Mendatangkan Penghujat Syariah Dinilai Pelecehan Umat Islam
Selasa, 01 Mei 2012
Hidayatullah.com—Rencana kedatangan penulis buku dan tokoh feminis asal Kanada, Isrhad Manji mulai mendapat reaksi. Penulis buku “Kritik Terhadap Studi Al-Qur'an Kaum Liberal” Fahmi Salim, MA dalam pernyataannya mengatakan, mendatangkan Irshad Manji yang juga penulis buku “The Trouble with Islam Today” ke Indonesia jelas pelecehan terhadap umat Islam.
Pria yang juga Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) ini secara pribadi berpendapat, kehadiran Irshad Manji ke Indonesia itu jelas untuk kampanye paham lesbian.
“Secara pribadi saya berpendapat, kedatangan seorang yang jelas-jelas menghujat syariah dengan kampanye lesbianisme di negeri Muslim terbesar di dunia adalah bentuk pelecehan terhadap akidah, syariah dan akhlak umat Islam,” ujarnya kepada hidayatullah.com, Selasa (01/05/2012) siang.
Lebih jauh menurutnya, lembaga-lembaga pendidikan baik seperti UIN dan UMS yang mengusung nama Islam di belakangnya, tidaklah pantas memberi ruang atau panggung bagi tokoh yang menurutnya dikenal penyebar ajaran lesbianisme di tubuh kaum Muslim.
“Atau jangan-jangan paham multikulturalisme yang menyejajarkan Islam dengan ajaran-ajaran menyimpang dan memberinya ruang yang sama di tengah publik, sudah dipeluk oleh elit lembaga Islam, sehingga Islam harus berdamai dengan ajaran dan paham-paham menyimpang yang jelas merusak syariah Islam.”
Lebih jauh dalam pesannya yang dikirim ke redaksi, pria lulusan Universitas Al Azhar, Mesir ini menasehati lembaga-lembaga Islam yang berniat mengundang atau memberi tempat Irshad Manji dengan mengutip sebuah hadits dari Nabi.
"Siapa yang menghormati pelaku/penyebar bid'ah maka berarti dia telah membantu menghancurkan Islam," demikian pesan Fahmi Salim mengutip hadits yang diriwayatkan Imam Thabrani.
Seperti diberitakan media ini sebelumnya, tokoh feminis asal Kanada yang juga dikenal dengan pegiat lesbianisme, Irshad Manji direncakan akan datang ke Jakarta dalam rangka diskusi dan bedah buku “Allah, Liberty and Love"yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta bersama penerbit renebook pada hari Sabtu, 5 Mei 2012, pukul 18.00 - 21.00 WIB.
Selain akan berdiskusi di Sekretariat AJI Jakarta, Jalan Kalibata Timur IVG No. 10, Kalibata, Jakarta Selatan, Manji juga akan berdiskusi bertema “Menggugat Normativitas Tubuh dan Seksualitas: Iman, Cinta dan Kebebasan” di Balai Soedjatmoko, Selasa 8 Mei, Jam 17.00-20.00 yang diselenggarakan Jurnal Perempuan.
Kehadiran Irshad Manji ini diselenggarakan dalam rangka tur kampanye “Iman, Kebebasan dan Cinta” di Indonesia.*
http://www.hidayatullah.com/read/22470/ ... islam.html
Irshad Manji di Jakarta/Jogja & FPI
Irshad Manji di Jakarta/Jogja & FPI
Last edited by Laurent on Wed May 02, 2012 8:21 pm, edited 1 time in total.
Feminis Kanada, Irshad Manji Akan Datang ke Jakarta
Selasa, 01 Mei 2012
Hidayatullah.com—Seorang tokoh feminis Muslim asal Kanada yang juga dikenal dengan pegiat lesbianism, Irshad Manji akan datang ke Jakarta dalam rangka diskusi dan bedah buku “Allah, Liberty and Love".
Acara diskusi dan bedah buku ini diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta bersama penerbit renebook pada hari Sabtu, 5 Mei 2012, pukul 18.00 - 21.00 WIB.
“Diskusi akan membahas peran media dalam memberitakan tentang isu agama di Indonesia, “ tulis siaran AJI dalam siaran pers nya.
Selain akan berdiskusi di Sekretariat AJI Jakarta, Jalan Kalibata Timur IVG No. 10, Kalibata, Jakarta Selatan, Irshad Manji juga akan berdiskusi bertema “Menggugat Normativitas Tubuh dan Seksualitas: Iman, Cinta dan Kebebasan” di Balai Soedjatmoko, Selasa 8 Mei, Jam 17.00-20.00 yang diselenggarakan Jurnal Perempuan.
Kehadiran Irshad Manji ini diselenggarakan dalam rangka tur kampanye “Iman, Kebebasan dan Cinta” di Indonesia.
Menambah ruwet
Sementara itu, menanggapi rencana acara ini, Rita Soebagio, peneliti Insitute for the
Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) bidang psikologi mengatakan, seharusnya persoalan bangsa Indonesia yang telah ruwet tidak perlu hadirnya orang atau tokoh-tokoh yang membawa keruwetan anak bangsa.
“Seharusnya dengan banyaknya persoalan pada bangsa Indonesia, orang-orang seperti Irshad Manji ini tidak perlu didatangkan, karena hanya akan menambah keruwetan bangsa, “ ujar Rita kepada hidayatullah.com, Selasa (01/05/2012) pagi.
Selain itu, Rita juga mengaku kecewa kepada pemerintah yang seharusnya punya daftar tokoh-tokoh cegah tangkal (cekal) atau yang dilarang masuk ke Indonesia untuk menyebarkan paham-paham merusak. Tapi nyatanya pemerintah sangat kurang peduli hal-hal seperti ini. Buktinya, menurut Rita, yang jelas-jelas tak ada manfaatnya seperti Lady Gaga saja dibiarkan.
“Seharusnya pemerintah itu punya list (daftar) orang-orang yang dilarang menyebarkan pemikiran merusak. Tapi apa daya, kita tidak bisa berharap pemerintah. Dan sebaiknya yang menjaga hal-hal seperti ini kita sendiri, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan.”
Lebih jauh, Rita mengatakan, Manji tak perlu mengajarkan umat Islam Indonesia tentang cinta. Karena umat Islam Indonesia sudah lebih paham tentang itu.
Dilahirkan di Uganda pada 1968 dari pasangan Muslim yang keturunan Arab-Mesir dan India, Manji banyak mengalami masa kecil yang kelam atas ulah ayahnya. Dalam bukunya The Trouble with Islam Today, ia ceritakan pengalaman buruk masa kecilnya yang kemungkinan menjadikan ia memilih menjadi penganut lesbian.
Meski memiliki kelainan orientasi, pikiranya justru digandrungi penganut paham liberal di Indonesia. Ia bahkan dijuluki sebagai “a faithful muslim” (penganut Muslim yang beriman), meskipun perilakunya banyak dinilai jauh dari prinsip Islam.*
Foto: Irshad Manji yang dikenal penganut lesbian
Rep: Panji Islam
Red: Cholis Akbar
http://www.hidayatullah.com/read/22461/ ... karta.html
Selasa, 01 Mei 2012
Hidayatullah.com—Seorang tokoh feminis Muslim asal Kanada yang juga dikenal dengan pegiat lesbianism, Irshad Manji akan datang ke Jakarta dalam rangka diskusi dan bedah buku “Allah, Liberty and Love".
Acara diskusi dan bedah buku ini diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta bersama penerbit renebook pada hari Sabtu, 5 Mei 2012, pukul 18.00 - 21.00 WIB.
“Diskusi akan membahas peran media dalam memberitakan tentang isu agama di Indonesia, “ tulis siaran AJI dalam siaran pers nya.
Selain akan berdiskusi di Sekretariat AJI Jakarta, Jalan Kalibata Timur IVG No. 10, Kalibata, Jakarta Selatan, Irshad Manji juga akan berdiskusi bertema “Menggugat Normativitas Tubuh dan Seksualitas: Iman, Cinta dan Kebebasan” di Balai Soedjatmoko, Selasa 8 Mei, Jam 17.00-20.00 yang diselenggarakan Jurnal Perempuan.
Kehadiran Irshad Manji ini diselenggarakan dalam rangka tur kampanye “Iman, Kebebasan dan Cinta” di Indonesia.
Menambah ruwet
Sementara itu, menanggapi rencana acara ini, Rita Soebagio, peneliti Insitute for the
Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) bidang psikologi mengatakan, seharusnya persoalan bangsa Indonesia yang telah ruwet tidak perlu hadirnya orang atau tokoh-tokoh yang membawa keruwetan anak bangsa.
“Seharusnya dengan banyaknya persoalan pada bangsa Indonesia, orang-orang seperti Irshad Manji ini tidak perlu didatangkan, karena hanya akan menambah keruwetan bangsa, “ ujar Rita kepada hidayatullah.com, Selasa (01/05/2012) pagi.
Selain itu, Rita juga mengaku kecewa kepada pemerintah yang seharusnya punya daftar tokoh-tokoh cegah tangkal (cekal) atau yang dilarang masuk ke Indonesia untuk menyebarkan paham-paham merusak. Tapi nyatanya pemerintah sangat kurang peduli hal-hal seperti ini. Buktinya, menurut Rita, yang jelas-jelas tak ada manfaatnya seperti Lady Gaga saja dibiarkan.
“Seharusnya pemerintah itu punya list (daftar) orang-orang yang dilarang menyebarkan pemikiran merusak. Tapi apa daya, kita tidak bisa berharap pemerintah. Dan sebaiknya yang menjaga hal-hal seperti ini kita sendiri, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan.”
Lebih jauh, Rita mengatakan, Manji tak perlu mengajarkan umat Islam Indonesia tentang cinta. Karena umat Islam Indonesia sudah lebih paham tentang itu.
Dilahirkan di Uganda pada 1968 dari pasangan Muslim yang keturunan Arab-Mesir dan India, Manji banyak mengalami masa kecil yang kelam atas ulah ayahnya. Dalam bukunya The Trouble with Islam Today, ia ceritakan pengalaman buruk masa kecilnya yang kemungkinan menjadikan ia memilih menjadi penganut lesbian.
