Oleh Council for Ex-Muslims of Britain Forum
Kamis, May 16, 2013
Kami merasa bahwa dengan meninggalkan Islam kami telah mencapai kemenangan bagi kemerdekaan dan mengatasi tirani agama, dan kami ingin menolong orang lain mencapai prestasi serupa. Kami punya pesan penting yang harus disampaikan. Karena kepentingan itulah kami merasa bangga menyebut diri sebagai ex-Muslim.
Identitas pribadi merupakan hal yang dinamis dan bisa berubah. Sebagai manusia, kita belajar dan berkembang; kita mempelajari hal lain dan ini membuat diri kita berkembang. Kita mengalami proses perubahan dan pencerahan. Kita punya kemampuan untuk berubah pendapat. Kami dulu menyebut diri kami sebagai “Muslim”, tapi sekarang tidak lagi. Kami hanyalah orang² yang berubah pendapat akan Islam. Kami menyadari bahwa Islam, seperti agama² mayoritas lainnya, adalah sistem politik sosial yang digunakan oleh sekelompok orang di masa tertentu dalam sejarah manusia.
Banyak umat Muslim yang dengan bangga mengaku bahwa Islam merupakan agama yang paling cepat berkembang di dunia – berdasarkan perhitungan yang meragukan. Berbagai usaha dilakukan Muslim untuk membuat Islam tampak menarik bagi orang dari berbagai kalangan dan budaya di seluruh dunia agar mereka mau memeluk Islam.
Pada kenyataan, pintu biasanya mengayun pula ke arah berlawanan, dan hal ini seringkali luput dari pengamatan para pendukung Islam. Realitas malahan menunjukkan bahwa orang² meninggalkan Islam – dan juga agama lain – dalam tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Jika ada orang yang mualaf, biasanya umat Muslim bersorak-sorai. Akan tetapi jika seorang Muslim menjadi murtad, seringkali dia mengalami penindasan, pengasingan, dan ancaman penuh kekerasan. Penindasan yang sengaja dilakukan Muslim ini secara efektif mengurangi jumlah murtadin dan membuat mereka bersembunyi ketakutan. Siapapun yang mengerti Islam dan Syariah tentu mengetahui dengan jelas bahwa orang yang mengumumkan diri sebagai ex-Muslim atau murtadin secara otomatis akan menjadi target hukuman mati.
Islam mengajarkan bahwa ada dan harus ada ex-Kristen, ex-Yahudi, dan ex-Hindu. Jika para ex ini lalu jadi mualaf, maka umat Muslim bersuka cita. Orang² dari latar belakang kafir ini dianggap sebagai orang yang dulu sesat dan sekarang melihat kebenaran Islam. Sebaliknya, istilah ex-Muslim merupakan hal yang biasanya menyinggung perasaan umat Muslim, terutama bagi Muslim yang suka berdakwah demi tersebarnya Islam.
Setelah kematian Muhammad di abad ke 7, peperangan pertama yang dikobarkan Abu Bakar ditujukan pada para ex-Muslim. Perang Ridda atau Perang Murtad yang penuh banjir darah dilakukan Muslim untuk menyerang suku² yang tak percaya Muhammad adalah utusan Allah, dan juga suku² yang dulu Muslim tapi lalu menolak untuk tetap menjadi budak Allah dan suku² ini memberontak terhadap tirani Islam yang berpusat di Medina.
Kejadian sejarah cenderung berulang kembali. Sekarang di jaman modern ini, para ex-Muslim tetap saja diserang. Kami yang menyebut diri sebagai ex-Muslim mengerti mengapa identitas kami yang sekarang ini harus dijaga. Ini adalah identitas seorang budak yang telah merdeka. Ini merupakan identitas pemberontak terhadap tirani agama yang yang merasa sok tahu akan apa yang diinginkan Tuhan. Ini merupakan identitas orang yang tanpa takut menyatakan bahwa sang Raja telanjang alias tidak mengenakan baju apapun, meskipun mayoritas orang mengatakan sebaliknya.
Menjadi ex-Muslim merupakan pernyataan sederhana yang tegas bahwa seseorang telah menemukan kontradiksi, kesalahan, dan kebejadan moral dalam Islam dan kitab sucinya, dan telah menolaknya mentah². Ini merupakan pernyataan protes melawan umat agama yang mencoba memberangus kami dan mengekang kebebasan nurani para pria dan wanita yang tidak sependapat dengan mereka. Ini merupakan identitas yang memiliki pesan penting untuk disampaikan.
