Mas Patah Selero yang baik,
pertama2 terima kasih ya mas, sudah bersedia menanggapi thread ini.
Patah Salero wrote:
Apa kalau hukum Tuhan enggak sesuai dengan keadaan kita, lalu kita menyalahkan Tuhan yang membuat peraturan ??
Saya pernah membaca di satu forum konsultasi agama (tertentu), dimana seorang perempuan ternyata telah menikah dengan laki-laki yang salah (enggak punya tanggung jawab, pemabuk, suka main perempuan, pokoknya bejad). pernikahan tersebut dilaksanakan secara agama dan agama itu ternyata tidak mengenal istilah perceraian. Si perempuan mengkhawatirkan pengaruh suaminya terhadap perkembangan anak-anaknya.
dalam kasus diatas, bukankah hukum agama menjadi memberatkan bagi perempuan tersebut ?? Saya tahu, mungkin tujuan aturan agama tersebut baik, setia sampai Mati, Tapi nampaknya perempuan tersebut enggak sependapat dengan prinsip tersebut. Apakah boleh kalau dia mengatakan bahwa Tuhan yang membuat aturan tersebut b0d0h karena ternyata enggak bisa membuat aturan yang sesuai dengan kondisi dirinya ??
Hmm, saya tidak akan membahas aturan agama lain untuk tidak bercerai, karena bukan itu topik kita disini. Saya yakin agama tersebut memiliki prosedur sendiri dalam menangani kasus2 semacam ini yang mungkin tidak anda mengerti. Jadi mari kita tidak mulai membahas masalah ini. Yang jelas, saya yakin bahwa jika suaminya begitu jahat sampai anda saja bisa bilang dia bejad, agama tersebut bisa menilai bahwa SUAMINYA SALAH dan membutuhkan pertolongan untuk kembali ke jalan yang benar, bukannya malah mendukung sang suami yang tukang main perempuan untuk menikahi saja perempuan2 yang dia main2in.
tapi, perbandingan tersebut justru semakin membuka mata saya terhadap perbedaan antara Tuhan yang tidak mendukung poligami dan yang mendukung poligami. Saya rasa berdasarkan uraian anda, menurut agama tersebut, yang BERSALAH adalah SUAMINYA sebagai orang yang menganiaya sang istri secara mental (atau bahkan fisik). Mungkin para pembimbing di agama tersebut akan membantu sang suami untuk kembali ke jalan yang benar untuk membantu sang istri sebagai korban kasus ini. Sedangkan dalam kasus poligami, SUAMINYA sebagai orang yang menganiaya istri dan anak2nya secara mental (atau bahkan fisik), justru dianggap BENAR dan menjalankan aturan tuhan. Dan para pembimbing agamanya mungkin justru akan mendukung penganiayaan tersebut.
Jadi tuhan yang mana yang membuat aturan yang **** dengan mendukung penganiaya?
Saya menyatakan itu aturan yang **** yang dibuat oleh tuhan yang **** karena tuhan yang mendukung poligami justru membuat aturan yang membenarkan orang melakukan tindakan yang jelas2 menganiaya orang lain.
Patah Salero wrote:
Apakah menurut mbak seorang istri berhak mengizinkan suaminya berselingkuh, tapi enggak berhak untuk mengizinkan suaminya menikah lagi.
Saya bingung menjawab pertanyaan ini karena saya tidak pernah melontarkan pernyataan "berhak mengizinkan selingkuh". Saya tegaskan lagi ya pernyataan saya. Menurut saya, seorang istri/suami yang mengizinkan suami/istrinya berselingkuh apalagi kawin lagi, artinya DIA TIDAK BENAR2 MENYAYANGI PASANGANNYA. Menurut saya, suami2 yang istrinya mengijinkan dia selingkuh, justru musti waspada kenapa istrinya iklas2 aja mengijinkan dia bersama perempuan lain. Begitu juga sebaliknya. Jadi saya TIDAK PERNAH menyatakan bahwa seorang istri berhak/tidak-berhak mengizinkan suaminya berselingkuh. Saya TIDAK mendukung perselingkuhan dalam bentuk apapun, termasuk perselingkuhan yang di'legalisir' seperti poligami.
Patah Salero wrote:
Banyak perempuan mengatakan bahwa di madu atau menjadi madu adalah pilihan bebasnya. Apakah kita boleh menghambat pilihan bebasnya tersebut ?? Atau mbak akan mengatakan perempuan tersebut berbohong ??
Patah Salero wrote:
saya setuju sama poligami dengan syarat hal itu terjadi benar-benar merupakan pilihan bebas suami dan istri. Jangankan istri, mertua suami juga harus diajak rembuk.
Mas, membunuh, memperkosa, mencuri, merampok juga adalah pilihan2 yang kita miliki di dunia ini. Saya bisa saja membunuh orang yang menyebalkan saya, misalnya, dan saya bisa menyebut itu pilihan bebas.
