Runtuhnya Kerajaan Hindu dan Bangkitnya Islam di Indo

Artikel dan pertukaran pikiran mengenai SYI'AH, Ahmadiyah, Sufi, Salafi, Wahabi, dan berbagai aliran dan sekte Islam selain Sunni.
User avatar
Murtadiningrat
Posts: 662
Joined: Mon Jan 05, 2009 8:54 am

Re: Runtuhnya Kerajaan Hindu dan Bangkitnya Islam di Indo

Post by Murtadiningrat »

Buat Vindra sang, nih gua copas sejarah hindu yang pernah subur makmur di indonesia yang meninggalkan maha karya tinggi dan kebanggan nusantara bebarapa ratus tahun yg lalu dan hancur seketika dengan masuknya cult/aliran yg bernama islam memporak porandakan tata kehidupan masyarakat jawa yg waktu gemah ripah loh jinawi lan ayem tentrem.
Karya Ronggo warsito ini ditutup rapat2 oleh masyarakat indonesia krn didalamnya sarat dng kebobrokan perintis islam di indonesia ( Sunan kalijaga)
Ronggo warsito salah satu tokoh idola gua dan pernah gw mampir sebentar di makamnya yg di klaten sekedar mengagumi karya beliau.
Thread ini juga ada di FFI tercinta ini dan tersebar di blog2 indonesia , monggo disimak :

Sejarah Masuknya Islam di Indonesia (1)

1) Jaman Majapahit (SERAT DARMOGANDUL) oleh Laurent
2) Jaman Pajajaran (oleh wachdiejr)
3) Mohtar Lubis : Islam masuk Indonesia secara damai ?
4) Terror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak oleh: Batara R. Hutagalung
5) KERIS: lambang peradaban Melayu (pra-Islam) yg dihancurkan Islam, oleh : Orang Melayu, Dr Fachdie Noor
6) Ulasan ttg buku VS NAIPAUL, 'Beyond belief : Islamic Excursions Among the Converted Peoples. In the Land of Converts: An Islamic Journey'
7) Jihad di Lombok & Bali

Kontroversi Serat Darmo Gandhul:
* Betulkah Ki Kalam Wadi adalah Ronggo Warsito ?

Masuknya Islam ke Tanah Jawa ternyata menyimpan cerita yang sungguh luar biasa. Salah satunya terekam dalam Serat Darmo Gandhul yang kontroversial itu. Dalam serat yang aslinya berbahasa Jawa Kuno itu dipaparkan perjalanan beberapa wali,  juga hambatan dan benturan dengan budaya dan kepercayaan lokal.

Penulis serat ini tidak menunjukkan jati diri aslinya. Ada yang menafsirkan, bahwa
pengarangnya adalah Ronggo Warsito. Ia pakai nama samaran Ki Kalam Wadi, yang berarti rahasia atau kabar yang dirahasiakan. Ditulis dalam bentuk prosa dengan pengkisahan yang menarik.

Isi Darmo Gandhul itu tentu saja mengagetkan kita yang selama ini mengira bahwa masuknya agama Islam di Indonesia dilakukan dengan cara damai tanpa muncratan darah, terpenggalnya kepala dan tetesan air mata. ]

Kaburnya para pemeluk Hindu dan Budha ke berbagai wilayah, misalnya ke Pulau Bali, ke kawasan pegunungan dan hutan rimba, adalah salah satu pertanda bahwa mereka itu menghindari tindakan pembantaian massal oleh sekelompok orang yang ingin mengIslamkan Pulau Jawa.

Terkait dengan kisah Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa, kebetulan saya ada terjemahan Serat Darmo Gandhul yang aslinya berbahasa Jawa Kuno. Yang saya kirimkan berikut ini adalah versi yang tidak lengkap, bersumber dari Tabloid Posmo terbitan Surabaya. Anda bisa baca dan menilai sendiri. Yang perlu dicatat, pembaca sendiri harus kritis menyikapi isi cerita yang mungkin amat tendensius ini. (Catatan : Hanya agar lebih enak untuk dibaca, Posmo sudah menyuntingnya disana-sini.)

Serat Darmo Gandhul ini pernah diterbitkan oleh Dahara Prize - Semarang dalam bentuk buku berukuran 15 cm x 15 cm. Berikut ini adalah tulisan tentang Serat Darmo Gandhul yang dimuat berseri di Tabloid Posmo terbitan Surabaya.

Isi dari serat ini rasanya masih relevan dikaitkan dengan zaman sekarang, di mana mulai bermunculan kelompok fundamentalis Islam, terorisme yang mengatas namakan agama, dan juga kelompok-kelompok yang bermimpi untuk mendirikan kekhalifahan Islam di negeri ini, dan juga di negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Selamat membaca!


Tokoh2 terkait:

 

Para penulis :
- Darmo Gandhul - murid Ki Kalam Wadi
- Ki Kalam Wadi - penulis serat
- Raden Budi - guru Ki Kalam Wadi

Para pelaku :

- Prabu Brawijaya - Raja Majalengka (Majapahit), raja Majapahit terakhir, yang dengan sedih harus menyaksikan kerajaannya dicabik2 oleh puteranya sendiri, Raden Patah, yang melawan ayahnya yang dianggapnya 'Budha kafir kufur'.

- Putri Campa (Dwarawati? Dara Petak?) - permaisuri Prabu Brawijaya (PB) dari Cina yang memperkenalkan Islam pada PB, yang kemudian disesali PB

- Sayid Rahmad - kemenakan Putri Campa (Sunan Ampel) yang diberi ijin oleh PB untuk menyebarkan Islam di Jawa

- Sayid Kramat - Sunan Bonang, tokoh licik yang mengakibatkan permusuhan di antara PB dengan puteranya sendiri, Raden Patah. Ialah yg mengajarkan Raden Patah untuk membenci ayahnya yg kafir. Sesuai dengan buku 'suci' Islam :

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu pelindung-pelindung mu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka pelindung-pelindung mu, maka mereka itulah orang-orang yang lalim. [9.24]

- Raden Patah (Babah) - putra Prabu Brawijaya, dikenal juga sebagai Adipati Demak / Senapati Jimbuningrat / Sultan Syah Alam Akbar Khalifaturrasul Amirilmukminin Tajudil Abdulhamid Khak / Sultan Adi Surya Alam di Bintoro. Putera lalim yang membawa kesengsaraan pada Majapahit & akhirnya, tanah air kita ini.
(Di SMA, kami tidak pernah diajarkan bahwa kejatuhan Majapahit itu sebenarnya diakibatkan oleh kerakusan seorang anak. Paling cuma dikatakan: Majapahit vs Demak)

- Sunan Kalijaga : negosiator licik yang ingin merebut kembali hati PB, setelah RP menyesali perbuatannya. Sunan Kalijaga ini yang menarik PB untuk masuk Islam. Perbuatan PB ini kemudian dicela oleh tokoh bijak, Ki Sabdapalon. dll

- Raden Kusen (Raden Husen/Raden Arya Pecattanda) - saudara kandung Raden Patah (lain ayah)

- Ki Bandar - sahabat Sunan Bonang

- Bandung Bondowoso

- Nyai Plencing - dedemit

- Buta Locaya - raja dedemit (mantan Patih Sri Jayabaya)

- Ni Mas Ratu Pagedongan (Ni Mas Ratu Angin-Angin)

- Kyai Tunggul Wulung

- Kyai Patih

- Syech Siti Jenar

- Tumenggung Kertosono

- Sunan Giri

- Arya Damar - Bupati Palembang

- Patih Mangkurat

- Setyasena - komandan pasukan Cina Islam

- Bupati Pati

- Adipati Pengging

- Adipati Pranaraga

- Sabdo Palon

- Naya Genggong

D A R M A G A N D H U L
http://forum.cari.com.my/archiver/?tid-226518.html

Darmagandhul, karya sastra Jawa klasik, berbahasa jawa baru, berbentuk puisi tembang macapat, bernafaskan Islam dan berisi ajaran tasawuf atau mistik.