Meski memiliki kelainan orientasi, pikiranya justru digandrungi penganut paham liberal di Indonesia. Ia bahkan dijuluki sebagai “a faithful muslim” (penganut Muslim yang beriman), meskipun perilakunya banyak dinilai jauh dari prinsip Islam.*
Foto: Irshad Manji yang dikenal penganut lesbian
Rep: Panji Islam
Red: Cholis Akbar
http://www.hidayatullah.com/read/22461/ ... karta.html
- MaNuSiA_bLeGuG
- Posts: 4292
- Joined: Wed Mar 05, 2008 2:08 am
- Location: Enies Lobby
Re: Feminis Kanada, Irshad Manji Akan Datang ke Jakarta
harusnya hidayatullah.com ini yg masuk daftar cekal
kerjaanya cuma mengajak orang lain untuk rusuh dan menyesatkan pandangan orang2 aja.
kerjaanya cuma mengajak orang lain untuk rusuh dan menyesatkan pandangan orang2 aja.
- Maher-Shalal
- Posts: 1283
- Joined: Mon Mar 17, 2008 4:49 pm
- Location: Between heaven and hell
Re: Feminis Kanada, Irshad Manji Akan Datang ke Jakarta
Digeruduk Ormas, Diskusi Buku di Salihara Bubar
Jakarta Diskusi dan peluncuran buku berjudul 'Allah, Liberty and Love' di Teater Salihara, Pasar Minggu, Jaksel digeruduk ormas. Alhasil, acara diskusi buku karya Irsyad Manji itu pun dibubarkan.
Peristiwa ini terjadi sekitar pukul 19.00 WIB, Jumat (4/5/2012). Diskusi baru berjalan 20 menit, namun tiba-tiba puluhan ormas berpakaian putih-putih dan berkopiah datang dan meminta acara dibubarkan.
Puluhan polisi yang memang sudah bersiaga langsung melakukan pengamanan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Massa menuding diskusi buku itu tidak sesuai ajaran Islam.
"Akhirnya diadakan perundingan antara panitia dan perwakilan massa," kata saksi mata yang juga peserta diskusi buku, Dodi Praditya.
Puluhan massa selain memenuhi area Salihara, juga berkumpul di luar. Mereka tetap meminta agar diskusi dibubarkan. Setelah berunding antara panitia, ormas dan polisi, diskusi pun dibubarkan.
Namun hingga pukul 21.15 WIB, puluhan massa masih berada di lokasi, walau diskusi sudah dihentikan.
Jakarta Diskusi dan peluncuran buku berjudul 'Allah, Liberty and Love' di Teater Salihara, Pasar Minggu, Jaksel digeruduk ormas. Alhasil, acara diskusi buku karya Irsyad Manji itu pun dibubarkan.
Peristiwa ini terjadi sekitar pukul 19.00 WIB, Jumat (4/5/2012). Diskusi baru berjalan 20 menit, namun tiba-tiba puluhan ormas berpakaian putih-putih dan berkopiah datang dan meminta acara dibubarkan.
Puluhan polisi yang memang sudah bersiaga langsung melakukan pengamanan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Massa menuding diskusi buku itu tidak sesuai ajaran Islam.
"Akhirnya diadakan perundingan antara panitia dan perwakilan massa," kata saksi mata yang juga peserta diskusi buku, Dodi Praditya.
Puluhan massa selain memenuhi area Salihara, juga berkumpul di luar. Mereka tetap meminta agar diskusi dibubarkan. Setelah berunding antara panitia, ormas dan polisi, diskusi pun dibubarkan.
Namun hingga pukul 21.15 WIB, puluhan massa masih berada di lokasi, walau diskusi sudah dihentikan.
Serbu Diskusi Salihara, Bos FPI Belum Baca Buku Irshad Manji
http://www.tempo.co/read/news/2012/05/0 ... shad-Manji
TEMPO.CO, Jakarta - Diskusi dan peluncuran buku di Komunitas Salihara, Jalan Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dibubarkan polisi dengan alasan tidak memiliki izin. Ratusan massa Front Pembela Islam menunggu di luar gerbang Salihara. Acara yang dibubarkan polisi itu adalah kuliah umum dan peluncuran buku Iman, Cinta dan Kebebasan oleh tokoh feminis asal Kanada, Irshad Manji, Jumat, 4 Mei 2012.
Ketua Front Pembela Islam (FPI) Salim Alatas mengatakan alasan FPI melakukan unjuk rasa karena buku itu dianggap merusak moral bangsa. Jika pemerintah mengizinkan, kata Salim Alatas, artinya pemerintah mengakui ajaran sesat itu. “Bila mau jadi lesbi atau gay, sendiri saja. Jangan ajak-ajak,” katanya saat dihubungi Tempo pada Jumat, 4 Mei 2012.
Meski organisasinya memprotes buku itu, Salim Alatas mengaku belum membaca buku yang ditulis oleh Irshad Manji ini. Ia hanya mendapat aduan dari Dewan Pimpinan Wilayah FPI Jakarta Selatan bahwa buku itu mengajarkan kesesatan. “Saya tidak dapat buku itu, yang dapat DPW. Mereka yang laporkan ajaran sesat,” katanya.
Sebelumnya, gedung Salihara diamuk sejumlah organisasi massa pada Jumat, 4 Mei 2012, pukul 19.00. Hanya beberapa saat setelah acara diskusi buku karya Irshad Manji berjudul Allah, Liberty and Love dimulai. Massa di luar gedung itu berteriak dan meminta acara diskusi tersebut dibubarkan.
no comment
TEMPO.CO, Jakarta - Diskusi dan peluncuran buku di Komunitas Salihara, Jalan Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dibubarkan polisi dengan alasan tidak memiliki izin. Ratusan massa Front Pembela Islam menunggu di luar gerbang Salihara. Acara yang dibubarkan polisi itu adalah kuliah umum dan peluncuran buku Iman, Cinta dan Kebebasan oleh tokoh feminis asal Kanada, Irshad Manji, Jumat, 4 Mei 2012.
Ketua Front Pembela Islam (FPI) Salim Alatas mengatakan alasan FPI melakukan unjuk rasa karena buku itu dianggap merusak moral bangsa. Jika pemerintah mengizinkan, kata Salim Alatas, artinya pemerintah mengakui ajaran sesat itu. “Bila mau jadi lesbi atau gay, sendiri saja. Jangan ajak-ajak,” katanya saat dihubungi Tempo pada Jumat, 4 Mei 2012.
Meski organisasinya memprotes buku itu, Salim Alatas mengaku belum membaca buku yang ditulis oleh Irshad Manji ini. Ia hanya mendapat aduan dari Dewan Pimpinan Wilayah FPI Jakarta Selatan bahwa buku itu mengajarkan kesesatan. “Saya tidak dapat buku itu, yang dapat DPW. Mereka yang laporkan ajaran sesat,” katanya.
Sebelumnya, gedung Salihara diamuk sejumlah organisasi massa pada Jumat, 4 Mei 2012, pukul 19.00. Hanya beberapa saat setelah acara diskusi buku karya Irshad Manji berjudul Allah, Liberty and Love dimulai. Massa di luar gedung itu berteriak dan meminta acara diskusi tersebut dibubarkan.
no comment
- MaNuSiA_bLeGuG
- Posts: 4292
- Joined: Wed Mar 05, 2008 2:08 am
- Location: Enies Lobby
Re: Serbu Diskusi Salihara, Bos FPI Belum Baca Buku Irshad M
tipikal muslim bangets....ga peduli deh laporannya bener apa ga, yg penting percaya aja. ngamuk aja dulu, nanya nya belakangan ajahnopain wrote:
Meski organisasinya memprotes buku itu, Salim Alatas mengaku belum membaca buku yang ditulis oleh Irshad Manji ini. Ia hanya mendapat aduan dari Dewan Pimpinan Wilayah FPI Jakarta Selatan bahwa buku itu mengajarkan kesesatan. “Saya tidak dapat buku itu, yang dapat DPW. Mereka yang laporkan ajaran sesat,” katanya.
sama seperti quran, quran pasti datangnya dari langit karena muhammad yg bilang demikian. entah deh muhammad nya bener tau apa lagi mabok, buoodo amat. yg penting muhammad udah bilang begituh
Re: Serbu Diskusi Salihara, Bos FPI Belum Baca Buku Irshad M
@MB, makanya islam itu cocok HANYA bagi org2 pikiran terkebelakang...
Irshad Manji: Lesbian Idola Kaum Liberal!
http://efrialdy.wordpress.com/2010/10/2 ... m-liberal/
Sejumlah orang yang akan berdialog dengan kaum liberal saya beri saran agar jangan pakai dalil ayat-ayat Al-Quran. Sebab, banyak kaum liberal yang sudah tidak percaya lagi pada keotentikan Al-Quran, sehingga tidak ada gunanya dalil Al-Quran untuk mereka. Memang ada diantara mereka yang masih percaya Al-Quran sebagai wahyu Allah, tetapi banyak pula diantara mereka yang memiliki pandangan dan penafsiran yang berbeda.
Jika tafsirnya kita kritik, mereka pun tak segan-segan menyatakan, ”Itu kan penafsiran anda! Penafsiran saya tidak begitu!” Mereka banyak yang sudah berpandangan bahwa hanya Tuhan saja yang tahu penafsiran yang sebenarnya. Manusia boleh menafsirkan Al-Quran semaunya, dan semuanya tidak dapat disalahkan. Karena itu, ada yang menyatakan, bahwa perbedaan antara Islam dan Ahmadiyah, hanyalah soal perbedaan tafsir saja, karena itu jangan saling menyalahkan, karena semua penafsiran adalah relatif. Yang tahu kebenaran yang mutlak, hanya Allah saja.
