Kasih Ibu Vs Hukum Administrasi

Gambar2 dan Berita2 kekejaman akibat dari pengaruh Islam baik terhadap sesama Muslim maupun Non-Muslim yang terjadi di Indonesia.
Post Reply
Laurent
Posts: 6083
Joined: Mon Aug 14, 2006 9:57 am

Kasih Ibu Vs Hukum Administrasi

Post by Laurent »

Kasih Ibu Vs Hukum Administrasi
Ditulis pada 12/01/2014, 01:05



1
inShare
Skor: 0




Sepenggal Kisah Cinta Ibu

Senja itu hujan rintik-rintik, aku duduk sendiri ditemani secangkir kopi panas. Sayup-sayup terdengar suara serak-serak basah Iwan Fals :





Ribuan kilo jalan yang kau tempuh



Lewati rintang untuk aku anakmu



Ibuku sayang masih terus berjalan



Walau tapak kaki penuh darah penuh nanah



Seperti udara kasih yang engkau berikan Tak mampu ku membalas...



Ibu Ibu


Anganku terbang ke ruangan kantor LBH Jakarta tepatnya di ruang PK. Ojong di Jalan Diponegoro 74, Jakarta, seorang Ibu bernama Dewi Kanti. Ia tertunduk sebentar kemudian dengan segenap kekuatan ia menceritakan perjuangan cinta untuk keluarg kecilnya. Perjuangan cinta ini bermula dari pernikahan Dewi Kanti dengan suaminya pada tahun 2002 dengan menggunakan keyakinan sunda wiwitan, mereka menolak anjuran dari oknum pejabat pencatatan sipil untuk mengikuti tata cara perkawinan agama yang “sah” (Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, atau Kong Hu Cu) Dewi Kanti terdiam sebentar kemudian melanjutkan ceritanya, anaknya kini memiliki akta kelahiran, dan disebut anak luar kawin. Cinta Dewi Kanti untuk anaknya membuatnya menolak untuk pasrah! Pasrah berarti anaknya kelak akan di bully oleh teman-teman di sekolahnya dengan perkataan “anak haram”. Ibu mana yang tega ?! Dengan tegas ia mengatakan “Negara berhutang kepada kami memperbaiki peradaban ini!”

Cinta Ibu Diterjang Badai Hukum Administrasi

Hukum Administrasi di Indonesia mengatur kewajiban bagi setiap orang untuk mencatat setiap peristiwa penting, yaitu kelahiran, kematian, lahir rnati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan. Khusus untuk pencatatan kelahiran diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana terakhir kali diubah dengan Undang-Undang nomor 24 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Selanjutnya Pasal 52 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil, mengatur dokumen yang harus disiapkan adalah : a. Surat kelahiran dari dokter/bidan/penolong kelahiran; b. nama dan identitas saksi kelahiran; c. KK orang tua; d. KTP orang tua; dan e. Kutipan Akta Nikah/Akta Perkawinan orang tua.

YA! Kutipan akta nikah/akta perkawinan orang tua adalah salah satu prasyarat untuk membuat akta kelahiran. Dewi Kanti dan suaminya secara hukum (akibat oknum) tidak memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, akibatnya : 1. perkawinan tidak sah; (tidak memiliki akta nikah/akta perkawinan); 2. anak yang dilahirkan dicatat sebagai anak luar kawin. Mutlak harus dilakukan perbaikan dalam melaksanakan administrasi kependudukan, terutama cara pandang oknum pejabat pencatatan sipil yang secara sempit mengakui hanya ada 6 agama yang sah. Perbaikan harus dilakukan tanpa lelah dan jemu, karena seperti yang dikatakan oleh Tan Malaka “perbaikan bukanlah benda kosong, mengejar perbaikan bukan pekerjaan yang sia-sia (mengejar fatamorgana)”.

Penutup

Aku tersentak dari anganku, dalam hatiku bertanya :

Bukankah dalam Pasal 29 ayat (2) UUD negara berjanji “setiap orang merdeka untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu” ? Semoga negara tidak ingkar janji…

Bukankah dalam Pasal 28 H UUD negara berjanji “Setiap Orang Berhak Hidup Sejahtera Lahir dan Batin…” ? Semoga negara tidak ingkar janji…

#lovelifelaw

http://www.hukumpedia.com/mrsuprantio/k ... ministrasi
Mirror: Kasih Ibu Vs Hukum Administrasi
Follow Twitter: @ZwaraKafir
Post Reply