Hukum Coitus Interuptus Dalam Islam

Muhammad dan istri2nya, pedofilia dan kehidupan seksual nabi
User avatar
sixpackguy
Posts: 1943
Joined: Wed Jan 19, 2011 1:21 am

Re: Hukum Coitus Interuptus Dalam Islam

Post by sixpackguy »

Yuhuu CP, posting ane kok ga dijawab... 8-[
sixpackguy wrote:Sampe sini cukup dimengerti maksud ente.
Jadi kalo sampe TERJADI KELAHIRAN akibat persetubuhan tsb, artinya hal itu merupakan sesuatu yg MERUGIKAN BAGI ORANG LAIN yaitu si anak/bayi atau ibu malang tsb. Benar?
:-&
Captain Pancasila wrote:benar!
Nah, jadi supaya TIDAK TERJADI KELAHIRAN yang MERUGIKAN tsb, menurut ente sebaiknya persetubuhan tsb dilakukan dgn cara mengeluarkan sperma DIDALAM VAGINA atau DILUAR VAGINA(COITUS INTERUPTUS)?
:-k
User avatar
Captain Pancasila
Posts: 3505
Joined: Wed Jun 01, 2011 1:58 pm
Location: Bekas Benua Atlantis

Re: Hukum Coitus Interuptus Dalam Islam

Post by Captain Pancasila »

sixpackguy wrote:Nah, jadi supaya TIDAK TERJADI KELAHIRAN yang MERUGIKAN tsb, menurut ente sebaiknya persetubuhan tsb dilakukan dgn cara mengeluarkan sperma DIDALAM VAGINA atau DILUAR VAGINA(COITUS INTERUPTUS)? :-k
ya DILUAR VAGINA(COITUS INTERUPTUS)!
User avatar
sixpackguy
Posts: 1943
Joined: Wed Jan 19, 2011 1:21 am

Re: Hukum Coitus Interuptus Dalam Islam

Post by sixpackguy »

sixpackguy wrote:Nah, jadi supaya TIDAK TERJADI KELAHIRAN yang MERUGIKAN tsb, menurut ente sebaiknya persetubuhan tsb dilakukan dgn cara mengeluarkan sperma DIDALAM VAGINA atau DILUAR VAGINA(COITUS INTERUPTUS)? :-k
Menurut muslim CP: Lebih baik mengeluarkan sperma DILUAR VAGINA (MELAKUKAN COITUS INTERUPTUS)
Captain Pancasila wrote:ya DILUAR VAGINA(COITUS INTERUPTUS)!
VS
Menurut Muhammad: Lebih baik mengeluarkan sperma DIDALAM VAGINA (TIDAK MELAKUKAN COITUS INTERUPTUS)
Bukhari wrote:“Bagaimana kami dapat melakukan coitus interruptus tanpa menanyakan Rasul Allah yang ada diantara kita?” Kami bertanya padanya tentang hal ini dan dia berkata: “Lebih baik kalian tidak melakukan itu, karena jika jiwa (dalam hal ini jiwa bayi) manapun (sampai hari Kebangkitan) memang ditentukan untuk menjadi ada, maka jiwa itu pun akan ada."

Muslim laknat kau CP, berani melawan yg dikatakan muhammad... :lol:
User avatar
Captain Pancasila
Posts: 3505
Joined: Wed Jun 01, 2011 1:58 pm
Location: Bekas Benua Atlantis

Re: Hukum Coitus Interuptus Dalam Islam

Post by Captain Pancasila »

sixpackguy wrote:Muslim laknat kau CP, berani melawan yg dikatakan muhammad... :lol:
tadinya hadits tsb mau gw vonis "sudah kena plintir" karena tidak sesuai dengan QS. Al-Mai'dah : 33 dan QS. Muhammad : 4, tapi setelah membaca penjelasan di situs ini :
dari : http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j& ... 7w&cad=rja

Sahih Bukhari: Volume 5, Book 59, Number 459:

Dikisahkan oleh Ibn Muhairiz: Aku masuk ke dalam mesjid dan melihat Abu Khudri dan lalu duduk di sebelahnya dan bertanya padanya tentang coitus interruptus (Al-Azl). Abu berkata, “Kami pergi bersama Rasul Allah untuk Ghazwa (penyerangan terhadap) Banu Mustaliq dan kami menerima tawanan2 perang diantara para tawanan perang dan kami berhasrat terhadap para wanita itu dan sukar untuk tidak melakukan hubungan seksual dan kami suka melakukan coitus interruptus (=membuang sperma di luar vagina). Maka ketika kami bermaksud melakukan azl/coitus interruptus kami berkata: “Bagaimana kami dapat melakukan coitus interruptus tanpa menanyakan Rasul Allah yang ada diantara kita?” Kami bertanya padanya tentang hal ini dan dia berkata: “Lebih baik kalian tidak melakukan itu, karena jika jiwa (dalam hal ini jiwa bayi) manapun (sampai hari Kebangkitan) memang ditentukan untuk menjadi ada, maka jiwa itu pun akan ada.’”

Sahih Bukhari: Volume 9, Book 93, Number 506:

Dikisahkan oleh Abu Said Al-Khudri: Ketika dalam peperangan dengan Bani Al-Mustaliq, mereka (tentara Muslim) menangkap tawanan2 wanita dan ingin menyebuhi wanita2 itu tanpa membuat mereka hamil. Maka mereka (tentara Muslim) tanya pada Nabi tentang azl/coitus interruptus …

JAWABAN:

Hadits di atas memang berbicara mengenai hubungan seksual antara kaum muslimin dengan tawanan perang wanita namun kita harus menyadari bahwa ada dua hal yang menjadi persoalan disini, pertama benarkah hubungan seksual tersebut tanpa dilandasi pernikahan, kedua apa yang menyebabkan Abu Sa’id al khudri melakukan azl?.

Pertama kita harus mengetahui bahwa perang bani musthaliq di mana peristiwa itu terjadi (Imam Muslim meriwayatkan kejadian tersebut terjadi ketika selesai perang bani musthaliq lihat kitab Shahih Muslim, kitab pernikahan hadits nomor 2599) kaum muslimin masih diperkenankan melakukan pernikahan mut’ah, yaitu pernikahan sementara yang dilakukan tidak lebih dari tiga hari .

Diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Abdullah dan Salama bin Al-Akwa’ : “Ketika kami berada dalam peperangan, Rasulullah Saw datang kepada kami, “Kamu telah diperbolehkan untuk melakukan nikah mut’ah, jadi lakukanlah. “Salama berkata : Rasulullah saw berkata:”Jika laki-laki dan wanita setuju melakukan nikah mut’ah pernikahan mereka berlangsung selama tiga malam, dan jika mereka suka untuk melanjutkan mereka dapat melakukannya, dan jika mereka mau berpisah mereka dapat melakukannya. (HR Bukhari 62:52)

Akan tetapi jenis pernikahan ini kemudian dilarang oleh Rasulullah semenjak perang khaibar.

Ali meriwayatkan pada waktu perang Khaibar, Rasulullah saw melarang nikah mut’ah (HR Bukhari 59:527)

Perang terhadap bani musthaliq memang terjadi sebelum perang khaibar dari sinilah kita dapat menyimpulkan mengapa Abu sa’id al khudri melakukan azl, yaitu dikarenakan tawanan perang tersebut beliau nikahi secara sementara, sehingga dia tidak ingin pernikahan sementara tersebut berbuntut terhadap kelahiran seorang anak yang mengakibatkan munculnya beban dan tanggungjawab baru terhadap dirinya dan wanita tawanan perang tersebut.

Bagaimana sebenarnya status seorang tawanan perang yang statusnya bisa berubah menjadi budak dan bagaimana memperlakukannya? Dalil-dalil di bawah ini yang akan menjawab persepsi yang salah dari asumsi Kristen terhadap Islam dalam soal tawanan:

QS. 4.24. dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki [282] (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian [283] (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu ni’mati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu [284]. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

[282] Maksudnya : budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersama-samanya. [283] Ialah : selain dari macam-macam wanita yang tersebut dalam ayat 23 dan 24 surat An Nisaa’. [284] Ialah : menambah, mengurangi atau tidak membayar sama sekali maskawin yang telah ditetapkan.