Di bulan Oktober 2012, jurnalis Mehdi Hasan berbicara di London School of Economix, dalam perdebatan melawan David Aaronovitch tentang Hak untuk Menyinggung Perasaan. Dia menjelaskan pandangannya akan identitas Muslim:
Penjelasan ini dengan tepat mewakili bagaimana Muslim melihat identitasnya. Pandangan ini sangat sejalan dan menyatu dengan irasionalitas, tak berperikemanusiaan, dan kekonyolan. Hal ini harus diperdebatkan.“Sebagian kaum liberal yakin bahwa kepercayaan² itu berbeda-beda. Mereka yakin bahwa orang bisa merubah kepercayaannya. Tapi kau tidak dapat merubah warna kulitmu dan jenis kelaminmu. Tapi saya berbeda pendapat dengannya tentang agama dan bagaimana orang memeluk agamanya, terutama khususnya kaum Muslim. Kepercayaan Islamku menunjukkan siapa jati diriku, lebih daripada rasku atau latar belakang budayaku. David ingin bisa bebas mengejek kepercayaanku atau nabiku tapi dia tidak akan berani mengejek rasku. Sebagai seorang Muslim, aku lebih memilih dia mengejek warna kulitku daripada mengejek hal yang paling penting dalam diriku, yakni agamaku dan nabiku. Aku tahu bahwa banyak diantara kalian yang sukar mengerti hal ini, tapi aku lebih mencintai Nabiku daripada orangtuaku sendiri. Atau istriku. Atau anak²ku. Itulah makna sang Nabi bagiku.”
Bayangkan: Jika seseorang sangat lebih mencintai Muhammad daripada anak², orangtua, dan istri/suami sendiri, maka bagaimana sikapnya terhadap seorang ex-Muslim yang berani mempertanyakan ucapan dan tindakan Muhammad? Seringkali mengritik Muhammad dianggap sebagai perbuatan yang lebih nista daripada mengritik keluarga sendiri. Karena itulah para ex-Muslim menghadapi penindasan, pemberangusan, dan bahwa kekerasan yang dilakukan anggota keluarga sendiri, jika berani buka mulut dan mengutarakan pandangan mereka akan Islam.
Bayangkan: Jika seseorang mengatakan bahwa Islam itu lebih penting daripada ras mereka, maka bagaimana sikapnya pada orang yang berubah iman dan meninggalkan Islam? Seringkali Muslim murtad dianggap sebagai pengkhianat politik, atau sebagai orang yang telah meninggalkan “kebenaran” yang dianggap lebih penting daripada ras bangsa itu sendiri. Bagi mereka yang menjunjung tinggi identitas agama di atas segala hal, mengritik dan mengungkapkan sisi buruk Islam dianggap lebih jahat daripada sikap seorang rasis.
Bagi pemikiran seperti itu, keberadaan kaum ex-Muslim atau murtadin merupakan penghinaan atas segala perintah Allah dalam Islam. Para murtadin dianggap melakukan perbuatan kriminal yang berlawanan dengan segala perintah Allah dan Muhammad pada umat manusia.
Anggapan ini diwujudkan dalam bentuk isolasi (penyekatan) terhadap kaum murtadin.
Banyak Muslim yang hidup di masyarakat sekuler yang liberal merasa tidak suka akan persoalan murtad dan penghujatan karena mereka ingin menjaga keutuhan iman Islam mereka. Mereka menganggap Islam harus dilindungi dengan sikap pasif agresif yang menjadi identitas politik mereka. Mereka bersikap pasif terhadap segala hal yang membuktikan penindasan yang dilakukan atas nama Islam, tapi bersikap agresif terhadap segala hal yang mereka anggap mengritik Islam.
Perilaku ini menunjukkan bahwa bagi mereka Islam terletak di atas segala kritik, dan bahkan tak boleh dikritik. Semua pihak yang berani mengritik dan menunjukkan perbuatan biadab Muhammad dianggapnya sebagai setan yang jahat. Usaha membentengi Islam dari segala macam kritik berakar dari pendapat sombong tak masuk akal bahwa pemahaman akan Islam tidak perlu dirubah.
Identitas ex-Muslim merupakan mercu suar bagi mereka yang tidak setuju dengan pendapat sombong itu. Melalui suara para ex-Muslim, terungkaplah dengan jelas segala dakwah dua muka (di depan masyarakat Barat mereka mengatakan Islam itu penuh kasih, tapi di belakang mereka mengatakan kaum Barat adalah musuh Islam), kemunafikan ala Islam dan penindasan agama terhadap kaum murtadin.
Banyak Muslim yang berharap orang² seperti kami itu lebih baik tidak ada saja di bumi. Mereka lebih suka jikalau identitas “ex-Muslim” itu diberangus dan disembunyikan saja di sudut ruang gelap di bawah tanah sehingga bisa dilupakan begitu saja. Akan tetapi, sudah menjadi bagian penting bagi masyarakat liberal sekular bahwasanya seseorang bisa bebas dan berhak menentukan jati dirinya masing². Kami adalah para ex-Muslim, yang merasa bangga karena telah mengatasi tirani agama; kami tak akan bisa diberangus dan kami tidak akan enyah.
Pentingnya Menjadi Ex-Muslim
FFI Alternative
Faithfreedompedia