Mitos Abad2 Gelap/'Dark Ages' Eropa (BELUM SELESAI)

ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Mitos Abad2 Gelap/'Dark Ages' Eropa (BELUM SELESAI)

Post by ali5196 »

Image

HOLY WARRIORS: ISLAM AND THE DEMISE OF CLASSICAL CIVILIZATION
(JIHADI : ISLAM DAN MATINYA PERADABAN KLASIK)
by John J. O’Neill
© 2009

Komentar dua pembaca ttg buku ini :

- Buku ini sangat masuk akal dibandingkan dengan pemikiran yang ada saat ini yang dilatarbelakangi motivasi politik, kemalasan orang utk belajar tentang Islam dan kebencian tidak mendasar atas Gereja Katolik.

- Saya merekomendasikan buku ini sebagai antidote atas omong kosong yang politically correct yang saat ini dipromosikan sebagai "sejarah" dalam perpustakaan dan toko2 buku. JIka O'Neill benar, maka semua yang diajarkan saat ini tentang sejarah Kristen dan Islam adalah omong kosong. Ia menguatkan karya Henri Pirenne di thn 1930an, sejarawan pertama yang menegaskan bahwa Peradaban Klasik tetap berlangsung dan tidak mati dengan jatuhnya Kerajaan Romawi, tapi justru dihancurkan oleh ISLAM di abad 7. O'Neill tidak mengatakan bahwa Kerajaan Romawi adalah kerajaan yang manusiawi, tapi menjadi manusiawi setelah di-Kristenkan oleh Raja Konstantin. TAPI semua ini akhirnya dihancurkan saat Muslim melancarkan JIHAD mereka yang tidak berkesudahan sampai hari kiamat, melawan seluruh dunia sejak abad 7M. Kawasan Mediterania, yang tadinya merupakan arteri perdagangan dunia, menjadi ladang perburuan oleh bajak2 laut Muslim yang merangkap pedagang2 budak. Kota2 besar Kerajaan Romawi/Bizantium yang mekar sampai abad 7 dan menggantungkan diri pada perdagangan laut kini mulai memudar.

O'Neill mengatakan, Muslim tidak hanya memiskinkan Barat, mereka juga menanamkan nilai2 mereka kedalam agama Kristen seperti Jihad dan perdagangan budak. Penemuan arkeologis membuktikan teori2 O'Neill. Byzantium dan dunia Barat hancur lebur oleh Muslim. Habislah riwayat Peradaban Klasik di Eropa Barat, seperti juga di ladang2 perburuan Muslim lainnya seperti Mesir, Afrika Utara, Syria dan Mesopotamia (Irak).

O'Neill (seperti Robert Spencer) mengatakan bahwa Perang Salib bukan sebuah aksi agresif terhadap dunia Muslim yang damai dan toleran, melainkan sebuah aksi bela diri melawan Islam yang semakin agresif dan ekspansif.

-dan komentar dari saya, penerjemah (ali5196) : ini contoh bagaimana sejarawan2 Barat yg jumlahnya tidak sedikit, yang
memiliki motivasi tersendiri ---entah malu karena sejarahnya yang kolonialis (kenapa harus malu sih ??) atau ingin memerangi agama dan mempromosikan 'humanisme' tanpa agama (Karl Marx wannabes) atau benci agama asal mereka, Katolik (Martin 'Muhammad' Luther wannabes]-- dengan perlahan2 tapi pasti tidak saja menghancurkan budaya mereka sendiri tapi yang paling parahnya memberi amunisi pada Muslim untuk mengikis atau paling tidak mencemarkan nama baik budaya dan agama Eropa lebih lanjut. Sejarawan2 Eropa ini bisa disebutkan sebagai 'useful idiots' dan kami di FFI, dlm upaya menelanjangi Islam, juga harus menelanjangi tulisan useful idiots ini. Ada tuh di Resource Centre ttg Islam FFI, sebuah post khusus ttg para Useful Idiots). Pandangan2 narsistik dan tidak bertanggung jawab ini semakin menyulitkan sebuah budaya untuk mempertahankan diri dan semakin meREPOTkan penerjemah2 spt saya. Pingin gua depak p a n t a t sejarawan2 narsistik tsb. !!! IDIOTS !!

Anyway ... Selamat membaca.
Last edited by ali5196 on Fri Mar 26, 2010 11:14 pm, edited 4 times in total.
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Re: BUKU: Islam and the Demise of Classical Civilisation**

Post by ali5196 »

TABLE OF CONTENTS

INTRODUCTION 1 (diterjemahkan)
1: THE MEDIEVAL PROBLEM
Classical and Medieval 17 (diterjemahkan)
Impact of the Barbarians on Classical Civilization 20
The Germanic States 27
Commerce and Navigation 34 (diterjemahkan)
Wealth and the Monetary System 38 (diterjemahkan)

2: GERMANIC KINGS AND BYZANTINE EMPERORS
Cultural and Intellectual Life in the Fifth and Sixth Centuries (diterjemahkan)
Technology and Learning (diterjemahkan)
Religion and the Church (diterjemahkan)
Social Conditions in the West (diterjemahkan)
Conditions in the East
Tolerance and Intolerance
Heretics and Jews in the East
The Monastic Movement (diterjemahkan)
The Flowering of Learning in Ireland and Britain (diterjemahkan)

3: SARACENS, VIKINGS AND HUNGARIANS
Definitive End of Classical Civilization (diterjemahkan)
Signs of the Break (diterjemahkan)
The Muslim Conquests (diterjemahkan)
The Mediterranean in the seventh and eighth Centuries (diterjemahkan)
A Tidal Wave of Violence (diterjemahkan)
Effects on European Consciousness (diterejmahkan)
Growth of Feudalism

4: CONDITIONS UNDER ISLAM
Propaganda and History (diterjemahkan)
Islamic Tolerance? (diterjemahkan)
Islam and Learning: the Myth (diterjemahkan)
Islam and Learning: the Reality (diterjemahkan)
Islamic Attitude to War
Islamic Attitude to Slavery and to Women
Islam and the Jews
Early Islamic Culture: The Judgment of Archaeology (diterjemahkan)

5: RESISTANCE AND TRANSFORMATION
Christendom Besieged
Conditions in Spain
Islam’s Second Age of Conquest
Re-establishment of the Western Empire
The Reconquista and the Beginnings of Crusading
The Seljuks and the First Crusade
Crusaders and Jews
Origins of European Anti-Semitism

6: IMPACT OF ISLAM
The Spread of Islamic Ideas
The Theocratic State
Intolerance of Apostates and Heretics
An enduring Legacy
What makes a Civilization?

Appendix: A MYTHICAL DARK AGE?
The Dark Age Question
A radical Solution
Origins of the anno domini Calendar
Possible Objections
Consequence
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

PENDAHULUAN

[MITOS PERADABAN KLASIK]
Sebenarnya saya tidak perlu menulis kedua atau bahkan ketiga bab pertama tentang Kerajaan Romawi dan matinya Peradaban Klasik. Kami semua sudah sering mendengar alur ceritanya, yang didengungkan berkali-kali dalam berbagai bentuk selama bertahun-tahun. Setelah invasi bangsa Jermanik dan Asiatik di abad kelima, bangsa-bangsa Eropa Barat, demikian alur ceritanya, kembali hidup dalam gubug-gubug. Kota-kota hancur dan dikosongkan, seni tulis nyaris menghilang dan penduduk dibiarkan dalam keadaan terbelakang oleh Gereja (Katolik) yang fanatik dan elitis, yang secara efektif menyelesaikan tugas para Barbarian. Dalam Era Gelap di abad tujuh dan delapan ini, datanglah bangsa Arab yang membawa pengetahuan dan sains kembali ke Eropa dan dibawah pengaruh mereka, bangsa Barat kembali memulai perjalanan panjang mereka menujui peradaban.

Itulah sekapur sirih, cerita yang disampaikan dalam sejumlah besar buku referensi sekolah maupun disertasi. Ini sebuah cerita yang secara implisit ditelan para sejarawan profesional, baik di Eropa maupun di Amerika Utara, diantaranya Bernard Lewis, tokoh tenar dalam studi Timur Tengah bagi bagian dunia berbahasa Inggris. Namun demikian ini sebuah versi sejarah yang palsu.

Sulit membayangkan sebuah narasi yang begitu jauh dari kenyataan, dan yang paling mengagetkan adalah bahwa selama beberapa generasi, para sejarawan memang sudah mengetahui ini. Mengapa pengetahun ini tidak didiseminasi atau diintegrasi kedalam pemikiran akademik adalah sebuah pertanyaan besar, tapi fakta bahwa buku-buku teks bagi anak-anak sekolah dan siswa perguruan tinggi masih juga mempromosikan konsep palsu ini sangatlah mengkhawatirkan.

