Video Kekerasan yang Dibawa Din Syamsudin Hasil EditanVideo Kekerasan yang Dibawa Din Syamsudin Hasil Editan
Jakarta - Video berdurasi lebih dari 10 menit yang dibawa Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin kepada Kapolri Jenderal Timur Pradopo Kamis pekan lalu (7/3) ternyata tak asli lagi.
Video itu adalah hasil editan.
"Ada dua kejadian yang berbeda namun sengaja digabungkan sehingga seolah-olah ada penyiksaaan oleh anggota kita di lapangan. Ini hampir mirip dengan video yang dulu dibawa oleh Pak Saurip Kadi (peristiwa Lampung) dimana isinya seolah-olah polisi menyiksa petani," kata Kabareskrim Komjen Sutarman di Mabes Polri, Jakarta Rabu (6/3)..
Video itu, kata Sutarman, adalah gabungan dari peristiwa penangkapan terduga pelaku teror pada Desember 2012 yang berakhir dengan penyiksaan oleh polisi dan peristiwa saat penangkapan tersangka teroris Rahmat Kalahe alias Wiwin pada 2007 lalu. Keduanya memang terjadi di Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng).
"Video yang sampai di media itu, memang benar ada yang disiksa. Kejadiannya pada Desember 2012 dan untuk itu anggota kita di Sulteng sedang dalam proses untuk diajukan ke sidang etik, profesi, dan pidana. Sedangkan video saat menangkap Wiwin, itu tidak ada penyiksaan. Wiwin tertembak dalam baku tembak. Bohong kalau dia mengaku sudah ditangkap dan baru ditembak. Tak ada kekerasan di sana," beber jenderal bintang tiga itu.
Peristiwa baku tembak dengan Wiwin itu terjadi di rumah Hasanudin. Dalam peristiwa ini, anggota Polri bernama Cosmas Batubara tertembak tangannya. Selain itu, dalam peristiwa tersebut juga ikut ditangkap Agus Jenggot dan Papa Parsan. "Jadi baku tembak ya. Bukan sengaja ditembak," tegas Sutarman.
Untuk menegaskan kejamnya Wiwin, Sutarman sampai perlu memperlihatkan foto tiga siswi SMA Kristen Poso yang dipenggal kepalanya oleh Wiwin pada 2005 silam bersama sejumlah pelaku lain. Untuk itu Wiwin kemudian diganjar hukuman 19 tahun penjara oleh hakim di PN Jakarta Selatan.
"Ini teman-teman bisa lihat kekejaman Wiwin," urainya.
Wiwin juga terlibat penembakan dua siswi SMA Kristen Poso bernama Ivon Natalla dan Siti pada 8 November 2005. Motifnya adalah balas dendam.
Sutarman berpesan aksi terorisme belum padam dan harus terus diwaspadai. Jangan sampai Indonesia kembali dikoyak aksi pengeboman.
Kini polisi mengedepankan aspek intelejen dalam menangani kasus terorisme yakni mengikuti dan menangkap pelaku sebelum mereka melalukan pengeboman.
"Tahun lalu saja ada 23 bom di Poso yang siap meledak dan kita berhasil amankan. Jangan berpikir sedikitpun untuk bubarkan Densus 88 karena ini bisa jadi akan jadi kemenangan teroris," imbuhnya.
Video Kekerasan yang Dibawa Din Syamsudin Hasil Editan Alternative
Alternative Rss Feed
Faithfreedompedia