Tapi ketika pilihan kita itu menyebabkan orang lain teraniaya, apakah opsi itu masih merupakan pilihan bebas saya?
Ketika seorang perempuan menjadi istri kedua dan menyebabkan seorang perempuan lain (atau bahkan anak2 dan keluarganya) sakit hati, apakah itu masih bisa dinamakan pilihan bebasnya? Ketika seorang istri bersedia dimadu dan menyebabkan anak yang kehilangan haknya untuk mendapatkan kasih sayang penuh ayahnya dan haknya untuk mendapatkan keluarga yang ideal, apakah itu masih merupakan pilihan bebas? Ketika seorang suami memutuskan poligami dengan perempuan yang dicintainya dan menyebabkan istrinya, anak2nya, keluarga dari istri pertamanya yang sakit hati, keluarga perempuan yang akan menjadi istri keduanya sakit hati, orang2 yang menjadikan dia panutan sakit hati, apakah itu masih pilihan bebasnya? Ketika seseorang memutuskan memiliki istri/pacar/affair lagi dengan mengorbankan kesetiaan yang dimilikinya dengan istri/suaminya, apakah itu masih pilihan bebas?
"The greatest gift a father can give his children is to love and respect their mother"
Pernah denger quote ini? TIDAK MUNGKIN seseorang melakukan poligami tanpa ada pihak yang harus kehilangan hak2nya. Istri yang kehilangan sebagian cinta/waktu/perhatian suaminya yang seharusnya untuknya seorang. Anak2 yang kehilangan cinta/waktu/perhatian ayahnya yang seharusnya untuk mereka saja. Komitmen pernikahan yang dilanggar. Kepercayaan istrinya pada kesetiaannya. PASTI akan ada pihak yang harus dikorbankan.
Jadi, maaf, saya tidak melihat itu sebagai pilihan bebas. Pilihan bebas tidak sedangkal itu. Saya melihatnya sebagai keegoisan seseorang yang not mature enough untuk membuat pilihan yang bertanggung jawab. Pilihan bebas kita juga dibatasi mas, oleh pilihan2 orang lain, oleh tanggung jawab kita, oleh pilihan2 kita sebelumnya, oleh moralitas, oleh harapan2 orang tersayang terhadap kita. Manusia dewasa yang sehat dan beradab seharusnya sudah bisa memahami dimana batas2 pilihan bebasnya tersebut sehingga ia dapat melakukan pilihan2 yang memberikan kebaikan baginya dan orang lain. kemampuan membedakan mana pilihan yang baik dan yang jahat ini yang membedakan manusia yang beradab dengan mahluk lain yang tidak beradab.
Silakan berikan pilihan ini pada perempuan2 tersebut :
"Seandainya kamu berada dalam situasi dimana kamu bisa mendapatkan :
seorang pria yang kamu cintai, yang mencintai kamu juga dan akan hanya mencintai kamu seorang seumur hidupnya, dan karena cintanya padamu, akan melindungimu, membahagiakanmu, menghormatimu, mencukupimu, memujamu hingga hari tuamu ketika kamu sakit dan berbau, menjadi ayah yang luar biasa untuk anak2mu
apakah kamu bersedia menukarnya dengan :
seorang pria yang akan membagi cintanya dengan wanita lain, yang harus menimbang2 antara kebahagiaanmu atau kebahagiaan istrinya yang lain, antara menghormatimu atau menghormati istrinya yang lain terlebih dahulu ketika kamu dan istri2nya berselisih, yang harus membagi uang untuk kebahagiaan anak2mu dengan anak2nya bersama perempuan lain, yang membuatmu menjalani hari2 dimana kamu kuatir karena mungkin dibuang ketika tidak lagi cantik dan menarik digantikan oleh perempuan lain yang lebih muda dan sehat
mana yang kamu pilih?"
Saya jamin mas, kalau ada pilihan seorang-pria-yang-dicintai-dan-bersedia-mencintainya-seorang, wanita yang sehat pikirannya akan menjawab dengan tegas bahwa yang dia inginkan adalah yang mencintainya seorang. Well, sayangnya, wanita2 yang dipoligami seringkali tidak mempunyai pilihan itu karena situasi dan kondisinya.
Pilihan macam apa yang dimiliki perempuan yang tiba2 suaminya mengancam untuk menceraikannya agar bisa menikah lagi? Pilihan macam apa yang dimiliki seorang perempuan yang tiba2 suaminya datang dengan anak perempuan lain? Pilihan macam apa yang dimiliki perempuan yang sudah dicuci otak bahwa poligami itu adalah sesuatu yang normal dan kalau dia keberatan dia bisa dicerai atau dipukul atau dianggap membangkang suami/egois/menghalangi hak suami dan kemudian masuk-neraka?