Kenyataannya adalah, ketika Arab mencapai Italia Selatan dan Spanyol, mereka tidak menemukan bangsa barbar primitif, tapi sebuah peradaban Latin yang sangat sophisticated, kaya dengan kota, agrikultur, seni dan literatur dan dikuasai oleh raja-raja Gothic yang bergaya Romawi. Dari mana kita tahu semua ini ? Yah, orang Arab sendiri yang mengatakannya; dan kesaksian mereka ini dibuktikan oleh bukti dokumenter dan arkeologis. Ini menunjukkan bahwa para penguasa barbar yang menjajah Italia dan Kerajaan Barat selama abad 5, bukannya menghancurkan budaya dan peradaban Italia, malah mereka sendirinya menerima budaya Romawi dan menghasilkan sebuah renaissance (pemekaran budaya) peradaban Klasik. Dibawah pimpinan mereka, seni dan sains berkembang pesat dan kekayaan luar biasa mereka dimanfaatkan untuk membangun gereja-gerja dan residensi yang didekorasi dengan mewah. Pada tahun 500M, hampir semua kehancuran yang diakibatkan Invasi abad lima sudah dipulihkan dan kota-kota berkembang subur seperti dalam administrasi Kerajaan sebelumnya. Dari permulaan, raja-raja “barbar” Italia secara aktif mengimitasi Istana di Konstantinopel dan kesemuanya menganggap diri bukan hanya sebagai sekutu tapi juga sebagai pegawai dan pejabat Kerajaan.

Image
Mereka cetak keping-keping uang emas dengan gambar Raja Bizantin, dan mereka hidup dalam istana-istana yang dibangun sebelumnya oleh raja-raja Romawi. Beberapa dari istana-istana ini diperluas dan kesemuanya direnovasi secara regular.

[ABAD KETUJUH/KEDELAPAN]
Namun, memang benar bahwa pada akhir abad ketujuh, atau paling tidak pada permulaan abad kedelapan, peradaban Klasik yang mekar ini secara tiba-tiba berakhir; dan kami semua sudah tahu ceritanya : kota-kota mandeq, ditinggalkan, perdagangan menipis, kehidupan menjadi lebih mendesa, kesenian mundur, kebuta-hurufan meningkat dan lahirlah sistim feodal yang memecah-mecah kerajaan-kerajaan Eropa Barat. Dalam tahun-tahun kemudian, Gereja (Katolik) menjadi satu-satunya institusi pendidikan dan administrasi dan sebuah ekonomi barter menggantikan sistim moneter yang ada sebelmnya. Produksi kepingan uang logam kini dalam perak dan bukan lagi emas. Inilah permulaan Abad Pertengahan (the Middle Ages). Apa atau siapa yang mengakibatkan situasi ini ?

Image
http://en.wikipedia.org/wiki/Henri_Pirenne

Pada tahun 1920-an, seorang pakar sejarah abad pertengahan dari Belgia, Henri Pirenne menjawabnya. Kemunduran ini tidak disebabkan oleh tangan-tangan kaum Goth atau Vandal atau Gereja Katolik; melainkan oleh tangan-tangan bangsa, yang anehnya, justru dicap sebagai penyelamat Peradaban Barat : bangsa Arab. Pirenne dengan susah payah memaparkan bukti-bukti tidak terbantahkan dalam buku yang terbit setelah ia wafat, Mohammed and Charlemagne. Dari pertengahan abad ketujuh, Perairan Mediterania mengalami BLOKADE OLEH ARAB. Perdagangan dengan pusat-pusat penduduk dan budaya di kawasan Levant, sebuah perdagangan yang merupakan tulang punggung kemakmuran Eropa Barat, seketika terhenti. Arus-arus barang mewah, yang ditemukan Pirenne dalam data-data Kaum Visigoth Spanyol dan kaum Merovingian dari Gaul, juga mendadak terhenti, saat bajak-bajak laut Arab meneror lautan. Arus emas ke Barat mengering. Uang-uang keeping emas hilang, dan kota-kota besar seperti Italia, Gaul dan Spanyol, khususnya pelabuhan-pelabuhan mereka, yang kaya karena perdagangan Mediterania, menjadi kota-kota hantu. Lebih parah lagi, dari perspektif budaya dan pendidikan, impor bahan papyrus dari Mesir juga amblas. Bahan yang telah dikapalkan ke Eropa Barat dalam jumlah besar sejak era Republik Romawi, sangat esensial bagi sebuah budaya yang kaya seni dan literatur; dan pengakhiran suplai itu mengakibatkan dampak katastrofal atas tingkat kemampuan membaca. Ini jatuh drastis dalam satu hari saja ke tingkat yang mungkin sama dengan jaman pra-Romawi.

Ketiga bab pertama mengkaji secara mendetail bukti-buktinya. Dalam bab-bab ini saya sangat menggantungkan diri pada Pirenne, karena risetnya yang memiliki standar tinggi dan belum bisa ditandingi. Seperti saya katakan sebelumnya, hal ini tidak akan saya lakukan kalau bukan karena buku-buku yang terus dicetak yang mengandung misinformasi atas fakta sejarah Mediterania dan interaksi Islam dengan Kristen, tanpa menyebut nama Pirenne ataupun penemuan-penemuannya. Contohnya, sejarah Mediterania (The Middle Sea) oleh John Julius Norwich yang terbit tahun 2006. Juga David Levering Lewis (tidak ada hubungan dengan Bernard Lewis), yang buku tahun 2008-nya, God’s Crucible: Islam and the Making of Europe, 570 – 1215, tidak hanya mengenyampingkan Pirenne dan pemikirannya tapi kesimpulannya sama dengan pemikiran sebelum terbitnya Mohammed and Charlemagne. Contohnya, Lewis mengkontraskan ketinggian budaya penginvasi Islam abad kedelapan di Spanyol dengan apa yang digambarkannya sebagai ‘budaya dan ekonomi semi- Neolithic kaum Visigoth dan Franks yang mereka (Arab) temukan.' Bagi Lewis, “Dark Age” yang diakibatkan oleh kaum penyerang Jermanik di abad kelima dan blokade Arab di Mediterania di abad tujuh dan delapan sama sekali tidak berdampak pada Eropa. Baginya, kaum Arablah yang menyelamatkan Eropa dari barbarisme.

Mengapa pemikiran macam ini dibiarkan berkembang ? Yah, biang keroknya siapa lagi kalau bukan budaya political
correctness
(Barat tidak suka menyinggung golongan atau agama yang dianut orang-orang pendatang karena negara tuan rumah takut dianggap rasis---ali5196). Dijaman modern ini, budaya-budaya non-Eropa (seperti budaya Islam) tidak boleh dikritik ataupun dikaji secara kritis. Sikap yang menempatkan ideologi diatas bukti ini sangat berbahaya dan harus diperangi disetiap kesempatan.

Namun ada faktor lain: Pirenne, dengan sejarawan-sejarawan jamannya, mengasumsi bahwa Byzantium, yang tidak dihancurkan oleh kaum Barbarian, tidak pernah mengalami sebuah Dark Age atau periode Abad Pertengahan. Pandangan ini sebagian disebarkan oleh propaganda Byzantium yang selalu mengiklankan kekaisrannya sebagai Roma Kedua (Byzantium adalah Kekaisaran Romawi bagian Timur) dan pewaris jubah Roma. http://en.wikipedia.org/wiki/Byzantine_Empire

Di tahun 1953, contohnya, Sidney Painter menulis bahwa, “dari 716 sampai 1057 adalah masa [Byzantium] kejayaan selama lebih dari tiga abad. Kerajaan Byzantin adalah yang terkaya di Eropa, dengan kekuatan militer yang paling kuat, dan yang paling berbudaya. Selama ketiga abad ini, saat penduduk Eropa Barat terdiri dari orang-orang barbar yang sebagian dijinakkan, kerajaan Byzantin merupakan negara yang berbudaya tinggi dimana merger antara Kristen dan Hellenisme (Yunani) memproduksi sebuah budaya yang menakjubkan.” (A History of the Middle Ages, 284-1500).

Sampai detik sekarang inipun, literatur populer menyangka bahwa, setelah Konstantinopel direbut oleh kaum Turki di tahun 1453, ilmuwan dan filosof Yunani melarikan diri ke Barat yang membantu dimulainya Renaissance di Italia. TAPI jika peradaban klasik di Barat dikocar-kacirkan oleh Islam, mengapa kita harus percaya bahwa kebudayaan Byzantium tidak disentuhnya ? Ini masalah yang tidak dibahas Pirenne : Ia malah tidak sadar atas pentingnya hal ini. Namun perkembangan arkeologi Byzantin sejak Perang Dunia II semakin membuktikan benarnya Pirenne: bahkan orang heran melihat bukti bahwa
sejak abad ketujuh, Kerajaan TImur Byzantin juga mengalami Dark Age-nya tersendiri: Byzantium mengalami tiga abad dimana hampir setiap kotanya ditinggalkan, jumlah penduduk turun dan budaya tinggi amblas. Kehancurannya begitu mendalam sampai bahkan keping-keping logam, mesin penggerak kehidupan perdagangan sehari-hari, LENYAP TOTAL.

Bukti-bukti arkeologis juga menunjukkan bahwa dipertengahan abad kesepuluh, peradaban Klasik lama berubah secara radikal : Byzantium tua yang beradab itu hilang, digantikan oleh masyarakat yang miskin dan semi-buta huruf; sebuah Byzantium yang mirip dengan negara-negara Abad Pertengahan Perancis, Jerman, Italia waktu itu.

