusia merupakan sebuah keutamaan. Sebagai sebuah keutamaan, kasih sayang dalam Islam amat banyak dlpe-sankan oleh Nabi Muhammad saw. Misalnya, hadis yang berbunyi "Siapa yang tidak sayang pada manusia, maka tidak akan dlsayang oleh Allah." (HR Abu Dawud, At-Tirmidzl, Al-Balhaqi. dan Al-Bukharl dalam Adab Al-Mufrad)
Hadis ini dengan gamblang menjelaskan bahwa kasih sayang terhadap sesama manusia Itu berkaitan erat dengan terhadap kasih sayang Allah. Salah satu dart beberapa sifat Allah adalah Ar-Rahman (Maha Penyayang). Sifat Allah Ini. memberikan kehidupan menjadi berjalan dengan harmonis dan Indah. Betapa tidak, dengan kasih sayang Allahlah; Ibu hamil rela mengandung bayinya selama sembilan bulan kemudian menyusuinya dan merawat-, nya tanpa kenal lelah. Dengan kasih sayang Allah pula, binatang yang tidak punya akal memiliki rasa sayang terhadap anaknya, bahkan induk kuda dengan hati-hati mengangkat kakinya takut Jikalau mengenal dan melukai anaknya.
apakah sudah jelas...(jangankan sekedar memberikan pi2 nya untuk ditampar)
kesimpulanya: ISLAM itu seperti kertas putih yang putih bersih...pikiran picik dan nafsu dari anda2 semua yang membuat setetes tinta hitam (khayal) yang ada di kertas putih tersebut dan anda semua berkonsentrasi kepada tinta hitam tersebut...maka tidak mungkin anda akan melihat putih dari keseluruhan kertas tersebut...
belajarlah berpikir positif terhadap sesuatu yang ada di dunia ini....
Allah maha pengasih lagi maha penyanyang ga usah dicari keburukanya toh anda sudah merasakan keberadaanya dan kedamaianya...
Subhanalloh maha suci Alloh...ampunilah orang2 di forum ini...berikanlah kenikmatanMu pada kami semua...
Amin...