Apa sih Islam Radikal itu??

Informasi tentang masa pra-Islam dan perkembangan Jihad di seluruh dunia
Post Reply
israel hu akbar
Posts: 220
Joined: Thu Jan 24, 2008 11:30 pm

Apa sih Islam Radikal itu??

Post by israel hu akbar »

Buah Pemikiran dari seorang India
Minggu 4 Januari 2009
http://dharmaveer.blogspot.com/2009/01/ ... islam.html" onclick="window.open(this.href);return false;

Sulit memang menjabarkan Islam Radikal. Makhluk apakah sih Islam Radikal itu??

Perlu diingat : tidak ada satupun pernyataan dari Muslim Radikal bertentangan dengan Quran dan Hadis. Quran dan Hadis
adalah rukun Islam, bukan eksklusif rukun kaum Islam radikal. Dan karena tiada satupun badan Islam yang menyatakan bahwa ada bagian dari Quran dan Hadis yang “kadaluwarsa” atau “tidak relevan,” disinlah letak masalahnya. Ada beberapa contoh Hadis yang melegalkan pemerkosaan terhadap tawanan perempuan kafir dimasa Muhammad. Dan karena Muhammad dianggap sebagai manusia sempurna (insan ul kamil) dan dijadikan panutan SEMUA Muslim, maka apa artinya ini ? Ini berarti bahwa SEMUA Muslim harus menyetujui praktek (pemerkosaan) tsb, setidaknya secara prinsip, dan inilah biangkeroknya.

Kalau orang menyebut “Islam radikal,” mereka menunjuk kpd ayat2 radikal dalam Quran dan Hadist. Radikal menurut standar siapa ?? Bukan dari standar Islam sih, wong ayat ini diterima tanpa kontroversi selama berabad2. Ayat2 tsb bagi Muslim tidaklah radikal, tapi radikal bagi peradaban non-muslim jaman sekarang.

Ambil contoh, ayat 4:34---Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.---

Muslim2 'radikal' seperti Taliban sering mengutip ayat tsb untuk membenarkan kebrutalan mereka terhadap perempuan. TAPI ayat tsb jelas2 ada di Quran, tidak di kitab terpisah dengan judul “Quran Eksklusif untuk kaum Muslim Radikal.” Jadi
mengapa ayat itu disebut Radikal?? Karena bagi masyarakat modern sekararang ini, ayat ini tidak dapat diterima.

Jadi masalahnya adalah bahwa ISLAM ITU LOH, yg RADIKAL. Tak ada agama sempalan yang disebut “Islam Radikal,” tapi banyak kandungan dalam Islam yang terjabar sebagai radikal/tidak masuk akal/brutal bagi peradaban modern sekarang ini.

Lalu gimana solusinya?? Aku percaya bahwa reformasi Islam-lah jawabannya. Tapi ini tidak akan terjadi jika kita tidak berani menjabarkan fakta sebenarnya, bahwa banyak ayat2 Quran dan Hadis tidak bisa diterima oleh masyarakat modern. Daripada ber-taqiyya atau mengibuli diri sendiri dengan mengatakan bahwa ada sebuah ideologi terpisah yg bernama “Islam Radikal,” ayo jujurlah ! Tidak ada satupun perkataan Bin Laden yg bertentangan dengan Quran dan Hadis. Ada yang berkata bahwa Islam terbagi dua, Radikal dan Moderat, tapi tak ada tuh yg namanya Islam Moderat. WONG ISLAM MEMANG RADIKAL. Untuk meMODERATkan Islam, ayat2 (dan SEMUA bab, seperti pembolehan pemerkosaan tawanan perempuan dengan coitus interuptus--agar tidak hamil—sehingga tidak menurunkan harga mereka bila dijual sebagai budak) di Quran dan Hadis harus disingkirkan dulu. NAHHH, apa kita akan meminta Muslim moderat melakukannya??

