JEMA’AT AHMADIYAH, PENDIRINYA DAN AJARANNYA.....

Artikel dan pertukaran pikiran mengenai SYI'AH, Ahmadiyah, Sufi, Salafi, Wahabi, dan berbagai aliran dan sekte Islam selain Sunni.
Post Reply
H.Nadri Saaduddin
Posts: 122
Joined: Sun Jun 11, 2006 4:30 am
Location: Payakumbuh
Contact:

JEMA’AT AHMADIYAH, PENDIRINYA DAN AJARANNYA.....

Post by H.Nadri Saaduddin »

JEMA’AT AHMADIYAH, PENDIRINYA DAN AJARANNYA.....

Oleh : Nadri Saaduddin

NAMANYA MIRZA GHULAM AHMAD......
Pendiri Jemaat Ahmadiyah yang umumnya dikenal dengan sebutan “Ahmadiyah Qadian” ialah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Menurut cerita orang-orang Ahmadi (pengikut dan penganut Jemaat Ahmadiyah) dan tulisan-tulisan dari literatur-literatur mereka, Mirza Ghulam Ahmad berasal dari keturunan keluarga terhormat. "Mirza" adalah gelar yang biasa diberikan kepada kaum ningrat keturunan raja-raja Islam dari dinasti "Moghul" yang berasal dari Persia (Iran) . Sebutan "Hazrat" biasa diberikan orang kepada wujud-wujud suci , atau para 'alim rabbani. Sedangkan sebutan "Ghulam" merupakan nama famili. Jadi nama asli Mirza Ghulam Ahmad hanyalah "Ahmad". Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dilahirkan pada tanggal 13 Pebruari 1835 bertepatan dengan 14 Syawal 1250 Hijriah, tepat hari Jum'at dikediaman orang tuanya sendiri, "Mirza Ghulam Murtaza", disebuah desa terpencil Qadian, 24 kilometer dari kota Amritsar di Propinsi Punjab , India.

Pada dahulunya keluarga Mirza yang menetap didesa Qadian itu mempunyai hak penguasaan atas seluruh desa itu dan juga berhak memungut pajak 5% dari tiga desa sekitarnya. Setelah mengalami puncak kejayaannya , kerajaan Moghulpun secara berangsur-angsur mengalami kepudaran, runtuh dan, kemudian terpecah-pecah yang selanjutnya lalu dilanda oleh kembali berkuasanya raja-raja Hindu dan Sikh, hingga musnah sama sekali dengan datangnya masa penjajahan Inggeris.

Dizaman penjajahan Inggeris itulah ayahanda Mirza Ghulam Ahmad berusaha untuk mendapatkan kembali hak-hak penguasaan atas tanah milik leluhurnya itu dengan membelanjakan puluhan ribu rupees , untuk memenangkan tuntutan-tuntutan dimeja hijau, akan tetapi semuanya tidak berhasil. Sebagai seorang ayah, Mirza Ghulam Murtaza menumpahkan banyak harapan kepada puteranya Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, agar sang putera itu kelak dapat berjuang memulihkan kejayaan dan pamor duniawi keluarga Mirza. Akan tetapi Hazrat Mirza Ahmad berkecenderungan sebaliknya, bahkan dia mengungkapkan perasaannya kepada ayahnya dengan mengatakan "Aku tidak menghendaki kekayaan dalam arti kata duniawi, akan tetapi kaya dalam arti rohani.....".

Sekedar hormat dan dan taat kepada ayahandanya , Mirza Ghulam Ahmad sering juga membantu ayahnya menyelesaikan perkara-perkara itu di pengadilan. Namun sebenarnya dia sangat merasa enggan melakukan hal tersebut dan merasakan hatinya tidak terpaut dalam urusan-urusan duniawi itu sehingga dia mencari-cari kepuasan jiwanya dalam asyiknya "berzikir" dan "beribadah" kepada Allah SWT. Dia berkata dalam sebuah sya'irnya sbb:

"Aku punya teman dan dipenuhi kecintaanNya...
Aku merasa muak dengan segala pangkat dan kehormatan...
Kulihat dunia dan pengikutnya menderita kelaparan....
Namun negeri cintaku tak pernah mengalami kekurangan...
Manusia cenderung kepada kesenangan dunia....
Sedang aku cenderung ke wajah yang memberi kenikmatan dan kesyahduan..."

Hazrat Mirza Ghulam Ahmad tidak pernah menduduki bangku sekolah, karena memang sekolah-sekolah belum ada waktu itu di Qadian. Akan tetapi sebagai anak keluarga terhormat , Mirza Ghulam Ahmad diasuh oleh guru-guru pribadi yang mengajarkan Al-Qur'an dan Bahasa Persia. Untuk itu Mirza Ghulam Ahmad memang menunjukkan bakat dan keinginan belajar yang luar biasa sehingga dengan demikian kecintaan kepada Al-Qur'an tumbuh dan semakin meresap kedalam hati sanubarinya. Sebagai orang yang mempunyai pembawaan suci, kebanyakan waktunya dihabiskan dan dia lewatkan didalam masjid , dengan keasyikan membaca dan "mutalaah" Al-Qur'an. Sering sekali orang-orang mendapati Mirza Ghulam Ahmad berjalan mondar-mandir di masjid dengan sebuah buku ditangannya dan merupakan pertanda bahwa otak dan pikirannya penuh dengan daya dinamika dan kecintaan yang penuh kepada Al-Qur'an.(Hayatul Ahmad, 1960:4).

Beberapa hari sebelum ayahnya Mirza Ghulam Murtaza wafat, menurut pengakuan Mirza Ghulam Ahmad, dia bermimpi bahwa seseorang malaikat telah datang kepadanya dan menasehatinya supaya menjalankan ibadah puasa tertentu sesuai dengan "sunnah" para rasul Allah dan Waliiullah untuk memungkinkan dirinya menerima rahmat dan karunia dari Allah. Dengan penuh keyakinan akan kebenaran mimpinya itu maka Mirza Ghulam Ahmad pun menjalankan puasa-puasa itu dengan diam-diam tanpa diketahui banyak orang. Dia tinggal disebuah kamar di tingkat atas rumah orang tuanya dan mengatur agar makanannya dibawakan orang kekamarnya. Dengan diam-diam Mirza Ghulam Ahmad juga suka mengundang anak-anak miskin dan anak-anak yatim piatu untuk makan bersama-sama. Sesudah dua atau tiga minggu berikutnya, dia memutuskan untuk mengurangi makannya sedikit demi sedikit sampai akhirnya dia mencukupkan dirinya dengan hanya makan sekerat roti saja untuk mengisi perutnya sehari semalam. Dalam hari-hari itulah menurut pengakuanya belakangan banyak "ru'ya" dan "pemandangan ghaib" yang dia saksikan.

Pada tahun 1876, ketika Hazrat Mirza Ghulam Ahmad tinggal di Lahore , dia merasakan dan meyakini dirinya menerima ilham dari Allah yang maksudnya bahwa ayahnya Mirza Ghulam Murtaza akan segera tutup usia. Tanpa menunda waktu dia segera pulang ke Qadian dan ketika sampai di Qadian dia memang mendapati ayahandanya sedang sakit menderita disentri. Dia merasakan ada lagi wahyu dari Allah bahwa ayahnya akan wafat senja hari sesudah matahari terbenam. Dan memanglah menjelang senja sehabis matahari terbenam, ayahnya wafat sesuai dengan ilham yang diterimanya sebelumnya itu.

PEMBELAAN TERHADAP ISLAM......
Menjelang penghujung abad ke sembilan belas badai perlawanan terhadap Islam kian menjadi-jadi, dan menerjang orang-orang Islam dari segala jurusan. Perlawanan yang sengit justeru datang dari golongan Kristen dan dari Sekte Hindu Arya Samaj, yang memburuk-burukkan serta mencerca nama dan pribadi Nabi Muhammad SAW, sedangkan orang-orang Islam ketika itu mereka jadikan bulan-bulanan dan bahan olok-olok tak ubahnya seperti perahu yang terombang ambing ditengah lautan yang bergelombang.

Serangan-serangan terhadap Islam dan Nabi Muhammad SAW bukanlah dilakukan mereka secara fisik tetapi dengan tulisan-tulisan dan artikel yang dimuat di beberapa majalah yang terbit di India ketika itu. Dengan perasaan pedih Mirza Ghulam Ahmad pun bangkit untuk menangkis serangan-serangan itu dengan juga mengirimkan artikel-artikel dalam surat kabar-surat kabar dan majalah-majalah itu. Disaat menghebatnya serangan-serangan itulah Mirza Ghulam Ahmad sering sekali menerima ilham-ilham yang mengandung kabar ghaib yang kelak menjadi sempurna pada waktunya.

Ketika itu serang-serangan musuh-musuh Islam itu semakin gencar, sementara Ulama-Ulama Islam diam tidak berdaya buat menangkisnya, Mirza Ghulam Ahmad pun mengambil keputusan untuk menulis sebuah buku yang kemudian diterbitkan dengan nama "Barahin Ahmadiyah". Jilid pertama buku itu terbit pada bulan Mei 1879. Untuk menerbitkan buku itu sebenarnya dia tidak mempunyai dana, dan untuk itu dengan dia berdo'a kepada Allah agar diberikan pertolonganNya dan maka diluar dugaannya beberapa bantuan dari orang-orang yang bersimpati kepadanya pun mengalirlah.....