Memang, soal utama antara Islam dan Ahmadiyah, adalah masalah tafsir. Tapi, ada tafsir yang salah dan ada tafsir yang benar. Semua manusia yang masih berakal (tidak gila), bisa saja menafsiran Al-Quran. Tapi, tidak semua tafsir itu benar, sebagaimana klaim kaum liberal. Ada tafsir yang salah. Misalnya, kalau ada yang menafsirkan ayat ”Wa-aqimish shalaata lidzikri”, bahwa tujuan salat adalah mengingat Allah. Maka, jika sudah ingat Allah, berarti tujuan sudah tercapai, dan tidak perlu salat lagi. Tafsir semacam ini tentu saja tafsir yang salah.
Contoh lain, dalam buku Eik Ghalthi ka Izalah (Memperbaiki Suatu Kesalahan) karya Mirza Ghulam Ahmad (terbitan Ahmadiyah Cabang Bandung tahun 1993), hal. 5, tertulis pengakuan Ghulam Ahmad yang mendapat wahyu berbunyi: ”Muhammadur Rasulullah wal-ladziina ma’ahu asyiddaa’u ’alal kuffaari ruhamaa’u baynahum.” Lalu, dia komentari ayat tersebut: ”Dalam wahyu ini Allah swt menyebutkan namaku ”Muhammad” dan ”Rasul”.”
Ayat tersebut jelas terdapat dalam Al-Quran (QS 48:29). Kaum Miuslim yakin seyakin-yakinnya, bahwa ”Muhammadur Rasulullah” di situ menunjuk kepada Nabi Muhammad saw yang lahir di Mekah; bukan merujuk kepada Mirza Ghulam Ahmad yang lahir di India. Jika Ghulam Ahmad membuat tafsir bahwa dia adalah juga Muhammad sebagaimana ditunjuk dalam ayat tersebut, maka tafsir Ghulam Ahmad semacam itu jelas tafsir yang salah.
Akan tetapi, kaum liberal akan menyatakan, bahwa Ghulam Ahmad juga berhak membuat tafsir sendiri, dan tidak boleh disalahkan atau disesatkan. Anehnya, kalau umat Islam punya pandangan dan sikap yang berbeda dengan kaum liberal, maka akan disalah-salahkan, dicap fundamentalis, radikal, tidak toleran, dan sebagainya. Jadi, kita dilarang menyalahkan yang salah, tetapi kaum liberal boleh menyalahkan pendapat yang tidak sesuai dengan mereka.
Sebagaimana pernah kita bahas sebelumnya, aksi kaum liberal dalam menyerang Al-Quran dari waktu ke waktu semakin brutal. Berlindung di balik wacana kebebasan, mereka tidak segan-segan lagi menyerang dan menistakan Al-Quran secara terbuka. Apa yang pernah terjadi di IAIN Surabaya tahun 2006, ketika seorang dosen menginjak-injak lazadz Allah yang ditulisnya sendiri, tampaknya hanyalah fenomena gunung es belaka. Sejumlah buku, jurnal, dan artikel terbitan kaum liberal di Indonesia sudah secara terbuka menyerang Al-Quran. Kita masih ingat, bagaimana jurnal Justisia Fakultas Syariah IAIN Semarang secara semena-mena menyerang Al-Quran, dengan menyatakan:
”Karenanya, wajar jika muncul asumsi bahwa pembukuan Qur’an hanya siasat bangsa Quraisy, melalui Usman, untuk mempertahankan hegemoninya atas masyarakat Arab [dan Islam]. Hegemoni itu tampak jelas terpusat pada ranah kekuasaan, agama dan budaya. Dan hanya orang yang mensakralkan Qur’anlah yang berhasil terperangkap siasat bangsa Quraisy tersebut.”
Yang kita heran, orang-orang ini adalah bagian dari kalangan akademisi yang seharusnya menjunjung tinggi tradisi intelektual yang sehat. Tapi, faktanya, mereka sering mengungkapkan pendapat tanpa didukung oleh data-data yang memadai. Belakangan ini, kaum liberal di Indonesia sedang gandrung-gandrungnya pada seorang wanita lesbian bernama Irshad Manji. Kedatangannya di Indonesia pada bulan April 2008 disambut meriah. Dia dipuji-puji sebagai wanita Miuslimah yang hebat. Seorang wanita alumnus UIN Jakarta bernama Nong Darol Mahmada menulis sebuah artikel di Jurnal Perempuan (edisi khusus Lesbian, 2008) berjudul: Irshad Manji, Muslimah Lesbian yang Gigih Menyerukan Ijtihad. Kata si Nong: ”Manji sangat layak menjadi inspirasi kalangan Islam khususnya perempuan di Indonesia.”
Hari Kamis (14/8/2008), saya diundang untuk menghadiri satu acara bedah buku tentang FPI di kantor Majalah Gatra. Tanpa saya tahu, penerbit buku tentang FPI tersebut (Nun Publisher) adalah juga penerbit buku Irshad Manji yang edisi Indonesianya diberi judul Beriman Tanpa Rasa Takut: Tantangan Umat Islam Saat Ini. Di sampul depan buku ini, Manji ditulis sebagai ”Satu dari Tiga Muslimah Dunia yang Menciptakan Perubahan Positif dalam Islam.” Disebutlah buku ini sebagai sebagai ”International Best Seller, New York Times Bestseller, dan telah diterbitkan di 30 negara.” Pokoknya, membaca promosi di sampulnya, sepertinya, buku ini sangat hebat.
Tapi, sebenarnya, isinya kurang memenuhi standar ilmiah. Banyak celotehan Irshad Manji, ke sana kemari, hantam sana, hantam sini, tanpa ada rujukan yang bisa dilacak kebenarannya. Maka, saya heran, bagaimana kaum liberal sampai membangga-banggakan buku karya Irshad Manji ini? Seperti inikah sosok idola kaum liberal, sampai dijuluki ”lesbian mujathidah”? Apa karena Manji sangat liberal dan secara terbuka menyatakan diri sebagai lesbi, maka sosok ini dijadikan idola?
Buku Manji ini menggugat sejumlah ajaran pokok dalam Islam, termasuk keimanan kepada keotentikan Al-Quran dan kema’shuman Nabi Muhammad saw. Manji secara terbuka menggugat ini. Ia katakan:
”Sebagai seorang pedagang buta huruf, Muhammad bergantung pada para pencatat untuk mencatat kata-kata yang didengarnya dari Allah. Kadang-kadang Nabi sendiri mengalami penderitaan yang luar biasa untuk menguraikan apa yang ia dengar. Itulah bagaimana ”ayat-ayat setan” – ayat-ayat yang memuja berhala – dilaporkan pernah diterima oleh Muhammad dan dicatat sebagai ayat otentik untuk Al-Quran. Nabi kemudian mencoret ayat-ayat tersebut, menyalahkan tipu daya setan sebagai penyebab kesalahan catat tersebut. Namun, kenyataan bahwa para filosof Miuslim selama berabad-abad telah mengisahkan cerita ini sungguh telah memperlihatkan keraguan yang sudah lama ada terhadap kesempurnaan Al-Quran.” (hal. 96-97).
Cerita yang diungkap oleh Manji itu memang favorit kaum orientalis untuk menyerang Al-Quran dan Nabi Muhammad saw. Cerita itu populer dikenal sebagai kisah gharanik. Riwayat cerita ini sangat lemah dan palsu. Haekal, dalam buku biografi Nabi Muhammad saw, menyebut cerita tersebut tidak punya dasar, dan merupakan bikinan satu kelompok yang melakukan tipu muslihat terhadap Islam. Karen Armstrong, dalam bukunya, Muhammad: A Biography of the Prophet juga membahas masalah ini dalam satu bab khusus.
Kisah ”ayat-ayat setan” itu kemudian diangkat juga oleh Salma Rushdie menjadi judul novelnya: The Satanic Verses (Ayat-ayat Setan). Novel yang terbit pertama tahun 1988 ini memang sangat biadab dalam menghina Nabi Muhammad saw, para sahabat, dan istri-istri beliau. Menurut Armstrong, cerita dalam novel Salman Rushdi ini mengulang semua mitos Barat tentang Nabi Muhammad saw sebagai sosok penipu, ambisius, yang menggunakan wahyu-wahyunya untuk mendapatkan sebanyak-banyak perempuan yang dia inginkan. Para sahabat nabi juga digambarkan dalam novel ini sebagai manusia-manusia tidak berguna dan tidak manusiawi. Tentu saja, judul Novel itu sendiri sudah bertendensi melecehkan Al-Quran.
Karen Armstrong mencatat: ‘’It repeats all the old Western myths about the Prophet and makes him out to be an impostor, with purely political ambitions, a lecher who used his revelations as a lisence to take as many women as he wanted, and indicates that his first companions were worthless, inhuman people.”
Armstrong tidaklah keliru! Dan Umat Islam yang sangat menghormati Nabi Muhammad saw, tentu saja sangat tersinggung dengan penerbitan Novel Salman Rushdie yang sangat tidak beradab ini. Novel ini pun – dalam edisi bahasa Inggrisnya — sudah dijual di Jakarta. Rushdie diantaranya menggambarkan istri-istri Nabi Muhammad saw sebagai penghuni rumah pelacuran bernama ”Hijab”. Rushdie juga menyebut Nabi Muhammad – yang dinamainya ”Mahound” — sebagai “the most pragmatic of prophets.”
Penulis novel yang menghina Nabi Muhammad saw seperti Salman Rushdie inilah yang dijadikan rujukan oleh Irshad Manji dalam memunculkan isu tentang “ayat-ayat setan”. Memang, dalam bukunya ini pun Manji mengungkapkan , bahwa Salman Rushdie-lah yang mendorongnya untuk menulis buku ini. Manji menceritakan hal ini:
“Apa yang dikatakan Salman Rushdie padaku ketika aku mulai menulis buku ini teringat lagi saat aku berefleksi terhadap hidupku sejak penerbitan buku ini. Aku ingat ketika bertanya kepadanya kenapa dia memberikan semangat kepada seorang Miuslim muda sepertiku, untuk menulis sesuatu yang bisa mengundang malapetaka ke dalam kehidupannya, seperti yang telah menimpa dirinya. Tanpa ragu sedikit pun, dia menjawab, “Karena sebuah buku lebih penting ketimbang hidup.” (hal. 322).