Suluk ini ditulis oleh Ki Kalamwadi, waktu penulisan hari sabtu legi, 23 ruwah 1830 Jawa. Amanat ajaran dalam teks dituangkan dalam bentuk dialaog antara Ki Kalamwadi dengan Darmagandhul, isi teks menceritakan jatuhnya kerajaan Majapahit karena serbuan tentara Demak Bintara yang dibantu para wali.

Ki Kalamwadi berguru kepada Raden Budi, sementara Raden budi mempunyai murid bernama Darmagandhul. Darmagandhul menanyakan kepada gurunya mengenai kapan agama Islam itu datang di pulau Jawa. Ki Kalamwadi menjawab bahwa pada zaman Majapahit saat pemerintahan Prabu Brawijaya, permaisuri Prabu Brawijaya membujuk agar beliau beralih ke agama Islam.

Sayid Rahmat atau Sunan Benang (Bonang), kemenakan permaisuri Prabu Brawijaya yang berasal dari Campa, (oleh PB) diberi tanah di Tuban dan diizinkan untuk menyebarkan agama Islam. Daerah penyebarannya sepanjang pantai utara Jawa, mulai dari Blambangan sampai Banten.

Kemudian datanglah Raden Patah, yakni putra Prabu Brawijaya yang lahir di tanah Palembang, yang diberi tanah Demak dan sebagai adipati, juga diizinkan menyebarkan agama Islam.

Penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Sunan Benang di daerah Kediri mendapat  tantangan dari Ki Buta Locaya penguasa di daerah tersebut. Kemudian Sunan Benang menuju ke desa Bogem, dan merusak arca kuda berkepala dua karya Prabu Jayabaya. Perusakan arca tersebut mendapatkan tentangan Ki Buta Locaya yang mendesak agar Sunan Benang pergi dari daerah itu.

Patih Gajah Mada menghadap Prabu Brawijaya dan memberitahukan bahwa tanah Kertasana rusak akibat perbuatan Sunan Benang. Akhirnya, Prabu Brawijaya memerintahkan agar mengusir kaum Islam dari daerah Majapahit, kecuali kaum muslimin yang tinggal di Ngampelgading dan Demak.

Sunan Benang dan Sunan Giri menyingkir ke Tuban dan berlindung ke Demak.

Perlawanan antara pasukan Prabu Brawijaya dengan Sultan Demak

Dengan pertempuran sengit itu tentara Majapahit hancur, Gajah Mada gugur di medan laga. Kemudian orang-orang Majapahit yang takluk kepada Demak diperintahkan masuk agama Islam.

Akhirnya Sultan Patah yang didukung oleh para wali pergi ke Ngampeldenta untuk menghadap neneknya. Neneknya Nyai Ngampeldenta sangat menyesali perbuatan yang dilakukan oleh Sultan Patah melawan ayahnya.

Ia mempermasalahkan Sultan Patah beserta para wali yang tidak baik budi kepada Prabu Brawijaya. Ia memberikan beberapa contoh yang tidak baik, misalnya:

·         kejadian di Mesir yang dialami Nabi Daud,

·         perebutan kekuasaan yang dilakukan Prabu Dewatacengkar terhadap ayahnya, Prabu Sindhula,

·         Dan peristiwa Prabu Danapati raja Lokapala melawan ayahnya, Sang resi Wisrawa.

 

Dengan adanya penjelasan dari neneknya tadi, maka Sultan Patah sangat sedih dan menyesal atas segala perbuatannya. Akhirnya Sunan Kalijaga diutus untuk mencari Prabu Brawijaya, dan memohon kepadanya agar bersedia kembali menjadi raja Majapahit.

Sekembalinya Sultan Patah ke Demak, ia disambut dengan gembira. Ia menceritakan hal itu kepada Sunan Benang, Akhirnya Sunan Benang memberikan penjelasan secara panjang lebar bahwa perlawanannya terhadap ayahnya itu tidak berdosa, karena ayahnya seorang kafir.

Sunan Kalijaga menjumpai Prabu Brawijaya di Blambangan untuk menyampaikan tugasnya. Karena kepandaian Sunan Kalijaga maka bersedialah Prabu Brawijaya kembali ke Majapahit. Ia sangat tertarik atas keterangan Sunan sehingga prasangka buruk akan agama Islam sedikit banyak hilang. Bahkan ia bermaksud untuk masuk agama Islam secara lahir maupun batin.

Tawaran masuk agama Islam kepada punakawan Prabu Brawijaya, yakni Sabdapalon dan Nayagenggong, berakhir dengan penolakan. Sabdapalon menilai bahwa Prabu Brawijaya telah menyimpang dari para pendahulunya yang melestarikan agama Budha.

 

Sunan Kalijaga berusaha menghibur hati Prabu Brawijaya dgn mengatakan bahwa ajaran agama Islam itu baik dan diridhoi Tuhan. Sunan bersabda bahwa air telaga itu berbau wangi dan terjadilah demikian. Setelah selama seminggu dalam perjalanan yang melewati Panarukan, Besuki dan Prabalingga akhirnya sampailah di Ngampeldenta.

Jatuhnya Kerajaan Majapahit atas serangan Demak dilukiskan secara simbolis.

Darmagandhul juga minta penjelasan tentang agama Nasrani yang kemudian dijelaskan oleh Kalamwadi. Disebutkan bahwa agama Nasrani itu dibawa oleh Nabi Ngisa, Putra Tuhan.

 

Dijelaskan pula, bahwa sebenarnya Sultan Demak merasa menyesal atas penyerbuannya ke Kerajaan Majapahit. Ia merasa berdosa melawan ayahnya. Bahkan ia merasa pula bahwa pengangkatannya sebagai Sultan Demak itu juga dari ayahnya. Akan tetapi semuanya telah terjadi, maka Sultan Demak dengan bersedih hati kembali ke Demak.

Darmagandhul menguraikan tentang sebab-sebab Nabi Adam dan Ibu Kawa turun dari surga terkena marah Tuhan. Darmagandhul tidak mengetahui bagaimana pandangan kitab Jawa tentang Nabi Adam itu.

 

Ki Kalamwadi menjelaskan bahwa orang Jawa tidak mempunyai kitab yang menceritakan tentang pengusiran Tuhan terhadap Nabi Adam dan Ibu Kawa itu. Kitab yang menjadi pegangan raja hanyalah Manikmaya.

Darmagandhul juga menguraikan pendapatnya bahwa baginda harus konsekuen mengerjakan peraturan2 agama yang ada di dalamnya. Namun, yang paling baik bagi orang Jawa adalah agama Budi, sebab agama Budi telah dianut sejak dahulu kala.