SELINGAN dari ali5196:

Belajar tentang Kekaisaran Romawi : http://www.roman-empire.net/

Image
Hagia Sophia, gereja Bizantin di jaman pra-Islam adalah mahkota agama Kristen dan sampai sekarang dianggap sbg salah satu mukjizat dunia. Setelah direbut Islam, segala kekayaan didalamnya dijarah, dihancurkan, didesekrasi, dijadikan mesjid, ditambahkan dengan minaret dan kini dijadikan museum yang kosong gelap, tidak ada isinya---ali5196 http://en.wikipedia.org/wiki/Constantinople
http://en.wikipedia.org/wiki/Wonders_of_the_World
http://en.wikipedia.org/wiki/Byzantine_Empire

http://en.wikipedia.org/wiki/Dark_Ages : Some Byzantinists have used the term "Byzantine Dark Ages" to refer to the period from the earliest Muslim conquests to about 800 AD, because there are no extant historical texts in Greek from this period, and thus the history of the Byzantine Empire and formerly Byzantine territories that were conquered by the Muslims is poorly understood and must be reconstructed from other types of contemporaneous sources, such as religious texts. It is also known that very few Greek manuscripts were copied in this period, indicating that the seventh and eighth centuries, which were a period of crisis for the Byzantines because of the Muslim conquests, were also less intellectually active than other periods.


[terjemahan: Sejumlah ahli studi Bizantin menggunakan istilah ''Abad Gelap Bizantin' untuk mengacu pada periode dari penjajahan2 Muslim sampai tahun 800M karena tidak adanya teks2 sejarah dalam bhs Yunani dari abad ini, dan lalu sejarah kerajaan Bizantin dan mantan wilayah2 Bizantin yang dicaplok Muslim tidak dimengerti dgn benar dan harus direkonstruksi dari sumber2 kontemporer lain, spt teks2 religius. Juga diketahui bahwa sangat sedikit manuskrip2 Yunani yang di-copy dijaman ini, menunjukkan bahwa abad 7 dan 8, periode krisi bagi Bizantin karena pencaplokan wilayah mereka oleh Muslim, juga kurang aktif secara intelektual dari jaman2 lain.]


BERLANJUT ... sabar yahhhhh ?
Last edited by ali5196 on Thu Sep 15, 2011 2:52 am, edited 4 times in total.
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

Absennya barang-barang arkeologis dari abad ketujuh, kedelapan dan permulaan abad kesepuluh menunjukkan kehancuran yang amat TOTAL.

Pada abad kesepuluh, Byzantium mundur ke “Abad Pertengahan” seperti juga Eropa Barat. Disanapun kita menemukan sistim barter atau semi barter, menurunnya penduduk dan tingkat melek huruf dan sebuah Negara intoleran dan teokratik. Dan kemunduran itu kesemuanya dimulai dari pertengahan pertama abad 7– persis saat Islam dan Arab tampil di muka bumi.

Peradaban Klasik, seperti dikatakan Pirenne, tidak berakhir diabad kelima, melainkan diabad ketujuh akibat----jihad Arab. Dalam kedua bab pertama, kami mempelajari masyarakat Eropa selama abad 5 & 6, saat kerajaan-kerajaan “Barbarian” terbentuk di Eropa Barat. Seperti juga Pirenne, kami tidak menemukan adanya “Abad Kegelapan” pada jaman ini. Memang ada periode disrupsi pada permulaan abad 5 tapi Peradaban Klasik tetap subur.

Malah dengan berangsurnya waktu, kaum “Barbarian” segera menjadi semakin Romawi, atau lebih tepatnya, Byzantin; dan pada abad keenam pengaruh Konstantinopel dirasakan dimana-mana di Barat-bahkan di Inggris yang sangat jauh, dimana raja-raja dikubur di Sutton Hoo dengan perabotan perak Byzantin. Eropa, seluruh Eropa, menjadi koloni budaya Konstantinopel.

Ini semuanya terhenti mendadak pada abad ketujuh. Kedatangan Islam, seperti yang akan kita lihat dalam BAB III secara efektif mengisolasi Eropa, seluruh Eropa, baik Barat maupun Timur, baik secara intelektual maupun ekonomi. Akibat pemiskinan ini kemudian dikenal dengan "Abad Kegelapan"/The Dark Ages, atau lebih tepatnya "Abad Pertengahan" atau The Middle Ages. Masyarakat menjadi lebih primitif karena kota-kota besar yang menggantungkan diri pada perdagangan Mediterania hancur. Angka buta huruf naik pesat, persediaan papyrus Mesir yang tadinya menjadi sumber ekonomi dan budaya Eropa, habis. Raja-raja kehilangan kekuasaan karena sumber-sumber pajak mereka hilang mengering dan tiran-tiran local yang menjadi baron-baron feudal Abad Pertengahan mulai menunjukkan kekuatan mereka. Dan dengan kebuntungan ekonomi ini timbul PERANG : laju invasi Muslim menyebarkan arus kekerasan terhadap Eropa. Akibatnya, pada abad tujuh dan delapan, wilayah-wilayah Kristen hancur sampai titik menghilang. Kehilangan wilayah yang katastrofal ini – semua dari Syria Utara sampai ke Pyrenees – hanya memakan waktu dua atau tiga generasi. Di Eropa Barat hanya tinggal sejumlah kecil wilayah Kristen yang termasuk Perancis, Jerman Utara, Danube Atas dan Italia (juga Irlandia dan Inggris); dan kawasan-kawasan ini terancam dengan genosida segera. Kawasan-kawasan Kristen ini dikepung dan diserang bertubi-tubi dari utara, timur dan selatan. Saat tentara Arab merajah, menghancurkan dan menjajah, mereka juga mengatur serangan-serangan berikutnya atas kawasan-kawasan Eropa Tengah dengan pihak lain. Kaum Viking yang menghancurkan kawasan luas kepulauan Inggris, Perancis dan Jerman Utara, semakin terdorong dengan kebutuhan Muslim akan budak. Ini fakta yang tidak diketahui secara luas walau diterima sejarawan profesional : kaum Viking adalah kelompok bajak laut merangkap pedagang budak dan ekspedisi-ekspedisi terkenal mereka melewati lautan disebelah barat dan sepanjang sungai-sungai Rusia sampai ke timur terutama dimotivasi oleh tuntutan Muslim akan wanita-wanita berkulit putih dan eunuchs lelaki yang dikebiri dan dijadikan jongos). Tanpa Islam, sudah pasti tidak akan ada kaum Viking.

Aliansi perdaganan antara kaum barbar di Utara dan Muslim di Spanyol dan Afrika Utara membawa Eropa Kristen diambang kehancuran. Seakan ini belum cukup, upaya untuk mengontrol jalur-jalur tembusan Muslim dan Viking membuka Eropa kepada bangsa-bangsa berbahaya lainnya, khususnya dari Asia Pusat. Salah satunya adalah kaum Magyar atau Hungaria, yang mengancam akan menghancurkan eksistensi Jerman yang Kristen.

[Magyar campaigns in the 10th century. Most European nations were praying for mercy: "Sagittis hungarorum libera nos
Domine"
- "Lord save us from the arrows of Hungarians" http://en.wikipedia.org/wiki/Middle_Ages]

Seperti yang akan dijelaskan dalam Appendix pada akhir buku ini, bukti-bukti menunjukkan bahwa serangan-serangan Viking dan Hungaria melawan Barat dimulai bersamaan dengan serangan-serangan Islam – pada pertengahan abad ketujuh.

Dalam Bab IV kita akan melihat pada budaya dan ideologi yang menghasilkan peristiwa-peristiwa diatas. Kita sadar bahwa bahkan dijaman kita ini pendapat yang cukup berpengaruh memandang Islam sebagai sebuah ‘agama damai.’ […] Tapi yang paling parah adalah pendapat bahwa Islamlah yang menanamkan fondasi sains modern Eropa.

Sejarawan dan anthropologis social, Robert Briffault, menulis di tahun 1917 (The Making of Humanity):
“The incorruptible treasures and delights of intellectual culture were accounted by the princes of Baghdad, Shiraz and Cordova, the truest and proudest pomps of their courts. But it was not as a mere appendage to their princely vanity that the wonderful growth of Islamic science and learning was fostered by their patronage. They pursued culture with the personal ardour of an overmastering craving. Never before and never since, on such a scale, has the spectacle been witnessed of the ruling classes throughout the length and breadth of a vast empire given over entirely to a frenzied passion for the acquirement of knowledge. Learning seemed to have become with them the chief business of life. … caravans laden with manuscripts and botanical specimens plied from Bokhara to the Tigris, from Egypt to Andalusia. … To every mosque was attached a school; wazirs vied with their masters in establishing public libraries, endowing colleges, founding bursaries for impecunious students. … It was under the influence of the Arabian and Moorish revival of culture, and not in the fifteenth century, that the real Renaissance took place. Spain, not Italy, was the cradle of the rebirth of Europe. After steadily sinking lower and lower into barbarism, it had reached the darkest depths of ignorance and degradation when the cities of the Saracenic world, Baghdad, Cairo, Cordova, Toledo, were growing centres of civilization and intellectual activity. It was there the new life arose which was to grow into a new phase of human evolution. From the time when the influence of their culture made itself felt, began the stirring of a new life.”
Pada tahun-tahun setelah Pirenne, pandangan manis dan sempurna spt dikutip diatas tentang Islam itu sudah tidak pantas lagi. Tapi ternyata pandangan demikian itu masih juga subur sampai sekarang. Tapi kita akan melihat seberapa 'enlightened' sebuah budaya yang percaya akan eksistensi perang abadi melawan non-Muslim; sebuah budaya yang menuntut hukuman mati bagi murtadin dan yang menganggap perdagangan budak dan penjarahan untuk mencari budak sebagai hal yang SAH secara hukum dan sebuah budaya yang menginjak hak-hak wanita ?