Dalam bukunya ini pun Irshad Manji menjadikan pendapat Christoph Luxenberg sebagai rujukan untuk menyatakan bahwa selama ini umat Islam salah memahami Al-Quran, yang seharusnya dipahami dalam bahasa Syriac. Tentang surga, dengan nada sinis ia menyatakan, bahwa ada human error yang masuk ke dalam Al-Quran. Menurut riset yang baru, tulis Manji, yang diperoleh para martir atas pengorbanan mereka adalah kismis, dan bukan perawan. “Nah, bagaimana bisa Al-Quran begitu tidak akurat?” tulisnya.
Pendapat Luxenberg bahwa bahasa Al-Quran harus dipahami dalam bahasa Aramaik ditulisnya dalam buku “Die syro-aramaeische Lesart des Koran: Ein Beitrag zur Entschluesselung der Koransprache”. Pendapat ini pun sangat lemah dan sudah banyak artikel ilmiah yang menanggapinya. Dr. Syamsuddin Arif telah mengupas masalah ini secara tajam dalam bukunya, Orientalis dan Diabolisme Intelektual.
Menurut Syamsuddin, Professor Hans Daiber, misalnya, memberikan seminar terbuka tentang karya polemis itu selama satu semester penuh di departemen Orientalistik Universitas Frankfurt, dimana ia ungkapkan sejumlah kelemahan-kelemahan buku itu secara metodologi dan filologi. Salah satu kelemahan Luxenberg, misalnya, untuk mendukung analisis dan argumen-argumennya, mestinya Luxenberg merujuk pada kamus bahasa Syriac atau Aramaic yang ditulis pada abad ke-7 atau 8 Masehi (zaman Islam), dan bukan menggunakan kamus bahasa Chaldean abad ke-20 karangan Jacques E. Manna terbitan tahun 1.900!
Namun, meskipun sudah dijelaskan secara ilmiah, orang-orang yang memang berniat jahat terhadap Islam, tetap tidak mau tahu dan mendengar semua argumentasi ilmiah tersebut. Irshad Manji, dalam bukunya ini, malah menyandarkan keraguannya terhadap Al-Quran pada pendapat Luxenberg (seorang pendeta Kristen asal Libanon yang menyembunyikan nama aslinya). Kata Manji:
”Jika Al-Quran dipengaruhi budaya Yahudi-Kristen – yang sejalan dengan klaim bahwa Al-Quran meneruskan wahyu-wahyu sebelumnya – maka bahasa Aramaik mungkin telah diterjemahkan oleh manusia ke dalam bahasa Arab. Atau, salah diterjemahkan dalam kasus hur, dan tak ada yang tahu berapa banyak lagi kata yang diterjemahkan secara kurang tepat. Bagaimana jika semua ayat salah dipahami?” (hal. 96).
Tampaknya, penerbit buku Irshad Manji dan kaum liberal di Indonesia pun sudah tidak peduli dengan perasaan umat Islam dan kehormatan Nabi Muhammad saw. Mereka begitu mudahnya menokohkan wanita lesbian seperti Irshad Manji, yang dengan entengnya melecehkan Nabi Muhammad saw dan Al-Quran. Mereka mungkin sudah tahu bahwa umat Islam akan marah jika Nabi Muhammad saw dihina. Mereka akan senang melihat umat Islam bangkit rasa marahnya. Jika umat Islam marah, mereka akan tertawa sambil menuding, bahwa umat Islam belum dewasa; umat Islam emosional, dan sebagainya!
Kasus Irshad Manji ini semakin memahamkan kita siapa sebenarnya kaum liberal dan apa maunya mereka. Kita kasihan sekali pada manusia-manusia seperti ini. Apa mereka tidak khawatir, jika anak-anak mereka nanti ditanya oleh gurunya, siapa wanita idola mereka? Maka anak-anak mereka tidak menjawab lagi, ”Idola kami adalah Khadijah, Aisyah, Kartini, Cut Nya Dien, dan sebagainya” tetapi akan menjawab: ”Idola kami Irsyad Manji, sang Lesbian teman baik Salman Rushdie sang penghujat Nabi.” Na’udzubillahi min dzalika.
menyedihkan.....
Sejumlah orang yang akan berdialog dengan kaum liberal saya beri saran agar jangan pakai dalil ayat-ayat Al-Quran. Sebab, banyak kaum liberal yang sudah tidak percaya lagi pada keotentikan Al-Quran, sehingga tidak ada gunanya dalil Al-Quran untuk mereka. Memang ada diantara mereka yang masih percaya Al-Quran sebagai wahyu Allah, tetapi banyak pula diantara mereka yang memiliki pandangan dan penafsiran yang berbeda.
Jika tafsirnya kita kritik, mereka pun tak segan-segan menyatakan, ”Itu kan penafsiran anda! Penafsiran saya tidak begitu!” Mereka banyak yang sudah berpandangan bahwa hanya Tuhan saja yang tahu penafsiran yang sebenarnya. Manusia boleh menafsirkan Al-Quran semaunya, dan semuanya tidak dapat disalahkan. Karena itu, ada yang menyatakan, bahwa perbedaan antara Islam dan Ahmadiyah, hanyalah soal perbedaan tafsir saja, karena itu jangan saling menyalahkan, karena semua penafsiran adalah relatif. Yang tahu kebenaran yang mutlak, hanya Allah saja.
Memang, soal utama antara Islam dan Ahmadiyah, adalah masalah tafsir. Tapi, ada tafsir yang salah dan ada tafsir yang benar. Semua manusia yang masih berakal (tidak gila), bisa saja menafsiran Al-Quran. Tapi, tidak semua tafsir itu benar, sebagaimana klaim kaum liberal. Ada tafsir yang salah. Misalnya, kalau ada yang menafsirkan ayat ”Wa-aqimish shalaata lidzikri”, bahwa tujuan salat adalah mengingat Allah. Maka, jika sudah ingat Allah, berarti tujuan sudah tercapai, dan tidak perlu salat lagi. Tafsir semacam ini tentu saja tafsir yang salah.
Contoh lain, dalam buku Eik Ghalthi ka Izalah (Memperbaiki Suatu Kesalahan) karya Mirza Ghulam Ahmad (terbitan Ahmadiyah Cabang Bandung tahun 1993), hal. 5, tertulis pengakuan Ghulam Ahmad yang mendapat wahyu berbunyi: ”Muhammadur Rasulullah wal-ladziina ma’ahu asyiddaa’u ’alal kuffaari ruhamaa’u baynahum.” Lalu, dia komentari ayat tersebut: ”Dalam wahyu ini Allah swt menyebutkan namaku ”Muhammad” dan ”Rasul”.”
Ayat tersebut jelas terdapat dalam Al-Quran (QS 48:29). Kaum Miuslim yakin seyakin-yakinnya, bahwa ”Muhammadur Rasulullah” di situ menunjuk kepada Nabi Muhammad saw yang lahir di Mekah; bukan merujuk kepada Mirza Ghulam Ahmad yang lahir di India. Jika Ghulam Ahmad membuat tafsir bahwa dia adalah juga Muhammad sebagaimana ditunjuk dalam ayat tersebut, maka tafsir Ghulam Ahmad semacam itu jelas tafsir yang salah.
Akan tetapi, kaum liberal akan menyatakan, bahwa Ghulam Ahmad juga berhak membuat tafsir sendiri, dan tidak boleh disalahkan atau disesatkan. Anehnya, kalau umat Islam punya pandangan dan sikap yang berbeda dengan kaum liberal, maka akan disalah-salahkan, dicap fundamentalis, radikal, tidak toleran, dan sebagainya. Jadi, kita dilarang menyalahkan yang salah, tetapi kaum liberal boleh menyalahkan pendapat yang tidak sesuai dengan mereka.
Sebagaimana pernah kita bahas sebelumnya, aksi kaum liberal dalam menyerang Al-Quran dari waktu ke waktu semakin brutal. Berlindung di balik wacana kebebasan, mereka tidak segan-segan lagi menyerang dan menistakan Al-Quran secara terbuka. Apa yang pernah terjadi di IAIN Surabaya tahun 2006, ketika seorang dosen menginjak-injak lazadz Allah yang ditulisnya sendiri, tampaknya hanyalah fenomena gunung es belaka. Sejumlah buku, jurnal, dan artikel terbitan kaum liberal di Indonesia sudah secara terbuka menyerang Al-Quran. Kita masih ingat, bagaimana jurnal Justisia Fakultas Syariah IAIN Semarang secara semena-mena menyerang Al-Quran, dengan menyatakan:
”Karenanya, wajar jika muncul asumsi bahwa pembukuan Qur’an hanya siasat bangsa Quraisy, melalui Usman, untuk mempertahankan hegemoninya atas masyarakat Arab [dan Islam]. Hegemoni itu tampak jelas terpusat pada ranah kekuasaan, agama dan budaya. Dan hanya orang yang mensakralkan Qur’anlah yang berhasil terperangkap siasat bangsa Quraisy tersebut.”
Yang kita heran, orang-orang ini adalah bagian dari kalangan akademisi yang seharusnya menjunjung tinggi tradisi intelektual yang sehat. Tapi, faktanya, mereka sering mengungkapkan pendapat tanpa didukung oleh data-data yang memadai. Belakangan ini, kaum liberal di Indonesia sedang gandrung-gandrungnya pada seorang wanita lesbian bernama Irshad Manji. Kedatangannya di Indonesia pada bulan April 2008 disambut meriah. Dia dipuji-puji sebagai wanita Miuslimah yang hebat. Seorang wanita alumnus UIN Jakarta bernama Nong Darol Mahmada menulis sebuah artikel di Jurnal Perempuan (edisi khusus Lesbian, 2008) berjudul: Irshad Manji, Muslimah Lesbian yang Gigih Menyerukan Ijtihad. Kata si Nong: ”Manji sangat layak menjadi inspirasi kalangan Islam khususnya perempuan di Indonesia.”