BAI'AT YANG PERTAMA DI KOTA LUDHIANA.........
Didalam buku Barahin Ahmadiyah itulah , Mirza Ghulam Ahmad mengungkapkan keluhuran dan keindahan agama Islam serta mengajukan tantangan kepada pembacanya, bahwa bila seorang penganut agama lain selain Islam dapat menampilkan keluhuran dan ketinggian agamanya melebihi ajaran Islam seperti yang diuraikannnya, maka dia bersedia memberikan hadiah 10,000 rupees dan memang ternyata tidak seorangpun yang tampil menyambut tantangannya itu. Para Alim Ulama dari kalangan Islam ketika itu mengakui keunggulan dan kehebatan buku ini, sebagaimana yang diutarakan oleh salah seorang diantara mereka yakni Husain Batalwi (yang belakangan adalah merupakan musuh sengit dari Mirza Ghulam Ahmad dan Jemaat Ahmadiyah) yang mengakui keunggulan buku itu dan memuji pengarangnya. Bahkan ulama besar itu telah menyebutnya dalam majalahnya "Ishatus Sunnah , volume VII "bahwa dalam jangka 13 abad sepeninggal Rasulullah SAW tidak pernah terbit satu bukupun yang melebihi ataupun menyamai "Barahin Ahmadiyah".......

Buku itupun semakin terkenal dikalangan Ulama-Ulama Islam dan orang-orang Islam, sehingga dari beberapa kalangan datang anjuran agar Mirza Ghulam Ahmad menerima "bai'at" dari orang-orang , tetapi dia selalu mengelak dengan alasan tidak ada perintah wahyu dari Allah tentang hal itu. Hal ini berlanjut terus sampai akhir Desember 1889, ketika dia mengumumkan bahwa dia telah menerima wahyu dari Allah dan mengajak orang-orang untuk menjadi pengikutnya dengan melaksanakan bai’at kepadanya. Penerimaan bai'at untuk pertama kalinya terjadi pada tanggal 23 Maret 1889 di kota Ludhiana yang ketika itu ada sekitar 40 orang yang menyatakan bai'atnya ditangan Mirza Ghulam Ahmad. Salah seorang diantaranya ialah Hakim Nuruddin, seorang dokter terkemuka dari Jammu Kashmir, yang belakangan terpilih sebagai "Khalifatul Masih" pertama setelah Hazrat Mirza Ghulam Ahmad wafat....(Hayatul Ahmad, 1960:15).

PENDAKWAAN SEBAGAI IMAM MAHDI DAN MASIH MAU'UD A.S.
Dalam tahun 1890 Hazrat Mirza Ghulam Ahmad membuat sebuah karya tulis yang bernama "Fath Islam", disusul oleh kemudian karya berikutnya "Taudhih Maram" dan kedua buku ini terbit pada tahun 1891, bersama-sama dengan buku lain "Izala Auham". Didalam buku-buku tersebut Mirza Ghulam Ahmad mengumumkan pengakuannya bahwa berdasarkan wahyu Allah kepadanya, Allah SWT telah menunjuk dan mengangkatnya sebagai Almasih dan Mahdi yang dijanjikan. Pengakuan Mirza Ghulam Ahmad ini menurutnya didasarkan dan ditunjang oleh banyak ayat-ayat Al-Qur'an (diantaranya 1:7, 24:55, , 61:6, 73:15 dllnya), serta hadits-hadist Rasulullah SAW dan perkataan Nabi Isa sendiri dalam Bibel (diantaranya Yohanes 14:3, Iberani 4:28, Matius 29:39, dll).

Dapat dicatatkan disini bahwa dalam buku Barahin Ahmadiyah, dia masih memegang dan menganut keyakinan yang sama sebagaimana kebanyakan kaum Muslimin ketika itu tentang masalah hidupnya Nabi Isa diatas langit. Akan tetapi pada tahun 1891 ketika dia merasa diberi tahukan oleh Allah lewat wahyu bahwa Nabi Isa a.s. itu telah wafat , Mirza Ghulam Ahmad kemudian merubah pendiriannya itu dengan mengumumkan kepada dunia bahwa nabi Isa a.s. telah wafat seperti nabi-nabi lain juga telah wafat sebagaimana umumnya manusia yang ada didunia ini. Dan Mirza Ghulam Ahmad pun menyebutkan juga bahwa kuburan Isa a.s. terdapat di kota Srinagar, Kashmir ....(lihat, Dard AR, Life of Ahmad, 1948:221). Ilmu pengetahuan modern belakangan ini telah mengungkapkan penemuan-penemuan baru yang mendukung dan membenarkan pernyataan Mirza Ghulam Ahmad itu.(Majalah Selecta 616, Juli 1973 dan majlah Varia Juni 1973).

Selanjutnya pada tahun 1896 di kota Lahore diadakan seminar agama-agama atas prakarsa beberapa tokoh agama yang bercita-cita hendak menghentikan sengketa-sengketa diantara agama-agama yang ada di India. Dalam seminar itu diundanglah wakil-wakil berbagai agama untuk menampilkan lima pokok masalah , dengan syarat isinya tidak menyerang agama lain dan agar diketengahkan argumentasi-argumentasi yang langsung diambil dari Kitab Sucinya masing-masing. Kelima pokok masalah yang yang dijadikan topik perbincangan dalam seminar itu adalah sbb:

1. Keadaan jasmani, akhlak dan rohani manusia.
2. Keadaan manusia sesudah mati.
3. Maksud hidup manusia di dunia ini dan jaln untuk mencapainya.
4. Akibat dan natijah perbuatan dan amal manusia didunia dan di akhirat.
5. Jalan-jalan untuk memperoleh ilmu dan ma'rifat.

Oleh panitia seminar tersebut Mirza Ghulam Ahmad pun diminta ikut ambil bagian dengan mengetengahkan makalah-makalah yang berkaitan dengan topik-topik diatas dan mengetengahkan ketinggian-ketinggian Islam dengan dalil-dalil dari Al-Qur'an. Sebelum seminar itu berlangsung , dari awalnya Mirza Ghulam Ahmad meyakini dirinya telah mendapat wahyu dari Allah bahwa makalahnya akan mengungguli semua makalah yang dibacakan dalam seminar itu. Kabar itu dia umumkan dalam surat-surat selebaran dan brosur-brosur di kota Lahore. Karena Mirza Ghulam Ahmad sendiri tidak dapat menghadiri seminar itu, dia mengirimkan utusannya salah seorang pengikutnya yakni Maulana Abdul Karim yang mendapat kehormatan untuk membacakan makalahnya itu.

Beberapa surat-surat kabar saat itu mengakui dalam laporannya masing-masing akan keunggulan makalah Mirza Ghulam Ahmad tadi seperti yang diutarakan:

"Penampilan tentang agama Muhamammad yang terbaik dan paling menarik yang baru kita jumpai"....(The Theosophical Book Notes, dikutip dari Sinar Islam April 1981).

Makalah tersebut telah diterbitkan dalam berbagai bahasa dunia, diantaranya bahasa Arab dengan nama "Falsafah al ta'alim al Islamiyah", edisi Inggeris dengan nama "The Philosophy of the Teaching of Islam" dan edisi Bahasa Indonesia dengan nama "Filsafat Ajaran Islam"....(Pada tanggal 6 Januari 1997 buku tersebut kembali dibahas dalam suatu Seminar diantara para Rektor Universitas di Yogyakarta dalam acara "Bedah Buku" yang diselenggarakan oleh Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Seminar tersebut dihadiri ±1300 orang peserta dari berbagai kalangan Ahmadi dan non Ahmadi....(NS)...).

Mengenai buku "Filsafat Ajaran Islam" itu sastrawan kenamaan Leo Tolstoy dari Rusia menulis komentarnya: "The ideas are very profound and very true" yakni bahwa gagasan-gagasannya sangat mendalam dan benar". Harian "Bristol Times and Mirror" memberikan ulasan: "Jelas, orangnya bukanlah orang sembarangan, yang berdialog dengan orang-orang Eropa dan Amerika dengan corak demikian". "The Moslem Review meberikan komentarnya: "Penelaah buku-buku ini akan menjumpai banyak pikiran yang benar, mendalam, orisinil, dan mengilhami"....(Sinar Islam April 1981:25).

Semenjak Mirza Ghulam Ahmad "mendakwakan" dirinya sebagai "Al-Masih" dan "Al-Mahdi" yang dijanjikan tak ada lagi waktu terluang baginya untuk berdiam diri dan berpangku tangan . Dia dan para pengikutnya banyak menghadapi perlawanan dari pihak-pihak anti Islam dan juga dari pihak Ulama-Ulama Mainstream Islam sendiri yang melancarkan berbagai tuduhan terhadap dirinya. Pada tahun 1900 Mirza Ghulam Ahmad menyempurnakan "dakwah" nya kepada pihak orang-orang Kristen dengan mengajak "padri-padri" Kristen di kota Lahore supaya "meminta keputusan ilahi" (mubahalah) untuk menentukan siapa yang berdiri dipihak yang benar dan siapa pula yang berdiri dipihak yang batil. Tetapi tantangan itu pun tidak ditanggapi oleh mereka.