Penyangkalan lain adalah pernyataan bahwa ada yang MEMANFAATKAN Islam. HAH ??? Siapa sih ?? Bin Laden?? Semua aksi-aksinya dilegitimasi oleh Quran dan Hadis dan ia selalu melakukan aksinya dengan dasar ayat-ayat Quran dan Hadis. Tidak hanya itu, selama berabad-abad pribadi seperti Bin Laden dalam Islam disanjung-sanjung sebagai GHAZIZ (Pejuang Suci). Bukan tanpa sebab mayoritas Muslim menganggapnya sebagai pahlawan. Hanya untuk mengelabui dunia BaratLAH, Muslim mengatakan bahwa Bin Laden telah “menodai Islam.” Padahal Bin Laden adalah seorang Islam Kaffah, Muslim sejati. Dalam beberapa Hadis, Muhammad berkata bahwa Muslim terbaik bukanlah yang selalu berpuasa dan berdoa, tapi yang menunggangi kudanya dan berperang melawan Kafir (terutama Polytheis/musyrikun) demi kebesaran Islam. Itulah yang dilakukan Bin Laden, lalu bagaimana dengan perempuan dan anak2 yang dia bunuh?? Tebaklah, bahwa Hadis dengan tegas menyatakan oke-oke aja tuh alias ga apa-apa membunuh perempuan dan anak2 polytheis. Tak ada satupun yang Bin Laden lakukan melenceng dari Quran dan Hadis. Dia bukan Muslim Radikal, dia semata-mata berperilaku sebagai seorang Muslim.

Marilah jujur—Masalahnya bukanlah “Islam Radikal.” Masalahnya adalah I S L A M, seperti yang tertulis dalam Quran dan Hadis, memang amat sangat BRUTAL, tidak toleran, dan ya “radikal” untuk bersanding dengan masyarakat modern. Begitu seorang Muslim mulai mengikuti Islam secara total, bagi kita dia berubah wujud menjadi 'radikal.' Kita lalu menyebutnya sbg “Muslim Radikal,” padahal ia cuma mengikuti ajaran agamanya.

Ideologi Nazi mengarah pada Holocaust. Ideologi Islam, dan bukan “Islam Radikal,” disebut majalah Time mengarah kpd genocide terbesar setelah holocaust-- 2 juta Hindu (dan 1 juta Muslim yang dianggap telah tercemari oleh Hindu) di Pakistan TImur DIBANTAI oleh tentara (Muslim) Pakistan selama th 1970-1971. Sekali lagi inilah Islam, Islam, Islam dan bukan “Islam Radikal” yg ajarannya terjawantahkan pada pembantaian dan pemerkosaan di Darfur, Kashmir, Irak, Pakistan, Somalia, Chechnya, Beslan, Mumbai, Afghanistan, Thailand Selatan, Filipina Selatan, Aljazair dsb dsb.

Julukan apa yang pantas bagi orang yang berusaha berkilah mengenai ideologi barbar Nazi dan berusaha mempertalikan holocaust ke sebab lain?? Kita akan menjulukinya sbg “Kaki Tangan Nazi”. Selaras dgn itu, maka aku menyebut mereka yang mencoba berkilah tentang ajaran sejati Islam sebagai kaki tangan dalam genocide Islam. Marilah kita berhenti jadi pengecut dan mengatakan apa adanya. Berapa lagi harus mati untuk Jihad, sampai kita akhirnya berani menyebutnya sebagai J i h a d ?? Berapa lagi harus mati sampai akhirnya kita berkata “ Ya, Islamlah biangkerok semua ini” ? Ungkapkanlah kejujuran sekarang, dan junjunglah kebenaran.

----------------------------------
Tentang penulis.
Dharmaveer
Aku adalah software engineer dari Bangalore, India. Aku telah mempelajari Islam selama 8 tahun, dan aku telah khatam Quran, keempat Hadis, Sirat Rasulullah dan beraneka buku Islam seperti Umdat al Salik, dll. Tahun2 terakhir ini, aku menyempatkan waktu untuk lebih memahami Islam. Atas anjuran kolega2 ku dan juga karena teror Mumbai, aku mengambil keputusan membuat blog ini untuk berbagi pendapat tentang ancaman yg dihadapi kami, Hindu, dari radikal islam dan ideologi dasar mereka tentang Jihad terhadap Kafir. Aku juga berusaha menjadikan blog ini sebagai jembatan kepada dunia
Barat, yg juga menghadapi serangan seperti kita penganut Hindu. Hindu dan peradaban Barat sama2 melindungi kebebasan, hal yg menjadikan Hindu diterima dunia barat. Kita harus bersama-sama melindunginya, jika tidak ... kita akan hancur semua. Nama blog ini—Dharmaveer—aku pilih untuk kupersembahkan bagi Sambhaji (anak sulung shivaji) yg diberi julukan Dharmaveer karena menolak Islam setelah disiksa lebih dari 20 hari oleh kaisar Mughal, Aurangzeb, selama perang 27 thn Mughal-Maratha. Dia mati sebagai Hindu th 1689.