Hari Kamis (14/8/2008), saya diundang untuk menghadiri satu acara bedah buku tentang FPI di kantor Majalah Gatra. Tanpa saya tahu, penerbit buku tentang FPI tersebut (Nun Publisher) adalah juga penerbit buku Irshad Manji yang edisi Indonesianya diberi judul Beriman Tanpa Rasa Takut: Tantangan Umat Islam Saat Ini. Di sampul depan buku ini, Manji ditulis sebagai ”Satu dari Tiga Muslimah Dunia yang Menciptakan Perubahan Positif dalam Islam.” Disebutlah buku ini sebagai sebagai ”International Best Seller, New York Times Bestseller, dan telah diterbitkan di 30 negara.” Pokoknya, membaca promosi di sampulnya, sepertinya, buku ini sangat hebat.
Tapi, sebenarnya, isinya kurang memenuhi standar ilmiah. Banyak celotehan Irshad Manji, ke sana kemari, hantam sana, hantam sini, tanpa ada rujukan yang bisa dilacak kebenarannya. Maka, saya heran, bagaimana kaum liberal sampai membangga-banggakan buku karya Irshad Manji ini? Seperti inikah sosok idola kaum liberal, sampai dijuluki ”lesbian mujathidah”? Apa karena Manji sangat liberal dan secara terbuka menyatakan diri sebagai lesbi, maka sosok ini dijadikan idola?
Buku Manji ini menggugat sejumlah ajaran pokok dalam Islam, termasuk keimanan kepada keotentikan Al-Quran dan kema’shuman Nabi Muhammad saw. Manji secara terbuka menggugat ini. Ia katakan:
”Sebagai seorang pedagang buta huruf, Muhammad bergantung pada para pencatat untuk mencatat kata-kata yang didengarnya dari Allah. Kadang-kadang Nabi sendiri mengalami penderitaan yang luar biasa untuk menguraikan apa yang ia dengar. Itulah bagaimana ”ayat-ayat setan” – ayat-ayat yang memuja berhala – dilaporkan pernah diterima oleh Muhammad dan dicatat sebagai ayat otentik untuk Al-Quran. Nabi kemudian mencoret ayat-ayat tersebut, menyalahkan tipu daya setan sebagai penyebab kesalahan catat tersebut. Namun, kenyataan bahwa para filosof Miuslim selama berabad-abad telah mengisahkan cerita ini sungguh telah memperlihatkan keraguan yang sudah lama ada terhadap kesempurnaan Al-Quran.” (hal. 96-97).
Cerita yang diungkap oleh Manji itu memang favorit kaum orientalis untuk menyerang Al-Quran dan Nabi Muhammad saw. Cerita itu populer dikenal sebagai kisah gharanik. Riwayat cerita ini sangat lemah dan palsu. Haekal, dalam buku biografi Nabi Muhammad saw, menyebut cerita tersebut tidak punya dasar, dan merupakan bikinan satu kelompok yang melakukan tipu muslihat terhadap Islam. Karen Armstrong, dalam bukunya, Muhammad: A Biography of the Prophet juga membahas masalah ini dalam satu bab khusus.
Kisah ”ayat-ayat setan” itu kemudian diangkat juga oleh Salma Rushdie menjadi judul novelnya: The Satanic Verses (Ayat-ayat Setan). Novel yang terbit pertama tahun 1988 ini memang sangat biadab dalam menghina Nabi Muhammad saw, para sahabat, dan istri-istri beliau. Menurut Armstrong, cerita dalam novel Salman Rushdi ini mengulang semua mitos Barat tentang Nabi Muhammad saw sebagai sosok penipu, ambisius, yang menggunakan wahyu-wahyunya untuk mendapatkan sebanyak-banyak perempuan yang dia inginkan. Para sahabat nabi juga digambarkan dalam novel ini sebagai manusia-manusia tidak berguna dan tidak manusiawi. Tentu saja, judul Novel itu sendiri sudah bertendensi melecehkan Al-Quran.
Karen Armstrong mencatat: ‘’It repeats all the old Western myths about the Prophet and makes him out to be an impostor, with purely political ambitions, a lecher who used his revelations as a lisence to take as many women as he wanted, and indicates that his first companions were worthless, inhuman people.”
Armstrong tidaklah keliru! Dan Umat Islam yang sangat menghormati Nabi Muhammad saw, tentu saja sangat tersinggung dengan penerbitan Novel Salman Rushdie yang sangat tidak beradab ini. Novel ini pun – dalam edisi bahasa Inggrisnya — sudah dijual di Jakarta. Rushdie diantaranya menggambarkan istri-istri Nabi Muhammad saw sebagai penghuni rumah pelacuran bernama ”Hijab”. Rushdie juga menyebut Nabi Muhammad – yang dinamainya ”Mahound” — sebagai “the most pragmatic of prophets.”
Penulis novel yang menghina Nabi Muhammad saw seperti Salman Rushdie inilah yang dijadikan rujukan oleh Irshad Manji dalam memunculkan isu tentang “ayat-ayat setan”. Memang, dalam bukunya ini pun Manji mengungkapkan , bahwa Salman Rushdie-lah yang mendorongnya untuk menulis buku ini. Manji menceritakan hal ini:
“Apa yang dikatakan Salman Rushdie padaku ketika aku mulai menulis buku ini teringat lagi saat aku berefleksi terhadap hidupku sejak penerbitan buku ini. Aku ingat ketika bertanya kepadanya kenapa dia memberikan semangat kepada seorang Miuslim muda sepertiku, untuk menulis sesuatu yang bisa mengundang malapetaka ke dalam kehidupannya, seperti yang telah menimpa dirinya. Tanpa ragu sedikit pun, dia menjawab, “Karena sebuah buku lebih penting ketimbang hidup.” (hal. 322).
Dalam bukunya ini pun Irshad Manji menjadikan pendapat Christoph Luxenberg sebagai rujukan untuk menyatakan bahwa selama ini umat Islam salah memahami Al-Quran, yang seharusnya dipahami dalam bahasa Syriac. Tentang surga, dengan nada sinis ia menyatakan, bahwa ada human error yang masuk ke dalam Al-Quran. Menurut riset yang baru, tulis Manji, yang diperoleh para martir atas pengorbanan mereka adalah kismis, dan bukan perawan. “Nah, bagaimana bisa Al-Quran begitu tidak akurat?” tulisnya.
Pendapat Luxenberg bahwa bahasa Al-Quran harus dipahami dalam bahasa Aramaik ditulisnya dalam buku “Die syro-aramaeische Lesart des Koran: Ein Beitrag zur Entschluesselung der Koransprache”. Pendapat ini pun sangat lemah dan sudah banyak artikel ilmiah yang menanggapinya. Dr. Syamsuddin Arif telah mengupas masalah ini secara tajam dalam bukunya, Orientalis dan Diabolisme Intelektual.
Menurut Syamsuddin, Professor Hans Daiber, misalnya, memberikan seminar terbuka tentang karya polemis itu selama satu semester penuh di departemen Orientalistik Universitas Frankfurt, dimana ia ungkapkan sejumlah kelemahan-kelemahan buku itu secara metodologi dan filologi. Salah satu kelemahan Luxenberg, misalnya, untuk mendukung analisis dan argumen-argumennya, mestinya Luxenberg merujuk pada kamus bahasa Syriac atau Aramaic yang ditulis pada abad ke-7 atau 8 Masehi (zaman Islam), dan bukan menggunakan kamus bahasa Chaldean abad ke-20 karangan Jacques E. Manna terbitan tahun 1.900!
Namun, meskipun sudah dijelaskan secara ilmiah, orang-orang yang memang berniat jahat terhadap Islam, tetap tidak mau tahu dan mendengar semua argumentasi ilmiah tersebut. Irshad Manji, dalam bukunya ini, malah menyandarkan keraguannya terhadap Al-Quran pada pendapat Luxenberg (seorang pendeta Kristen asal Libanon yang menyembunyikan nama aslinya). Kata Manji:
”Jika Al-Quran dipengaruhi budaya Yahudi-Kristen – yang sejalan dengan klaim bahwa Al-Quran meneruskan wahyu-wahyu sebelumnya – maka bahasa Aramaik mungkin telah diterjemahkan oleh manusia ke dalam bahasa Arab. Atau, salah diterjemahkan dalam kasus hur, dan tak ada yang tahu berapa banyak lagi kata yang diterjemahkan secara kurang tepat. Bagaimana jika semua ayat salah dipahami?” (hal. 96).
Tampaknya, penerbit buku Irshad Manji dan kaum liberal di Indonesia pun sudah tidak peduli dengan perasaan umat Islam dan kehormatan Nabi Muhammad saw. Mereka begitu mudahnya menokohkan wanita lesbian seperti Irshad Manji, yang dengan entengnya melecehkan Nabi Muhammad saw dan Al-Quran. Mereka mungkin sudah tahu bahwa umat Islam akan marah jika Nabi Muhammad saw dihina. Mereka akan senang melihat umat Islam bangkit rasa marahnya. Jika umat Islam marah, mereka akan tertawa sambil menuding, bahwa umat Islam belum dewasa; umat Islam emosional, dan sebagainya!
Kasus Irshad Manji ini semakin memahamkan kita siapa sebenarnya kaum liberal dan apa maunya mereka. Kita kasihan sekali pada manusia-manusia seperti ini. Apa mereka tidak khawatir, jika anak-anak mereka nanti ditanya oleh gurunya, siapa wanita idola mereka? Maka anak-anak mereka tidak menjawab lagi, ”Idola kami adalah Khadijah, Aisyah, Kartini, Cut Nya Dien, dan sebagainya” tetapi akan menjawab: ”Idola kami Irsyad Manji, sang Lesbian teman baik Salman Rushdie sang penghujat Nabi.” Na’udzubillahi min dzalika.
menyedihkan.....
