Janji Baru Perlindungan Beragama

Gambar2 dan Berita2 kekejaman akibat dari pengaruh Islam baik terhadap sesama Muslim maupun Non-Muslim yang terjadi di Indonesia.
Post Reply
Laurent
Posts: 6083
Joined: Mon Aug 14, 2006 9:57 am

Janji Baru Perlindungan Beragama

Post by Laurent »

Janji Baru Perlindungan Beragama
Kalau adil, semua bisa mengisi atau kolom agama dihilangkan sama sekali.
10 November 2014 16:10 Inno Jemabut/Vidi Batlolone Politik dibaca: 500

inShare


Sinar Harapan / Lukas

Ilustrasi

JAKARTA - Kementerian Dalam Ne­geri (Kemendagri) menjadi poros penting pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Prio­ritasnya adalah menyelaraskan pusat-daerah. Keduanya harus melantunkan lagu yang sama. Kesetaraan, keselarasan, soliditas, kesinambungan, dan koordinasi antara satu daerah dan daerah lain, juga antara pusat dan daerah akan menjadi pusat perhatian Kemendagri. Langkah ini mendapat sambutan positif kalangan minoritas dan agama-agama tradisional.

“Kami perkuat desa, camat, kabupaten/kota, dan provinsi,” ujar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo kepada SH di ruang kerjanya di Jakarta, pekan lalu.

Ia mengakui, tanpa ada kesetaraan, ke­selarasan, soliditas, dan koordinasi yang baik, banyak daerah selama ini memang seakan berjalan sendiri. Aturan banyak dikeluarkan, tanpa peduli itu bertentangan dengan aturan yang ada di atasnya atau tidak. Bahkan aturan kerap dibuat tanpa memperhatikan kompleksitas kehidupan masyarakat setempat.

Tidak sedikit peraturan daerah yang ­bertentangan dengan undang-undang (UU). Banyak organisasi masa radikal yang berkembang leluasa di daerah, bahkan dibiarkan tanpa pengawasan. “Sekarang, kalau presiden bilang A, semua harus A. Kalau minum kopi, ya semua minum kopi,” tutur Tjahjo Kumolo.

Bukan Tiran
Ketegasan seperti itu tidak sama dengan sikap otoriter. Daerah, ia menjelaskan, bisa berkreasi untuk mengembangkan dan menggali potensi daerah. Tetapi, itu harus sejalan dengan visi misi Presiden Jokowi. Masalah keberagaman, misalnya, sudah tegas dan jelas; Indonesia bukan negara agama.

Tidak ada tirani mayoritas atas minoritas, tidak ada agama atau aliran kepercayaan yang dianaktirikan. “Ini negara yang majemuk. Seluruh aturan yang ­diterapkan berlaku sama, punya dasar yang sama,” kata Tjahjo.

Ia memastikan semua sengketa tempat pendirian tempat ibadah yang tersendat akan diurus secepatnya, seperti kasus GKI Yasmin di Bogor, Jawa Barat. Berbagai aliran kepercayaan yang ada harus dicarikan jalan keluar agar diakui keberadaannya oleh negara.

Atas dasar itu pula, setidaknya ada 300 peraturan daerah (perda) dengan berbagai alasan harus dibatalkan pelaksanaannya oleh pemerintah pusat. Sementara itu, 800 lainnya ditangguhkan.

Munculnya gerakan radikal seperti ­Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) patut diwaspadai oleh Indonesia. Berbagai ­organisasi massa juga dievaluasi dan ditelusuri gerak-geriknya agar tidak mengganggu ketertiban umum dan menghambat jalannya pembangunan nasional.

Kini, pemerintah berpedoman, semua organisasi massa yang resmi terdaftar di pemda atau pemerintah pusat jika cakupan­nya di seluruh wilayah Indonesia. Sayangnya, tidak sedikit organisasi massa yang sudah menyebar ke berbagai daerah, namun tidak terdaftar. Sebut saja Front Pembela Islam (FPI).

Ia memastikan, semua organisasi massa yang mengganggu ketertiban umum akan dibenahi. “FPI ternyata kan tidak terdaftar di DKI Jakarta, makanya harus ditertibkan,” tutur Tjahjo.

Diapresiasi
Kemendagri kini sedang mewacanakan agar warga negera bebas mengisi kolom agama dalam kartu tanda penduduk (KTP). Alasan pemerintah, agama yang terdaftar oleh pemerintah hanya enam. Padahal, masih ada agama-agama lain yang berkembang di Indonesia.

Gagasan itu menuai pro dan kontra. Namun menurut pemerintah, hal itu ­diwacanakan karena sesuai perintah UU.
Penganut agama Sunda Wiwitan, Dewi Kanti, mengapresiasi keinginan Mendagri Tjahjo soal dibolehkannya pengosongan kolom agama. Namun menurut Dewi Kanti, kebijakan tersebut tidak sepenuhnya mampu melindungi penganut kepercayaan dan agama-agama lokal dari tindakan diskriminasi.

Sudah banyak ­stigma yang diterima ketika hendak mengo­songkan kolom tersebut selama ini. “Kami diperbolehkan mengosongkan, tetapi ketika kolom agama kosong, kami malah mendapat stigma sebagai ateis, komunis, dan tidak bertuhan,” ucapnya. Ia menjelaskan, harusnya kolom agama di KTP dihilangkan, bukan hanya dibiarkan kosong.

Di kesempatan berbeda, penganut agama kepercayaan Kaharingan, Endek mengatakan, negara memang wajib adil untuk semua warganya. Endek menginginkan identitas agamanya pun boleh dicantumkan dalam KTP. Jika ada yang tidak diperbolehkan, menurut Endek, seharusnya kolom aga­ma ditia­dakan. “Supaya adil, tidak perlu ada kolom agama sama sekali,” ujarnya kepada SH, Senin (10/11). l

Sumber : Sinar Harapan

http://sinarharapan.co/news/read/141110 ... gama-nbsp-
Mirror: Janji Baru Perlindungan Beragama
Follow Twitter: @ZwaraKafir
Post Reply