MONTIR KEPALA wrote: [
saya sudah katakan kedewasaan Aisya sangat menjadi pertimbangan Nabi. itulah kenapa ada 2 sesi pernikahan. jikalau itu tdk dipertimbangkan kenapa mesti ada 2 sesi pernikahan ? ....
Aisya memang sudah berstatus istri Nabi pada usia 6 tahunan namun justru riowayat BOneka membuktikan Aisya tdk kehilangan Masa kanak-kanaknya dan tetap bermain layaknya anak kecil. tuntutan kewajiban rumah tangga tidak diformalkan pada masa2 itu. 2 pernikahan bukti Nabi menunggu masa kesiapan Aisya untuk berumah tangga.
Tidak ada penolakan dari Aisya dari awal hingga Akhir cerita hidupnya. tidak ada penyesalan apapun. Aisya menerimanya. karena memang Aisya tidak pernah mengalami pemaksaan baik fisik maupun psikologis.
Pernikahan merupakan jalan paling efektif dan mulia untuk jalan menurut rekonsiliasi dlm sistem kesukuan kala itu. saya kasih kesempatan pada anda untuk memberikan jalan lain bg rekonsiliasi ..sok menurut anda apa yg lebih efektif selain mengikat faksi2 ke dlm hubungan kekluargaan (pernikahan).
Ini memang pengecualian bagi saya,
saya memang mengecualikan jika umat Islam demi membela Muhammad harus menganggap sudah dewasa perempuan kecil yg berumur 6 taon.
setahu saya riwayat Aisyah bermain dengan boneka itu adalah pada masa ia diambil menjadi istri muhammad, apa yg dilakukan dengan perempuan kecil yg lg asik dgn boneka? membiarkannya asik dengan boneka? mungkin saja begitu. tapi bagaimana anda bisa meng-klaim bahwa sudah dewasa seorang perempuan kecil yg bermain2 bonekanya? dan sudah pula menjadi status istri (Muhrim)?
kan anda diatas sudah klaim bahwa Aisyah sudah dewasa, padahal dalam waktu yg bersamaan anda melegalkan ia bersama bonekanya.
bagaimana ia mau menolak? siapa yg harus menulis penolakannya? apakah saya harus percaya bahwa seandainya penolakan itu ada maka umat MUslim dapat mengakuinya?
Aisyah menerima tidak bisa dijadikan dasar bahwa ia sudah dewasa, bisa juga kalau ia dewasa malah hati kecilnya menolak krn menikah dengan sosok yg sudah pantas menjadi kakeknya...
kalau ia masih kecil dan kanak2 justru ia tidak tahu bagaimana menolaknya, apalagi orang tuanya seolah2 tidak berdaya oleh hanya karena alasan mimpi muhammad bahwa allah memberikannya menjadi istri dari seorang laki2 yg sudah sepatutnya menjadi kakeknya.