- Captain Pancasila
- Posts: 3505
- Joined: Wed Jun 01, 2011 1:58 pm
- Location: Bekas Benua Atlantis
Re: Irshad Manji: Lesbian Idola Kaum Liberal!
mengenai tafsir terhadap kebolehan homoseksual(termasuk lesbian) ini, tafsiran dari kaum liberal memang ajib banget :
http://islamlib.com/id/artikel/reportas ... bulan-juli
mantebh kan apologinya?
http://islamlib.com/id/artikel/reportas ... bulan-juli
Selain itu, hal lain yang dapat dilakukan adalah adanya cara pandang yang lain terhadap Quran, yaitu dengan membedakan ayat-ayat hukum dan ayat-ayat kisah yang tentunya tidak dapat langsung dikaitkan dengan kaidah-kaidah hukum. Misalnya saja, kisah Luth yang memiliki kesamaan dengan kisah Sodom dan Gomora dalam Kejadian 19 dari Alkitab Kristen, yang biasanya menjadi dalil menentang homoseksualitas. Di dalam kisah tersebut sebenarnya disebutkan bahwa penyebab kota Sodom yang dihuni Luth dihukum Allah bukan karena praktik homoseksual yang terjadi di sana tetapi karena penduduk kota itu melakukan berbagai kejahatan seperti melakukan keonaran, menyamun, dan sebagainya. Dengan demikian, kisah Luth tersebut dilihat dari satu sisi saja dan digunakan untuk pembenaran untuk menolak homoseksualitas.
mantebh kan apologinya?
Re: Serbu Diskusi Salihara, Bos FPI Belum Baca Buku Irshad M
Bagus bukunya buat pencerahan bagi muslim/ah. Kalau bos FPI baca mungkin dia sadar atau malah tambah ganas.fayhem wrote:mungkin disini bukunya https://www.irshadmanji.com/indonesian-edition
-
- Posts: 1640
- Joined: Mon Mar 31, 2008 2:03 pm
Rektor UGM Larang Diskusi Irshad Manji
http://www.tempo.co/read/news/2012/05/0 ... shad-Manji
HomePolitikNusa
Pegiat Islam reformis dan penulis buku asal Kanada Irshad Manji memberikan buku yang telah ditandatangani kepada peserta diskusi usai diskusi dan bedah buku karyanya "Allah, Liberty & Love" di Salihara, Jakarta Selatan, Sabtu (5/5) malam. ANTARA/Zabur Karuru
Berita Terkait
* Diskusi Irshad Manji di Yogya Juga Terancam
* Polisi: Dua Hotel Menolak Irshad Manji
* Pemerintah Jangan Kalah oleh Preman Berjubah
* Diskusi Irshad Manji: Kebebasan Beragama Suburkan Toleransi
* Yenny Soal Diskusi Salihara: Negara Kok Kalah dengan Ormas
Topik
* Diskusi
Foto Terkait
Diskusi Memperingati Hari Kartini
Rabu, 09 Mei 2012 | 09:21 WIB
Rektor UGM Larang Diskusi Irshad Manji
Besar Kecil Normal
TEMPO.CO, Jakarta -Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Ari Dwipayana, mengatakan diskusi tentang buku Irshad Manji yang berjudul Allah, Liberty and Love, Suatu Keberanian Mendamaikan Iman dan Kebebasan di UGM hari ini, Rabu 9 Mei 2012 batal dilaksanakan.
"Rektor memberikan alasan demi keamanan bersama,” kata Ari ketika dihubungi Tempo Rabu, 9 Mei 2012. Ari mengaku menerima pesan singkat dari rektorat yang menyatakan diskusi dibatalkan untuk menjaga kebaikan bersama.
Rektorat juga meminta agar diskusi itu diselenggarakan di luar kampus UGM. Menurut Ari, UGM seharusnya tidak melarang diskusi tersebut. UGM, kata Ari, bukanlah sebuah institusi politik maupun keamanan yang dapat melarang diskusi semacam itu.
Ari berpendapat diskusi yang menghadirkan Irshad Manji itu berkaitan dengan mimbar akademik. Ia menuturkan UGM sebagai sebuah institusi seharusnya tetap mempertahankan mimbar akademik. Ari mengaku kemarin ada diskusi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) universitas tersebut untuk menolak Irshad.
Ari pun mempertanyakan diskusi yang dilakukan di fakultas tersebut. Ia memandang hal tersebut harus dikritik. “Kalau diskusi untuk menolak Irshad boleh dilakukan, kenapa diskusi tentang Irshad malah tidak boleh?” kata Ari. Sekarang Ari mengatakan belum mengetahui perkembangan mengenai pembatalan diskusi tersebut.
Sebelumnya di Yogyakarta, muncul penolakan keras dari sejumlah kelompok massa atas rencana diskusi dan peluncuran buku Irshad. Setidaknya ada dua kelompok yang menyatakan bakal menghadang acara ini. Kelompok pertama adalah kalangan mahasiswa yang tergabung dalam Komunitas Jama’ah Shalahuddin bersama Kelompok Rohani Islam (KRI) UGM. Sedangkan kelompok kedua dari ormas Front Pembela Islam DI Yogyakarta –Jawa Tengah.
Diskusi buku Irshad Manji rencananya akan digelar di Gedung Pasca Sarjana UGM Yogyakarta pada pukul 09.00 WIB dan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta pada pukul 13.00 WIB. Sebelumnya diskusi Irshad di Gedung Salihara Jakarta juga dibubarkan paksa oleh massa dan ormas yang tiba-tiba menggerudug ruang diskusi.
MARIA YUNIAR
HomePolitikNusa
Pegiat Islam reformis dan penulis buku asal Kanada Irshad Manji memberikan buku yang telah ditandatangani kepada peserta diskusi usai diskusi dan bedah buku karyanya "Allah, Liberty & Love" di Salihara, Jakarta Selatan, Sabtu (5/5) malam. ANTARA/Zabur Karuru
Berita Terkait
* Diskusi Irshad Manji di Yogya Juga Terancam
* Polisi: Dua Hotel Menolak Irshad Manji
* Pemerintah Jangan Kalah oleh Preman Berjubah
* Diskusi Irshad Manji: Kebebasan Beragama Suburkan Toleransi
* Yenny Soal Diskusi Salihara: Negara Kok Kalah dengan Ormas
Topik
* Diskusi
Foto Terkait
Diskusi Memperingati Hari Kartini
Rabu, 09 Mei 2012 | 09:21 WIB
Rektor UGM Larang Diskusi Irshad Manji
Besar Kecil Normal
TEMPO.CO, Jakarta -Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Ari Dwipayana, mengatakan diskusi tentang buku Irshad Manji yang berjudul Allah, Liberty and Love, Suatu Keberanian Mendamaikan Iman dan Kebebasan di UGM hari ini, Rabu 9 Mei 2012 batal dilaksanakan.
"Rektor memberikan alasan demi keamanan bersama,” kata Ari ketika dihubungi Tempo Rabu, 9 Mei 2012. Ari mengaku menerima pesan singkat dari rektorat yang menyatakan diskusi dibatalkan untuk menjaga kebaikan bersama.
Rektorat juga meminta agar diskusi itu diselenggarakan di luar kampus UGM. Menurut Ari, UGM seharusnya tidak melarang diskusi tersebut. UGM, kata Ari, bukanlah sebuah institusi politik maupun keamanan yang dapat melarang diskusi semacam itu.
Ari berpendapat diskusi yang menghadirkan Irshad Manji itu berkaitan dengan mimbar akademik. Ia menuturkan UGM sebagai sebuah institusi seharusnya tetap mempertahankan mimbar akademik. Ari mengaku kemarin ada diskusi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) universitas tersebut untuk menolak Irshad.
Ari pun mempertanyakan diskusi yang dilakukan di fakultas tersebut. Ia memandang hal tersebut harus dikritik. “Kalau diskusi untuk menolak Irshad boleh dilakukan, kenapa diskusi tentang Irshad malah tidak boleh?” kata Ari. Sekarang Ari mengatakan belum mengetahui perkembangan mengenai pembatalan diskusi tersebut.
Sebelumnya di Yogyakarta, muncul penolakan keras dari sejumlah kelompok massa atas rencana diskusi dan peluncuran buku Irshad. Setidaknya ada dua kelompok yang menyatakan bakal menghadang acara ini. Kelompok pertama adalah kalangan mahasiswa yang tergabung dalam Komunitas Jama’ah Shalahuddin bersama Kelompok Rohani Islam (KRI) UGM. Sedangkan kelompok kedua dari ormas Front Pembela Islam DI Yogyakarta –Jawa Tengah.
Diskusi buku Irshad Manji rencananya akan digelar di Gedung Pasca Sarjana UGM Yogyakarta pada pukul 09.00 WIB dan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta pada pukul 13.00 WIB. Sebelumnya diskusi Irshad di Gedung Salihara Jakarta juga dibubarkan paksa oleh massa dan ormas yang tiba-tiba menggerudug ruang diskusi.
MARIA YUNIAR
Re: Rektor UGM Larang Diskusi Irshad Manji
Rektornya takut ama FPI ato takut bakal banyak yang jadi calon murtad nieh...???
Re: Rektor UGM Larang Diskusi Irshad Manji
Kebebalan sudah sampai pada tingkat perguruan tinggi, rektoratnya lagi.
Re: Rektor UGM Larang Diskusi Irshad Manji
Mungkin ini maksudnya adalah kebebalan moral. Sebagai seorang akademisi dan intelektual, seorang rektor harusnya turut MEMPERJUANGKAN kebebasan berpendapat. Itu 3 kata kuncinya. SOal keamanan, ya serahkan kepada polisi. KAlau kebobolan, masyarakat sudah bisa menilai. Masyarakat sudah punya nalar dan nuraninya sendiri. Berkaitan dengan kebebalan moral ini, jangan2 bener ya sinyalemen si MArzuki (yg walau sma2 ***** jugak sih....) kemaren itu bahwa PTN terkenal juga penyumbang koruptor... Rektornya aja lipat ekor ketakutan duluan ketka sebuah wacana dilontarkan, apalah pulak mahasiswanya dalam menghadapi suasana tekanan kerja yang penuh suasana keKKNan...
- crayon-sinchan
- Posts: 962
- Joined: Sat Jun 05, 2010 7:14 pm
- Location: surga ada di dalam hati masing-masing
Re: Rektor UGM Larang Diskusi Irshad Manji
ada tanggapan juga dari civitas UGM (CRCS) sebagai pihak penyelenggara..