Perbedaan agama Islam, Nasrani, Cina dan Jawa

Ki Kalamwadi mencela orang yang naik haji ke Mekah dengan mengharapkan kelak masuk surga. Konon ada anggapan bahwa yang datang naik haji ke Mekah dan mencium Kabah akan terhapus dosanya dan nantinya masuk surga. Hal itu itu tidaklah benar. Orang akan masuk surga apabila dirinya bersih.

 

Perbedaan adanya utusan dan kitab yang menjadi pegangan itu berbeda. Kalamwadi menjawab bahwa itulah kebebasan yang diberikan Tuhan agar manusia memilih agama yang menjadi kesenangannya. Meskipun demikian, agama Budi bagi orang Jawa tetap lebih tinggi dan sesuai.

Kalamwadi membetangkan ajaran kepada istrinya, Perjiwati, mengenai hal keutamaan dalam hidup dan mengenai ajaran perkawinan. Bekal perkawinan itu bukannya rupa dan harta, akan tetapi hati. Perkawinan diibaratkan sebagai galah dan kemudi, yang masing-masing harus sejalan.

 

Diuraikan pula mengenai 4 kemuliaan, yaitu:

(1) kemuliaan yang lahir dari diri sendiri,

(2) yang lahir dari harta benda pemilik,

(3) kemuliaan karena kepandaiannya,

(4) kemuliaan karena pengetahuannya.

 

Generasi sekarang tidak boleh meremehkan generasi pendahulunya (orang kuna).

Menurut Ki Kalamwadi disebutkan bahwa bekas kerajaan Prabu Brawijaya tidak terletak di Kediri, akan tetapi terletak di Daha. Akhir kehidupannya, Prabu Jayabaya muksa diiringkan oleh Patih Tunggulwulung dan Nimas Ratu pagedhongan.

 

Tunggulwulung diperintahkan menjaga Gunung Kelud sedangkan Nimas ratu Pegendhongan menjadi ratu jin penguasa laut selatan dengan gelar Ratu Angin-Angin alias Nyi Loro Kidul !

 

Pada suatu hari, Darmogandul bertanya kepada Ki Kalamwadi tentang asal mula orang Jawa meninggalkan agama Budha dan berganti agama Islam.
Lantas, Ki Kalamwadi pun menjawab,
 Quote:

"Aku tidak mengerti. Tetapi guru yang dapat dipercaya menceritakan asal-usul orang Jawa meninggalkan agama Budha dan berganti memeluk agama Islam. Ini memang perlu dikatakan, agar orang yang belum tahu menjadi tahu."

 

Pada zaman dulu Majapahit (1292-1478) bernama Majalengka. Majapahit hanyalah kiasan. Bagi yang belum tahu ceritanya, Majapahit dianggap sebagai nama kerajaan.

Prabu Brawijaya adalah raja terakhir yang berkuasa. Ia menikah dengan Putri Campa yang beragama Islam. Putri inilah yang membuat Brawijaya tertarik Islam. Ketika sedang beradu asmara, sang putri selalu membeberkan keutamaan agama itu.

 

 

Putri Campa

Setiap dekat sang prabu, tiada kata lain yang terucap dari Putri Campa kecuali kemuliaan agama Islam. Tak lama kemudian datanglah kemenakan Putri Campa bernama Sayid Rahmad. Ia mohon izin menyebarkan ajaran Islam di Majalengka. Sang Prabu mengabulkan. Sayid Rahmad tinggal di desa Ngampeldento- Surabaya.

Banyak ulama dari seberang datang ke Majalengka. Menghadap sang prabu mohon izin tinggal di wilayah pesisir. Permohonan itu dikabulkan.

 

Akhirnya berkembang dan banyak orang Jawa memeluk agama Islam.

Perkembangan itu menempatkan seorang guru agama Islam tinggal di daerah Bonang, termasuk wilayah Tuban. Sayid Kramat namanya. Ia maulana Arab keturunan Nabi Mohammad Rasulullah.

Orang-orang Jawa banyak yang tertarik kepadanya. Penduduk Jawa yang tinggal di pesisir Barat sampai Timur meninggalkan agama Budha dan memeluk agama Islam. Di wilayah Blambangan sampai ke arah Barat menuju Banten pun banyak yang mengikuti ajaran Islam.

 

Agama Buddha telah mengakar di tanah Jawa lebih 1.000 tahun.
Menyembah kepada Budi Hawa. Budi adalah Dzat Tuhan. Sedangkan Hawa adalah minat hati

 

 

Raden Patah.

 

Sang Prabu mempunyai seorang putra bernama Raden Patah. Ia lahir di Palembang dari rahim seorang Putri Cina (Puteri Campa ?). Ketika Raden Patah dewasa, ia menghadap kepada ayahnya bersama saudara lain ayah, tetapi masih sekandung, bernama Raden Kusen (Husein ).

Sang Prabu bingung memberi nama putranya. Diberi nama dari jalur ayah, beragama Buddha, keturunan raja yang lahir di pengunungan. Dari jalur ibu disebut Kaotiang. Sedangkan menurut orang Arab, ia harus dinamakan Sayid atau Sarib.

Sang Prabu memanggil patih dan abdi lain untuk dimintai pertimbangan. Sang patih pun berpendapat, bila mengikuti leluhur kuno, putra sang Prabu itu dinamakan Bambang. Tetapi karena ibunya orang Cina, lebih baik dinamakan Babah, yang artinya lahir di tempat lain. Pendapat patih ini disetujui abdi yang lain. Sang Prabu pun berkata kepada seluruh pasukan bahwa putranya diberi nama Babah Patah.

 

Sampai saat ini, keturunan pembauran antara Cina dan Jawa disebut Babah. Meski tidak menyukai nama pemberian ayahnya itu, Raden Patah takut untuk menentangnya.

Babah Patah kemudian diangkat menjadi Bupati di Demak. Ia memimpin para bupati di sepanjang pantai Demak ke Barat. Ia dinikahkan dengan cucu Kyai Ageng Ngampel.

Babah Patah tinggal di desa Bintara, Demak. Babah Patah telah beragama Islam sejak di Palembang. Di Demak ia diminta untuk menyebarkan agama Islam. Raden Kusen diangkat menjadi Adipati di Terung, dengan nama baru Raden Arya Pecattanda.

Ajaran Islam makin berkembang. Banyak ulama berpangkat mendapat gelar Sunan. Sunan artinya budi. Sumber pengetahuan tentang baik dan buruk.

Orang yang berbudi baik patut dimintai ajarannya tentang ilmu lahir batin. Pada waktu itu para ulama baik budinya. Belum memiliki kehendak yang jelek. Banyak yang mengurangi makan dan tidur.

Sang Prabu Brawijaya berpikir, para ulama bersarak Budha itu mengapa disebut Sunan. Mengapa juga masih mengurangi makan dan tidur.

 

 

Sunan Bonang

Pada waktu itu sunan Bonang akan pergi ke Kediri, diantar dua sahabatnya. Di utara Kediri, yakni di daerah Kertosono, rombongan terhalang air sungai Brantas yang meluap.

Sunan Bonang dan dua sahabatnya menyeberang. Tiba di timur sungai, Sunan Bonang menyelidiki agama penduduk setempat. Sudah Islam atau masih beragama Budha .