Pada tahun 1893, terbit pula karya Mirza Ghulam Ahmad "Aina Kamalti Islam" berisi uraian-uraian yang mencerminkan keindahan dan keluhuran agama Islam dan didalamnya juga termuat ajakan dan dakwah beliau kepada kepada Ratu Victoria dari Inggeris dan seruan kepada Ratu Inggeris itu untuk memeluk agama Islam. Dengan kata-kata yang penuh keberanian Mirza Ghulam Ahmad menulis:

" Wahai Sri Baginda Ratu, Berlimpah-limpah kebajikan Tuhan telah dianugerahkan Tuhan kepada Sri Baginda Ratu daalm urusan duniawi. Kini dambakanlah kerajaan rohani. Bertaubatlah dan taatilah Dia yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai serikat dalam KerajaanNya dan sanjunglah Dia.......Wahai Sri Baginda Ratu, terimalah Islam dan Baginda akan selamat....."( Dard, Life of Ahmad, 1960:9).

Hazrat Mirza Ghulam Ahmad wafat pada tanggal 26 Mei 1908 di Lahore dan dikembumikan di Qadian setelah berpesan kepada para pengikutnya dalam bukunya yang terakhir "Al-Washiyat" ( Lihat, Dard, Life of Ahmad, 1960:15). Mirza Ghulam Ahmad meninggalkan ±400,000 orang pengikut yang sekarang meningkat menjadi ±25 juta orang (1999) yang tersebar di seluruh pelosok dunia . Menarik kesimpulan dari kehidupannya , bahwasanya dirinya melaksanakan tugas-tugas suci sebagai berikut:

1. Memperkenalkan kepada dunia Tuhan Yang Hidup dan Berkata-kata seperti juga dahulu Dia berkata-kata.

2. Menghilangkan segala rintangan dan hambatan yang menghalangi hubungan antara Khaliq dan makhluNya.

3. Memperkenalkan kepada dunia bahwa Qur'anlah satu-satunya kitab suci dan Muhammad SAW satu-satunya nabi yang sanggup menuntun manusia ke jalan kebenaran.

4. Membendung arus orang Islam yang menyeberang keagama Kristen dan menarik orang-orang Kristen kepada Islam.

5. Mengembalikan ummat islam dibawah naungan satu Imam dengan perantaraan khalifah-khalifah pilihan Tuhan.

6. Membuktikan kepada dunia bahwa Islam adalah agama yang hidupyang hidup dan sanggup menjawab segala tantangan dan persoalan yang menyangkut kehidupan ummat manusia di segala zaman.

Mirza Ghulam Ahmad berkata: "Dengarlah hai segala manusia dan saksikanlah bahwasanya Allah yang menjadikan langit dan bumi ini telah memberi kabar ghaib ini kepadaku, bahwa Dia akan menyebarkan jemaat ini keseluruh dunia dan Dia akan memberikan kemenangan kepada jemaat ini di atas golongan lain, semuanya dengan jalan keterangan dan "hujjah"....Aku datang hanya untuk menanam benih ini, dan aku telah menanamnya. sekrang benih ini akan senatiasa tumbuh terus dan niscayalah akan berbuah pula, lagi pula tak ada siapapun yang dapat menghalangi kemajuannya (Ahmad, Tazkirah, tt:635, Dard, 1948:445).

MASALAH KHAATAMANNABIYYIN.......
Pendiri Jemaat Ahmadiyah Mirza Ghulam Ahmad dengan tegas menyatakan imannya kepada "Khaatamun Nubuwwah". Ia mengemukakan dengan tandas bahwa Nabi Muhammad SAW adalah manusia pilihan Allah, betul-betul beliau adalah "khaatamannabiyyin".

a. "Dengan sungguh-sungguh saya percaya bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Khaatamun Anbiya. Seorang yang tidak percaya pada Khaatamun Nubuwwah beliau (Rasulullah SAW) adalah orang yang tidak beriman dan berada diluar lingkungan Islam"......(Ahmad, Taqrir wajibul I'lan, 1891).

b. "Inti dari kepercayaan saya ialah: "La Ilaaha Illallah, Muhamadur Rasulullah" (Tidak ada Tuhan selain Allah, Muhamamd adalah utusan Allah). Kepercayan kami yang menjadi pergantungan kami dalam hidup ini dan yang padaNya kami , denagn rahmat dan karunia Allah berpegang sampai saat terakhir dari hayat kami dibumi ini, ialah bahwa junjungan dan Penghulu kami, Nabi Muhammad SAW adalah "khaatmannabiyin dan khairul mursalin" , yang termulia diantara nabi-nabi. Ditangan beliau hukum syariat telah disempurnakan. Karunia yang sempurna ini pada waktu sekarang adalah satu-satunya sarana untuk mencapai "kesatuan" dengan Tuhan Yang Maha Kuasa".....(Ahmad, Izala-i-Auham, 1891:137).

c. "Martabat luhur yang diduduki junjungan dan Penghulu kami, yang terutama dari semua manusia, nabi yang paling besar, Hazrat Khaatamun Nabiyyin SAW, telah berakhir dalam diri beliau yang didalamnya terhimpun segala kesempurnaan dan yang sebaliknya tak dapat dicapai manusia"....(Ahmad, Taudhih Marram, 1891:23).

d. "Yang dikehendaki Allah supaya kita percaya hanyalah ini, bahwa Dia adalah Esa dan Muhamammad SAW adalah Nabi-Nya dan bahwa beliau adalah Khaatamul Anbiya dan lebih tinggi dari semua makhluk"....(Ahmad, Kishti-i-Nuh, 1902:15).

e. "Saya katakan dengan sejujur-jujurnya bahwa kami dapat berdamai dengan ular berbisa dan serigala buas, tetapi kami tak dapat berkompromi dengan orang yang melakukan serangan-serangan keji terhadap Nabi Muhammad yang kami cintai, orang yang lebih kami hargakan dari kehidupan kami dan orang tua kami"....(Ahamd, Paigham-i-Sulh, 1908:30).

f. "Sekiranya orang-orang ini membantai anak-anak kami dimuka kami dan mencincang apa-apa yang kami kasihi sampai berkeping-keping dan membuat kami mati dengan hina dan malu dan merampas semua harta dunia kami, maka demi Tuhan semua itu tidak akan begitu menyakitkan hati kmai seperti yang kamim alami atas cacian dan hinaan yang dilancarkan kepada nabi kami Muhammad SAW"..(Ahmad, Aina Kamalat-i-Islam, 1893:52).

Sesudah adanya pernyataan yang sungguh-sungguh dan tandas di atas timbul pertanyaan: Kenabian macam apakah yang didakwakan oleh Pendiri Jemaat Ahmadiyah untuk dirinya? Adakah pernah macam kenabian itu disebutkan dalam tulisan-tulisan ulama-ulama Islam masa lampau, dalam hubungan dengan Pembaharu yang dijanjikan yang akan diangkat dari antara orang-orang Islam? Jika tulisan ulama-ulama Islam tempo dulu dengan tegas menyatakan kemungkinan adanya macam kenabian itu, maka mengapa ulama-ulama masa sekarang menfatwakan Pendiri Jemaat Ahamdiyah sebagai kafir oleh karena pendakwaan atas macam kenabian itu?

Perlu juga dicatat bahwa Pendiri Jemaat Ahmadiyah tidaklah mendakwakan macam kenabian yang dipercayai masyarakat ramai dan sebagian besar ulama-ulama Mainstream Islam. Menurut keyakinan mereka seorang Nabi tidak mungkin menjadi pengikut dari nabi sebelumnya , bahwa ia mencapai kenabian itu tidak karena taat dan mengikuti nabi lain, tetapi bahwa ia menjadi nabi karena dirinya sendiri dan bukan menjadi pengikut dari seorang nabi lainnya.

Pendiri Jemaat Ahmadiyah dengan tandas menolak kepercayaan itu. Ia berkata : "Lembaga kenabian telah tertutup , kecuali melalui dan didalam Nabi Muhammad SAW. 'Nabi pembawa syariat tidak mungkin lagi datang'. Seorang nabi tanpa syariat baru bisa datang, tetapi lebih dahulu ia harus seorang Ummati, yakni seorang pengikut Nabi Muhammad SAW.".......(Ahmad, Tajalliyat-i Ilahiyah, 1906:20).

Jika demikian apa hubungannya pendiri Jemaat Ahmadiyah dengan junjungan dan Penghulunya, junjungan dan Penghulu kita semua, Nabi Muhammad SAW? Pendiri Jemaat Ahmadiyah secara terperinci menerangkan bahwa kedudukannya dalam hubungan dengan Nabi Muhammad SAW adalah sebagi "khadim" dan hamba yang lemah dan rendah terhadap majikannya. Mirza Ghulam Ahmad berkata: "Hamba yang hina ini mendapat kehormatan juga untuk menjadi salah seorang dari hamba-hamba yang hina dari Nabi Agung itu yang menjadi Penghulu Nabi-nabi dan Raja Rasul-rasul."...(Ahmad, Barahin Ahmadiyah, 1884:572).