SEBAB TURUNNYA AYAT: Muslim, Abu Daud, Tirmizi meriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, katanya, “Kami beroleh wanita-wanita tawanan dari Bani Authas yang masih mempunyai suami. Mereka tidak bersedia kami campuri disebabkan masih bersuami itu. Lalu kami tanyakan hal itu kepada Nabi saw., maka turunlah ayat, ‘Dan diharamkan mengawini wanita-wanita yang bersuami kecuali hamba sahaya yang menjadi milikmu.‘ (Q.S. An-Nisa 24) maksudnya kecuali yang diberikan Allah kepadamu sebagai orang-orang tawanan, maka dengan ayat itu halallah bagi kami kehormatan mereka.”

Thabrani dari Ibnu Abbas mengetengahkan, katanya, “Ayat itu turun di waktu perang Hunain tatkala kaum muslimin diberi kemenangan oleh Allah di perang Hunain, mereka mendapatkan beberapa orang wanita dari kalangan Ahli Kitab yang masih mempunyai suami. Jika salah seorang di antara mereka hendak dicampuri maka jawabnya, ‘Saya ini bersuami’, maka turunlah ayat, ‘Dan diharamkan pula kamu mengawini wanita-wanita yang bersuami…’ sampai akhir ayat.” (Q.S. An-Nisa 24)

Ibnu Jarir mengetengahkan dari Muammar bin Sulaiman, dari bapaknya, katanya, “Seorang laki-laki dari Hadramaut mengajukan soal, ‘Bagaimana bila suami-suami telah menetapkan maskawin lalu siapa tahu mereka ditimpa oleh kesulitan’, maka turunlah ayat, ‘Dan kamu tidak berdosa mengenai sesuatu yang telah saling kamu relakan, setelah mahar ditetapkan itu.’” (Q.S. An-Nisa 24)

QS. 8.70. Hai Nabi, katakanlah kepada tawanan-tawanan yang ada di tanganmu: “Jika Allah mengetahui ada kebaikan dalam hatimu, niscaya Dia akan memberikan kepadamu yang lebih baik dari apa yang telah diambil daripadamu dan Dia akan mengampuni kamu”. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

QS. 8.71. Akan tetapi jika mereka (tawanan-tawanan itu) bermaksud hendak berkhianat kepadamu, maka sesungguhnya mereka telah berkhianat kepada Allah sebelum ini, lalu Allah menjadikan(mu) berkuasa terhadap mereka. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Memang benar Islam mengajarkan boleh menikahi budak wanita dan status wanita tersebut tetap budak tangan kanan, namun Allah Azza wajalla lebih senang lagi terhadap orang yang membebaskan wanita tersebut dan menikahinya dan menjadikan statusnya menjadi istri bukan hanya seorang budak.

Ada sebuah catatan yang harus dipahami bahwa di dalam Islam terdapat istilah “milkul yamin” yang artinya budak milik tangan kanan dan ini adalah istilah yang biasanya dikorelasikan dalam konteks hubungan seksual antara budak dan majikan, Quran selalu menggunakan istilah ini didalam korelasi hubungan seksual tersebut

QS. 23:5-6. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki (aumaamalakat aimaanuhum) ; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

QS.4.3. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki (aumaamalakat aimaanukum). Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

QS. 70.30. Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki (aumaamalakat aimaanuhum) , maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

Dari sini kita harus membedakan istilah milkul yamin dengan istilah budak biasa dimana istilah milkul yamin tidak digunakan, yaitu dimana konteks korelasinya berbeda yaitu pada bukan pada konteks hubungan suami istri. Sebagai contoh istilah yang digunakan untuk menggambarkan kedudukan budak mukmin dengan wanita musyrik.

QS.2.221. Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak (amatun) yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.

Quran menjelaskan bahwa milkul yamin adalah budak yang dinikahi atau dengan kata lain budak yang dalam konteks hubungan seksual sah secara hukum karena telah melalui proses pernikahan.

QS. 4.24. dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

At Tabarani meriwayatkan ayat ini turun pada waktu perang Hunain di mana kaum muslimin menang dan mendapatkan beberapa tawanan wanita, ketika akan dicampuri mereka menolak dengan alasan bersuami, lalu kaum muslimin bertanya mengenai hal ini kepada Rasulullah saw, lalu turun ayat ini, hadits yang sama diriwayatkan imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan An-Nasa’i.