Thn 1760, kaum Hindu Maratha merebut kembali sebagian besar India (dari Islam) bagi Hindu Dharma..
Dorama
Posts: 461
Joined: Wed Oct 06, 2010 1:09 pm

Re: Apa sih Islam Radikal itu??

Post by Dorama »

Nasehat Kepada Teroris
Dikirim oleh webmaster, Senin 31 Agustus 2009, kategori Aqidah
Penulis: Ustadz Sofyan Chalid
.: :.
Hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kita mengadukan segala fitnah dan ujian yang mendera, akibat ulah sekolompok anak muda yang hanya bermodalkan semangat belaka dalam beragama namun tanpa disertai kajian ilmu syar’i yang mendalam dari al-Qur’an dan as-Sunnah serta bimbingan para Ulama, kini ummat Islam secara umum dan Ahlus Sunnah (orang-orang yang komitmen dengan Sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam) secara khusus harus menanggung akibatnya berupa celaan dan citra negatif sebagai pendukung terorisme.

Aksi-aksi terorisme yang sejatinya sangat ditentang oleh syari’at Islam yang mulia ini justru dianggap sebagai bagian dari jihad di jalan Allah, sehingga pelakunya digelari sebagai mujahid, apabila ia mati menjadi syahid, pengantin surga dan calon suami bidadari...
Demi Allah, akal dan agama mana yang mengajarkan terorisme itu jihad...?! Akal dan agama mana yang mengajarkan buang bom di sembarang tempat itu amal saleh...?!

Maka berikut ini kami akan menunjukkan beberapa penyimpangan terorisme dari Syari’at Islam dan menjelaskan beberapa hukum jihad syar’i yang diselisihi para Teroris, berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah serta keterangan para Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah para pengikut generasi Salaf (generasi Sahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam).

Pelanggaran-pelanggaran hukum Jihad Islami yang dilakukan Teroris:
Pelanggaran Pertama: Tidak memenuhi syarat-syarat Jihad Islami
Jihad melawan orang kafir terbagi dua bentuk; jihad difa’ (defensif, membela diri) dan jihad tholab (ofensif, memulai penyerangan lebih dulu), adapun yang dilakukan oleh para Teroris tidak diragukan lagi adalah jihad ofensif, sebab jelas sekali mereka yang lebih dulu menyerang, bahkan menyerang orang yang tidak bersenjata.

Dalam jihad defensif, ketika ummat Islam diserang oleh musuh maka kewajiban mereka untuk membela diri tanpa ada syarat-syarat jihad yang harus dipenuhi (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Al-Ikhtiyarat Al-Fiqhiyah hal. 532 dan Al-Fatawa Al-Kubrô 4/608).

Namun untuk ketegori jihad ofensif terdapat syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi sebelum melakukan jihad tersebut. Disinilah salah satu perbedaan mendasar antara jihad dan terorisme. Bahwa jihad terikat dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah Ta’ala dalam syari’at-Nya, sedangkan terorisme justru menerjang aturan-aturan tersebut. Maka inilah syarat-syarat jihad ofensif kepada orang-orang kafir yang dijelaskan para Ulama:
Syarat Pertama: Jihad tersebut dipimpin oleh seorang kepala negara
Berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ يُطِعِ الْأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ يَعْصِ الْأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي وَإِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
“Siapa yang taat kepadaku maka sungguh ia telah taat kepada Allah, dan siapa yang bermaksiat terhadapku maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah. Dan siapa yang taat kepada pemimpin maka sungguh ia telah taat kepadaku, dan siapa yang bermaksiat kepada pemimpin maka sungguh ia telah bermaksiat kepadaku. Dan sesungguhnya seorang pemimpin adalah tameng, dilakukan peperangan dibelakangnya, dan dijadikan sebagai pelindung.” (HR. Al-Bukhary no. 2957 (konteks di atas milik Al-Bukhary), Muslim no. 1835, 1841, Abu Daud no. 2757 dan An-Nasa`i 7/155).

