Sebuah bukti tambahan, sebuah perintah dari Aisyah, “Bahwa tidak ada tulang korban yang boleh patah.” Sudah tentu, kajian atas upacara Aqiqa akan membawa kita untuk menggunakan Keluaran 12 dan Yohanes 19 (Yoh.19:36, Sebab hal itu terjadi, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci: “Tidak ada tulangNya yang akan dipatahkan”) pada saudara-saudara Muslim kita, memperlihatkan pada mereka “Anak domba Bapa yang menghapuskan dosa dunia,” yang adalah penebus sejati juga bagi kanak-kanak; yang merangkul anak-anak kecil dengan tanganNya sendiri serta memberkati mereka. Baru-baru ini saya mempersiapkan pamphlet mengenai hal ini untuk umat Islam, berjudul “Haqiqat ul ‘Aqiqa” (Makna Aqiqa Sesungguhnya) yang memperlihatkan beberapa hal mengenai tradisi ini, dan menunjukkan ajaran Perjanjian Lama mengenai penebusan dosa oleh Anak Domba Kudus, serta memperlihatkan bahwa tanpa ada darah yang tertumpah, tidak akan ada pengampunan dosa. Bahwa umat Islam sendiri pernah mengakui karakter yang mewakili pengorbanan ini serta makna penebusannya yang lebih dalam, merupakan bukti sempurna dari doa yang disampaikan dalam peristiwa tersebut.
Dalam salah satu buku keagamaan yang diterbitkan di Hindustan dan dicetak di Kalkuta, doa tersebut berbunyi, “Ya Allah, ini adalah korban Aqiqa untuk putraku ….dan….; darahnya untuk darahnya, dagingnya untuk dagingnya, tulangnya untuk tulangnya, kulitnya untuk kulitnya, rambutnya untuk rambutnya. Ya Allah! jadikan ia sebagai tebusan bagi putraku dari neraka, karena sesungguhnya aku telah memalingkan wajahku dari Dia yang menciptakan langit dan bumi, seorang mukmin sejati. Dan aku bukan termasuk mereka yang menyekutukan Allah. Sesungguhnya sembahyang serta hidup dan matiku adalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, yang tidak memiliki sekutu, dan dengan demikian aku diperintahkan, dan aku termasuk dalam Muslim.” Setelah mengucapkan doa ini, buku tuntunan ibadah tersebut menyatakan bahwa korban harus disembelih oleh ayah si anak sambil berseru, “Allahu Akbar.”
Kita mungkin mengingat dengan baik bahwa dalam hukum Perjajian Lama, doa syafaat serupa diucapkan orang Israel yang saleh saat mempersembahkan korban atas nama anak pertama yang lahir. Menurut hukum Talmud Yahudi, setiap orang Israel diharuskan untuk menebus putra sulungnya, paling lama 30 hari setelah kelahirannya. Bila sang ayah gagal melaksanakannya, maka setelah dewasa ia harus menebus dirinya sendiri. Saat penebusan sang ayah mengucapkan kata-kata berikut ini, “Diberkatilah engkau dalam nama Dia yang memerintahkan kita mengenai penebusan putra.” Dalam hal anak sulung, mereka juga melakukan adat Ahlakah, yaitu memotong rambut anak laki-laki tersebut untuk pertama kali. Ini dilakukan setelah ulang tahunnya yang ke-empat.
Tercantum di Jewish Encyclopedia, juga sudah menjadi kebiasaan di masa Talmud untuk menimbang rambut anak yang dicukur. 8 Menurut Rabbi Joseph Jacobs, diantara suku Israel, anak yang lahir disebabkan sumpah orangtuanya, tidak dipotong rambutnya hingga berusia 6 sampai 7 tahun. Sudah lazim untuk menimbang rambut yang dipotong dengan uang logam/koin yang kemudian diberikan untuk tujuan amal.