Faktanya adalah bahwa Islam dini TIDAK toleran apalagi mendidik/membawa penerangan (enlightened): dampaknya justru bertentangan sekali dengan apa yang dibayangkan Briffault. Islam adalah sebuah ideologi dan gerakan yang meninggalkan warisan korosif yang konsekwensinya dirasakan sampai turun temurun dan berabad-abad kemudian. ISLAM ADALAH SEBUAH SISTIM YANG MELAHIRKAN KEMBALI INSTITUSI PERBUDAKAN YANG DIPERKENALKAN KESELURUH EROPA UNTUK PERTAMA KALINYA DALAM BENTUK ANTI-SEMITISME. Ini adalah fakta yang tidak diketahui secara luas : Yahudi-Yahudi pertama yang dibantai di Eropa adalah di Spanyol: Mereka tidak dibunuh oleh Kristen (Katolik) tapi oleh Muslim. Sikap Arab terhadap Yahudi ini dan terhadap kaum musyrikun dan murtadin yang DITERIMA/DISERAP oleh Eropa Abad Pertengahan ini adalah aspek sejarah terbesar yang belum pernah diungkapkan. Inilah topik yang sangat penting dalam studi kami.

BAB IV memperkenalkan kami pada asal mula sikap Islam ini. Kami juga menemukan bahwa, ketimbang menjadi cikal bakal pendidikan (enlightenment), Islam justru dari permulaan sudah bersikap bermusuhan terhadap konsep sains dan pendidikan. Menggambarkan sains yang eksis di Timur Tengah dan sekitarnya di abad tujuh dan delapan sebagai : “Arab” atau “Islami” adalah suatu tindakan yang sangat konyol. Pada pertengahan abad ketujuh, tentara Arab yang menguasai pusat-pusat budaya sangat tua dan beradab di kawasan itu; Mesir, Syria, Mesopotamia dan Persia – adalah nomad-nomad buta huruf atau semi buta-huruf yang sama sekali tidak memiliki pengertian akan tingkat pendidikan bangsa-bangsa dikawasan itu. Pada permulaannya, mereka tidak menghancurkan kebudayaan-kebudayaan tua tersebut. Mereka hanya menancapkan agama kemudian bahasa mereka kedalam koridor-koridor kekuasaan. Akibatnya, pada abad kedelapan, kebanyakan atau kesemua alchemist, ahli matematika, astronomer dan dokter di kawasan itu memiliki nama-nama Arab. Tapi mereka bukan Arab, bahkan sebagian besar bukan Muslim. Mayoritas adalah Kristen, Yahudi dan Zoroastrian, yang tetap memegang teguh agama asal mereka, walau mereka kini bekerja dibawah rejim Islam dan tuan-tuan Arab dan dipaksa menerbitkan penemuan mereka dalam bahasa Arab. Kita juga tidak boleh lupa bahwa semua inovasi teknis dan sains yang dinyatakan orang Eropa sebagai “Arab”, sebenarnya berasal dari Cina dan India yang diimpor ke Timur Tengah lewat Persia.

Contoh, peralatan kompas, kertas dan penggunaan angka 0 dalam matematika. Arab hanya menggunakan ide dan teknologi yang sudah ada.

Bahkan penulis yang pro-Islam seperti Briffault-pun mengakui ini. Dengan atau tanpa Arab, penemuan-penemuan ini tetap akan sampai juga di Eropa. Arab justru menghalangi prosesnya. Setelah menutup perdagangan ke Mediterania dan memiskinkan Eropa secara materi, Arab juga menghindari arus penemuan-penemuan Cina dan India ini kepada bangsa-bangsa Barat yang sedang dikepung dan terancam nyawa oleh Arab.

Malah Arab juga tidak mengijinkan semangat rasionalisme dan penyidikan sains kedalam tanah air mereka sendiri. Dalam waktu yang sangat singkat, teolog-teolog Muslim menyatakan bahwa penyidikan sains dan filosofi BERTENTANGAN DENGAN KEMAUAN ALLAH dan mulailah sains-sains yang sedang mekar yang ditemukan Arab di Mesir, Syria, Mesopotamia dan Persia, tertindas oleh beratnya teokrasi totaliter Islam. Jadi pada abad 12, Eropa – tanpa bantuan kertas dan dengan akses yang sangat terlambat kepada ide dan teknologi yang sampai di Timur dari Cina dan India – mengambil tampuk pimpinan, sesuatu yang tidak pernah dilepaskannya. Jadi ketika bangsa Turki menyerang Konstantinopel di abad 14 & 15, mereka terperangah melihat tukang2 senjata Eropa mampu melelehkan baju2 besi untuk dijadikan bola-bola kanon yang digunakan untuk menghancurkan tembok-tembok kota tersebut – padahal serbuk dan senjata api adalah penemuan bangsa Asia yang telah lebih lama dikenal terlebih dahulu di dunia Arab daripada di dunia Barat.
Last edited by ali5196 on Thu Sep 15, 2011 2:55 am, edited 3 times in total.
User avatar
I Want You
Posts: 2321
Joined: Thu May 07, 2009 2:20 pm
Location: Serambi Yerusalem
Contact:

Re: BUKU: Islam and the Demise of Classical Civilisation**

Post by I Want You »

Buku bagus juga nih ! tob markotob banggeetttt ! \:D/ \:D/ \:D/

numpang nandain thread ya, senior Ali5196 ! :prayer: :prayer: :prayer:
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

Mana komisi gua ? Paling2 nggak, rokok aja gitu ... kasih uang recehan dong buat gua ngopi ! hehe ... Udah berkeringat ngga dibayar pula ... sedih hatikuuuuu !!
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

BAB 1 PROBLEMA ‘MEDIEVAL’
Klasik dan ‘Medieval’

HAL 17

Istilah “medieval” (=pertengahan) berarti “of the middle age” (= dari abad pertengahan) dan digunakan untuk menggambarkan abad-abad antara akhir era Romawi (di Barat berakhir abad 5) dan permulaan abad modern yang secara umum dianggap telah dimulai dengan Renaissance (=Abad Pencerahan) di abad 15. Sebagian dari abad “Pertengahan” ini disebut sebagai “gelap,” atau Abad Gelap/Kegelapan (the “Dark Age”). Memang dulunya seluruh era antara kolapsnya Kerajaan Romawi Barat dan Renaissance dikenal sebagai Abad Gelap, tapi sekarang isitilah itu sudah ditinggalkan dan istilah Abad Gelap hanya dibatasi pada abad-abad 7, 8, 9 dan (kadang) 10.

Era setelah bubarnya Kerajaan Romawi tadinya digambarkan sebagai medieval atau gelap, karena tidak banyak yang diketahui dari era tersebut, dibandingkan dengan periode Kerajaan Romawi dan era Klasik; jaman sebelumnya yang terbukti lebih kaya dalam peninggalan dokumentasi dan monumen. Walau istilah-istilah ini tadinya tidak memiliki konotasi negatif, ini berubah pada jaman REFORMASI (PROTESTAN). Propagandis-propagandis Protestan dari abad-abad 16 & 17 mulai memanfaatkan “medieval” dalam arti sangat negatif; khususnya oleh penulis-penulis jaman abad Pencerahan (Enlightenment). Dan memang, pengujian sejarah dari Abad Pertengahan dengan mudah bisa membawa kita pada kesimpulan bahwa era ini adalah era keterbelakangan dan barbaris; pandangan yang juga merasuki pemikiran manusia abad 21 ini.

Benar apa tidaknya budaya rendah (culturally inferior) atau barbarnya Abad Pertengahan adalah masalah yang kompleks dan tidak akan kita bahas pada saat ini. Sekarang ini kita hanya ingin menyatakan bahwa abad-abad “medieval” ini dikarakterisasi oleh hal-hal yang memang inferior (dalam bidang seni, sains dan organisasi politik), dibandingkan dengan jaman klasik sebelumnya.

Jadi, antara lain dunia medieval adalah saat dimana: (a) kehidupan perkotaan menurun; (b) kemungkinan menurunnya populasi; (c) menurunya kemakmuran umum dan perdagangan; (d) fragmentasi politik dan feodalisme; (e) turunya angka melek huruf dan pendidikan; (f) interpretasi fundamentalis atau literalis dari Kitab-kitab Suci; dan (g) sebuah pandangan intoleran dan sempit terhadap agama-agama dan budaya-budaya lain.