Berkata al-Imam an-Nawawy rahimahullah, “Dan makna “dilakukan peperangan di belakangnya” yaitu dilakukan peperangan bersamanya melawan orang-orang kafir, Al-Bughôt (para pembangkang terhadap penguasa), kaum khawarij dan seluruh pengekor kerusakan dan kezholiman.” (Syarah Muslim 12/230).
Syarat Kedua: Jihad tersebut harus didukung dengan kekuatan yang cukup untuk menghadapi musuh. Sehingga apabila kaum Muslimin belum memiliki kekuatan yang cukup dalam menghadapi musuh, maka gugurlah kewajiban tersebut dan yang tersisa hanyalah kewajiban untuk mempersiapkan kekuatan.

Allah Subhânahu wa Ta’âlâ menegaskan : “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah dan (yang juga) musuh kalian serta orang-orang selain mereka yang kalian tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.” (QS. Al-Anfâl : 60)

Diantara dalil akan gugurnya kewajiban jihad bila tidak ada kemampuan, adalah hadits An-Nawwâs bin Sam’ân radhiyallâhu ‘anhu tentang kisah Nabi ‘Isâ ‘alaissalâm membunuh Dajjal…, kemudian disebutkan keluarnya Ya`jûj dan Ma`jûj,
…فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَلِكَ، إِذْ أَوْحَى اللهُ إِلَى عِيْسَى: إِنِّيْ قَدْ أَخْرَجْتُ عِبَاداً لِيْ لَا يَدَانِ لِأَحَدٍ بِقِتَالِهِمْ، فَحَرِّزْ عِبَادِيْ إِلَى الطُّوْرِ وَيَبْعَثُ اللَّهُ يَأْجُوْجَ وَمَأْجُوْجَ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ …
“…Dan tatkala (Nabi ‘Isâ) dalam keadaan demikian, maka Allah mewahyukan kepada (Nabi) ‘Isâ, “Sesungguhnya Aku akan mengeluarkan sekelompok hamba yang tiada tangan (baca: kekuatan) bagi seorangpun untuk memerangi mereka, maka bawalah hamba-hamba-Ku berlindung ke (bukit) Thûr.” Kemudian Allah mengeluarkan Ya`jûj dan Ma`jûj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi….” (HR. Muslim no. 2937 dan Ibnu Majah no. 4075).

Perhatikan hadits ini, tatkala kekuatan Nabi ‘Isâ ‘alaissalâm dan kaum muslimin yang bersama beliau waktu itu lemah untuk menghadapi Ya`jûj dan Ma`jûj, maka Allah tidak memerintah mereka untuk mengobarkan peperangan dan menegakkan jihad bahkan mereka diperintah untuk berlindung ke bukit Thûr.

Demikian pula, ketika Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan para Sahabat masih lemah di Makkah, Allah Ta’ala melarang kaum Muslimin untuk berjihad, padahal ketika itu kaum Muslimin mendapatkan berbagai macam bentuk kezhaliman dari orang-orang kafir.
Berkata Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah rahimahullâh, “Dan beliau (Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam) diperintah untuk menahan (tangan) dari memerangi orang-orang kafir karena ketidakmampuan beliau dan kaum muslimin untuk menegakkan hal tersebut. Tatkala beliau hijrah ke Madinah dan mempunyai orang-orang yang menguatkan beliau, maka beliaupun diizinkan untuk berjihad.” (Al-Jawâb Ash-Shohîh 1/237).
Syarat Ketiga: Jihad tersebut dilakukan oleh kaum Muslimin yang memiliki wilayah kekuasaan
Perkara ini nampak jelas dari sejarah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, bahwa Beliau diizinkan berjihad oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika telah terbentuknya satu kepemimpinan dengan Madinah sebagai wilayahnya dan beliau sendiri sebagai pimpinannya.
Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah, “Awal disyariatkannya jihad adalah setelah hijrahnya Nabi shollallahu‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam ke Madinah menurut kesepakatan para ulama.” (Fathul Bari 6/4-5 dan Nailul Authar 7/246-247).

Demikianlah syarat-syarat jihad dalam syari’at Islam. Adapun dari sisi akal sehat, bahwa tujuan jihad adalah untuk meninggikan agama Allah Ta’ala sehingga Islam menjadi terhormat dan berwibawa di hadapan musuh, hal ini tidak akan tercapai apabila tidak dipersiapkan dengan matang dengan suatu kekuatan, persiapan dan pengaturan yang baik. Maka ketika syarat-syarat di atas tidak terpenuhi, sebagaimana dalam aksi-aksi terorisme, hasilnya justru bukan membuat Islam menjadi tinggi, malah memperburuk citra Islam, sebagaimana yang kita saksikan saat ini.