(sinchan: kapok kowe, yg pada kesurupan / main kekerasan.. makin menunjukkan betapa kampungan religion of 'peace' kalian duh..)
Atmosfer Akademik dan Polusi Ancaman
http://crcs.ugm.ac.id/article/781/Atmos ... caman.html
Wednesday, 9-May-2012 | Viewed (3869), Comments (9)
Gagalnya Irshad Manji menginjakkan kakinya untuk kedua kalinya di tanah UGM seharusnya membuat kita, khususnya civitas akademi UGM, berpikir ulang. Tidak perlu disembunyikan bahwa pembatalan acara itu adalah karena ancaman dari sekian ormas, yang tak semuanya selalu jelas nama dan keberadaannya.
Tidakkah ini membuat kita berpikir, bagaimana masa depan atmosfer akademik UGM? Bagaimana kalau suatu ketika ada keberatan semacam itu lagi dari dua, atau tiga, atau tiga puluh ormas untuk isu-isu lain yang mungkin memunculkan pandangan yang tidak disetujui sebagian orang? Misalnya, tentang pembicaraan kemungkinan penyelesaian konflik-konflik di Papua? Atau, suatu seminar kebencanaan mengenai penyebab bencana lumpur Lapindo di Sidoarjo? Pemberantasan korupsi dan peran KPK? Atau isu-isu lain.
“O, itu lain…. Irshad Manji adalah lesbian, yang mau merusak moralitas masyarakat kita.” Mungkin demikian tanggapan sebagian orang. Ada banyak problem dengan jawaban semacam ini.
Pertama, tema-tema itu tak kalah sensitif, bahkan dalam beberapa hal mungkin lebih sensitif. Beberapa waktu lalu, seminar tentang Papua di Sekolah PascasarjanaUGM, yang dihadiri tokoh-tokoh penting, sudah pernah terjadi dan dihentikan sekelompok orang ketika Direktur SPs baru menyampaikan ucapan pembukanya. Suatu kelompok bisnis yang berkepentingan dengan isu ilmiah mengenai apakah bencana di Sidoarjo yang bermula pada Mei 2006 itu adalah bencana alam atau akibat kelalaian manusia, mungkin saja menyewa sekelompok orang yang berani mengancam atau melakukan kekerasan untuk membela kepentingannya, dan menggagalkan diskusi yang hasilnya mungkin merugikannya. Demikian pula dengan yang lain-lain.
Isunya sama: kemungkinan pertukaran pendapat ditutup sebelum dilakukan. Apakah lalu lembaga akademik sekelas UGM dari waktu ke waktu harus meminta izin (atau dalam bahasa kepolisian,”berkoordinasi”) dengan ormas --> hayo-hayoo.. ormas apa niehh.. xixixixi.. duh.. rahasia umum nih yee , preman, dan sebagainya?
Agak menyedihkan, memang, kesan itulah yang muncul: kewibawaan lembaga akademik dikalahkan oleh ancaman. Tentu ada alasan mulia yang bisa diajukan: demi ketertiban. (Dan lalu kita akan dipaksa memikirkan ulang makna “ketertiban”, ketika “tertib” berarti menghindari resiko perbedaan pandangan.)
Tapi, tidak semua kesalahan bisa ditimbulkan kepada kelompok yang mengancam. Sebagian orang akan menyalahkan UGM—tapi UGM juga tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Yang membuat ancaman-ancaman itu menjadi efektif, dan yang membuat UGM harus mengorbankan otoritas akademiknya demi ketertiban adalah atmosfer kekerasan yang makin menguat. Yaitu, kekerasan yang dibiarkan.
Secara bertahap, kita belajar bahwa ancaman dan kekerasan adalah alat efektif untuk memecahkan masalah. Ketika korban kekerasan justru menjadi terdakwa dan dihukum; ketika media secara rutin menyajikan potret kekerasan yang dibiarkan dan tak ditindak; ketika ancaman sudah cukup untuk membuat penegak hukum bertindak—tidak dengan menindak si pengancam tapi justru target yang diancam—maka tak mengherankan jika ancaman kekerasan menjadi pilihan yang makin populer.
Sekadar sebagai contoh yang sangat dekat dengan kami: Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia yang kami terbitkan sejak 2009 tak kurang berisi contoh-contoh itu dan, dalam dua Laporan terakhir, kami menegaskan kenyataan ini karena meningkatnya kecenderungan itu. Bahwa jika hal-hal seperti ini dibiarkan terus, kita akan sampai pada satu titik ketika kekerasan dan ancaman menjadi hal biasa dan kita dipaksa mentolerirnya.
“Tapi bagaimana dengan lesbianisme?” Dalam kasus diskusi dengan Irshad Manji, sesungguhnya ini tidak masuk agenda sama sekali. Tapi orang-orang cerdas --> cerdas apa cerdas? cerdas tapi jadi b0d0 gara2 islam ya.. duh sekalipun dapat termakan oleh teknologi baru yang ampuh dan massif: SMS. Teknologi ini bisa menyebar ketakutan dan mengubah tema seperti “ijtihad” menjadi “pelegalan dan propaganda lesbianisme”!
“Tapi, sekali lagi, …. bagaimana dengan lesbianisme?” Apakah akan dibiarkan saja? Bagaimana dengan “kesesatan yang terorganisir”— akan dibiarkan saja? Ada beragam pilihan sebetulnya yang bisa diambil. Sudah jelas orang tidak harus menerima semua pandangan. Tapi pilihan yang tersedia bukan hanya pilihan arogan “either you’re with us or against us”. Ada yang tegas menyatakan homoseksualitas adalah dosa besar; ada yang membelanya dengan argumen yang dipikirkan masak-masak, dengan argumen serius dari kitab suci; ada yang menolak dengan tegas sembari tak kalah tegasnya membela hak orang itu. Dan mungkin ada duabelas variasi pandangan lain.
Apakah kekeliruan (baca: dosa, atau perbedaan pandangan) berarti menghilangkan seluruh hak orang itu dan hak orang-orang lain (dan di sini akan ada banyak variasi lagi ketika bicara hak: hak berbicara dan berekspresi, atau hak mendapat penghidupan yang layak, atau bahkan hak hidup?) Bagaimana mungkin sisik-melik ini bisa dibicarakan demi mendapatkan posisi yang tepat, kalau kemungkinan berbicara saja ditutup?
Pembicaraan ini bisa panjang, dan harus panjang, karena, apa boleh buat, terlanjur ada beragam pandangan. Tapi bukan itu isunya saat ini.
Kekhawatiran kita adalah jika mentalitas preman yang ingin menyelesaikan masalah atau menutup percakapan dengan ancaman atau kekerasan diakomodasi oleh lembaga akademik. Apa jadinya kalau dari waktu ke waktu kita harus terus “berkoordinasi” dengan sumber ancaman atau kekerasan? Apa lagi yang bisa dilakukan jika mentalitas ini masuk ke ruang akademik yang terhormat? Bagaimna dengan cita-cita dan mantra “WCRU” (world class research university)?
Sebuah universitas seperti itu tentu bukanlah universitas yang berkat kerapiannya menyimpan kertas-kertas dokumen bisa lolos akreditasi atau mendapatkan sertifikasi. Tapi lembaga terhormat yang memberikan ruang untuk membangun pengetahuan—dan pengetahuan diciptakan oleh kesediaan mencari, mendengar, melakukan kesalahan, mengoreksi, melalui percakapan-percakapan yang beradab. Atau ia dibunuh sebelum lahir oleh ancaman.
Terlalu cepat tunduk pada ancaman berarti hidup dalam dan menghidupi atmosfer kekerasan itu. Apakah kita (UGM) sudah hidup dan bernafas dari menghirup udara di atmosfer itu?
Zainal Abidin Bagir
Program Studi Agama dan Lintas Budaya (Center for Religious and Cross-cultural Studies/CRCS)
Sekolah Pascasarjana, UGM
(sinchan: kapok kowe, yg pada kesurupan / main kekerasan.. makin menunjukkan betapa kampungan religion of 'peace' kalian duh..)
Atmosfer Akademik dan Polusi Ancaman
http://crcs.ugm.ac.id/article/781/Atmos ... caman.html
Wednesday, 9-May-2012 | Viewed (3869), Comments (9)
Gagalnya Irshad Manji menginjakkan kakinya untuk kedua kalinya di tanah UGM seharusnya membuat kita, khususnya civitas akademi UGM, berpikir ulang. Tidak perlu disembunyikan bahwa pembatalan acara itu adalah karena ancaman dari sekian ormas, yang tak semuanya selalu jelas nama dan keberadaannya.
Tidakkah ini membuat kita berpikir, bagaimana masa depan atmosfer akademik UGM? Bagaimana kalau suatu ketika ada keberatan semacam itu lagi dari dua, atau tiga, atau tiga puluh ormas untuk isu-isu lain yang mungkin memunculkan pandangan yang tidak disetujui sebagian orang? Misalnya, tentang pembicaraan kemungkinan penyelesaian konflik-konflik di Papua? Atau, suatu seminar kebencanaan mengenai penyebab bencana lumpur Lapindo di Sidoarjo? Pemberantasan korupsi dan peran KPK? Atau isu-isu lain.
“O, itu lain…. Irshad Manji adalah lesbian, yang mau merusak moralitas masyarakat kita.” Mungkin demikian tanggapan sebagian orang. Ada banyak problem dengan jawaban semacam ini.
Pertama, tema-tema itu tak kalah sensitif, bahkan dalam beberapa hal mungkin lebih sensitif. Beberapa waktu lalu, seminar tentang Papua di Sekolah PascasarjanaUGM, yang dihadiri tokoh-tokoh penting, sudah pernah terjadi dan dihentikan sekelompok orang ketika Direktur SPs baru menyampaikan ucapan pembukanya. Suatu kelompok bisnis yang berkepentingan dengan isu ilmiah mengenai apakah bencana di Sidoarjo yang bermula pada Mei 2006 itu adalah bencana alam atau akibat kelalaian manusia, mungkin saja menyewa sekelompok orang yang berani mengancam atau melakukan kekerasan untuk membela kepentingannya, dan menggagalkan diskusi yang hasilnya mungkin merugikannya. Demikian pula dengan yang lain-lain.