Tidak saya pungkiri, saya mengenal beberapa perempuan yang bersedia dan memilih menjadi istri muda lantaran kondisi tertentu : demi membayar uang kuliah, demi membiayai hidup layak atau bahkan mewah tanpa perlu susah payah, demi menghidupi keluarga. Saya juga mengenal beberapa lelaki yang bersedia menjual cinta demi sejumlah uang. Mereka, laki2 atau perempuan tersebut, juga akan bilang bahwa itu pilihan bebas mereka. Tapi saya rasa kita semua tidak sedangkal itu sampai tidak bisa melihat bahwa yang mereka pilih adalah MATERI (bisa uang, kedudukan, apapun) dan BUKAN CINTA.
Menurut saya, kalau anda benar2 mencintai seseorang, itu tidak untuk dijual atau dibeli atau ditawar apalagi dibagi. Dalam kondisi sehat, sakit, senang, susah, kaya, miskin, marah, kesal, sedih, anda akan tetap bersama2 orang itu dan ingin orang itu tetap bersama2 anda, bukan dengan istri2/suami2/affair2 nya yang lain, karena anda mencintainya. Bukan hanya untuk kondisi cantik, ganteng, sehat, kaya, dan bahagia saja.
Jadi dengan mengatakan anda menyetujui poligami asalkan itu 'pilihan bebas', saya rasa anda sedang menutup mata terhadap perempuan dan anak2 yang tersakiti karena pria2 yang hanya memikirkan kebahagiaannya sendiri saja.
Patah Salero wrote:
Perempuan seperti itu setia hanya karena terpaksa mengikuti ajaran agamanya. Sama dengan perempuan yang punya suami bejad diatas yang merasa terpaksa mengikuti ajaran agamanya.
Astaga mas. Sungguh memprihatinkan bahwa mas beranggapan perempuan yang tetep setia meskipun suaminya sakit itu
HANYA karena TERPAKSA mengikuti ajaran agama. Bahkan seorang yang ateis bisa kok mas melakukan itu. I know a couple that don't believe in God but still stayed together when one of them was dying until death part them forever. Menurut mas kenapa perempuan2 ini tetap setia? Just a hint, definitely not because of LUST.
Patah Salero wrote:
Kalau aturan negara mengizinkan, maaf, Orgy dan swapping partners selama dilakukan suka sama suka, kenapa pula poligami yang dilakukan atas dasar suka sama suka dilarang ??
Maaf, menurut saya pertanyaan anda tersebut sedikit blunder. apakah anda dengan '
tidak sengaja' memperbandingkan poligami dengan orgy dan swapping partner karena anda melihat kemiripan antara poligami dengan orgy dan swapping partner? :D kalimat perbandingan umumnya digunakan untuk objek yang sejajar. misalnya ga mgkn kan membandingkan moralitas orang dengan moralitas kuda. :P
Saya akan menjawab pertanyaan tersebut dengan konsisten seperti jawaban2 saya sebelumnya. Saya tidak mendukung perselingkuhan dalam bungkus apapun, entah dibungkus atas nama orgy, atas nama swapping partner, atau atas nama poligami. No matter how you wrap it, it is still an INFIDELITY. ketidaksetiaan. dan menurut saya, ketidaksetiaan itu lah yang merupakan kesamaan antara orgy, swapping partner, dan poligami. dan saya rasa kita semua disini adalah manusia sehat yang bisa memilah mana nilai2 yang dikategorikan baik : kesetiaan atau ketidaksetiaan? silakan mas Patah Selero nilai sendiri poligami masuk ke kategori yang setia atau tidak. mana yang merupakan pilihan yang baik dan yang tidak.
omong2, Jadi bertanya2, kenapa yah dari seluruh argumen mas itu, kok kayanya mas memandang kesetiaan justru sebagai sesuatu yang salah/aneh dan ketidaksetiaan sebagai sesuatu yang boleh2 aja asal suka sama suka? sampe menyatakan bahwa orgy/swapping partner oke2 aja asalkan suka sama suka? atau sampai menyatakan jangan2 istri yang setia mendampingi suaminya itu bohong? atau bahwa setia cuma karena mengikuti ajaran agama?
mas, jangankan masalah hubungan suami istri, di perusahaan aja, loyalitas atau kesetiaan adalah sebuah faktor penting yang umumnya diharapkan perusahaan dari employee nya. ada perusahaan yang bahkan memiliki kebijakan mengeluarkan pegawai mereka yang tidak setia terhadap pasangannya karena dianggap bila dia tidak bisa setia kepada pasangannya sebagai orang paling dekat, paling mengenal luar dalam, tempat berbagi suka duka, apalagi terhadap perusahaan. jadi, saya rasa orang pada umumnya akan menilai kesetiaan sebagai good trait. makanya saya sedikit heran kenapa anda tampaknya sangat memandang rendah kesetiaan terhadap pasangan dengan pernyataan2 anda. apakah anda tidak percaya bahwa kesetiaan itu benar2 ada di dunia ini?