Patah Salero wrote:Soal hukum budak ini mudah sekali dijelaskan kalo loe udah paham kaedah: hukum mengikuti illat. Perubahan illat menuntut pada perubahan hukum.
Artinya, ketika situasi dan kondisi yang menjadi alasan penetapan suatu hukum berubah, maka hukum yang sama enggak berlaku lagi. Hukum tersebut baru berlaku ketika illatnya tepat kembali seperti semula.
Begitu juga hukum budak dalam Quran. Wong situasinya udah berubah. Hukum perangnya udah berubah. Jadi hukum budaknya berubah juga dong. Tapi hukum yang berlaku pada masa Nabi adalah hukum yang terbaik untuk masa itu.
Apa anda secara tidak langsung ingin mengatakan bahwa hukum quran ada masa kadaluarsanya, sehingga sudah tidak tepat lagi digunakan jaman sekarang?
Patah Salero wrote:Situasi normal muslim HARAM makan babi. Ketika seorang muslim sangat lapar dan enggak ada makanan lain, maka muslim tersebut BOLEH makan babi. (ini ketetapan Quran, loh) Ketika rasa sangat lapar itu hilang, maka hukum makan babi kembali haram.
Bisa anda tunjukkan dimana dalam quran ada ketetapan yang bisa berubah-ubah seperti quote anda?
Patah Salero wrote:Ya jelas beda, dong. Sama dengan hukuman mencuri di rumah kosong dengan mencuri di rumah korban kebakaran.
Mencuri kok di rumah kosong?
Patah Salero wrote:Allah memerintahkan, bila salah seorang dari kamu adalah wali dari seorang anak yatim, dan wali itu khawatir bahwa dia tidak bisa memberikan anak yatim tersebut mahar yang sesuai untuk wanita dengan status sosial seperti anak perempuan itu, maka wali tersebut harus menikahi wanita lain. yang jumlahnya banyak dan tidak dibatasi oleh Allah. Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Aisha berkata: "seorang laki-laki memelihara seorang anak yatim perempuan dan dia menikahi anak tersebut, meskipun sebenarnya dia tidak suka pada anak tersebut. Harta warisan anak perempuan tersebut bercampur dengan harta wali itu, dan wali itu tidak memberikan harta wanita itu kepadanya. Setelah itu, ayat ini diturunkan berkenaan dengan kejadian ini.
Mahar yang sesuai untuk anak yatim itu seperti apa? Bedanya dengan mahar yang bukan anak yatim apa?