Berulang-ulang kali Pendiri Jemaat Ahmadiyah ini menegaskan bahwa dirinya bukanlah nabi pembawa syariat dan dia adalah pengikut Al-Qur'an Suci. Benar, sesuai pengakuannya bahwa dia adalah Mahdi dan Masih yang dijanjikan tetapi dirinya bukanlah nabi yang berdiri sendiri. Dia adalah seorang khadim yang hina dari Rasulullah SAW dan ummati dan telah diangkat untuk menyempurnakan janji-janji nubuwatan-nubuwatan Rasulullah SAW. Lebih lanjut Mirza Ghulam Ahmad berkata: "Sesudah Nabi Muhammad SAW tidak boleh lagi mengenakan istilah "Nabi" kepada seseorang, kecuali bila ia lebih dahulu menjadi seorang ummati dan pengikut Nabi Muhammad SAW. ".......(Ahmad, Tajalliyat-i-Ilahiyah, 1906:9).

Hal ini berarti bahwa tiap karunia yang diterimanya telah menjadikan dirinya mendapat kehormatan untuk mengikuti Nabi Muhammad SAW. Dia mendapat karunia Tuhan, bukanlah secara berdiri sendiri. "Suatu ketinggian, suatu keistimewaan, suatu kehormatan, suatu persatuan dengan Tuhan tak akan dapat dicapai kecuali dengan pengabdian sesempurna-sempurnanya kepada Nabi Muhamammad SAW. Apa juga yang kita terima adalah karena beliau dan dari beliau SAW ."..............(Ahmad, Izala-i-Auham, 1891:138).

"Semua pintu kenabian telah tertutup kecuali pintu penyerahan seluruhnya kepada Nabi Muhammad SAW dan pintu fana seluruhnya ke dalam beliau"....(Ahmad, Ek Ghalti ka Izala, 1901:3). "Saya mendapat karunia ini begitu sempurna bukanlah tersebab sesuatu jasa saya sendiri, tetapi hanya karena rahmat Allah. Karunia itu ialah yang telah dianugerahkan kepada Nabi-nabi, Rasul-rasul dan orang-orang pilihan Tuhan, yakni sebelum saya. Hal itu tak akan mungkin saya capai sekiranya saya tidak mengikuti junjungan dan Penghulu saya, kebanggaan nabi-nabi dan yang paling sempurna dari mereka, Nabi Muhammad SAW. Apa juga yang saya terima, hal itu adalah karena penyerahan diri saya kepada beliau. Saya yakin sepenuh-penuhnya dan sebesar-besarnya bahwa tak seorangpun akan mencapai kedekatan dengan Tuhan dan memperoleh ilmu-nya yang sejati , kecuali dengan mengikuti Rasulullah SAW.".....(Ahmad, Haqiqatul Wahyu, 1907:62).

"Tuhan yang mengetahui rahasia hati beliau SAW, meninggikan beliau diatas semua Nabi-Nabi, yang mendahului beliau dan mereka yang akan mengikuti beliau. Allah memenuhi semua keinginan beliau dalam masa hidup beliau. Sesungguhnya beliau adalah mata air dari sesuatu yang baik. Seorang yang mengatakan memperoleh kesempurnaan tanpa mengakui berhutang budi kepada beliau, bukanlah seorang manusia melainkan setan, karena hanya beliau saja yang dikaruniai kunci kepada segala kesempurnaan. Dan memang beliau telah dianugerahi khazanah ilmu pengetahuan Ilahi. Orang yang tidak menerima apa-apa dari beliau, tidak akan menerima apa-apa dari seseorang lainnya. Jika terpisah dari beliau, saya tak berarti apa-apa, sama sekali tak apa-apa. Kita sama sekali berada di puncak kedurhakaan bila kita tidak mengakui beliau, bahwa hanya melalui Nabi Muhammad SAW saja kita memperoleh pengetahuan yang sebenarnya tentang tauhid Tuhan Yang Maha Esa. Sebenarnya adalah dengan perantaraan beliau dan melalui cahaya kesempurnaan beliau kita memperoleh kesadaran tentang Tuhan Yang Hidup"......(Ahmad, Haqiqtul Wahyi, 1907:116).

"Saya tak dapat berbuat lain selain mengulangi dan menyatakan dengan nyaring bahwa kecintaan sejati kepada Al-Qur'an suci dan Nabi Muhammad SAW serta penyerahan sepenuhnya kepada beliau memungkinkan seseorang untuk melakukan mukjizat dan bagi orang semacam itu terbuka pintu menuju pengetahuan yang tersembunyi. Seorang pengikut agama lain tak akan dapat bertanding melawannya dalam persoalan kerohanian. Kebetulan saya mempunyai pengetahuan tangan pertama tentang keajaiban ini. Saya naik saksi bahwa kecuali Islam , semua agama lain sudah renta, Tuhannya telah mati dan pengikut-pengikutnya hanya tinggal bangkai. Sama sekali tak mungkin, saya ulangi lagi tak mungkin untuk mengadakan hubungan yang hidup dengan Tuhan, kecuali jika orang menerima Islam".....(Ahmad, Zamima Anjam-i-Atham, 1897:61-62).

Pendiri Jemaat Ahmadiyah menjelasakan berulang-ulang bahwa dirinya tidak tidak mempunyai kedudukan yang berdiri sendiri, dan bukanlah seorang nabi yang berdiri sendiri. Dia hanya nabi dalam arti bahwa dirinya tidak membawa syari'at baru dan dia telah diserahi tugas untuk menegakkan kembali dan memperkuat hukum sempurna yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Beliau juga menyatakan bahwa oleh karena beliau seorang hamba yang hina dari Muhammad SAW beliau telah dikaruniai dua senjata yang sangat ampuh untuk mewujudkan rencana luhur ini. Senjata-senjata ini pada satu pihak adalah dalil-dalil yang rasionil dan objektif dan pada pihak lain ialah tanda-tanda langit dan itu sesungguhnya adalah karunia Tuhan dan telah dianugerahkanNya untuk menunjang agamaNya yang terpilih.

Ketika menguraikan kemajuan Islam di Afrika Barat, "Cecil Northcatt" berkata: "Sierra Leone adalah tanah pilihan di Afrika Barat untuk orang-orang Muslim Ahmadiyah yang membuat kubu pertahanan mereka dalam negara kecil ini dengan pengendalian kuat dari Pakistan". Tentang misi kedokteran dan sekolah-sekolah ia berkata: "Jemaat Ahmadiayh menyatakan bahwa menafsirkan Islam dalm pengertian-pengertian modern dan menjawab tantangan dari agama Kristen. Jemaat itu kini sedang meencanakan akan mendirikan suatu missi kedokteran di Sierra Leonne, dan jumlah sekolahnya sedang bertambah. Menurut penyelidikan resmi yang palingh baru, Islam maju sepuluh kali lebih cepat dari Agama Kristen di Afrika Barat".....(Pakistan Times, 11 Desember 1960, Sinar Islam nomor 11, Nopember 1978, hal 9).

Seorang anggota terkemuka dari Missi Kristen di Nigeria, berkata: "Mereka (orang-orang Islam) adalah masyarakat yang paling terkebelakang kira-kira tiga puluh tahun yang lalu, tetapi sejak kaum Ahmadiyah memulai perjuangan mereka yang progressif maka terjadilah perubahan-perubahan ajaib diantara mereka"...(Catholic Herald, Nigeria, 19-8-1955, Sinar Islam Nopember 1978, hal 9).

Dalam pendahuluan terjemahan Al-Qur'an Suci oleh Asyraf Ali Thantawi peristiwa ajaib itu itu dibicarakan pula dalam kata-kata berikut: "Dalam periode ini Uskup Lefroy meningalkan Eropa dengan disertai satu regu besar Misionaris Kristen dan ia bersumpah bahwa dalam saat pendek ia akan memasukkan penduduk anak benua India kedalam agama Kristen. Dengan dibekali bantuan uang yang besar sekali dan janji-janji bantuan uang yang terus menerus , ia tiba di India dan menimbulkan kegemparan besar. Ia melancarkan serangan dengan dalil bahwa Yesus masih hidup dilangit dengan tubuh jasmaninya , sedangkan nabi-nabi lainnya terkubur di tanah. Dalil-dalil itu tampaknya effektif, justru disaat ini MIrza Ghulam Ahmad mengibarkan panji-panji pertahanan Islam dan ia mengatakan kepada Uskup Lefroy dan kawan-kawannya bahwa: "Isa al Masih sudah wafat dan telah dikuburkan seperti makhluk-makhluk fana lainnya. Almasih yang akan datang itu tak lain, tak bukan adalah saya. Kalau Tuan jujur , tuan harus membenarkan saya"....Dengan strategi ini ia menyerang pertahanan Uskup Lefroy begitu keras sehinga baginya tak mungkin melepaskan diri sendri dari kedudukan yang sulit itu. Karena itu ia menghalau seluruh missionaris Kristen dari India ke Eropa".....(Sinar Islam, Nopember 1978, hal 10).