Pertanyaan yang paling besar di benak sejarawan selama dua atau tiga abad belakangan adalah “MENGAPA KEADAAN MENYEDIHKAN INI SAMPAI TERJADI ?” Bagaimana budaya maju dan sophisticated milik Kerajaan Romawi, yang justru lebih tua umurnya lebih dikenal orang jaman ini ketimbang dunia medieval yang menyusul belakangan (lebih muda), KOLAPS dan justru mundur memproduksi sebuah abad yang primitif dan terbelakang ?

Pandangan umum sampai saat ini menuduh bangsa barbar dan Kristen.

Image
http://en.wikipedia.org/wiki/Roman_Empire
Image
http://en.wikipedia.org/wiki/Middle_Ages

Pandangan bahwa peradaban Romawi, dengan segala filsafat dunia klasiknya, bisa ditumbangkan oleh bangsa-bangsa barbar Jerman dan Scythia memiliki sebuah sejarah panjang. Memang, setelah Alaric dan rombongan Goth-nya menyerang dan menghancurkan Roma di tahun 406M, penulis-penulis jaman itu berbicara tentang kolapsnya sebuah peradaban. Ide ini tidak pernah ditantang dan hidup kembali dengan mencuatnya kembali peradaban klasik selama abad 14 & 15. Pada abad 16, namun demikian, tudingan jatuh kepada Kristen, atau lebih akurat lagi, Gereja Katolik. Pada abad-abad 16 & 17, sejarawan Protestan mulai mengatakan bahwa peradaban klasik juga ditumbangkan oleh Gereja Katolik “Roma”, selain oleh kaum barbar. Dan pandangan ini justru dimanfaatkan oleh penulis-penulis anti-Kristen dari abad Pencerahan. Jadi pada tahun 1788, Gibbon menulis bahwa jatuhnya Kerajaan Romawi adalah “kemenangan barbarisme dan agama.” Yang dimaksudkan dengan “agama” olehnya siapa lagi kalau bukan agama Kristen.

Pandangan anti-Kristen Gibbon ini dengan seenaknya membandingkan kaum Kristen dengan kaum (barbar Jermanik) Goth dan Hun, juga mirip dengan pandangan para penulis Protestan. Mengapa ? Jawabannya mudah saya: Bagi mereka, pada jaman hirarki Konstantin dan penerus-penerusnya yang menjadikan Kristen sebagai agama resmi Kerajaan, kepemimpinan Kristen menjadi begitu korup. Mereka percaya bahwa doktrin murni dan sederhana Kristus telah hilang dan jajaran pendeta
yang berkuasa dan korup bersama-sama dengan pejabat-pejabat Kerajaan secara sistimatis mendegradasi kepercayaan yang diajarkan Kristus dan sekalian menghancurkan peradaban klasik. Bagi mereka, saat itu, bukan Kristen yang tidak kompatibel dengan kehidupan beradab dan pendidikan tinggi, tapi Kristen Romawilah yang salah. Pandangan ini sampai detik ini masih dipegang secara luas baik di Amerika maupun di Eropa dan sering dikumandangkan dalam media masa (Hollywood dsb---ali5196).

Memang pada saat Abad Pertengahan, jauh setelah masanya Konstantin, Kristen Katolik berubah secara dramatis dari agama sederhana pada abad-abad dini. Sebuah gereja bisa menyiksa dan membakar orang hidup-hidup karena tuduhan bid’ah seperti yang dilakukan oleh gereja medieval, memang jauh berbeda dari apa yang diajarkan Kristus. Dan ini membawa kita pada pertanyaan berikut, yaitu bagaimana transformasi gereja mengakibatkan Abad Gelap: Bagaimana Kristen berubah dari doktrin manusiawi dan pasifis yang diajarkan Yesus dari Nazareth, menjadi agama Salibi, Inquisitor dan Conquistadores yang militan, intoleran dan sering biadab ?

Jika perubahan dalam Kristen ini memang terjadi di abad Konstantin dan hirarki Katolik baru dan kuat memang menghancurkan budaya klasik hanya untuk menjaga agar rakyat tetap terbelakang dan dibawah kontrol mereka – seperti dipropagandakan oleh para pemikir Protestan dan abad Pencerahan – maka jelas sudah sebab musabab terjadinya Abad Gelap. TAPI kalau gereja Kristen tetap setia pada misi mereka setelah abad Konstantin dan peradaban klasik tidak berakhir akibat Kristenisasi Romawi atau invasi-invasi kaum Barbar – maka inilah misteri yang harus kita singkap. Fakta sih, menunjukkan bahwa bukan Kristen maupun kaum barbar yang bertanggung jawab atas kehancuran budaya klasik. Dan ini yang akan kita bahas dibawah ini.

Dampak Kaum Barbar atas Peradaban Klasik

Sudah kita jelaskan sebelumnya, dan juga sudah diketahui secara luas bahwa suku-suku Jermanik yang menyeberangi perbatasan-perbatasan Kerajaan Romawi di abad 4 & 5 TIDAK datang untuk menghancurkan Romawi dan peradabannya, tapi malah untuk mengecap keuntungannya. Ini masuk akal. Seorang kepala suku di hutan-hutan Jerman, yang setiap hari menghadapi risiko kekerasan dan kelaparan jelas ingin mencari kehidupan yang lebih damai dan aman dalam Kerajaan Romawi, dimana ia bisa mencapai mimpinya hidup disebuah kota Romawi, disebuah villa mewah. Ini hasil penyidikan seorang sejarawan di tahun 1960an. Ini sebuah fakta yang tidak perlu diulang-ulang TAPI sedihnya, fakta ini tidak dipercaya secara umum.

[…]

Kemajuan dalam studi sejarah juga membuktikan bahwa : bukan saja suku-suku Jerman gagal menghancurkan peradaban Romawi, mereka malah berupaya sekuat tenaga untuk menjaga kesinambungannya. Ini ditekankan Trevor-Roper, mantan dekan Studi Abad Pertengahan di Oxford, Inggris. Ia mengatakan, “Kaum barbar tidak menghancurkan Kekaisaran(Romawi); mereka tidak berpikir untuk menghancurkannya; mereka melanjutkannya …”4 Dan “Faktanya, jelas bahwa justru kaum barbar ini menjaga ketimbang menghancurkan Kekaisaran(Romawi).”5

--------------
4 Hugh Trevor-Roper, The Rise of Christian Europe (Thames and Hudson, London, 1966) p. 67
5 Ibid.
-----------
Dengan pengecualian bangsa Jermanik seperti Anglo-Saxon dan kaum Vandal, semua kelompok Jermanik lainnya yang hijrah kedalam KekaisaranRomawi sebenarnya DIUNDANG oleh pemerintahan Romawi sendiri : mereka diundang untuk menjadi sumber perekrutan tentara Romawi, atau disebut juga dengan foederati. Kesemuanya mengenal peradaban Romawi sebelum mereka memasuki kawasannya. Mereka direkrut oleh Romawi sebagai tentara sejak paling tidak abad kedua dan ketiga. Mereka yang tiba di abad empat dan lima, yang dituding sebagai menghancurkan KekaisaranRomawi Barat, SUDAH menjadi Kristen.

Henri Pirenne juga setuju bahwa bangsa Jermanik ini membaur kedalam budaya Romawi tapi ia tetap berkesimpulan bahwa peradaban klasik jaman itu terhenti secara mendadak di abad ketujuh. Ini dimuat dalam bukunya Mohammed et Charlemagne, yang terbit tahun 1937.


[Saya lewati 7 halaman tentang :
Impact of the Barbarians on Classical Civilization 20
The Germanic States 27
Ini penjelasan panjang dan mendetil tentang moyangnya Eropa yang lebih relevan bagi pembaca Eropa. Gua kagak ngerti dehh …]


Image
http://en.wikipedia.org/wiki/Roman_Empire
Last edited by ali5196 on Thu Sep 15, 2011 2:57 am, edited 5 times in total.
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

Commerce and Navigation (Dagang dan Navigasi)

Perdagangan internasional sangat hidup selama periode ini (abad 5-6). Laut Mediterania, seperti juga dalam jaman Kekaisaran Romawi, masih merupakan ladang pertukaran barang dan pemikiran. Perdagangan segala macam, tapi khususnya benda-benda mewah, mengarus masuk dari Timur ke Eropa Barat. Sebagian besar perdagangan ini, seperti juga dalam Kekaisaran Romawi, dilakukan oleh orang-orang Syria (yang kala itu masih Kristen Orthodox). Perusahaan-perusahaan dan keluarga-keluarga dagang besar, dengan depot-depot di Alexandria (Mesir sekarang), Roma, Spanyol, Gaul (Perancis) dan Inggris dan juga di Sungai Danube, merupakan elemen vital atas kehidupan ekonomi jaman itu. “Invasi-invasi (oleh berbagai macam suku bangsa Eropa),” kata Pirenne, “tidak sedikitpun mengubah situasi. Operasi penyerangan lewat laut [pertengahan pertama abad 5] oleh raja Genseric, mungkin mempersulit navigasi, tapi perdagangan laut tetap aktif. http://en.wikipedia.org/wiki/Genseric

[…]

Di abad 6, ada sejumlah besar orang Oriental (Timur) di Gaul Selatan […] dan pedagang Yunani di Orleans (Perancis). […] Hubungan antara Byzantine Timur dan Inggris dibawah Anglo-Saxon, ditegaskan secara spektakuler oleh penemuan di sebuah kuburan di Sutton Hoo yang berasal dari abad 6-7. http://en.wikipedia.org/wiki/Sutton_Hoo
Pirenne juga mengatakan bahwa populasi Narbonne tahun 589 terdiri dari bangsa Goth, Romawi, Yahudi, Yunani dan Syria.