Jelas terlihat bahwa kebiasaan umat Islam ini merupakan pinjaman dari Yudaisme, namun banyak diantaranya yang belakangan berbaur dengan praktek ajaran Semit, yang tidak jelas asal-usulnya. Adakah juga mungkin hubungannya dengan ‘doa Akedah/Aqedah’ 9 serta upacara di kalangan Yahudi? Istilah Akedah mengacu pada pengikatan Ishak sebagai korban, dan peristiwa Alkitab ini memainkan peranan penting dalam liturgi Yahudi. Peringatan paling awal peristiwa ini terdapat dalam Mishnah, dan doa berikut ini terdapat dalam ritual perayaan Tahun Baru:
“Ingatlah kemurahanMu pada kami, ya TUHAN Tuhan kami, sumpah yang telah Engkau ucapkan pada bapa kami Abraham di Gunung Moria; ingatlah pengikatan putranya Ishak di atas mezbah saat ia menahan rasa kasihnya untuk melakukan kehendakMu dengan segenap hati! Semoga rasa kasihMu menahan murkaMu terhadap kami, dan melalui kebaikanMu yang besar semoga amarahMu berlalu dari umatMu, kotaMu dan milikMu. Ingatlah hari ini dalam kasih pengampunan dan kemurahan akan keturunannya, pengikatan Ishak” (Jewish Encyclopedia.)
Dr. Max Landsberg berkata: “Dalam perjalanan waktu, makna penting yang lebih besar tersematkan pada Akedah. Literatur Haggadah (teks relijius umat Yahudi yang dibaca saat perayaan Perjamuan Paskah) penuh akan peringatan peristiwa ini; janji pengampunan yang terdapat di dalamnya selalu disertakan dalam doa harian di pagi hari; dan bagian yang disebut Akedah disertakan dalam setiap liturgi hari pertobatan di kalangan Yahudi Jerman.”
Up on the Temple Mount area is the place where Abraham offered up his son, Isaac. It also marks the place of YHVH's provision of a sacrifice lamb. (Gen.22: God would provide Himself a lamb)
Dalam berbagai kasus, kita melihat bahwa diantara orang Yahudi dan juga orang Islam, berbagai upaya dilakukan untuk mengecilkan makna penting doa dan pengorbanan ini dalam kaitannya dengan gagasan penebusan. Sebab itulah, banyak tata ibadah yang diperbaharui orang Amerika telah menghapus doa Akedah.
Menjadi kecenderungan saat ini di kalangan teolog liberal, Islam, Yahudi dan Kristen untuk mengecilkan makna gagasan penebusan dan penyelamatan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Mezbah dengan darah pengorbanannya sebagai Salib Kristus merupakan batu sandungan besar bagi para pemikir itu.; namun, kedudukan mezbah dan Salib merupakan inti, titik terpenting dan dominan dalam kajian doktrin keselamatan (soteriologi) Kristen. Kita tidak bisa lepas dari ajaran yang jelas dari Firman Tuhan, bahwa “tanpa ada darah yang tertumpah tidak ada pengampunan dosa”; bahwa “Anak Domba Tuhan dibunuh sebelum dunia dijadikan”; bahwa Anak Tuhan datang “untuk memberikan Hidupnya menjadi tebusan bagi banyak orang.”
Sebab itulah para misionaris dan siswa Alkitab tidak puas dengan setiap penjelasan doktrin pengorbanan yang tidak menyertakan mengenai penggantian dan penebusan. Satu hal menjadi jelas, bahwa dalam pengorbanan Aqiqah, sebagaimana perayaan tahunan besar Islam serta pengorbanannya di Mekah (hari raya qurban/Idul Adha), kita mendapatkan kesaksian jelas akan doktrin penebusan yang diwakilkan dan pengampunan dosa melalui penumpahan darah. Andaikan St. Paul hadir di upacara Aqiqah atau hari raya qurban di Arafah, tidakkah ia akan berkhotbah pada kumpulan orang banyak tersebut mengenai “pengampunan dosa melalui darahNya?” (Eph.1:7; Kol.1:14; Rom. 5:11; Rom. 111:25).For the life of a creature is in the blood, and I have given it to you to make atonement for yourselves on the altar; it is the blood that makes atonement for one's life (Leviticus.17:11)
For you know that it was not with perishable things such as silver or gold that you were redeemed from the empty way of life handed down to you from your forefathers, but with the precious blood of Christ, a lamb without blemish or defect. He was chosen before the creation of the world, but was revealed in these last times for your sake (1Peter 1:18-20)
Sudah pasti ada rasa getir dan kasihan disamping rasa ingin tahu akan kenyataan bahwa kanak-kanak di dunia Islam semenjak bayi telah ditahbiskan/digadaikan ke agama Islam melalui pengorbanan Aqiqah.
“Setiap anak digadaikan dengan Aqiqah ia disembelihkan binatang (Kambing/domba)pada hari ketujuh dari kelahirannya,diberi nama dan dicukur kepalanya”(HR. Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Maajah dan Samirah)