Ternyata, kata Ki Bandar, masyarakat daerah itu beragama Kalang, memuliakan Bandung Bondowoso. Menganggap Bandung Bondowoso sebagai nabi mereka. Hari Jumat Wage wuku wuye, adalah hari raya mereka. Setiap hari itu, mereka bersama-sama makan enak dan bergembira ria.

Kata Sunan Bonang, " Kalau begitu, orang disini semua beragama Gedhah. Artinya, tidak hitam, putih pun tidak. Untuk itu tempat ini kusebut Kota Gedhah."

 

Sejak itu, daerah di sebelah utara Kediri ini bernama Kota Gedhah.

Kutukan Sunan Bonang terhadap Seorang Wanita



Hari terik. Waktu sholat dhuhur tiba. Sunan Bonang ingin mengambil air wudlu. Namun karena sungai banjir dan airnya keruh, maka Sunan Bonang meminta salah satu sahabatnya untuk mencari air simpanan penduduk. Salah satu sahabatnya pergi ke desa untuk mencari air yang dimaksud.

Sesampai di desa Patuk ada sebuah rumah. Tak terlihat laki-laki di sini. Hanya ada seorang gadis berajak dewasa sedang menenun. " Hai Gadis, aku minta air simpanan yang jernih dan bersih," kata sahabat itu.

Perawan itu terkejut. Ia menoleh. Dilihatnya seorang laki-laki. Ia salah paham. Menyangka lelaki itu bermaksud menggodanya. Ia menjawab kasar :

 

"Kamu baru saja lewat sungai. Mengapa minta air simpanan.
Di sini tidak ada orang yang menyimpan air kecuali air seniku ini sebagai
simpanan yang jernih bila kamu mau meminumnya."

 

Mendengar kata-kata kasar itu, sahabat itu langsung pergi tampa pamit. Mempercepat langkah sambil mengeluh sepanjang perjalanan. Tiba di hadapan Sunan Bonang, peristiwa tak menyenangkan itu disampaikan.

 

Mendengar penuturan itu, Sunan Bonang naik pitam. Keluarlah kata-kata keras. Sunan menyabda tempat itu akan sulit air. Gadis-gadisnya tidak akan mendapat jodoh sebelum usianya tua. Begitu juga dengan kaum jejakanya. Tidak akan kimpoi sebelum menjadi jejaka tua.

Terkena ucapan Sunan Bonang, aliran sungai Brantas menyusut. Aliran sungai berbelok arah. Membanjiri desa-desa, hutan, sawah, dan kebun. Prahara datang diterjang arus sungai yang menyimpang. Dan setelah itu kering seketika. Sampai kini daerah Gedhah sulit air.

Perempuan-perempuannya menjadi perawan tua. Begitu juga kaum laki-lakinya. Mereka terlambat berumah tangga.

Demit


Kemudian, Sunan Bonang melanjutkan perjalanannya ke Kediri. Di daerah ini ada demit (mahluk halus) bernama Nyai Plencing. Menempati sumur Tanjungtani yang sedang dikerumuni anak cucunya.

Mereka lapor, bahwa ada orang bernama Sunan Bonang suka mengganggu kaum mahluk halus dan menonjolkan kesaktian. Anak cucu Nyai Plencing mengajak Nyai Plencing membalas Sunan Bonang. Caranya dengan meneluh dan menyiksanya sampai mati agar tidak suka mengganggu lagi.

Mendengar usul itu Nyai Plencing langsung menyiapkan pasukan, dan berangkat menemui Sunan Bonang. Tetapi anehnya, para setan itu tidak bisa mendekati Sunan Bonang. Badannya terasa panas seperti dibakar.

 

Buta Locaya

 

Setan-setan itu berhamburan. Lari tunggang langgang. Mereka lapor ke Kediri menemui rajanya.
Raja mereka bernama Buta Locaya, tinggal di Selabale, di kaki Gunung Wilis. Buta Locaya semula adalah patih raja Sri Jayabaya, bernama Kyai Daha. Ia dikenal sebagai cikal bakal Kediri. Ketika Raja Jayabaya memerintah daerah ini, namanya diminta untuk nama negara.

Ia diberi nama Buta Locaya dan diangkat patih Prabu Jayabaya. Buta sendiri artinya ****. Lo bermakna kamu. Dan Caya dapat dipercaya. Bila disambung, maka Buta Locaya mempunyai makna orang **** yang dapat dipercaya.

Sebutan itu hampir menyerupai sebutan kyai, yang bermula dari Kyai Daha dan Kyai Daka. Kyai artinya melaksanakan tugas anak cucu dan orang di sekitarnya. Kisah soal kyai ini bermula saat Sang Raja ke rumah Kyai Daka.

Sang Prabu dijamu Kyai Daka. Sang Prabu suka dengan keramahan itu. Nama Kyai Daka pun diminta untuk desa yang kemudian berganti Tunggulwulung. Seterusnya ia diangkat menjadi panglima perang.

Ketika Prabu Jayabaya muksa ( mati bersama raganya hilang ) bersama Ni Mas Ratu Pagedongan, Buta Locaya dan Kyai Tunggulwulung juga ikut muksa.

 

Ni Mas kemudian menjadi ratu setan di Jawa. Tinggal di laut Selatan dan bergelar Ni Mas Ratu Angin-Angin.

Semua mahluk halus yang ada di laut selatan tunduk dan berbakti kepada Ni Mas Ratu Angin-Angin. Buta Locaya menempati Selabale.



Sedangkan Kyai Tunggulwulung tinggal di Gunung Kelud menjaga kawah dan lahar agar tidak merusak desa sekitar.

Ketika Nyai Plencing datang, Buta Locaya sedang duduk di kursi emas beralas kasur babut dihias bulu merak. Ia sedang ditemani patihnya, Megamendung dan anaknya, Paji Sektidiguna dan Panji Sarilaut. Ia amat terkejut melihat Nyai Plencing yang datang sambil menangis.

Ia melaporkan kerusakan-kerusakan di daerah utara Kediri yang disebabkan ulah orang dari Tuban bernama Sunan Bonang. Nyai Plencing juga memaparkan kesedihan para setan dan penduduk daerah itu.



Mendengar laporan Nyai Plencing, Buta Locaya murka. Tubuhnya bagaikan api. Ia memanggil anak cucu dan para jin untuk melawan Sunan Bonang. Para setan dan jin itu bersiap berangkat. Lengkap dengan peralatan perang. Mengikuti arus angin, mereka pun sampai di desa Kukum. Di tempat ini Buta Locaya menjelma menjadi manusia, berganti nama Kyai Sumbre. Sementara setan dan jin yang beribu-ribu jumlahnya tidak menampakkan diri.

Menghadang perjalanan Sunan Bonang yang datang dari utara. Sebagai orang sakti, Sunan Bonang tahu ada raja setan dan jin sedang menghadang perjalanannya. Tubuh Sunan yang panas menjelma bagai bara api. Para setan dan jin yang beribu-ribu itu menjauh. Tidak tahan menghadapi wibawa Sunan Bonang.

Namun tatkala berhadapan dengan Kyai Sumbre, Sunan Bonang juga merasakan hawa panas. Dua sahabatnya pingsan dan demam.