Pendiri Jemaat Ahmadiyah selanjutnya mengatakan bahwa oleh karena beliau dibangkitkan untuk menegakkan kebenaran Islam dan kebenaran Hazrat Khaatamul Anbiya dan untuk melancarkan dalil-dalil terhadap semua agama yang tidak benar, Tuhan mewahyukan kepada beliau kejadian-kejadian dimasa datang dan mengaruniakan tanda-tanda langit kepada beliau , membukakan kepada beliau kabar-kabar tentang yang ghaib. Keadaan ini dinamakan "kenabian" dalam bahasa Arab. Beliau menambahkan: "Perkataan "nabi" adalah serupa dalam bahasa Arab dan Ibrani. Dalam bahasa Ibrani perkataan itu diucapkan "naabi" yang diambil dari "naba" yang berarti pemberian nubuwatan dari Tuhan. Seorang nabi tidak harus membawa syariat . Keadaan ini adalah anugerah Tuhan dengan dikabarkanperistiwa-peristiwa masa datang." (Ahmad. Ek Ghalti ka Izala,1901:8).

Sehari sebelum Mirza Ghulam Ahmad wafat ia menulis sbb: "Tuduhan yang dilemparkan kepada saya ialah bahwa bentuk kenabian yang saya akui buat diri saya menyebabkan saya keluar dari Islam. Dengan perkataan lain saya dituduh mempercayai bahwa saya adalah nabi yang berdiri sendiri, seorang nabi yang tak perlu mengikuti Al-Qur'an Suci dan bahwa "kalimah" saya lain dan "qiblat" saya berubah. Juga saya disangkaakn menghapus syariat dan memutuskan tali kesetiaan kepada Nabi Muhammad SAW. Tuduhan itu sama sekali palsu. Suatu pengakuan kenabian seperti itu adalah "kufur", ini jelas. Bukan hanya kini, tetapi sejak dari permulaan sekali saya selalu mengemukakan dalam buku-buku saya , bahwa saya tidak mengakui kenabian seperti itu untuk saya. Itu sama sekali adalah suatu tuduhan kosong dan suatu cercaan terhadap saya. Keadaan sebenarnya hanyalah ini, bila saya menyebutkan diri saya seorang nabi, saya maksudkan hanya bahwa Allah SWT, berbicara dengan saya dan Dia bercakap-cakap dengan saya dan menerima pengabdian saya dan mewahyukan kepada saya hal-hal ghaib, dan membukakan kepada saya hal-hal ghaib dan membukakan kepada saya rahasia-rahasi yang berhubungan dengan masa datang dan yang tidak akan Dia bukakan kepada seseorang yang tidak Dia cintai dan dekat kepadaNya. Sesungguhnya Dia mengangkat saya sebagi Nabi dalam arti itu."......(Ahmad, Akhbar-i-Am, 26 Mei 1908:7; juga Tabligh-i-Risalat, t.t.: 132-134).

Bentuk kenabian yang diakui Pendiri Jemaat Jemaat Ahmadiyah untuk dirinya juga disebutkan dalam tulisan-tulisan Ulama-Ulama terdahulu. Nabi Muhammad SAW sendiri menyebutkan Al-Masih yang dijanjikan sebagai "nabi Allah" , sekurang-kurangnya empat kali . Ini diriwayatkan melaui Nawas bin Sam'an dalam Sahih Muslim, salah satu kumpulan hadits-hadist yang paling sahih. (Lihat Shahih Muslim, jilid II, cetakan Mesir).

Ahli Hadits, Imam Ahlu Sunnah, Al-Imam Ali Alqari (wafat 1014 H/1606) berkata: "Meskipun begitu kalau Ibrahim (putera Nabi Muhammad SAW) hidup dan diangkat sebagai nabi, juga sekiranya Umar (Umar ibn Khaththab) menjadi Nabi , tentu keduanya beliau akan (tetap) menjadi pengikut Nabi SAW, seperti Isa, Khidir dan Ilyas.... maka ini tidak bertengtangan dengan firman Tuhan "Khaatamun Nabiyyin" karena khaatamannabiyyin" berarti bahwa sesudah Nabi Muhammad SAW tidak akan ada datang seorang nabi yang akan menghapus syari'at beliau dan tidak akan menajdi ummati dan pengikut beliau".....(Ali Alqari, Maudhuat Kabir, t.t. 69).

Dalam sebuah penerbitan Muhammadiyah dinyatakan sbb: "Tentang kedatangan tuan Jesoes kedunia kembali, memang rata-rata kaoem Moeslimin mempertjajainja . Hal kepertjajaan Moeslimin tentang kedatangan Jesoes kedoenia lagi itoe demikianlah : Sungguh Baginda Nabi Isa (Jesoes Kristoes) itu akan toeroen ke doenia lagi pada achir zaman dan beliaoe itoe menghoekoemi dengan sjariat nabi kita Moehammad SAW, tidak dengan sjariatnya karena sjariat Jesoes itoe telah terhapoes sebab soedah laloenja waktoe jang sesoeai oentoek mendjalankannya. Maka kedatangan Jesoes itoe nanti mendjadi sebagai chalifah ataoe pengganti Nabi kita, di dalam mendjalankan sjariat Baginda nabi SAW pada ini oemat" ....(Windon Nomer "Mutiara" terbitan madjlis H.B. Moehammadiyah, Taman Pustaka , Pebruari 1940/Moeharram 1359 Th. ke IX hal 32-34).

Dari kalangan Ahlussunnah wal Jama'ah terbesar di Indonesia , Nahdatul Ulama berpendirian bahwa: "Kita wajib berkeyakinan bahwa nabi Isa a.s. akan diturunkan kembali pada akhir zaman nanti sebagai "nabi" dan "rasul" yang melaksanakan syari'at Nabi Muhammad SAW , sebagai Nabi terakhir, sebab Nabi Isa hanya akan melaksanakan syariat Nabi Muhamamd SAW. Sedang madzhab yang empat pada waktu itu hapus, sebab Isda lebih berhak melakukan ijtihad".......(Ahkam-al-Fukaha I, 1960:35). Bahkan Nahdatul Ulama juga berpedirian bahwa Nabi 'Isa nanti akan mendapat wahyu melalui malaikat Jibril : " Bahwa 'isa a.s. akan mendapat wahyu menurut syariat Nabi Muhammad SAW, melalui malaikat Jibril"....(Ibid).

Ulama besar dan pendiri 'Ulum Deobandi, India, Maulana Muhammad Qasim nanutvee (lahir 1248 H/ 1833M, wafat 1297 H/ 1880 M) telah menulis; "Taruhlah seorang Nabi diutus sesudah Nabi Muhammad SAW, maka hal itu sedikitpun tidakl menyinggung "khaatamiyah" dari Nabi Muhamamad SAW".........(Tahzirunnas, Kharikhwah Sarkar Press, Sharanpur, hal 25, dikutip dari Majalah Sinar Islam Nopember 1978). Demikianlah sekedar pendirian para 'Ulama dan kalangan ummat isalm yang dapat diketengahkan , yang tentunya tidak begitu saja berpendapat tanpa landasan Kitab Allah dan Sunnah RasulNya.

Dari kalangan cendekiawan Muslim Indonesia, antara lain Almarhum Prof. Drs. KH Hasbullah Bakry SH, menyatakan bahwa: "Menurut pendapat saya adalah suatu kesalahan yang amat besar telah dilakukan oleh Majlis Ulama kita baru-baru ini tanpa mendengar dahulu pendapat ulama lain, menyatakan "Ahmadiyah bukan Islam" (hal ini pasti bertentangan dengan ayat Al-Qur'an Annisa:94, yang mencegah kita mengjapfirkan sesama Islam). Kalau kita tidak boleh mengkafirkan golongan Syi'ah, begitu juga kita tidak boleh mengkafirkan golongan Ahmadiyah, sebab mereka tetap masih mengaku Islam dengan iman Islam. Kiranya para Ulama di Indonesia dapagt menempatkan posisinya yang benar dalam membangun Bangsa dan Negara, Amien.... (Majlah Kiblat , nomor 16/XXVII tahun 1984, hal 26).

Terhadap sebahagian Ulama-Ulama Maistream Islam yang "suka" mengkafirkan orang-orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka, nampaknya awal-awal telah mendapat sentilan dari Sufi Besar Muhyiddin ibnu Arabi: "Bila Imam Mahdi muncul, tak ada orang yang lebih menentang dari pada yang dinamakan kaum "fuqaha", karena mereka kuatir akan kehilangan kedudukan dan sikap mereka tidak bisa dibedakan dari masyarakat awam".....(Al-Futuhat al Makkiyah III , hal 374).

Adalah pantas untuk direnungkan bahwa sejauh yang bersangkutan dengan pernyataan "kufur" tak ada satu mazhabpun yang terhindar dari tuduhan tersebut. Sebagaimana ditunjukkan oleh "Laporan Penyelidikan Munir", yaitu laporan Hakim Munir tentang keributan di Punjab, Pakistan pada tahun 1953. Bahwa kalau seorang akan menuruti tuduhan kafir itu maka tak seorang pun yang akan dapat dinamakan lagi Muslim. Ini adalah akibat diabaikannya oleh sebahagian besar Ulama-Ulama Islam tuntutan yang diketengahkan oleh Rasulullah SAW yang berbunyi: "Seorang yang bersalat sebagai yang kita lakukan, menghadap ke arah kiblat, memakan apa yang kita sembelih, adalah seorang Islam yang berada dalam lindungan Allah dan RasulNya. Karena itu, janganlah kamu membuat malu Allah berkenaan dengan perjanjiannya".....(Shahih Bukhari, Kitab Ash-Shalah, bab Fadhlu istiqbal al Qiblah, I: hal 56).