Quran dengan jelas menyatakan bahwa haram hukumnya menikahi wanita-wanita yang telah bersuami kecuali wanita yang telah menjadi tawanan perang, mengapa demikian karena wanita yang menjadi tawanan perang terputus hubungannya dengan suaminya karena posisi suaminya adalah sebagai musuh yang memerangi Islam dan kaum muslimin, selain daripada mereka termasuk golongan yang musyrik, dari sini juga dapat kita pahami bahwa yang dimaksud dengan “dicampuri” adalah menikahi mereka terlebih dahulu hal ini jelas dengan redaksi ayat diatas yang mengatakan:

QS.4.24. dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.

Ayat lain yang mempertegas diwajibkannya seorang majikan untuk menikahi budaknya sebelum berhubungan seksual dengannya adalah:

QS. 4.25. Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki.

Hadits mengenai pernikahan antara shafiyyah dan Rasulullah Saw juga memperkuat tentang pernikahan yang diwajibkan untuk menghalalkan hubungan suami istri antara budak dengan majikan:

Diriwayatkan oleh Anas : “Rasulullah tinggal selama tiga malam antara khaibar dan madina dan telah menikahi shafiya. Aku mengundang kaum muslimin untuk menghadiri pesta pernikahan dan di sana tidak ada daging dan roti di dalam pesta tersebut, akan tetapi rasulullah memerintahkan Bilal untuk menggelar tatakan kulit yang di atasnya terdapat biji, mentega dan susu masam kental mengeringkan ditaruh. Kaum muslimin bertanya diantara diri mereka, “apakah Shafiyya akan menjadi salah satu ummul mukminin (istri Rasulullah) ataukah hanya menjadi budaknya saja” (Bukhari 59:524)

Dalam hadits diatas para sahabat masih bertanya-tanya tentang kedudukan Shafiya, padahal nampak jelas bagi kita semua bahwa Rasulullah telah mengadakan pesta pernikahan antara dirinya dengan Shafiya. Jawabannya dari teka teki ini adalah walaupun telah dinikahi tidak ada kejelasan tentang status Shafiya sebagai Istri atau budak tangan kanan (milkul yamin), artinya pemahaman kaum muslimin pada waktu itu sejatinya adalah bahwa untuk menghalalkan hubungan seksual dengan budak harus dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan proses pernikahan. Dari sini jelaslah bagi kita bahwa nikah hukumnya wajib terhadap budak sekalipun.

Dan Islam menjadikan mereka memiliki beberapa hak yang menjamin mereka hidup dengan mulia bersama saudara-saudara mereka dan menjadikan mereka dimuliakan. Mereka juga memiliki hak-hak seperti manusia lainnya. Islam juga mengharamkan menzhalimi mereka dengan cara apapun dan memerintahkan para pemilik untuk tidak memberikan pekerjaan yang tidak sanggup mereka lakukan. Jika memang harus memberikan pekerjaan itu maka para pemilik harus membantu mereka.

Rasul SAW bersabda:

“Sesungguhnya saudara kalian itu adalah khawal (pembantu) kalian yang Allah jadikan mereka di bawah tangan kalian. Barangsiapa yang saudaranya berada di bawah tangannya, maka hendaklah memberinya makan dari apa yang dia makan dan hendaklah memberinya pakaian dari apa yang dia pakai, dan janganlah kalian membebani mereka dengan sesuatu yang tidak sanggup mereka kerjakan. Jika kalian membebani mereka, maka bantulah mereka.” (Shahih Bukhari)

“Janganlah salah seorang dari kalian mengatakan: budak laki-lakiku dan budak perempuanku. Kalian, semua laki-laki adalah hamba Allah, dan kalian, semua perempuan adalah hamba Allah. Akan tetapi hendaklah mengatakan: ghulaamii (anak kecil laki-lakiku) dan jaariyatii (anak kecil perempuanku), fataaya (anak muda laki-lakiku) dan fataatii (anak muda perempuanku).” (Shahih Muslim)

“Barangsiapa yang memukul seorang ghulam karena suatu batasan yang belum dia datangi, atau menamparnya, maka kafaratnya adalah memerdekakannya.” (Shahih Muslim)

“Barangsiapa yang mengebiri budaknya maka kami akan mengebirinya.” (Sunan An-Nasa’i)

“Barangsiapa yang membunuh budaknya, maka kami akan membunuhnya, dan barangsiapa yang memotong budaknya, maka kami akan memotongnya.” (Sunan Abu Daud dan At-Tirmidzi)

QS.24.33. Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka[1036], jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu[1037].