Bukti menunjukkan adanya komunitas-komunitas besar pedagang Syria diseluruh Eropa Barat selama abad 5 & 6. […] Selain orang Syria, Yunani dan Mesir (Koptik), orang Yahudi juga terdapat dalam jumlah besar, khususnya di Spanyol, Italia, Gaul, dan bahkan di Jerman disepanjang Sungai Rhine.[…] Secara keseluruhan, bukti-bukti kuat menunjukkan bahwa selama abad 5 & 6, perdagangan dengan wilayah KekaisaranRomawi Barat sangat penting, dan bahwa sebagian perdagangan ini dilakukan leh pedagang-pedagang setempat, beberapa dari mereka disebut sebagai “sangat sangat kaya.” Pirenne menulis bahwa “kita harus menunggu lama sebelum kita melihat lagi pedagang dengan kekayaan macam itu.” Beberapa dari pedagang itu, seperti orang Syria, Yunani dan Yahudi, terlibat dalam perdagangan laut yang maju pesat dengan Mediterania Timur.

[…]

Image
http://en.wikipedia.org/wiki/Papyrus

Apa yang dibawa perdagangan macam ini ke Eropa Barat ? Yang paling utama adalah barang-barang mewah, termasuk papyrus dalam kuantitas besar. Pirenne menulis bahwa Diploma Kekaisaran milik raja-raja Perancis, Merovingian http://en.wikipedia.org/wiki/Merovingian_dynasty, yang disimpan dalam Arsip Nasional Paris, ditulis pada papyrus. Hilangnya papyrus dari Eropa Barat dan timbulnya bahan penggantinya, bahan kulit yang sangat mahal, adalah salah satu tanda yang paling krusial yang membedakan peradaban klasik abad dini dengan abad pertengahan. Ini terjadi, seperti yang akan kita lihat nanti di abad keTUJUH.

[…]

Wealth and the Monetary System (Kekayaan dan Sistim Moneter)

Image
Julian solidus, ca. 361.
Image
Avitus tremissis, one-third of a solidus, ca. 456

Salah satu karakteristik dari Abad Pertengahan (sejak abad 7) adalah kemiskinannya. Sistim yang didasarkan atas kepingan emas, solidus http://en.wikipedia.org/wiki/Solidus_(coin), yang berlaku dalam Kekaisaran Romawi hilang, beserta dengan perdagangan internasional. Ini diganti oleh ekonomi-ekonomi yang didasarkan pada sistim barter. Kepingan uang tidak banyak beredar dan kalaupun ada, bentuknya dalam perak, dan bukan emas.

[…]

Abad pertengahan yang dimulai dalam periode dinasti Carolingian http://en.wikipedia.org/wiki/Carolingian_dynasty didasarkan pada perak. Perak saja. Pirenne menyebutnya sebagai “Silver monometallism.”

[…]

Selama abad 5 & 6, uang kepingan emas dalam jumlah besar dicetak diseluruh Gaul, Spanyol dan Italia. “Kepingan uang ini,” kata Pirenne, “menunjukkan kekayaan raja-raja dan Gereja serta individu privat, menunjukkan bahwa Barat memiliki stock emas yang luar biasa; padahal mereka tidak punya tambang emas.”

Untuk membayangkan besarnya jumlah uang dalam sirkulasi bisa dilihat dari penemuan arkeologis dan dokumenter. Misalnya, data tentang bagaimana Uskup Baldwin dari Tours (Perancis) membagikan 20.000 kepingan emas (solidi) kepada rakyat miskin, sementara emas juga digunakan untuk menghiasi busana. Individu-individu privat juga dilaporkan memiliki emas dalam jumlah besar yang kemudian disita oleh raja-raja mereka. Menurut bukti documenter, raja-raja Gothic dan Frankish memanfaatkan kepingan emas mereka sebagai emas kawin puteri-puteri mereka, hadiah kepada teman dan sebagai zakat kepada rakyat miskin. Mereka juga meminjamkan uang dengan bunga/riba, seperti yang dilakukan seorang raja Frankish terhadap Uskup Verdun. Pensiun dibayarkan kepada pejabat-pejabat gereja yang miskin dan gereja-gereja dihiasi dengan mewah. Menara gereja Saint Denis, ditutupi dengan perak.

Sejumlah besar kepingan uang beredar dan orang mencoba menginvestasikannya. Masyarakat ini sudah bersifat kapitalis. Pirenne mengilustrasikan perdagangan dalam uang ini. Seorang Yahudi bernama Armentarius, bersama dengan seorang Yahudi lainnya dan dua Kristen datang ke Tours untuk menuntut jaminan atas uang yang sudah mereka pinjamkan kepada vicarius Injuriosus dan Count Eonomius, yang berjanji untuk mengembalikan uang ini dengan bunga (cum usuris). Mereka juga meminjamkan uang kepada tribunus Medard, yang juga diminta untuk melunaskan hutangnya. Ketiga penghutang berkuasa ini mengundang kreditor mereka kesebuah pesta makan malam, dan pada malam itu
juga mereka (para kreditor) diserang dan dibunuh. Pirenne menekankan bahwa businessmen ini meminjamkan uang mereka dengan bunga: cum usuris. Ini sangat penting karena membuktikan bahwa dibawah kekuasaan Merovingian (?), bunga dianggap sah. Semua orang meminjamkan uang dengan bunga, bahkan raja memberikan pinjaman kepada kota Verdun dengan bunga.

Disini lagi kita melihat sebuah situasi yang sangat berbeda dengan Abad Pertengahan dimana Gereja melarang praktek bunga. Memang, bahkan selama periode ini, abad 6, Gereja melarang bunga/riba, tapi tidak memiliki otoritas untuk memberlakukan larangan tersebut. Pendeta bisa mengutuk raja dan warga karena mengambil bunga, tapi mereka hanya bisa mengutuk. Tidak lebih. Pengaruh Gereja memang penting dan memang benar bahwa kebanyakan Kristen mematuhi perintah pendeta. Tapi kebanyakan bankir dan peminjam uang jaman itu adalah Yahudi.

Jaman itu adalah jaman kaya, jaman kemewahan. Kota-kota berkembang, seperti juga dijaman para Caesar, dan dalam abad kemudian kehidupan juga tidak banyak berubah. Ini sebuah ekonomi uang dan bukan ekonomi barter dan unit yang paling fundamental adalah keping uang solidus. Dengan kekayaan ini, barang-barang mewah diimpor ke Barat dalam jumlah besar : kain, perhiasan, rempah-rempah, anggur dan sejumlah hal lainnya yang menghiasi kehidupan kaum perkotaan elit.

JADI dari mana asal kesemua kekayaan ini ? Sebagian datang dari Byzantium; kita tahu bahwa suatu waktu sang Kaisar mengirimkan subsidi sebanyak 50.000 solidi kepada sejumlah penguasa di Barat. Beberapa juga pasti barang rampasan perang. Dan seperti dikatakan Pirenne, hanya perdagangan yang bisa membawa arus emas yang kontinu kepada kerajaan-kerajaan Barat. Dan yang perlu juga kita tekankan : kekayaan kerajaan-kerajaan Jermanik tidak juga menunjukkan tanda-tenda melemah di akhir abad ke 6. Malah mereka semakin kaya dan berkuasa; kekayaan dan kekuasaan mana mengakibatkan mekarnya seni dan literatur. Ini bukan jaman dekadensi, tapi sebuah jaman yang menunjukkan tanda-tanda dimulainya sebuah peradaban baru (setelah bubarnya Kekaisaran Romawi). Agrikultur memang dasar kehidupan ekonomi, tapi disamping itu, perdagangan memainkan bagian yang esensial dalam kehidupan sehari-hari dnegna penjualan rempah-rempah, busana dsb karena kehadiran kasta pedagang dan kredit.
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

.. dikosongkan dahulu ...
Last edited by ali5196 on Tue Mar 30, 2010 8:34 pm, edited 1 time in total.
Al-Murtadin
Posts: 102
Joined: Thu Dec 24, 2009 9:07 pm

Re: BUKU ttg Mitos Abad2 Gelap/'Dark Ages' Eropa

Post by Al-Murtadin »

wah ini buku yang saya lagi butuh nih, liat dari daftar isi materinya pas sama yang saya lagi butuh.