Untuk melengkapi tulisan yang cukup panjang ini , berikut diketengahkan kepercayaan penting yang dianut oleh pengikut Jemaat Ahmadiyah.

Pertama, Ahmadiyah menyakini sepenuhnya Allah itu Esa, tidak ada sekutu bagiNya. Esa (tunggal) dalam DzatNya, dalam sifat dan dalam perbuatanNya. Penyembahan yang ditujukan kepada-Nya (ibadat) juga tidak ada yang menyamai kedudukanNya. Ahmadiyah meyakini bahwa DzatNya, sifatNya dan perbuatan (fi'il)Nya , serta dalam ibadat kepadaNya tidak boleh dipersekutukan dengan apapun juga.

Kedua, Jemaat Ahmadiyah Ahmadiyah mempercayai bahwa Kalam Ilahi sejak alam semesta ini Dia jadikan , Sifat Allah Yang Mutakallim (berbicara dengan hamba-hambanya) senantiasa hidup , tidak pernah terhenti pada masa apapun juga. Oleh karena itulah Ahmadiyah mempercayai semua KitabNya, semua wahyuNya. Jemaat Ahmadiyah mempercayai Kalam Ilahi yang diturunkan dalam bahasa apa saja dan didaerah , wilayah atau negeri apa saja. Dalam hubungan itu Ahmadiyah meyakini bahwa Qur'an suci adalah syari'at terakhir, sempurna dan lengkap lagi paripurna. Dia adalah syariat bagi seluruh ummat manusia berlaku selama dunia dan penghuninya masih ada. Kitab Suci Al-Qur'an inilah yang diyakini oleh orang-orang Ahmadi sebagai satu-satunya jalan yang dapat mengantarkan manusia kepada Ilahi, Tuhan Yang menciptakannya. Didalam Kitab Suci Al-Qur'an pula semua kebenaran dalam bentuknya yang sempurna yang terdapat di dalam Kitab-Kitab Taurat, Zabur, Injil, dan sebagainya tercakup. Ahmadiyah juga meyakini pula bahwa Qur'an Suci adalah Kitab yang diatur tertib dan tersusun baik sebagai layaknya.Dalam Al-Qur'an tak ada sepotong ayatpun yang mansukh atu dimansukhkan (dibatalkan). Seluruh isinya adalah syariat yang muhkam, bahasanya adalah bahasa Arab yang menjadi induk semua bahasa dunia. Semua Kitab Suci yang turun sebelum Qur'an telah dihapuskan dan tidak berlaku lagi. Kebalikannya sesudahnya tak ada dan tak akan ada satu Kitabpun apapun yang akan menghapuskan (memansukhkan) Kitab Suci Al-Qur'an itu.

Ketiga, setiap orang Ahmadiyah (Ahmadi) meyakini dan beriman kepada semua nabi-nabi, yang pernah ditus Tuhan kepada suatu kaum dan bangsa tertentu. Dalam kepercayaan Jemaat Ahmadiyah ini sesuai dengan ajaran Al-Qur'an , Allah SWT mengutus utusanNya dalam tiap-tiap ummat dan kaum. Ahmadiyah mempercayai semua Nabi itu benar, suci dan mashum, yaitu tidak melanggar hukum Tuhan dan tidak berbuat dosa. Dalam kepercayaan Ahmadiyah junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW adalah pemimpin semua Nabi dan beliau adalah yang "paling mulia dan paling afdhal" diantara para utusan Tuhan dan semua manusia ini. Kedatangan beliau adalah untuk seluruh ummat manusia dan semua masa dan waktu serta misi beliau akan berlanjut terus sampai hari kiamat. Martabat beliau jauh lebih luhur dan mulia dari semua nabi. Beliau selalu "hidup". Oleh karena itu, maka beliau dinamakan "khaatamannabiyin". Semua nabi memperoleh nikmat rohaniah karena beliau. Baik dimasa lalu ataupun dimasa yang akan datang datang Ahmadiyah mempercayai bahwa orang yang memisahkan diri dari beliau dan ummatNya, dan Kitab Suci Al-Qur'an , dan kalau ada yang mendakwakan diri memperoleh nikmat rohaniah tanpa mengikut beliau SAW , dia adalah pendusta, lancang dan pembohong. Ahmadiyah mempercayai Nabi Muhammad SAW sebagai "Sayyidul Mashumin" (pemimpin dari semua orang suci tak berdosa), meyakini bahwa beliau adalah jalan dan sebab untuk memperoleh nikmat rohani, kebajikan dan berkat Ilahi.

Keempat, Jemaat Ahmadiyah mempercayai Malaikat. Malaikat sebagai ciptaan Tuhan yang mashum, tidak berdosa. Malaikat sebagai alat melaksanakan semua perintah Allah. Malaikat tidak dapat berbuat dosa. Malaikat pengantar Kalam Ilahi, dahulu maupun sekarang, turun kepada orang-orang (hamba) suci, memberikan piagam "thumanina ilahi".

Kelima, Jemaat Ahmadiyah mempercayai bahwa hari Qiamat adalah "hak" dan kebenaran "Hasyar dan Nasyar" tepat dan benar. Surga dan Neraka juga "hak". Sesudah mati setiap insan akan memperoleh ganjaran atau siksaan sesuai dengan amal perbuatannya. Menurut kepercayaan Ahmadiyah surga adalah kekal abadi yang tak kenal henti atu putus. Kebalikannya neraka adalah tempat menghukum orang berdosa, guna memperbaiki dan meluruskan mereka yang harus dihukum. Allah SWT adalah "Arhamur-Rahimin" paling pengasih dan paling penyayang. Ahmadiyah mempercayai sesudah penghuni Neraka itu menjalankan hukumnya dan mereka telah menjadi lurus mereka juga dimasukkan kedalam surga. Tuhan sendiri berfirman. "Wa rahmati wasi'at kulla syaiin", bahwa rahmat Ilahi itu meliputi segala yang ada termasuk Neraka. Rahmat Ilahi itu harus terwujud, nyata dan terbukti.

“Berdasarkan kepercayaan dasar Jemaat Ahmadiyah kami meyakini bahwa kepercayaan tersebut adalah selaras dengan petunjuk dan kemauan Qur'an sepenuhnya. Ahmadiyah meyakini, bahwa penyimpangan sehelai rambutpun dari petunjuk Al-Qur'an adalah penyelewengan yang tak dapat dibenarkan. Kepercayaan terhadap ajaran Qur'an itu dipegang teguh oleh Ahmadiyah, merupakan pegangan utama dalam semua soal dan mengenai semua masalah. Qur'an adalah pedoman hidup di didunia akhirat dalam keyakinan Ahmadiyah.....”(Al-Bushra, 1970:15).

Sepanjang yang berhubungan dengan tauhid ajaran Qur'an sepanjang kepercayaan Ahmadiyah diamalkan sebagai kegiatan hidup beragama, orang-orang Ahmadi tidak bersujud kepada siapapun kecuali kepada Allah Yang Esa dan Tunggal itu. Tidak bersujud kepada kuburan dan tidak pula kepada sesama manusia, dan juga Ulama-Ulama. Orang-orang Ahmadiyah hanya mengenal "Al -Hayyul-Qayyum", Allah yang berdiri sendiriNya, Tuhan semesta alam "Rabbul 'alamiin" dalam arti yang sebenarnya.

BEBERAPA PERBEDAAN......

Menurut orang-orang Ahmadi, yang menjadikan Al-Qur'an sebagai referensi keyakinan mereka bahwa Nabi Isa a.s. yang diutus kepada Bani Israil 600 tahun sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW telah wafat secara wajar. Sama dengan nabi-nabi yang lainnya sebelum beliau SAW juga telah berpulang kerahmatullah...(QS. 3:143). Kepercayaan seolah-olah Isa al Masih a.s. masih hidup dilangit itu sebagaimana yang diyakini oleh kebanyakan Ulama-Ulama Islam dianggap oleh orang-orang Ahmadi bertentangan dengan dengan Tauhid Ilahi. Mempercayai Nabi Isa a.s. hidup sejak 2000 tahun yang lampau diatas langit dengan jasad kasarnya dipandang bertentangan dengan "Keesaan Tuhan". Oleh sebab itu orang-orang Ahmadi mempecayai Isa al Masih a.s telah wafat seperti manusia lainnya juga telah wafat.

Kepercayaan ini ini berdasarkan bukti-bukti nyata dari Al-Qur'an. Dalam kepercayaan orang-orang Ahmadi , sesudah Dzat suci Allah SWT, diantara semua Nabi dan Rasul , insan yang paling bermartabat luhur dan mulia adalah Nabi Besar Muhammad SAW. Menurut pengertian Ahmadiyah kepercayaan terhadap kehidupan Isa al Masih secara luar biasa itu adalah kepercayaan kaum Nasrani yang kemudian diadopsi dan dianut sebahagian orang Islam sebagai kepercayaannya. Kepercayaan ini jelas bertentangan pula dengan dengan keluhuran dan kemuliaan Rasulullah SAW. Oleh sebab itulah maka orang-orang Ahmadi tidak keberatan kalau dikatakan bersikeras terhadap kematian Isa al Masih itu, dan senantiasa berusaha meyakinkan semua orang terhadap kematian Nabi yang ditus kepada Bani Israel itu. Ini adalah merupakan salah satu kepercayaan yang membedakan orang-orang Ahmadi dengan dengan orang-orang Islam lainnya.....(lihat Al-Qaul Ash Sharih, 1960:12).

