Gagal Paham Kolom Agama

Gambar2 dan Berita2 kekejaman akibat dari pengaruh Islam baik terhadap sesama Muslim maupun Non-Muslim yang terjadi di Indonesia.
Post Reply
Laurent
Posts: 6083
Joined: Mon Aug 14, 2006 9:57 am

Gagal Paham Kolom Agama

Post by Laurent »

Gagal Paham Kolom Agama
Polimeki kolom beragama di KTP.

11 November 2014 17:20 Vidi Batlolone Politik dibaca: 481

inShare


Sinar Harapan / Lukas

ist

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo pekan lalu mengeluarkan pernyataan yang memantik perdebatan. Bahwasannya, para pemeluk aliran kepercayaan di luar agama yang resmi dicantumkan dalam peraturan perundang-undangan, boleh mengosongkan kolom agama di kartu tanda penduduk (KTP).

Pernyataan mantan Sekretaris Jenderal PDIP itu disampaikan usai pertemuan dengan para perwakilan aliran-aliran kepercayaan dan agama minoritas yang selama ini merasa mendapat perlakuan diskriminatif dalam pencatatan kependudukan. Tjahjo berharap dengan membolehkan untuk mengosongkan kolom agama, mereka yang merasa diperlakukan tidak adil dapat dilayani dengan baik dalam pembuatan KTP dan tidak perlu dipaksakan mencantumkan identitas agama lain.

Tjahjo sebenarnya tidak menyampaikan gagasan baru. Ia hanya menegaskan kembali yang tertera dalam undang-undang. Pada Pasal 64 UU 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan, diatur tentang kolom agama dalam KTP. Pada ayat (2) tertulis “Keterangan tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.”

Namun dalam praktiknya, aparat negara yang membuat KTP kerap bingung jika berhadapan dengan penganut aliran kepercayaan yang meminta kolom agama dikosongkan.

Alih-alih mengosongkan, para penganut kepercayaan ini malah dicatatkan dalam salah satu dari agama yang “resmi” diakui negara, berdasarkan Penetapan Presiden Soekarno pada 1965.

Endek, penganut aliran kepercayaan Kaharingan kepada SH, Senin (10/11), mengungkapkan sekalipun identitasnya sebagai penganut Kaharingan disampaikan, petugas malah mencatat dan memasukkannya sebagai penganut Hindu. “Kami malah dimasukkan ke kelompok agama Hindu,” tuturnya.

Karena itu, sekalipun ada penegasan ulang dari pemerintah tentang kolom yang sampai sekarang masih salah paham itu, Endek merasa hal itu belum merupakan jawaban atas kegelisahannya selama ini. Alasannya, masih ada pembedaan jika kolom agama hanya ditandai dengan tanda strip ( - ) dan diisi dengan nama agama yang sudah diresmikan pemerintah. Jika ingin adil dan menghargai kebebasan beragama, ia berharap identitas agama apa pun bisa dituliskan dalam kolom KTP.

Gagal Paham UU
Namun, mengapa pernyataan normatif Mendagri Tjahjo Kumolo bisa memunculkan polemik di masyarakat? Toh, Tjahjo tidak mewacanakan kolom agama dihapus, sebaliknya bebas untuk mengisi atau mengosongkan saja sesuai perintah UU. Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, misalnya, langsung bereaksi bahwa apa yang disampaikan Tjahjo berpotensi menjadi sumber masalah.

“Agama nggak mungkin dihilangkan dari identitas pribadi dan bahaya lagi kalau orang yang ingin menghilangkan kolom agama ini dari pemerintah. Ini bisa jadi sumber kon­flik. Ini pemikiran sekuler yang tidak pas,” kata Fahri. Kritikan juga dilontarkan Sekretaris Fraksi PPP, Arwani Thomafi. Ia menilai pengosongan kolom agama bisa ditafsirkan bila orang tersebut tidak beragama.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga tegas menolak rencana penghapusan kolom agama di KTP. Ketua PBNU, Slamet Effendy Yusuf mengatakan, penghapusan kolom tersebut bertentangan dengan Pancasila. “Selain itu, masalah agama sudah tertuang jelas dalam UU Administrasi Kependuduk­an,” ucap Slamet.

Menurutnya, kolom agama tidak bisa dikaitkan dengan masalah kebebasan beragama karena itu merupakan dua hal yang berbeda. Pemerintah perlu mengetahui jumlah agama Indonesia karena terkait penentuan kebijakan masalah sehari-hari. Karena itu, ide penghilangan kolom agama tidak akan mungkin bisa terjadi dalam waktu dekat.

Sementara itu, Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, mengaku sudah berbicara dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifu­ddin soal kolom yang membingungkan dan salah paham tersebut. Ia tidak setuju ada kolom agama dalam KTP karena tidak mempunyai urgensi kependudukan dan catatan sipil. “Apa kepentingannya? Apa kaitannya dengan pelayanan publik? Menurut kami tidak ada kaitannya dan tidak penting,” tuturnya.

Jika alasan pencantuman kolom agama di KTP untuk kepentingan pendataan kependudukan, menurutnya, bisa saja ditempatkan pada data kependudukan lain, seperti kartu keluarga, akta kelahiran, atau surat nikah.

Tjahjo pun kembali mempertegas bahwa ia tidak pernah mengatakan akan menghapus kolom agama. Sebaliknya, ia mengingatkan akan bunyi UU yang ternyata sampai saat ini tidak diimplementasikan. Dewi Kanti, penganut aliran kepercayan Sunda Wiwitan, sampai mengatakan susahnya berhadapan dengan politikus adalah selalu membuat gaduh. “Kami bukan ancaman. Kami hanya memperjuangkan hak kons­titusi kami sebagai warga negara,” ujar Dewi.

Ini risiko kalau UU dibuat dan tidak diimplementasikan. Ketika hendak diimplementasikan, malah dibuat bingung seolah-olah tidak pernah ada aturannya. DPR yang menyusun UU pun gagal paham atas bunyi UU yang telah disahkannya.

Sumber : Sinar Harapan

http://sinarharapan.co/news/read/141111 ... olom-agama
Mirror: Gagal Paham Kolom Agama
Follow Twitter: @ZwaraKafir
Post Reply