@mas ali
saya request donk, bab 2 dan 5 jangan diskip bisa gak?

menurut saya, bab 2 itu ada materi mengenai perbedaan kondisi antara Timur dan Barat, karena konteksnya adalah Religion and the Church, asumsi saya bab ini berbicara mengenai kondisi kerajaan yang terbelah (begitu juga Gereja yang terbelah) antara barat (Roma - Katolik) dan Timur (Konstantinopel - Orthodox).

pasti di bab itu ada penyebab kenapa kondisi mereka memburuk padahal di selatan (arab) ada ancaman (Islam). Yang nantinya dapat menjelaskan mengapa pasukan dari Barat datang membantu dan muncullah Perang Salib. (biasa muslim selalu bawa bawa isu palsu mengenai antek yahudi yang ada di tubuh Gereja Barat-katolik)

sedangkan di bab 5, pasti mas Ali gak lupa bahas ini.. menurut saya buku ini paling menarik di bab ini, saya cuma gak mau melewatkan buku bgs ini saja :partyman:
kebenaran_kekal
Posts: 236
Joined: Mon Nov 23, 2009 9:10 pm

Re: BUKU ttg Mitos Abad2 Gelap/'Dark Ages' Eropa

Post by kebenaran_kekal »

Saya setuju juga dengan mas al-murtadin, sebab ini ada hubungannya dengan fakta sejarah. Muslim senang membolak-balik fakta, kalau bisa mas ali 5196, bukunya dibikin scribd, supaya bisa didownload, lagipula muslim Indonesia komputernya kan banyak yang belum punya jaringan, jadi mereka bisa baca secara offline. Thanks... :turban:
Nyampah
Posts: 180
Joined: Tue Feb 23, 2010 1:09 pm

Re: BUKU ttg Mitos Abad2 Gelap/'Dark Ages' Eropa

Post by Nyampah »

wah the dark ages ternyata konspirasi islam juga.. ngeri banget ni islam :shock:

pliss dong PDF in ata Scribd in.. Please dong ah.. thanks.. :yawinkle:
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Re: BUKU ttg Mitos Abad2 Gelap/'Dark Ages' Eropa

Post by ali5196 »

Adoowww .. gua kagak ngerti gimana bikin PDF atau scrib apa tuhhh ... Bukunya juga masih puanjang ... mana nih uang rokok gua ????
User avatar
Adadeh
Posts: 8184
Joined: Thu Oct 13, 2005 1:59 am

Re: BUKU ttg Mitos Abad2 Gelap/'Dark Ages' Eropa

Post by Adadeh »

ali5196 wrote:mana nih uang rokok gua ????[
Upahnya sih anumerta ajah ... jika sudah wafat. Hehee...
User avatar
JANGAN GITU AH
Posts: 5266
Joined: Sun Jan 04, 2009 1:39 pm
Location: Peshawar-Pakistan

Re: BUKU ttg Mitos Abad2 Gelap/'Dark Ages' Eropa

Post by JANGAN GITU AH »

iya, kalo masuk surga...xixixi

Muantap ! :lol:
Tambah lagi bukti kebohongan Islam....
Tengkyu tu Mr. Ali :green:
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

BAB 2 GERMANIC KINGS AND BYZANTINE EMPERORS/RAJA-RAJA JERMANIK DAN KAISAR-KAISAR BYZANTIN
Cultural and Intellectual Life in the fifth and sixth Centuries/Kehidupan Budaya dan Intelektual abad-abad lima dan enam

[…]

Kini kita alihkan perhatian kepada gereja Kristen, persisnya Katolik. Sejak abad 18 beredar pendapat bahwa bersama dengan bangsa-bangsa nomad Jermanik dan Asiatik, Kristen (Katolik)LAH yang menghancurkan Peradaban Klasik. Agama Kristen digambarkan sebagai filsafah yang dengan dogma-dogma dan kepercayaan takhyulnya "pelan-pelan mencekik semangat rationalitas dan saintifik Yunani dan Romawi." Gereja, konon dikatakan, sengaja menekan pendidikan dan kemampuan membaca (melek huruf) dan memegang monopoli atas kemelekan huruf rakyat. Dengan hanya membatasi kemampuan membaca dan menulis pada jajaran pendeta, Gereja lebih mudah mengontrol pemikiran rakyat.

BETULKAH PENDAPAT ITU ??? TIDAAAK bok !!

Sedihnya, itulah memang dipercayai secara luas sampai abad 21 ini, khususnya diantara kaum intelektual di (negara-negara yang mayoritas protestan dan atheis---penerjemah) AS dan Eropa (dan dimanfaatkan dengan baik oleh Muslim). Seperti yang nanti akan kita lihat dalam BAB IV, justru Gereja menjadi sumber pendidikan, baik sains maupun teologis.

Terlebih lagi, kepercayaan Kristen, mulai dari kelahiran dan terus sampai keabad 6 & 7 mempromosikan humanisme, humanitarianisme yang secara bertahap mentransformasi/memperbaiki kehidupan rakyat .

Image
Mosaik menggambarkan istana Kaisar Romawi, Theodoric the Great dalam kapel istananya di San Apollinare Nuovo http://en.wikipedia.org/wiki/Ostrogoths

Pada permulaan abad 5, agama Kristen menjadi agama resmi Kekaisaran Romawi, baik di Timur (Byzantium/Turki sekarang) dan Barat (Eropa). Walau didominasi ajaran Kristen, kebudayaan Yunani/Romawi ini hidup dalam literatur penyair-penyair Kristen seperti Rusticus Elpidius, penulis Carmen de Christi Jesu Beneficii, yang juga dokter dan favorit Kaisar dinasti Ostrogoth (=dari bangsa Jermanik, Goth, dan saudaranya Visigoth), Theodoric. Juga Ennodius, yang lahir di Arles (Perancis) tahun 473, penulis yang kemudian menjadi uskup Pavia (Italia) tahun 511. Ia merupakan tokoh yang mahir dalam kemampuan retorik (berpidato) dan menyandang gelar profesor dalam peristilahan teologi (sacred eloquence). Ia menulis komentarnya tentang Theodoric antara tahun 504 & 508 dan menulis biografi tentang Antonius, biarawan Lerins. Ia juga menulis tentang tata bahasa dan retorik yang ‘menguasai jagad raya’ serta menetapkan dasar pendidikan Kristen.”81 Sekolah-sekolah retorik dijaman itu Roma juga sangat laris/sibuk. Dibawah Theodoric ini pemikir-pemikir termasyur budaya klasik mencapai jaman emas mereka dan tokoh-tokoh yang paling penting adalah Boethius dan Cassiodorus. [Kenapa Kristen-Kristen diatas sangat melekat dengan budaya Yunani/Romawi ? Karena agama Kristen tidak sok tahu menganggap semua ajaran diluar Injil sebagai musyrik, najis, diluar kemauan Allah dan harus dimushankan. Ini ibaratnya Gus Dur/Tifatul Semwrawot memuja-muja agama/budaya Kejawen atau Tionghoa, misalnya. Bisa didamprat khan mereka oleh pengikut mereka ?]

BOETHIUS dan CASSIODORUS

Image
Ilustrasi atas : Boethius mengajar siswa-siswanya (gambar diatas berasal dari manuskrip the Consolation of Philosophy, 1385, Italia)

Sebagai pemikir, Boethius sejajar dengan tokoh-tokoh seperti Cicero
dan Seneca.

Ada pepatah, “Hanya segelintir orang menyumbang begitu banyak intelektualitas yang bertahan dari jaman ke jaman seperti Boethius.”82 Ia lahir di Roma tahun 480 sebagai Kristen (di tahun yang sama dengan Santo Benediktus) dari keluarga ternama Anicii. […]

[…]

Boethius dipuja-puja bahkan disepanjang Abad Pertengahan, khususnya dalam “The Divine Comedy” dari kumpulan
syair “Paradis” oleh penyair ternama DANTE ALIGHIERI. Ingat bahwa Dante ini jugalah yang pertama-tama menggambarkan Muhammad sedang menderita dalam neraka.

Semangat Boethius juga ditegaskan oleh Santo Thomas Aquinas, dalam syairnya:
“The soul who pointed out the world's dark ways,
To all who listen, its deceits unfolding.
Beneath in Cieldauro lies the frame
Whence it was driven; from woe and exile to
This fair abode of peace and bliss it came.”

(Jiwa yang menunjuk pada jalan gelap dunia,
Kepada mereka yang mendengar, menguaknya tipuannya
Dibawah Cieldauro terletak bingkai
Tempat darimana (jalan gelap) itu datang; dari penderitaan dan pengasingan ke
Tempat damai dan indah ini ia datang.)

Image

Karya terbaiknya adalah “the Consolation of Philosophy,” yang ia tulis dalam pengasingan dan di penjara, menunggu eksekusi (kritik Boethius terhadap penguasa mengundang amarah penguasa, oleh karena itu ia dituduh sebgai provokator dan dijaman itu dijatuhi hukuman mati---penerjemah). Ia menulisnya dalam bentuk dialog antara Boethius sendiri---yang tadinya pahit akan keadaannya---dengan 'semangat filosofi' yang digambarkannya dalam sosok seorang wanita yang penuh bijak dan kasih. Consolation mengajarkan kepasrahan dalam penderitaan. Sebagian dari karyanya mirip dengan metode Sokrates dalam dialog-dialog Plato, dalam adegan dimana sosok 'semangat filosofi' menantang reaksi emosional Boethius atas topik permusuhan. Karyanya ini diterjemahkan dalam bahasa Inggris kuno oleh Raja Alfred dan kemudian kedalam Inggris (modern) oleh Chaucer dan bahkan oleh Ratu Elizabeth I sendiri; manuskrip-manuskrip mana di-edit dan disebarkan diseluruh Eropa mulai abad 14. Karya Beothius ini merupakan dasar karya-karya yang kemudian menjadi buku-buku yang paling berpengaruh dalam budaya Eropa, sampai detik ini.