Hal lainnya yang membedakan orang-orang Ahmadi dalam kepercayaannya dari orang-orang Islam lainnya ilah masalah "nasikh dan mansukh". Kalangan Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan kalangan Syi'ah menganut paham nasikh mansukh. Kalau mereka berbeda, hanya dalam masalah banyaknya ayat yang dimansukhkan. Ada yang mengakui lima ratus ayat yang mansukh, ada yang yang mengakui dua ratus, dan ada yang kurang dari itu. Ahmadiyah dalam hal ini berpendapat bahwa tak sebuah ayatpun yang mansukh, bahkan satu kata atau satu hurufpun tak ada yang mansukh. Seluruh isi Al-Qur'an untuk sempurna dan tak ada yang "dimansukhkan".

Seperti telah disebutkan diatas, orang-orang Ahmadi mempercayai bahwa Rasulullah SAW itu adalah satu-satunya wujud suci yang menjadi jalan dan sumber kelimpahan nikmat rohani yang berkelanjutan. Kepercyaan ini didasarkan kepada Kitab Suci Al-Qur'an... (lihat QS. 4:69). Berdasarkan ayat diatas dan ayat-lainnya , maka Ahmadiyah mempercayai bahwa dengan pengikutan sempurna kepada Rasulullah SAW, dengan karunia dan "fadhl" Allah maka, didalam ummat Muhammad SAW, orang-orang Islam dapat menjadi "nabi ummati", "orang-orang shiddiq" (benar dan membenarkan Allah dan RasulNya), "orang-orang syahid" dan juga wali-wali atau "orang-orang saleh" dan baik-baik. Kepercayaan orang-orang Ahmadi ialah dengan pengikutan sempurna kepada Nabi Muhammad SAW yang "hidup" itu dengan pengikutan sempurna kepada Al-Qur'an, Kalam Ilahi yang penuh kehidupan dan kasih sayang itu senantiasa dapat turun dan ini berlangsung terus sampai hari kiamat...(QS. 4:69).

Setelah wafatnya Rasulullah SAW dalam hubungannya dengan masalah "khilafah" antara kalangan "Sunni" dan "Syi'ah" terdapat pertentangan yang sengit . Kalangan Sunni menrima dan mengakui susunan para "Khalifah Rasyidin" yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Kalangan Syi'ah dalam hal ini hanya mengakui Ali r.a.sebagi khalifah yang tak terputuskan dan yang benar. Sedangkan para khalifah yang lain (naudzubillah) bukan khalifah dan bukan pula orang mukmin dalam arti sebenarnya.

Berkenaan dengan para Khalifah Rasyidin r.a. , Ahmadiyah mempercayai mereka semuanya sebagai khalifah yang benar, keempat-empatnya benar, suci dan memiliki kebajikan. Mengenai para "Ulama-Rabbani" , para Imam, terutama yang berjasa kepada Islam, pendirian Ahmadiyah ialah meghormati mereka. Khusus para Imam dan Ulama rabbani baik dari kalangan Ahlussunnah wal Jama'ah maupun dari kalangan Syi'ah , bagi Ahmadiyah menghormati mereka adalah satu "syi'ar" yang diutamakan.

Mengenai masalah fikih, pendirian kalangan Sunni berbeda dengan kalangan Syi'ah sampai kepada masalah penting seperti masalah halal-haram, keduanya mempunyai pandangan yang berlainan. Dalam pegangan dasar urusan ibadah, antara keduanya juga terdapat perbedaan yang menonjol . Dalam urusan shalat, adzan, wuduk, antara kedua kalangan ini juga terjadi perbedaandapat menyolok. Dalam masalah fikih Ahmadiyah berpendirian bahwa harus mengutamakan Al-Qur'an dahulu diatas segalanya, karena ia sebagai landasan dasar, sesudah itu Sunnah Rasul menempati urutan kedua, baru kemudian Hadits Nabi. Sesudah itu barulah para fukaha meletakkan dasar ijtihad dan ijmak yang bertitik tolak dari ketiga sumber diatas.

Dalam hal urusn "juziyyat", Ahmadiyah mengamalkan fikih Imam Hanafi. Akan tetapi masalah-masalah baru yang timbul pada suatu kondisi atau keadaan, maka dengan dasar petunjuk-petunjuk Pendiri Jemaat Ahmadiyah, dimanfaatkan sebaik-baiknya hukum fikih dari semua imam dan semua golongan dalam Islam , guna memecahkan semua persoalan, mengadakan ijtihad. Dengan demikian Ahmadiyah mengganggap pintu ijtihad itu tetap terbuka bagi 'alim ulama Ahmadiyah.....(Al-Busyra, Juni 1970:5).

Mengenai tafsiran Al-Qur'an dan cara penafsirannya Ahmadiyah mempunyai pandangan dan pendirian sebagai berikut:

Pertama, memberikan tafsir dengan berbpedoman kepada Al-Qur'an sendiri, dimana ayat Al-Qur'an yang satu ditafsirkan dengan ayat Al-Qur'an yang lain. Dengan pengertian petunjuk "Al-Qur'an yufassiru nafsahu", yaitu suatu bagian Al-Qur'an menafsirkan bagian yang lainnya.

Kedua, tafsir itu berdasarkan pedoman Sunnah Rasulullah SAW, dimana Imam Syafi'i berkata: "Segala yang dihukumkan kepada Rasulullah SAW itu semuanya adalah dari apa yang dipahami beliau dari Al-Qur'an. Ringkasnya, Imam Syafi'i dalam "Ar-Risalah" menyatakan bahwa sunnah itu menjadi keterangan yang menjelaskan ayat-ayat yang "mujmal", maka sunnah menjadi "bayan takhsis" , keterangan yang menentukan sesuatu dari yang umum.

Ketiga, berpedoman kepada Hadits-Hadist Nabi Muhammad SAW, yang banyak membantu dan memahami makna dan tujuan tiap-tiap ayat Al-Quran. dengan sendirinya, Hadist Nabi Muhammad SAW itu tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan tidak pula bertentangan dengan sunnah atau amal perbuatan beliau SAW.

Keempat, berpedoman kepada "lughah" yaitu bahasa Arab, bahasa Kitab Suci Al-Qur'an sendiri. Untuk itu orang-orang Ahmadi sedapatnya mempelajari masalah ini sampai kepada akar-akar bahasa, terutama manakala terbentur pada soal-soal pelik yang memerlukan ketelitian dan kejelian.

Kelima, berpedoman kepada akal, salah satu "ni'mah" Allah yang penting dan diperlukan untuk menghadapi segala masalah. Akal adalah anugerah Allah yang di dalam Al-Qur'an sendiri diakui bahkan diajurkan untuk dimanfaatkan. Allah berulangkali menyebutkan dalam Al-Qur'an seperti "afala ta'qilun, afala tatafakkarun", apakah kamu tidak memanfaatkan akal dan fikiran?

Dalam tafsir Ahmadiyah tidak terdapat kisah-kisah kosong "Israiliyat", atau dongeng-dongeng yang bertentangan dengan kesucian dan kemurnian Al-Qur'an sendiri, tidak akan didapat hal-hal yang menyinggung kehormatan para Nabi, para malaikat, apalagvi kesucian dan keluhuran Allah SWT dan para RasulNya. Bahwa tafsir Ahmadiyah dapat diterima baik oleh para ahli, sarjana dan cerdik pandai Muslim dapat dibuktikan dengan dipergunakannya tafsir Ahmadiyah itu oleh para sarjana dan Ulama yang menafsirkan Al-Qur'an dalam Panitia Penterjemah Al-Qur'an yang diterbitkan oleh Departemen Agama RI. Demikian juga oleh para cendekiawan dinegara-negara lain.

Dapat ditambahkan disini bahwa di Mesir juga karya-karya Ahmadiyah itu mendapat sambutan dan pujian. Ahmadiyah juga menyebarkan Al-Qur'an kedalam berbagai bahasa dunia. Dalam hubungan karya Ahmadiyah yang mempersembahkan Al-Qur'an kedalam Bahasa Jerman, berkala Perguruan Tinggi Al-Azhar di kairo, yang paling terkenal memberikan sambutan dan ulasan yang cukup menarik . Sambutan dan ulasan itu dikemukakan oleh Dr. Muhammad Abdul Wahab, Direktur Istitut Urusan Agama yang disiarkan dalam majalah "Majalatul Azhar" terbitan Pebruari 1959.

Baik pula dikemukakan bahwa orang-orang Ahmadi menganut satu kepercayaan pokok, bahwa segala kepercayaan yang bertentangan dengan ajaran Tauhid atu kepercyaan yang dapat menyentuh kehormatan dan nama baik Rasulullah SAW, oleh mereka tidak diterima dan tidak mungkin dianut dikarenakan dasar akidah orang-orang Ahmadi adalah tauhid Allah yang murni dan keagungan serta kemuliaan Rasulullah SAW.