------------ --------- --------- --------- ------



Debat Soal Tuhan dan Kebenaran


Source : Posmo No. 2 - 25 Maret 1999

Debat sengit antara Sunan Bonang dengan Buta Locaya makin seru. Sunan Bonang dengan tegas menyatakan bahwa, daerah tersebut dikatakan Gedah karena tidak jelas agamanya.
Quote:

 " Kusabdakan sulit air karena ketika aku minta air tidak diberi. Sungai ini kupindah alirannya agar kesulitan mendapatkan air. Sedangkan jejaka dan perawan kusabdakan sulit mendapat jodoh karena yang kuminai air itu perawan desa."

 

Buta Locaya menjawab, bahwa itu tidak seimbang.
Quote:

“Salah yang tak seberapa, apalagi hanya dilakukan oleh seseorang, tetapi penderitaannya dirasakan oleh banyak orang. Bila dilaporkan kepada penguasa, tentu akan mendapatkan hukuman berat karena merusak daerah.”



[PS : Lihat peristiwa Muhamad menyuruh pengikutnya menyerang suku Yahudi di Medinah, Bani Qaynuqa, gara2 seorang wanita Muslim diganggu oleh seseorang anggota Bani Qaynuqa. Ini dipakai Muhamad sebagai alasan untuk menyerang dan mengusir Bani Qaynuqa dari tanah nenek moyang mereka itu. Sifat Muhamad ini dicontoh Sunan Bonang: cepat naik darah, tidak seimbang, tidak memiliki maaf, sombong, selain licik dan haus kekuasaan.

Pengusiran Yahudi dari Medinah oleh MUHAMAD, 4 artikel http://www.indonesia.faithfreedom.org/f ... php?t=2720 ]

Sunan Bonang menjawab, ia pun tak takut dilaporkan Raja Majalengka. Ketika Buta Locaya mendengar kata-kata itu, ia pun marah. Buta Locaya berkata masygul :
Quote: 

" Ucapan tuan bukan ucapan yang paham aturan negara. Itu pantas diucapkan oleh orang yang tinggal di rumah madat, mengandalkan kesaktian. Janganlah sombong. Mentang-mentang dikasihi, tuan berkawan dengan malaikat, lalu berbuat sekehendak hati. Tidak melihat kesalahan, menganiaya orang lain tanpa sebab.
Meskipun di Jawa ini akan ada orang yang lebih kuat dari pada tuan, tapi mereka baik budi dan takut kepada laknat dewa. Tuan akan dijauhi orang2 baik budi bila tetap berbuat demikian.
Apakah tuan termasuk orang seperti Aji Saka murid Ijajil ? Aji Saka menjadi raja di Jawa hanya tiga tahun, lalu pergi sambil membawa seluruh sumber air di Medang. Ia Hindu. Suka membuat sulit air.
Tuan mengaku sunan seharusnya berbudi baik, menyelamatkan orang banyak, tetapi ternyata tidak demikian. Tuan layak seperti setan yang menampakkan diri, tidak tahan digoda anak kecil. Lekas naik darah. Sunan apakah itu ?
Jika memang sebagai Sunan manusia sesungguhnya, tentu suka berbuat kebajikan. Tuan menyiksa orang tanpa dosa. Itulah jalan celaka, tanda bahwa tuan telah menciptakan neraka jahanam. Bila telah jadi lalu tuan tempati sendiri, mandi di dalam air mendidih."
Hamba ini bangsa mahluk halus, tidak selam dengan manusia, tetapi hamba masih memperhatikan nasib manusia. Marilah semuanya yang rusak itu tuan kembalikan kepada keadaan semula. Sungai yang kering dan daerah yang terlanda banjir hamba mohon agar dikembalikan. Semua orang Jawa yang beragama Islam akan hamba teluh supaya mati. Hamba akan meminta bantuan Kangjeng Ratu Angin-Angin di laut Selatan."


Begitu mendengar kemarahan Buta Locaya, Sunan Bonang menyadari kesalahannya. Ia berkata,
Quote: 

" Buta Locaya, aku Sunan tidak diperkenankan meralat ucapanku. Aku hanya bisa membatasi saja. Kelak, bila telah berlangsung 500 tahun, sungai ini dapat kembali seperti semula."

 

Buta Locaya mendengar kesediaan Sunan Bonang, bertambahlah kemarahannya.
Quote: 

" Kembalikan sekarang juga. Bila tidak, tuan akan hamba ikat."

 

Sunan Bonang :
Quote: 

"Sudah, jangan berbantah lagi. Aku mohon diri akan berjalan ke timur. Buah Sambi ini kunamakan cacil karena keadaan ini seperti anak kecil yang sedang berkelahi. Setan dan manusia saling berebut kebenaran tentang kerusakan yang ada di daerah dan kesedihan manusia dengan setan. Kumohonkan kepada Tuhan, buah sambi menjadi dua macam, daging buahnya menjadi asam. Bijinya mengeluarkan minyak sebagai lambang muka yang masam.
Tempat perjumpaan ini kuberi nama Singkal di sebelah utara dan di sini bernama Desa Sumbre. Sedangkan tempat kawan-kawanmu di selatan kuberi nama Kawanguran."

 

Debat Soal Tuhan


Setelah berkata demikian, Sunan Bonang meloncat ke arah Timur sungai. Terkenal sampai kini di Kota Gedah ada desa yang bernama Singkal, Sumbre dan Kawanguran. Kawanguran artinya pengetahuan, Singkal artinya susah kemudian menemukan akal.

Buta Locaya memburu kepergian Sunan Bonang, yang menyaksikan arca Kuda yang berkepala dua di bawah pohon Trenggulun. Banyak buah trenggulun yang berserakan. Sunan Bonang kemudian memegang parang dan kepala arca Kuda itu dipenggalnya.

Ketika Buta Locaya melihat Sunan Bonang memenggal kepala arca itu, semakin bertambahlah kemarahannya.
Quote: 

" Arca itu buatan sang Prabu Jayabaya sebagai lambang tekad wanita. Kelak di zaman Nusa Srenggi, barang siapa yang melihat arca itu, akan mengetahui tekat para wanita Jawa.”

Sunan Bonang pun berkata,
Quote: 

" Kau ini bangsa hantu. Jadi kalau berani berdebat dengan manusia, namanya hantu yang sombong.”

 

Kata Buta Locaya,
Quote: 

" Apa bedanya. Tuan Sunan, saya ratu Hantu,"


Sunan Bonang berkata,
Quote: 

Trenggulun ini kuberinama Kentos sebagai peringatan kelak, bahwa aku berdua debat dengan hantu yang sombong tentang kerusakan arca.


[Ki Kalamwadi berkata: " Terkenal sampai kini, buah trenggulun bernama kentios karena ucapan Sunan Bonang. Semua itu menurut cerita guruku menurut cerita guruku bernama Raden Budi.]

Sunan Bonang kemudian berjalan ke utara. Ketika menjelang salat asar, beliau akan bersiap salat. Di luar desa ada sumur tetapi tiada timba. Sumur itu kemudian digulingkan. Dengan begitu Sunan Bonang dapat bersuci untuk bersalat. Terkenal sampai sekarang, sumur itu bernama sumur gumuling."

Setelah salat, Sunan melanjutkan perjalanan. Sesampai di desa Nyahen, ada patung raksasa perempuan berada di bawah pohon dadap yang berbunga sangat banyak dan berguguran di sekitarnya. Patung raksasa itu kelihatan merah menyala, marak oleh bunga yang berjatuhan.