Catatan kaki: [1036]. Salah satu cara dalam agama Islam untuk menghilangkan perbudakan, yaitu seorang hamba boleh meminta pada tuannya untuk dimerdekakan, dengan perjanjian bahwa budak itu akan membayar jumlah uang yang ditentukan. Pemilik budak itu hendaklah menerima perjanjian itu kalau budak itu menurut penglihatannya sanggup melunasi perjanjian itu dengan harta yang halal.

[1037]. Untuk mempercepat lunasnya perjanjian itu hendaklah budak- budak itu ditolong dengan harta yang diambilkan dari zakat atau harta lainnya.

Hadist Nabi SAW yang lain juga mengatakan:

“Jagalah shalat dan budak-budak kalian. Jagalah shalat dan budak-budak kalian.” (Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad, Shahih Al-Jami’ 3873)
pendapat saya berubah menjadi : "Rasulullah memang melarang coitus interuptus, karena Rasulullah melarang menyetubuhi budak tanpa menikahinya terlebih dahulu!"
User avatar
sixpackguy
Posts: 1943
Joined: Wed Jan 19, 2011 1:21 am

Re: Hukum Coitus Interuptus Dalam Islam

Post by sixpackguy »

Captain Pancasila wrote:tadinya hadits tsb mau gw vonis "sudah kena plintir" karena tidak sesuai dengan QS. Al-Mai'dah : 33 dan QS. Muhammad : 4, tapi setelah membaca penjelasan di situs ini :
Hahahhah jujur sekali ente. Ternyata kalo CP bilang sebuah hadist "sudah kena plintir", itu bukannya karena benar2 tidak sesuai dgn quran.
Tp karena opini, pendapat, keputusan, suka2 CP sendiri setelah membaca opini2 muslim lainnya diinternet. :lol: Lembek amat yah dasar vonis ente.
Captain Pancasila wrote:pendapat saya berubah menjadi : "Rasulullah memang melarang coitus interuptus, karena Rasulullah melarang menyetubuhi budak tanpa menikahinya terlebih dahulu!"
Hahhahah, berubah pendapat yah?
Yg saya lihat terjadi disini, CP sejak awal salah memahami kisah hadist azl tsb shg mengira muhammad MENYURUH, padahal sbnrnya MELARANG.
Dengan percaya buta kemudian mulai memberi pendapat pesan2 moral MENDUKUNG COITUS INTERUPTUS.
Setelah menyadari kesalahannya skrg memberi pendapat pesan2 moral MELARANG COITUS INTERUPTUS.

Inilah suatu contoh nyata PERCAYA BUTA seorg muslim, mengabaikan pikiran dan hati nurani dirinya sendiri.
Pokoknya yg benar itu yah MEMBENARKAN apa yg muhamad bilang benar, bukannya kebenaran itu sendiri.

Muhammad menyuruh A -> CP bilang benar
Muhammad melarang A -> CP bilang benar
:rofl:

Muhammad menyuruh COITUS INTERUPTUS -> CP bilang bermoral
Muhammad melarang COITUS INTERUPTUS -> CP bilang bermoral
:rolling:

Pendapat yg ente ingin rubah pun sudah keluar dari konteks diskusi. Jadi sptnya hanya upaya CP utk melebarkan masalah dan menutup2i kekhilafan CP melawan muhammad.

Pendapat CP yg hrs ente pertanggungjawabkan itu yg ini: :goodman:
sixpackguy wrote:Nah, jadi supaya TIDAK TERJADI KELAHIRAN yang MERUGIKAN tsb, menurut ente sebaiknya persetubuhan dilakukan dgn cara mengeluarkan sperma DIDALAM VAGINA atau DILUAR VAGINA(COITUS INTERUPTUS)?
Silahkan dijawab kembali, singkat saja. :green:
DIDALAM VAGINA
A
T
A
U
DILUAR VAGINA (COITUS INTERUPTUS)
User avatar
Captain Pancasila
Posts: 3505
Joined: Wed Jun 01, 2011 1:58 pm
Location: Bekas Benua Atlantis