Semua orang Islam sepakat bahwa Rasulullah SAW adalah "khaatamannabiyyin" , karena memang Allah yang menamakan beliau demikian. Namun mengenai makna dan pengertian 'khaatamannabyiin" beserta tafsirnya terdapat perbedaan antara Ahmadiyah dan Ulama-Ulama Islam lainnya. Ahmadiyah memandang Rasulullah SAW sebagai "khaatamannabiyyin" dengan kedudukan paling luhur dan afdal dalam segala hal. Ahmadiyah tidak melihat suatu kelebihan dalam arti "penutup nabi-nabi" atau "nabi penutup" atau nabi penghabisan dari segi masa dan waktu sebagimana yang umumnya ditafsirkan oleh sebahagian besar kaum Muslimin dewasa ini. Rasulullah SAW dipandang oleh orang-orang Ahmadi sebagai "khaatamannabiyyin" dengan pengertian martabat yang paling luhur yang beliau miliki itu melebihi siapapun juga......(lihat, Al-Qaulush Sharih, 1961: halaman 170).

Dari uraian-uraian terdahulu dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Pertama, dari kehidupannya yang lurus dan penuh cinta pada Islam, pendiri Jemaat Ahmadiyah diakui oleh pengikutnya sebagai Al-Masih dan Mahdi yang dijanjikan kedatangannya oleh Nabi Muhammad SAW. Dan ini diterima oleh orang-orang Ahmadi setelah Pendiri Jemaat Ahmadiyah menyatakan pengakuannya sebagai Masih Mau'ud dan Imam Mahdi dengan pangkat nabi yang tidak membawa syariat baru. Ia menjalankan syari'at Islam yang dibawa oleh Nabi Muhamamd SAW.

Kedua, Pendiri Jemaat Ahmadiyah telah banyak berbuat untuk mempertahankan kehormatan Islam dan Nabinya Muhammad SAW, diantaranya nampak dari karya tulisnya yang banyak dan diakui oleh kalangan lain.

Ketiga, Nabi yang tidak membawa syari'at baru setelah Nabi Muhammad SAW dapat terjadi dan ini bukan sekedar pendirian Ahmadiyah, tetapi juga kalngan ummat Islam yang lain.

Keempat, Ahmadiyah berkeyakinan bahwa kepercayaannya adalah kepercayaan Islam, berdasarkan Al-Qur'an , Ass-Sunnah dan Al-Hadits. Dan kemenangan dan kebangkitan Islam akan terjadi melalui ilmu, akhlak karimah dan secara damai.

Kelima, Perbedaan pemahaman dan penafsiran tentang masalah agama, tidak perlu membawa ummat Islam saling mengkafirkan. Banyak petunjuk dari Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW agar ummat Islam saling hormat menghormati meskipun mepunyai pemahaman keagamaan yang berbeda.

Sampai jumpa pada kesempatan berikutnya.......

Duri, December 1999



DAFTAR KEPUSTAKAAN:

1. Ahmad, Hazrat Mirza Ghulam, Barahin Ahmadiyah III, Al-Syarikah al Islamiyah, Rabwah, Pakistan.

2. Ahmad, Hazrat Mirza Ghulam, Izalah-i-Auham II, Al-Syarikah al Islamiyah, Rabwah, Pakistan.

3. Ahmad, Hazrat Mirza Ghulam, Aina Kamalati Islam II, Al-Syarikah al Islamiyah, Rabwah, Pakistan.

4. Ahmad, Hazrat Mirza Ghulam, Maktubu Ahmad, Wakalah al Tabsyir li al tahrik Jadid, Rabwah Pakistan 1959.

5. Ahmad, Hazrat Mirza Ghulam, Al-Istifta, Waklah al Tabsyir li al-Tharik al-Jadid, Rabwah, Pakistan, 1956.

6. Ahmad, Hazrat Mirza Ghulam, Al-Masih al-Nashiri fi al-Hind (di Arabkan oleh Mubarak Ahmad Malik) Waklah al-Tabshir li al-Tahrik al-Jadid, Rabwah, Rabwah, Pakistan.

7. Ahmad, Hazrat Mirza Ghulam, Taqrir Wajib al-I'lan, Al-Nushrah, Rabwah, Pakistan.

8. Ahmad, Hazrat Mirza Ghulam, Kishti-i-Nuh, Al-Nushrah, Rabwah, Pakistan 1961.

9. Ahmad, Hazrat Mirza Ghulam, Hakiqiqat al Wahyi, al-Syarikah al Islamiyah, Rabwah, Pakistan.

10. Ahmad, Hazrat Mirza Ghulam, Ek Ghalti Ka Izala, al-Nushrah, Rabwah Pakistan 1951.

11. Ahmad, Hazrat Mirza Ghulam, Zamima Anjam-i-Atham, al-Nushrah, Rabwah Pakistan.

12. Ahmad, Hazrat Mirza Ghulam, Tabligh-i-Risalat X, al-Nushrah, Rabwah, Pakistan.

13. Ahmad, Hazrat Mirza Ghulam, Hamamah al-Bushra, al-Syarikah al-Islamiyah, Rabwah, Pakistan.

14. Ahmad, Hazrat Mirza Ghulam, Al-Khutbah al Ilhamiyah, al-Tabshir, Rabwah, Pakistan 1388.

15. Ahmad, Hazrat Mirza Ghulam, Perlunya Seorang Imam Zaman (terjemahan Indonesia oleh R. Ahmad Anwar) Majlis Khudamul Ahmadiyah, Ahmadiyah Indonesia, Jakarta.

16. Ahmad, Hazrat Mirza Ghulam, Falsafah al Ushul al Islamiyah (terjemahan Arab oleh Munir al-Hishny al- Husaini), Ibn Zaidun, Damaskus.

17. Ahmad, Hazrat Mirza Ghulam, Ajaranku, (terjemahan Indonesia oleh R. Ahmad Anwar) Yayasan Wisma Damai, Bandung 1964.

18. Ahmad, Mirza Mubarak, Islam Dalam Derapan maju, (di Indonesiakan oleh Mian Abdul Hayee HP), Yayasan Wisma Damai, Bandung.

19. Ahmad, Mirza Mubarak, Islam in Africa, Ahmadiyah Muslim Foreign Missions Office, Rabwah, Pakistan 1962.

20. Ahmad, Mirza Bashir, Hayatu ahmad (terjemahan Arab oleh Mubarak Ahmad Malik, al Tabshir, Rabwah, Pakistan.

21. Ali, A. Mukti, Alam Pikiran Modern di Indonesia, cet II, Yayasan Nida Yogyakarta.

22. Ali, A. Mukti, Pemikiran Dialog antar Agama Departemen Agama RI.

23. Ali, A. Mukti, Ilmu Perbandingan Agma, Yayasan Nida Yogyakarta 1975.

24. Arabi, Muhyidin Ibnu, Al-futuhat al Makkiyah-II, Mushtofa al-Babi al-Halaby, Mesir 1951.

25. Al-Khatib, Muhibbuddin, mengenal Pokok-poko Ajaran Syi'ah Al-Imamiyah(Di Indonesiakan oleh Munawar Putera), PT Bina Ilmu Surabaya 1984.

26. Al-Husaini, Munir al Hishny tt. Al-Maudududi fi al-Mizan, Damaskus.

27. Dard, A.R. 1948 Life of Ahmad, Founder of the Ahmadiyya Movement part I, Nafees Printers 26, Patiala Ground Lahore.

28. Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan terjemahannya, juz 1-30, Proyek Pengadaan kitab Suci Al-Qur'an, Jakarta 1978.

29. Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Al-Qur'an dengan Terjemah dan Tafsir Singkat, jilid I, II dan II, Yayasan Wisma Damai, Bandung 1970.

30. Lubis, H.M. Arsyad Thalib, Imam Mahdi, Firma Islamiyah, Medan 1967.

31. Malik, Mubarak Ahmad, Ma Hiya al Ahmadiyah, fi al Raddi 'ala ma Hiya al-Qadianiyah li Abi al Hasan al Nadwi, al-Bushra 30: 1970, Rabwah.

32. Massignon, Louis, Wijhah al islam, Nazrah fi al Harakah al hadistsah fi al'alam al Islami, (di Arabkan oleh Muhammad Abd. Al-Hadi Abu Ridhah) al Mthba'ah al Islamiyah, Cairo.

33. Nahdatul 'Ulama, PB. Syuriyah, Ankam al Fuqaha fi Muqarrat Mu'tamarat Nahdhah al Ulama, Juz I, Al-Idarah al Ulama, Jakarta.

34. Shahih Muslim II, Maba'ah Isa al babi al Halabi, Mesir.

35. Al Siyalkuti, Nasir Mubasysyir, Al-Qaul al Sharih fi Zuhur al Mahdi wa al Masih, al Tabshir Rabwah, Pakistan 1961.

36. Zahir, Ihsan Ilahi, Al-Qadianiyah, Idharah Turjuman al Sunnah, Lahore, Pakistan 1976.
Post Reply