Melihat patung itu, Sunan Bonang keheranan. Patung itu berukuran sangat besar. Arca itu tampak duduk ke arah Barat setinggi 16 kaki. Lingkar pinggulnya 10 kaki. Jika dipindahkan tidak akan terangkat oleh 800 orang kecuali dengan alat. Bahu kanannya dipatahkan, dan dahinya diludahi.

Buta Locaya marah lagi.
Quote: 

" Tuan ternyata orang jahil, patung yang masih baik dirusak tanpa alasan. Kini menjadi jelek. Padahal patung itu karya Sang Prabu Jayabaya. Apakah hasilnya bila tuan merusak patung itu ?"

 

Sunan Bonang :

Quote: 

" Patung itu kurusak agar tidak disembah banyak orang, agar tidak diberi sesaji dan diberi kemenyan. Orang yang memuja berhala itu kafir, rusak lahir batin."

 

Kata Buta Locaya,
Quote: 

" Orang Jawa kan sudah tahu bahwa itu patung dari batu yang tidak berdaya dan berkuasa. Bukan Tuhan, maka mereka layani. Diberi nyala kemenyan, diberi sesaji, agar para hantu tidak menempati tanah dan kayu yang dapat menghasilkan untuk manusia.
Para hantu mereka tempatkan di patung itu, lalu tuan usir ke mana ? Telah lazim setan tinggal di gua, arca, dan makan bau-bauan harum.
Bila menyantap bebauan harum, hantu akan merasa nyaman. Lebih senang lagi bila tinggal di patung yang utuh. Di tempat sepi dan rindang atau di bawah pohon besar.Mereka menyadari bahwa alam halus berbeda dengan alam manusia."


Sunan Bonang Khilaf. Buta Locaya berkata,
Quote: 

" Nabi itu kan manusia kekasih Tuhan ? Mendapat wahyu agar pandai. Cermat penglihatannya, mengetahui hal-hal yang belum terjadi.
Sedangkan yang membuat arca Batu adalah Prabu Jaya Baya, kekasih Tuhan pula, mendapatkan wahyu mulia. Dia pun pandai dan kaya ilmu. Awas penglihatannya, mengetahui hal-hal yang belum terjadi.

Tuan perpedoman kitab, orang Jawa pun berpedoman petuah dari para leluhurnya. Sama-sama menghargai kabar, lebih baik menghargai kabar dari leluhur sendiri dengan peninggalan masih bisa disaksikan.
Pulau Jawa ini tanah suci dan mulia, dingin dan panasnya cukup. Tanah berpasir murah air. Apa saja ditanam dapat tumbuh. Pria tampak tampan, wanita kelihatan cantik, serba luwes tutur katanya.
Bila tuan ingin melihat pusat dunia, yang hamba duduki inilah adanya. Silakan tuan ukur. Seandainya tidak benar, pukullah. Yang membuat arca itu adalah tuanku Prabu Jayabaya. Dapatkah tuan menebak sesuatu yang belum terjadi ? Sudahlah, hamba persilakan tuan pergi dari sini. Bila menolak akan hamba panggilkan adik hamba dari Gunung Kelud. Tuan akan kami keroyok. Dapatkah tuan menang ?
Lalu akan hamba bawa ke dalam kawah gunung Kelud, apakah tuan tidak susah ? Inginkah tuan tinggal di Batu seperti hamba ? Mari ke Selabale menjadi murid hamba."

 

Sunan Bonang :
Quote:

" Tak sudi mengikuti kata-katamu. Kau hantu brekasaan."

 

 

Buta Locaya berkata,

Quote:

" Meskipun hamba hantu, tetapi hamba raja. Abadi selamanya. Tuan belum tentu seperti hamba.
Tekat tuan kotor, suka mengganggu dan menganiaya. Tampak di sini masih sering melakukan kesalahan menentang adat, menentang agama, merusak kebaikan, mengganggu agama leluhur. Tuan dapat disiksa dan dibuang ke Menado."

 

Sunan Bonang tak menggubris. Ia berkata :

Quote:

" Dadap ini bunganya kunamai celung, buahnya bernama kledung, karena aku kecelung ( sesat ) pemikiran dan salah bicara. Jadi saksi ketika aku berdebat dengan hantu, kalah pengetahuan dan pemikiran. [ Sampai kini buah dadap bernama kledung, bunganya bernama celung.]
Sudah, aku akan pulang ke Bonang."

 

Buta Locaya berkata,

Quote:

 

" Ya sudah, silakan tuan pergi. Di sini tak ayal akan membikin panas. Bila terlalu lama di sini akan menimbulkan kesusahan, menyebabkan mahal air, dan mengurangi air."

 

------------ --------- --------- --------- --------- --------- ----


Tak Setuju Serbu Majapahit, Syech Siti Jenar Dibunuh
Source : Posmo No. 3 - 1 April 1999

Prabu Brawijaya amat murka ketika mendapat laporan sang patih tentang adanya surat dari Tumenggung di Kertosono, yang memberitahukan bahwa telah terjadi kerusakan di wilayah itu akibat ulah Sunan Bonang. Segera ia mengutus Patih ke Kertosono, meneliti keadaan sebenarnya. Setelah tiba, sang patih melaporkan semua yang telah terjadi. Namun, ia tak bisa menemukan Sunan Bonang, karena telah mengembara tak tahu kemana.

Berikut babak lanjutan dari Serat Darmogandhul.

Saking murkanya, Prabu Brawijaya mengharuskan semua ulama Arab yang ada di Pulau Jawa pergi. Hanya di Demak dan Ngampelgading saja yang diperbolehkan tinggal dan menyebarkan agama Islam. Apabila menolak akan dibunuh.

Pernyataan tersebut juga dibenarkan oleh patihnya, karena ulama Giripura telah tiga tahun tidak menghadap untuk menyampaikan upeti, bahkan mendirikan kerajaan sendiri. Sedang ulama santri Giri punya gelar yang melebihi sang Prabu. Maka, diseranglah Giri hingga kocar-kacir.

Menyadari kekeliruannya karena tidak menghadap Majalengka, Sunan Bonang mengajak Sunan Giri ke Demak. Di sana, mereka menyatu dengan pasukan Adipati Demak (putera PB alias Raden Patah) dan mengajak menyerbu ke Majalengka.


 Kata Sunan Bonang (Muslim tulen yg penuh akal bulus itu),

Quote:

" Ketahuilah, kini saatnya kehancuran kerajaan Majalengka yang telah berumur 103 tahun. Menurut pertimbanganku, kamulah yang berhak menjadi Raja. Rusaklah Kraton Majalengka dengan cara halus.
Jangan sampai ketahuan. Menghadaplah ke Ayahandamu pada acara Grebeg Maulud dengan senjata perang. Ajaklah seluruh Bupati dan para Sunan beserta bala tentaranya."
 

(Baca cerita2 Modus Operandi Jihad Islam diseluruh dunia di Resource Center tentang Jihad di forum ini. Inilah cara Muslim mengakali musuh mereka : dengan cara tipu daya.)

Provokasi
Adipati Demak yang memang putra Prabu Brawijaya semula tidak mau mengikuti saran Sunan Bonang.
Quote:

" Saya takut merusak negeri Majalengka. Melawan ayah, apalagi melawan seorang raja yang telah memberikan kebahagian dan kebaikan di dunia. Kata kakek saya di Ampelgading, saya tidak boleh melawan ayahanda meski beragama Budha atau pun kafir."
 