Isunya sama: kemungkinan pertukaran pendapat ditutup sebelum dilakukan. Apakah lalu lembaga akademik sekelas UGM dari waktu ke waktu harus meminta izin (atau dalam bahasa kepolisian,”berkoordinasi”) dengan ormas --> hayo-hayoo.. ormas apa niehh.. xixixixi.. duh.. rahasia umum nih yee , preman, dan sebagainya?
Agak menyedihkan, memang, kesan itulah yang muncul: kewibawaan lembaga akademik dikalahkan oleh ancaman. Tentu ada alasan mulia yang bisa diajukan: demi ketertiban. (Dan lalu kita akan dipaksa memikirkan ulang makna “ketertiban”, ketika “tertib” berarti menghindari resiko perbedaan pandangan.)
Tapi, tidak semua kesalahan bisa ditimbulkan kepada kelompok yang mengancam. Sebagian orang akan menyalahkan UGM—tapi UGM juga tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Yang membuat ancaman-ancaman itu menjadi efektif, dan yang membuat UGM harus mengorbankan otoritas akademiknya demi ketertiban adalah atmosfer kekerasan yang makin menguat. Yaitu, kekerasan yang dibiarkan.
Secara bertahap, kita belajar bahwa ancaman dan kekerasan adalah alat efektif untuk memecahkan masalah. Ketika korban kekerasan justru menjadi terdakwa dan dihukum; ketika media secara rutin menyajikan potret kekerasan yang dibiarkan dan tak ditindak; ketika ancaman sudah cukup untuk membuat penegak hukum bertindak—tidak dengan menindak si pengancam tapi justru target yang diancam—maka tak mengherankan jika ancaman kekerasan menjadi pilihan yang makin populer.
Sekadar sebagai contoh yang sangat dekat dengan kami: Laporan Tahunan Kehidupan Beragama di Indonesia yang kami terbitkan sejak 2009 tak kurang berisi contoh-contoh itu dan, dalam dua Laporan terakhir, kami menegaskan kenyataan ini karena meningkatnya kecenderungan itu. Bahwa jika hal-hal seperti ini dibiarkan terus, kita akan sampai pada satu titik ketika kekerasan dan ancaman menjadi hal biasa dan kita dipaksa mentolerirnya.
“Tapi bagaimana dengan lesbianisme?” Dalam kasus diskusi dengan Irshad Manji, sesungguhnya ini tidak masuk agenda sama sekali. Tapi orang-orang cerdas --> cerdas apa cerdas? cerdas tapi jadi b0d0 gara2 islam ya.. duh sekalipun dapat termakan oleh teknologi baru yang ampuh dan massif: SMS. Teknologi ini bisa menyebar ketakutan dan mengubah tema seperti “ijtihad” menjadi “pelegalan dan propaganda lesbianisme”!
“Tapi, sekali lagi, …. bagaimana dengan lesbianisme?” Apakah akan dibiarkan saja? Bagaimana dengan “kesesatan yang terorganisir”— akan dibiarkan saja? Ada beragam pilihan sebetulnya yang bisa diambil. Sudah jelas orang tidak harus menerima semua pandangan. Tapi pilihan yang tersedia bukan hanya pilihan arogan “either you’re with us or against us”. Ada yang tegas menyatakan homoseksualitas adalah dosa besar; ada yang membelanya dengan argumen yang dipikirkan masak-masak, dengan argumen serius dari kitab suci; ada yang menolak dengan tegas sembari tak kalah tegasnya membela hak orang itu. Dan mungkin ada duabelas variasi pandangan lain.
Apakah kekeliruan (baca: dosa, atau perbedaan pandangan) berarti menghilangkan seluruh hak orang itu dan hak orang-orang lain (dan di sini akan ada banyak variasi lagi ketika bicara hak: hak berbicara dan berekspresi, atau hak mendapat penghidupan yang layak, atau bahkan hak hidup?) Bagaimana mungkin sisik-melik ini bisa dibicarakan demi mendapatkan posisi yang tepat, kalau kemungkinan berbicara saja ditutup?
Pembicaraan ini bisa panjang, dan harus panjang, karena, apa boleh buat, terlanjur ada beragam pandangan. Tapi bukan itu isunya saat ini.
Kekhawatiran kita adalah jika mentalitas preman yang ingin menyelesaikan masalah atau menutup percakapan dengan ancaman atau kekerasan diakomodasi oleh lembaga akademik. Apa jadinya kalau dari waktu ke waktu kita harus terus “berkoordinasi” dengan sumber ancaman atau kekerasan? Apa lagi yang bisa dilakukan jika mentalitas ini masuk ke ruang akademik yang terhormat? Bagaimna dengan cita-cita dan mantra “WCRU” (world class research university)?
Sebuah universitas seperti itu tentu bukanlah universitas yang berkat kerapiannya menyimpan kertas-kertas dokumen bisa lolos akreditasi atau mendapatkan sertifikasi. Tapi lembaga terhormat yang memberikan ruang untuk membangun pengetahuan—dan pengetahuan diciptakan oleh kesediaan mencari, mendengar, melakukan kesalahan, mengoreksi, melalui percakapan-percakapan yang beradab. Atau ia dibunuh sebelum lahir oleh ancaman.
Terlalu cepat tunduk pada ancaman berarti hidup dalam dan menghidupi atmosfer kekerasan itu. Apakah kita (UGM) sudah hidup dan bernafas dari menghirup udara di atmosfer itu?
Zainal Abidin Bagir
Program Studi Agama dan Lintas Budaya (Center for Religious and Cross-cultural Studies/CRCS)
Sekolah Pascasarjana, UGM
Re: Rektor UGM Larang Diskusi Irshad Manji
Reformasi Islam????????daniel-ntl wrote:
Pegiat Islam reformis dan penulis buku asal Kanada Irshad Manji
Pekerjaan sia-sia. IM mau menegakkan benang basah. Murtad aja sekalian mbak.
- dayaknesse
- Posts: 261
- Joined: Sat Feb 11, 2012 3:00 pm
- Location: huang "Huma Betang" tu kueh itah "belum hapakat"
Re: Rektor UGM Larang Diskusi Irshad Manji
bagi yg setelah ikut diskusi atau baca buku nya lgsg jd gay/homoseksual silahkan minta pertobatan di petamburan
LOL
salam damai
it's me
LOL
salam damai
it's me
- crayon-sinchan
- Posts: 962
- Joined: Sat Jun 05, 2010 7:14 pm
- Location: surga ada di dalam hati masing-masing
Re: Rektor UGM Larang Diskusi Irshad Manji
terbaru gan..!
UGM: Pelarangan Diskusi Irshad Manji Bukan Perintah Rektor
http://news.detik.com/read/2012/05/09/0 ... d992203605
Jakarta Diskusi penulis dan feminis dari Kanada, Irshad Manji, batal digelar di UGM. Kabar beredar diskusi itu batal karena pelarangan dari Rektor UGM. Tapi Rektorat UGM membantahnya.
"Setahu saya tidak dari Rektor. Informasinya dari (Program) Pascasarjana. Jadi pihak Pascasarjana yang membatalkan," kata Humas UGM Wijayanti saat dikonfirmasi detikcom, Rabu (9/5/2012).
Wijayanti menegaskan, dari Rektorat pun tidak pernah membuat surat melarang diskusi Irshad Manji, seorang kritikus aliran tradisional Islam.
"Kita tahunya dibatalkan oleh Pascasarjana, itu saja," jelasnya.
Diskusi seharusnya digelar pukul 08.30 WIB di Gedung Pascasarjana UGM. Diskusi digelar Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS).
Sebelumnya diskusi Irshad Manji terkait bukunya 'Allah, Liberty and Love' dibubarkan FPI di Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada Jumat (4/5). Irshad Manji dituding FPI menyebarkan paham gay dan lesbian.
(ndr/nrl)
UGM: Pelarangan Diskusi Irshad Manji Bukan Perintah Rektor
http://news.detik.com/read/2012/05/09/0 ... d992203605
Jakarta Diskusi penulis dan feminis dari Kanada, Irshad Manji, batal digelar di UGM. Kabar beredar diskusi itu batal karena pelarangan dari Rektor UGM. Tapi Rektorat UGM membantahnya.
"Setahu saya tidak dari Rektor. Informasinya dari (Program) Pascasarjana. Jadi pihak Pascasarjana yang membatalkan," kata Humas UGM Wijayanti saat dikonfirmasi detikcom, Rabu (9/5/2012).
Wijayanti menegaskan, dari Rektorat pun tidak pernah membuat surat melarang diskusi Irshad Manji, seorang kritikus aliran tradisional Islam.
"Kita tahunya dibatalkan oleh Pascasarjana, itu saja," jelasnya.
Diskusi seharusnya digelar pukul 08.30 WIB di Gedung Pascasarjana UGM. Diskusi digelar Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS).
Sebelumnya diskusi Irshad Manji terkait bukunya 'Allah, Liberty and Love' dibubarkan FPI di Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada Jumat (4/5). Irshad Manji dituding FPI menyebarkan paham gay dan lesbian.
(ndr/nrl)
- MaNuSiA_bLeGuG
- Posts: 4292
- Joined: Wed Mar 05, 2008 2:08 am
- Location: Enies Lobby
Re: Rektor UGM Larang Diskusi Irshad Manji
kenapa orang2 yg selalu rese soal moral pasti ormas islam ?
apakah mereka orang paling bermoral di dunia ? apakah standar moral mereka yg paling tinggi di dunia ?
saya ga suka makan duren, bukan berarti saya berhak melarang orang lain makan duren...mo ampe mabok makan duren juga itu urusan mereka. dasar muslim2 sableng
apakah mereka orang paling bermoral di dunia ? apakah standar moral mereka yg paling tinggi di dunia ?
saya ga suka makan duren, bukan berarti saya berhak melarang orang lain makan duren...mo ampe mabok makan duren juga itu urusan mereka. dasar muslim2 sableng