Pelanggaran Kedua: Memerangi orang kafir sebelum didakwahi dan ditawarkan apakah memilih Islam, membayar jizyah atau perang
Pelanggaran ini menunjukkan kurangnya semangat para Teroris untuk mengusahakan hidayah kepada manusia dan semakin jauh dari tujuan jihad itu sendiri, padahal hakekat jihad hanyalah sarana untuk menegakkan dakwah kepada Allah Ta’ala.
Ini juga merupakan bukti betapa jauhnya mereka dari pemahaman yang benar tentang jihad, sebagaimana tuntunan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam kepada para Mujahid yang sebenarnya, yaitu para Sahabat radhiyallahu ‘anhum. Dalam hadits Buraidah radhiyallâhu ‘anhu, beliau berkata:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَمَّرَ أَمِيْرًا عَلَى جَيْشٍ أَوْ سَرِيَّةٍ أَوْصَاهُ فِيْ خَاصَّتِهِ بِتَقْوَى اللهِ وَمَنْ مَعَهُ مِنْ الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرًا ثُمَّ قَالَ أُغْزُوْا بِاسْمِ اللهِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ قَاتِلُوْا مَنْ كَفَرَ بِاللهِ أُغْزُوْا وَلاَ تَغُلُّوْا وَلاَ تَغْدِرُوْا وَلاَ تُمَثِّلُوْا وَلاَ تَقْتُلُوْا وَلِيْدًا وَإِذَا لَقِيْتَ عَدُوَّكَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلاَثِ خِصَالٍ فَأَيَّتُهُنَّ مَا أَجَابُوْكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلاَمِ فَإِنْ أَجَابُوْكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمُ الْجِزْيَةَ فَإِنْ هُمْ أَجَابُوْكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَقَاتِلْهُمْ
“Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa âlihi wa salllam apabila beliau mengangkat amir/pimpinan pasukan beliau memberikan wasiat khusus untuknya supaya bertakwa kepada Allah dan (wasiat pada) orang-orang yang bersamanya dengan kebaikan. Kemudian beliau berkata, “Berperanglah kalian di jalan Allah dengan nama Allah, bunuhlah siapa yang kafir kepada Allah, berperanglah kalian dan jangan mencuri harta rampasan perang dan janganlah mengkhianati janji dan janganlah melakukan tamtsîl (mencincang atau merusak mayat) dan janganlah membunuh anak kecil dan apabila engkau berjumpa dengan musuhmu dari kaum musyrikin dakwailah mereka kepada tiga perkara, apa saja yang mereka jawab dari tiga perkara itu maka terimalah dari mereka dan tahanlah (tangan) terhadap mereka ; serulah mereka kepada Islam apabila mereka menerima maka terimalah dari mereka dan tahanlah (tangan) terhadap mereka, apabila mereka menolak maka mintalah jizyah (upeti) dari mereka dan apabila mereka memberi maka terimalah dari mereka dan tahanlah (tangan) terhadap mereka, apabila mereka menolak maka mintalah pertolongan kepada Allah kemudian perangi mereka”. (HR. Muslim no. 1731, Abu Dâud no. 2613, At-Tirmidzy no. 1412, 1621, An-Nasâ`i dalam As-Sunan Al-Kubrô no. 8586, 8680, 8765, 8782 dan Ibnu Mâjah no. 2857, 2858).

Pelanggaran Ketiga: Membunuh orang Muslim dengan sengaja
Kami katakan bahwa mereka sengaja membunuh orang Muslim yang tentu sangat mungkin berada di lokasi pengeboman karena jelas sekali bahwa negeri ini adalah negeri mayoritas Muslim, dan mereka sadar betul di sini bukan medan jihad seperti di Palestina dan Afganistan, bahkan mereka tahu dengan pasti kemungkinan besar akan ada korban Muslim yang meninggal.