Mendengan jawaban demikian, Sunan Bonang berkata,
Quote: 

" Meskipun melawan ayah dan raja, tidak ada jeleknya kerena dia kafir. Merusak kafir tua kamu akan masuk surga.
Kakekmu itu santri yang iri, gundul dan **** tak bernalar. Seberapakah pengetahuan santri Ngampelgading. Anak kelahiran Campa tak mungkin menyamaiku, Sayid Kramat, Sunan Bonang yang dipujikan manusia sedunia, keturunan rasul anutan semua umat Islam.
Meski kamu dosa, toh hanya kepada satu orang. Tetapi, semua manusia se Jawa masuk Islam. Hal demikian, alangkah banyaknya pahala yang kau terima. Tuhan masih cinta kepadamu. Sesungguhnya, orang tuamu itu menyia-nyiakan dirimu. Buktinya, kamu diberi nama Babah. Babah itu artinya tidak baik. Hidup hanya untuk mati. Benih Jawa yang dibawa Putri Cina. Maka ibumu diberikan kepada Arya Damar, Bupati Palembang, orang keturunan raksasa. Itu memutus cinta namanya. Ayahmu tetap berhati tidak baik. Karena itu, balaslah dengan halus. Pokoknya jangan kelihatan. Dalam hati, isaplah darahnya, kunyahlah tulangnya."

 

Kemudian, Sunan Giri (juga seorang Muslim tulen yang penuh dengan akal bulus) menyambung,
Quote:

" Aku tidak berdosa, dicari ayahmu didakwa mendirikan kerajaan karena aku tidak menghadap ke Majalengka. Katanya, bila aku tertangkap akan diikat rambutku dan disuruh memandikan anjing.
Banyak orang Cina yang datang ke Jawa. Di Giri banyak yang ku-Islamkan. Sebab, menurut Qur-an, bila meng-Islamkan orang kafir, kelak mendapatkan surga.
Kedatanganku ke sini untuk minta perlindunganmu. Aku takut kepada patih dan ayahmu yang sangat benci kepada santri yang suka berzikir.
Katanya, sakit ayan pagi dan sore. Bila kamu tidak membela, rusaklah agama Islam ini."

 

Jawab sang Adipati Demak,
Quote: 

" Ayahanda memburu tuan itu betul. Karena tuan Sunan mendirikan kraton. Tidak menyadari bahwa hal itu harus tunduk perintah raja yang lebih berkuasa. Maka, sudah sewajarnya bila diburu, dihukum mati, karena Sunan tidak menyadari makan minum di Pulau Jawa."


Namun, Sunan Bonang berkata lagi,
Quote: 

"Jika tidak kau rebut sekarang, kau akan rugi. Setelah ayahmu turun, tahta itu tentu bukan untukmu melainkan diserahkan kepada Adipati Pranaraga karena dia putra paling tua. Atau kepada menantunya, Ki Andayanigrat di Pengging.
Kamu anak muda, tidak berhak menjadi raja. Mati melawan kafir mati sabilillah, mati menerima surga. Sudah biasa bagi orang Islam dalam melawan orang kafir. Aku sudah tua, ingin menyaksikan dirimu menjadi raka, merestui kedudukanmu sebagai raja di Jawa, memimpin rakyat Jawa, memulai agama suci, dan menghilangkan agama Budha."

 

Panjang lebar nasihat Sunan Bonang agar Adipati Demak bangkit amarahnya, dan mau merusak Majalengka. Bahkan, diberi contoh kisah-kisah nabi yang mau melawan orang tuanya karena kafir.



Syech Siti Jenar Dibunuh


Singkat cerita, tak lama kemudian para sunan dan bupati di pesisir utara datang semua ke Demak. Berkumpul untuk mendirikan masjid. Kemudian sembahyang bersama di masjid yang beru didirikan. Usai sembahyang pintu masjid ditutup.

Sunan Bonang berkata kepada semua yang hadir di situ, bahwa Bupati Demak akan dinobatkan sebagai raja dan akan menggempur Majapahit. Bila semua setuju akan segera dimulai. Semua sunan dan bupati setuju.

Hanya Syech Siti Jenar yang tidak. Maka, Sunan Bonang marah dan menghukum mati Syech Siti Jenar. Yang disuruh membunuh adalah Sunan Giri.

[Satu lagi tindakan Islami para Sunan yg mencontoh kelakuan nabi! Bunuh mereka yg tidak sepaham dgnmu, karena itu dianggap melawan nabi dan melawan Islam]

Setelah sepakat, Adipati Demak diangkat menjadi raja menguasai tanah Jawa bergelar Senopati Jimbuningrat dengan patih dari atas angin bernama Patih Mangkurat.

Esok harinya, Senopati Jimbuningrat bergegas dengan perangkat senjata perang berangkat menuju Majapahit diiringkan para sunan dan bupati. Berjalan berarakan seprti Grebeg Maulud. Semua pasukan tak ada yang mengetahui tujuan itu selain para tumenggung, para sunan dan para ulama.

Sunan Bonang dan Sunan Giri tidak ikut dengan alasan telah lanjut usia. Keduanya hanya akan salat di dalam masjid dan merestui perjalanan. Bagaimana cerita di perjalanan tidak dijelaskan panjang lebar.

PERANG MAJAPAHIT vs DEMAK


Alkisah, sepulang dari Giri, sang patih melaporkan hasil penaklukan terhadap Giri yang dipimpin oleh orang Cina beragama Islam bernama Setyasena. Ia membawa senjata pedang bertangkai panjang. Pasukannya berjumlah tiga ratus yang pandai bersilat dengan kumis panjang berkepala gundul, berpakaian serba seperti haji.

Dalam berperang mereka lincah seperti belalang. Sementara pasukan Majapahit menembaki. Akibatnya, pasukan Giri tampak jatuh berjumpalitan tidak mampu menerima peluru. Senapati Setyasena menemui ajal.

Pasukan Giri melarikan diri ke hutan dan gunung. Sebagian juga berlayar dan lari ke Bonang dan terus diburu oleh pasukan Majapahit. Sunan Giri dan Sunan Bonang yang ikut dalam perahu itu dikira melarikan diri ke Arab dan tidak kembali ke Majapahit.

Maka Sang Prabu memerintahkan patih untuk mengutus ke Demak lagi, memburu Sunan Giri dan Sunan Bonang karena Sunan Bonang telah merusak tanah Kertosono. Sedangkan Sunan Giri telah memberontak, tidak mau menghadap raja, bertekat melawan dengan perang.

Sang Patih keluar dari hadapan Raja untuk kemudian memanggil duta yang akan dikirim ke Demak. Tetapi, tiba-tiba datang utusan dari Bupati Pati menyerahkan surat terkenal (Menak Tanjangpura), mengabarkan bahwa Adipati Demak Babah Patah telah menobatkan diri sebagai Raja Demak.

Sedangkan yang mendorong penobatan itu adalah Sunan Bonang dan Sunan Giri. Para Bupati di Pesisir Utara dan semua kawan yang sudah masuk Islam mendukung. Raja baru itu bergelar Prabu Jimbuningrat atau Sultan Syah Alam Akbar Khalifaturrasul Amirilmukminin Tajudil Abdulhamid Khak, atau Sultan Adi Surya Alam di Bintoro.