Re: Hukum Coitus Interuptus Dalam Islam

Post by Captain Pancasila »

sixpackguy wrote:Nah, jadi supaya TIDAK TERJADI KELAHIRAN yang MERUGIKAN tsb, menurut ente sebaiknya persetubuhan dilakukan dgn cara mengeluarkan sperma DIDALAM VAGINA atau DILUAR VAGINA(COITUS INTERUPTUS)?
Silahkan dijawab kembali, singkat saja. :green:
DIDALAM VAGINA
A
T
A
U
DILUAR VAGINA (COITUS INTERUPTUS)[/quote]
"Rasulullah memang melarang coitus interuptus, karena Rasulullah melarang menyetubuhi budak tanpa menikahinya terlebih dahulu!"
jadi, jika kasusnya begini, maka TIDAKLAH akan MUNGKIN TERJADI "KASUS KELAHIRAN yang MERUGIKAN"! mengingat :
dari : http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j& ... iw&cad=rja

Dalam Islam, seorang majikan yang menggauli budak perempuannya, lalu hamil, maka majikan tersebut tidak diperbolehkan (haram) menjual, menghibahkan budak perempuan tersebut. Bahkan, ketika majikannya itu meninggal, budak perempuan tersebut menjadi bebas dengan sendirinya (merdeka). Demikian juga dengan anak yang dilahirkannya, dengan otomatis menjadi orang merdeka, bukan lagi sebagai budak belian. Dan ini sangat berbeda dengan tradisi Arab pada saat Islam datang, di mana budak perempuan tersebut termasuk anaknya, tetap dan selamanya menjadi budak belian, dan majikan bebas berbuat apapun dengan mereka.
dari : http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j& ... HQ&cad=rja

Berikutnya, syariat Islam telah menetapkan bahwa bila seorang yang bukan budak menikah dengan budak, maka anak yang lahir dari pernikahan mereka berstatus orang merdeka. Bukan berstatus budak.

Dengan demikian, maka secara sistematis setiap budak tidak akan melahirkan budak, melainkan akan melahirkan orang merdeka. Lalu seiring berjalannya waktu, maka populasi budak akan semakin menipis lalu 'punah' dengan sendirinya.
User avatar
sixpackguy
Posts: 1943
Joined: Wed Jan 19, 2011 1:21 am

Re: Hukum Coitus Interuptus Dalam Islam

Post by sixpackguy »

sixpackguy wrote:Nah, jadi supaya TIDAK TERJADI KELAHIRAN yang MERUGIKAN tsb, menurut ente sebaiknya persetubuhan dilakukan dgn cara mengeluarkan sperma DIDALAM VAGINA atau DILUAR VAGINA(COITUS INTERUPTUS)?
sixpackguy wrote:Silahkan dijawab kembali
Sangking bingungnya CP bahkan TIDAK berani menjawab kembali dgn tegas pertanyaan simple ini. :goodman:


Malah memberi jawaban yg menjilat ludah sendiri: :vom:
sixpackguy wrote:Jadi kalo sampe TERJADI KELAHIRAN akibat persetubuhan tsb, artinya hal itu merupakan sesuatu yg MERUGIKAN BAGI ORANG LAIN yaitu si anak/bayi atau ibu malang tsb. Benar?
Ini jawaban CP kemarin2 ketika masih berpikir logis karna khilaf tanpa sadar melawan muhammad, menganggap kelahiran unwanted baby akibat menggauli tawanan2 wanita malang tsb sbg sesuatu yg SALAH dan MERUGIKAN:
Captain Pancasila wrote:benar!
VS

Ini jawaban CP barusan ketika nurani diabaikan dan logika sudah nyungsep karna membela muhammad, sampai2 kelahiran unwanted baby akibat perkosaan tawanan dianggap BUKAN lagi sesuatu yg SALAH dan MERUGIKAN:
Captain Pancasila wrote:jadi, jika kasusnya begini, maka TIDAKLAH akan MUNGKIN TERJADI "KASUS KELAHIRAN yang MERUGIKAN"
Trims sudah menunjukkan betapa ISLAM dan MUHAMMAD membuat pemikiran muslim menjadi bejad dan biadab hanya dalam sekejap. :green:
Post Reply