Tidakkah mereka mengetahui adab Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sebelum menyerang musuh di suatu daerah?! Disebutkan dalam hadits Anas bin Mâlik radhiyallâhu ‘anhu:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا غَزَا بِنَا قَوْمًا لَمْ يَكُنْ يَغْزُوْ بِنَا حَتَّى يُصْبِحَ وَيَنْظُرَ فَإِنْ سَمِعَ أَذَانًا كَفَّ عَنْهُمْ وَإِنْ لَمْ يَسْمَعْ أَذَانًا أَغَارَ عَلَيْهِمْ
“Sesungguhnya Nabi shollallâhu ‘alaihi wa ‘alâ âlihi wa sallam apabila bersama kami untuk memerangi suatu kaum, beliau tidak melakukan perang tersebut hingga waktu pagi, kemudian beliau menunggu, apabila beliau mendengar adzan maka beliau menahan diri dari mereka dan apabila beliau tidak mendengar adzan maka beliau menyerang mereka secara tiba-tiba. ”(HR. Al-Bukhâri no. 610, 2943, Muslim no. 382, Abu Daud no. 2634, dan At-Tirmidzy no. 1622).
Tidakkah mereka mengetahui betapa terhormatnya seorang Muslim itu?! Tidakkah mereka mengetahui betapa besar kemarahan Allah Ta’ala atas pembunuh seorang Muslim?!

Allah Ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya”. (QS. An-Nisâ` : 93)
Dan Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menegaskan:
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ
“Sungguh sirnanya dunia lebih ringan di sisi Allah dari membunuh (jiwa) seorang muslim.” (Hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma riwayat At-Tirmidzy no. 1399, An-Nasa`i 7/ 82, Al-Bazzar no. 2393, Ibnu Abi ‘ashim dalam Az-Zuhd no. 137, Al-Baihaqy 8/22, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 7/270 dan Al-Khathib 5/296. Dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany rahimahullah dalam Ghayatul Maram no. 439).

Pelanggaran Keempat: Membunuh orang kafir tanpa pandang bulu
Inilah salah satu pelanggaran Teroris dalam berjihad yang menunjukkan pemahaman mereka yang sangat dangkal tentang hukum-hukum agama dan penjelasan para Ulama.
Ketahuilah, para Ulama dari masa ke masa telah menjelaskan bahwa tidak semua orang kafir yang boleh untuk dibunuh, maka pahamilah jenis-jenis orang kafir berikut ini:
Pertama, kafir harbiy, yaitu orang kafir yang memerangi kaum Muslimin, inilah orang kafir yang boleh untuk dibunuh.
Kedua, kafir dzimmy, yaitu orang kafir yang tinggal di negeri kaum Muslimin, tunduk dengan aturan-aturan yang ada dan membayar jizyah (sebagaimana dalam hadits Buraidah di atas), maka tidak boleh dibunuh.
Ketiga, kafir mu’ahad, yaitu orang kafir yang terikat perjanjian dengan kaum Muslimin untuk tidak saling berperang, selama ia tidak melanggar perjanjian tersebut maka tidak boleh dibunuh.
Keempat, kafir musta’man, yaitu orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum Muslimin, atau sebagian kaum Muslimin, maka tidak boleh kaum Muslimin yang lainnya untuk membunuh orang kafir jenis ini. Dan termasuk dalam kategori ini adalah para pengunjung suatu negara yang diberi izin masuk oleh pemerintah kaum Muslimin untuk memasuki wilayahnya.

Banyak dalil yang melarang pembunuhan ketiga jenis orang kafir di atas, bahkan terdapat ancaman yang keras dalam sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam:
مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيْحَهَا تُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ أَرْبَعِيْنَ عَامًا
“Siapa yang membunuh kafir mu’ahad ia tidak akan mencium bau surga dan sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun”. (HR. Al-Bukhary no. 3166, 6914, An-Nasa`i 8/25 dan Ibnu Majah no. 2686).

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berpendapat bahwa kata mu’ahad dalam hadits di atas mempunyai cakupan yang lebih luas. Beliau berkata, “Dan yang diinginkan dengan (mu’ahad) adalah setiap yang mempunyai perjanjian dengan kaum muslimin, baik dengan akad jizyah (kafir dzimmy), perjanjian dari penguasa (kafir mu’ahad), atau jaminan keamanan dari seorang muslim (kafir musta’man).” (Fathul Bary 12/259).

(Disarikan dari buku Meraih Kemuliaan melalui Jihad Bukan Kenistaan, karya Al-Ustadz Dzulqarnain hafizhahullah. Semua dalil, takhrij hadits dan perkataan Ulama di atas dikutip melalui perantara buku tersebut, jazallahu muallifahu khairon).

(Sumber http://www.ahlussunnah-jakarta.com/arti ... php?id=374)
Post Reply