Pasukannya berjumlah tiga puluh ribu lengkap dengan senjata perang, terserah kepada Patih cara menghadap kepada raja. Surat dari Pati itu bertanggal 3 Maulud tahun Jimakir 1303 masa kesembilan wuku Prabangkat. Kyai Patih sedih sekali, menggeram sambil mengatupkan giginya.

Sangat heran kepada orang Islam yang tidak menyadari kebaikan sang raja. Selanjutnya, kyai patih melapor kapada raja untuk menyampaikan isi surat itu.

Mendengan laporan patih, Sang Prabu sangat terkejut. Diam membisu, lama tak berkata. Dalam hatinya sangat heran kepada putranya dan para Sunan yang memiliki kemauan seperti itu. Mereka diberi kedudukan akhirnya malah memberontak dan merusak Majapahit.

Sang raja tak habis pikir, alasan apa yang mendasari perbuatan mereka.
Dicarinya penalaran-penalaran tetapi tidak tercapai lahir batin. Tidak masuk akal akan perbuatan jelek mereka itu.

Pikiran sang raja sangat gelap. Kesedihan itu dikiaskan bagaikan hati kerbau yang habis dimakan kutu babi hutan.

Sang Prabu juga bertanya kepada sang Patih, apa alasan Adipati Demak dan para ulama serta bupati tega melawan Majapahit. Patih pun menjawab tak mengerti. Ki Patih juga heran, pemikiran orang Islam ternyata tidak baik, diberi kebaikan membalas dengan kejahatan.

Kemudian, Sang Prabu berkata bahwa, kejadian itu akibat kesalahannya sendiri. Yang meremehkan agama yang telah berlaku turun-temurun dan begitu mudah terpikat kata-kata Putri Campa, sehingga mengizinkan para ulama menyeberkan agama Islam.

Dari kebingungan hatinya, ia menyumpahi orang-orang Islam.
 Quote:

" Kumohonkan kepada Dewa yang Agung, balaslah kesedihan hamba. Orang-orang Islam kelak terbaliklah agamanya, menjelma menjadi orang-orang kucir, karena tak tahu kebaikan. Kuberi kebaikan membalas dengan kejahatan."

 

Sabda sang raja yang berada dalam kesedihan itu disaksikan oleh jagad. Terbukti dengan adanya suara menggeletar membelah bumi. Terkenal sampai sekarang, ulama terbaik namanya, tengkuknya dikucir putih.

Tentang kedatangan musuh, yaitu santri yang akan merebut kekuasaan, Sang Prabu meminta pertimbangan dari Patih. Sang Prabu kecewa, mengapa hanya untuk menguasai Majapahit harus dengan cara peperangan. Seumpama diminta dengan cara baik-baik pun tentu akan diberikan karena Raja telah lanjut usia.

Patih menjawab, lebih baik menyongsong musuh dengan pasukan secukupnya saja. Jangan sampai merusak bala pasukan. Patih diminta memanggil Adipati Pengging dan Adipati Pranaraga karena putra yang ada di Majapahit belum saatnya maju berperang.

Setelah memerintahkan demikian, sang Prabu meloloskan diri pergi ke Bali diikuti Sabdopalon dan Nayagenggong. Ketika memberi perintah itu, Pasukan Demak telah mengepung istana. Maka Sang Raja segera pergi dengan terburu-buru.

( bersambung )
Cuma itu artikelnya,

Sambungannya lagi gue cari

 tapi kalo ada cuma pake bahasa Jawa dong.

Jika ingin tahu lanjutannya, silahkan buka situs di bawah ini :

http://www.jawapalace.org/darmagandul.html

http://www.indonesia.faithfreedom.org/f ... c.phpt=884

 

Messages in this topic (0)
User avatar
CRESCENT-STAR
Posts: 8225
Joined: Wed Nov 04, 2009 10:48 pm

Re: Runtuhnya Kerajaan Hindu dan Bangkitnya Islam di Indo

Post by CRESCENT-STAR »

kalau tidak salah di jawa itu ada pendeta kristen yang tidak meninggalkan budaya hindu, oleh pihak otoritas gereja Belanda dianggap SESAT.
saia
Posts: 1355
Joined: Mon Oct 05, 2009 2:50 am
Location: Di seberang ka'bah mengamati kerumunan manusia dungu

Re: Runtuhnya Kerajaan Hindu dan Bangkitnya Islam di Indo

Post by saia »

@atas

kiai sadrach bukan??
tanah merah
Posts: 19
Joined: Sun Aug 29, 2010 2:09 pm
Location: kalo sudah tau hakikat hidup, kitab suci itu terlalu banyak uraian

Re: Runtuhnya Kerajaan Hindu dan Bangkitnya Islam di Indo

Post by tanah merah »

waaaaaaaaaaaaahhhh.........

ini dia yang di tunggu2, bokap punya darmogandhul tapi versi jawa, bahasanya susah di cerna karena jawa kuno...
ini malah udah translate Indonesia...mantaabbb budaya asli emang ngk kalah sama budaya arab,,, penuh petuah tentang ketuhanan..

sumpah ane berterima kasih sama TS nihh,,,
=D> =D> =D>
User avatar
love_peaceful2
Posts: 1718
Joined: Fri May 09, 2008 2:01 pm
Location: Di Surga Islam, provokator para houris berontak dr perbudakan olloh w*s demi ego nabi sakit jiwa.

Re: Runtuhnya Kerajaan Hindu dan Bangkitnya Islam di Indo

Post by love_peaceful2 »

tanah merah wrote:waaaaaaaaaaaaahhhh.........

ini dia yang di tunggu2, bokap punya darmogandhul tapi versi jawa, bahasanya susah di cerna karena jawa kuno...
ini malah udah translate Indonesia...mantaabbb budaya asli emang ngk kalah sama budaya arab,,, penuh petuah tentang ketuhanan..

sumpah ane berterima kasih sama TS nihh,,,
=D> =D> =D>
Wah, klo bisa discan, lalu dimuat dalam Resource Center. Ini pasti sangat berharga!!
Ditunggu, bro...
tanah merah
Posts: 19
Joined: Sun Aug 29, 2010 2:09 pm
Location: kalo sudah tau hakikat hidup, kitab suci itu terlalu banyak uraian

Re: Runtuhnya Kerajaan Hindu dan Bangkitnya Islam di Indo

Post by tanah merah »

ada salah satu karya ronggowarsito yang namanya gatoloco, sempat dilarang beredar...itu juga extreme...percakapan antara kiai dgn gatoloco,tp sayang buku dari bokap bahasa jawa kuno. kalo ada link yg berbahasa indonesia mau dong
User avatar
love_peaceful2
Posts: 1718
Joined: Fri May 09, 2008 2:01 pm
Location: Di Surga Islam, provokator para houris berontak dr perbudakan olloh w*s demi ego nabi sakit jiwa.

Re: Runtuhnya Kerajaan Hindu dan Bangkitnya Islam di Indo

Post by love_peaceful2 »

tanah merah wrote:ada salah satu karya ronggowarsito yang namanya gatoloco, sempat dilarang beredar...itu juga extreme...percakapan antara kiai dgn gatoloco,tp sayang buku dari bokap bahasa jawa kuno. kalo ada link yg berbahasa indonesia mau dong
siapa tau netter di sini bisa membantu loh...
Post Reply