Penganut Sunda Wiwitan Masih Bertahan di Cimahi

Gambar2 dan Berita2 kekejaman akibat dari pengaruh Islam baik terhadap sesama Muslim maupun Non-Muslim yang terjadi di Indonesia.
Post Reply
Laurent
Posts: 6083
Joined: Mon Aug 14, 2006 9:57 am

Penganut Sunda Wiwitan Masih Bertahan di Cimahi

Post by Laurent »

Penganut Sunda Wiwitan Masih Bertahan di Cimahi
JAMPARING.SYTES.NET
Contoh tabel Unicode untuk aksara Sunda.
Rabu, 24 Juni 2009 | 01:42 WIB

Aliran kepercayaan Sunda Wiwitan masih bertahan dan memiliki penganut setia di wilayah Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat.

Pewarta Antara, Selasa berkesempatan mengunjungi komunitas Sunda Wiwitan di Kampung Cireundeu, Leuwigajah, Cimahi yang tampak tak berbeda dengan kampung pada umumnya, terutama bentuk fisik bangunan rumahnya.

Namun dari segi keunikannya, warga kampung ini masih mengonsumsi singkong sebagai makanan pokok dan mayoritas masih menjalankan ajaran Pangeran Madrais dari Cigugur, Kuningan itu.

Tradisi yang masih berlangsung dikalangan komunitas Sunda Wiwitan yaitu menggelar upacara Saka 1 Sura secara rutin.

Secara fisik Cireundeu memanglah kampung biasa, namun karena ketatnya menjalankan tradisi karuhun, kampung ini akhirnya dikukuhkan secara de fakta sebagai kampung adat.

Sebagian besar warga Cireundeu masih memegang teguh ajaran yang juga dikenal agama Jawa Sunda yang dibawa Pangeran Madrais dari Cigugur, Kuningan.

Satu hal yang mencolok dari kegiatan adat masyarakat Cireundeu adalah rutinitas menggelar hajat peringatan tahun baru Saka 1 Sura.

Kepercayaan ini dikenal juga sebagai Cara Karuhun Urang (tradisi nenek moyang), agama Sunda Wiwitan, ajaran Madrais atau agama Cigugur. Mereka percaya pada Tuhan, dan teguh menjaga kepercayaan serta menjaga jatidiri Sunda mereka agar tidak berubah.

Falsafah hidup masyarakat Cireundeu belum banyak berubah sejak puluhan tahun lalu, dan mereka masih memegang ajaran moral tentang bagaimana membawa diri dalam hidup ini.

Menurut Abah Emen, Ketua Kampung Adat Cireundeu, ritual 1 Sura yang rutin digelar sejak kala, merupakan salah satu simbol dari falsafah tersebut. Upacara suraan, demikian warga Cireundeu menyebutnya, memiliki makna yang dalam. Bahwa manusia itu harus memahami bila ia hidup berdampingan dengan mahluk hidup lainnya.

Baik dengan lingkungan, tumbuhan, hewan, angin, laut, gunung, tanah, air, api, kayu, dan langit.

"Karena itulah manusia harus mengenal dirinya sendiri, tahu apa yang dia rasakan untuk kemudian belajar merasakan apa yang orang lain dan mahluk hidup lain rasakan," katanya.

Selain itu masyarakat cireundeu menghormati leluhur mereka dengan tidak memakan nasi melainkan singkong.

Pangeran Madrais pernah berkata, jika orang Cireundeu tidak mau terkena bencana maka pantang makan nasi, ujar Abah Emen.

Sekarang terbukti, dimana orang lain bingung memikirkan harga beras yang makin naik, warga sini adem ayem saja karena singkongnya pun hasil kebun sendiri.

Sunda punya tahun, bahasa, aksara, adat, budaya dan kepercayaan. Jika seorang yang mengaku orang Sunda tidak menonjolkan jatidiri Sundanya dan malah menjalankan tradisi oranglain, maka dia tak pantas disebut orang Sunda.

Tradisi penjajah didalami, ditekuni tapi kepercayaan yang asli dari kebudayaan kita sendiri bahkan tidak dikenali. Kalau kata peribahasa seperti "moro julang ngaleupaskeun peusing", kata Abah Emen.

Editor:
Sumber: Ant

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2 ... .di.cimahi
Mirror: Penganut Sunda Wiwitan Masih Bertahan di Cimahi
Follow Twitter: @ZwaraKafir
Post Reply