Tujuan Boethius adalah untuk menerjemahkan karya-karya Aristotel dan Plato dari bahasa asli mereka, Yunani, kedalam bahasa Latin, dan lalu men-synthesa kedua tokoh Yunani tersebut dan menghasilkan sebuah kesatuan filosofi. Terjemahannya atas karya-karya Aristotel tentang 'logika' menjadi satu-satunya karya Aristotel yang tersebar di Eropa sampai abad 12. […] Ia juga menulis komentar tentang the Isagogeoleh Porphyry, yang menunjukkan eksistensi problema-problema universal : apakah konsep-konsep abstrak ini memang eksis secara material atau hanya eksis dalam bentuk pemikiran. Sifat ontologisme problema-problema universal ini adalah kontroversi yang paling vokal dalam filosofi Abad Pertengahan. Boethius juga menerjemahkan topik-topik penting dari teks-teks Yunani, seperti topik quadrivium. Terjemahannya atas teori aritmetika Nicomachus (De institutione arithmetica libri duo) dan bukunya tentang musik (De institutione musica libri quinque ---tidak selesai) menjadi tongkat pendidikan Abad Pertengahan. Terjemahannya atas geometri karya Euclid dan astronomi karya Ptolemy, hilang ditelan jaman.

Dalam De Musica, Boethius memperkenalkan tiga klasifikasi musik, yaitu: (1) Musica mundana — musik dunia, (2) Musica humana — harmoni tubuh manusia dan harmoni spiritual, (3) Musica instrumentalis — instrumentalia (termasuk suara manusia). Ia juga menulis teori-teori teologi, yang menyangkut dukungannya bagi posisi orthodox terhadap konsep-konsep Arian (yang anti-Kristen) dan debat-debat religius lainnya. Karena sifat sekulernya, karya-karyanya sempat diragukan sebagai karya Boethius sendiri, sampai abad 19, saat ditemukannya sebuah biografi oleh seorang penulis jaman Boethius; yaitu Cassiodorus yang menulis tentang subyek ‘sekuler’ ini.83

Boethius disebut oleh Lorenzo Valla sebagai filosof Romawi pertama dan terakhir. Namun, tidak ada sifat Abad Pertengahan apalagi Dark Age sekalipun dalam pemikirannya (Boethius). Ia sepenuhnya bersifat Romawi Klasik dan jelas dari karya-karyanya bahwa transformasi/tragedi besar yang dikatakan telah mengakhiri budaya Yunani-Romawi tidak nampak. Ia seorang Kristen, namun demikian “walau menerima prinsip-prinsip agama, ia tidak malu-malu menggunakan nalarnya untuk menantang (agamanya itu).”84 Malah, pemikirannya yang begitu diserap oleh rasionalisme Yunani, mengakibatkan agamanya (Kristen) sampai dipertanyakan, terlepas dari fakta bahwa Gereja menganggapnya sebagai orang suci (santo).85

Peradaban Kristen di abad 5 & 6 bukan peradaban Kristen Abad Pertengahan/Dark Age dan pengaruh filosof NON-Kristen alias Yunani, tidak di-anatema ataupun di-denigrasi (alias tidak direndahkan). Di jaman itu, tidak aneh bagi seorang penulis Kristen untuk juga percaya kepada Plato. ”86

Pemikir besar lainnya dari jaman itu adalah CASSIODORUS
Cassiodorus lahir di Scylletium, didekat Catanzaro di Italia Selatan, dari keluarga asal Timur Tengah, Syria. Karirnya dimulai sebagai penasihat ayahnya, gubernur Sicilia dan menjadi terkenal karena fasih dalam soal hukum dalam usia yang masih sangat muda. Ia menjadi quaestor antara tahun 507 dan 511, sebagai konsul tahun 514, dan sebagai
magister officiorum
dibawah Theodoric dan penerusnya, Athalaric. Cassiodorus mencatat segala urusan umum. Setiap kali ia berada di pengadilan, bahasanya yang retorik dianggap begitu luar biasa sehingga ia selalu ditunjuk untuk tugas pencatatan. Akhirnya ia diangkat sebagai wakil Kekaisaran (praetorian prefect) bagi Italia, dengan lain kata sebagai perdana menteri dalam pemerintahan sipil dinasti Ostrogoth.

Sebuah karir tinggi dan terhormat. Promosinya jatuh bersamaan dengan eksekusi Boethius.87 Kaisar Athalaric wafat tahun 534 dan sisa karir Cassadorius dipenuhi oleh reconquista Byzantin dan intrik dinastik antar keluarga Ostrogoth. Surat-surat terakhirnya ditulis dalam nama Witigis. Tahun 537-38, ia meninggalkan Italia bagi Konstantinopel dimana ia tinggal
selama dua dekade, berkonsentrasi pada hal-hal religius. Ia bertemu Junilius, quaestor Kaisar Justinian dan pengalamannya di Timur ini menyumbang bagi interesnya akan religi dan spiritualitas.

Sepanjang karirnya, Cassiodorus mencoba menjembatani garis pemisah yang mengakibatkan fragmentasi di abad 6 antara Timur(Byzantin) dan Barat (Eropa), budaya Yunani dan Latin, Romawi dan Goth, dan rakyat Kristen dengan penguasa Arian mereka.

Proyeknya yang membuatnya terkenal sampai saat ini adalah upayanya untuk membentuk sebuah institusi bagi preservasi, studi dan duplikasi literatur Kristen dan Klasik. 88 Ia berhasil merealisasikan rencananya “membangun sebuah biara di
Squillace yang dinamakannya Vivarium, dari kolam-kolam ikan (vivaria) di wilayahnya.”89

Ia menghabiskan sisa-sisa hidup dengan para biarawannya, membantu mereka dalam preservasi, studi dan duplikasi literatur Kristen dan Klasik. Ia mengumpulkan begitu banyak manuskrip-manuskrip dari Italia dan Afrika Latin, baik dalam bahasa Yunani dan Latin, sampai merepotkan kelompok biarawannya.”90 Seperti pendahulunya, Boethius, ia benar-benar menghargai warisan budaya Yunani dan Romawi dan “menetapkan standar dan contoh untuk diteladani para biarawan Benediktin.”91

Dan mereka memang mengikutinya, seperti yang akan kita lihat kemudian: biara-biara diseantero Eropa menjadi perpustakaan segala macam pengetahuan, bukan saja pusat-pusat budaya Kristen tok. Biarawan-biarawan ordo Benediktin khususnya, sangat berjasa dalam menyelamatkan literatur klasik kuno (non-Kristen, yi Yunani dan Romawi) yang kita miliki saat ini. (ingat bahwa banyak dari biara-biara ini dihancurkan di jaman 'reformasi' oleh agama sempalan Kristen, yaitu Protestan. Kerusakan biara yang paling parah terjadi di Inggris di jaman Henri VIII. Dan banyak dari karya-karya ini sampai harus disembunyikan, bahkan para pelaku menghadapi risiko mati kalau sampai ketahuan menyembunyikan buku dari perpustakaan sebuah biara---penerjemah)

Masih banyak lagi tokoh-tokoh intelek yang mencuat disaat itu: Arator, pejabat Romawi yang akhirnya jadi pendeta dan di tahun 544 membacakan didepan umum, sajaknya, De actibus apostolorum di Gereja San Pietro-in-Vinculi. http://en.wikipedia.org/wiki/Arator

Vernantius Fortunatus, lahir diantara tahun 530 - 540, belajar tata bahasa, retorika dan yurisprudensi di Ravenna. Tahun 560 ia pindah ke Gaul, dimana ia menarik perhatian raja Sigebert dari Austrasia dan tokoh-tokoh berkuasa lainnya. Di Poitiers ia mengenal Santo Radegunda, yang baru mendirikan biara the Holy Cross. Ia menjadi pendeta dan wafat sebagai Uskup Poitiers. Ia diangkat menjadi Santo oleh Gereja Katolik. Sajak-sajaknya adalah kebanyakan panegyrics (???), yang paling terkenal ia dedikasikan kepada Chilperic dan Fredegond. Ia memuja kemampuan bersyairnya Caribert, dan juga Duke Lupus, […] yang terkenal karena kepandaian mereka.

Tokoh-tokoh literatur Romawi lainnya adalah Dracontius, Florentinus, Flavius Felix, Luxorius, Mavortius, Coronatus dan Calbulus. Mereka kesemuanya Kristen tapi menulis dalam gaya kuno pagan (=budaya-budaya non-Kristen Yunani dan Romawi). Sajak-sajak mereka sekaligus menunjukkan sifat Kristen dan innuendo seksual pagan. Ini jelas sesuatu kebebasan yang tidak bisa dinikmati dan diproduksi dalam sebuah teokrasi yang tidak toleran.

CATATAN :
lihat artikel FFI di http://indonesia.faithfreedom.org/forum ... at-t23121/
Plato sama sekali TIDAK dianggap sbg penghujad oleh agama Kristen/Katolik. Ia malah dianggap sbg 'HONORARY Christian' (Kristen terhormat). Pengaruh filsuf-filsuf Yunani seperti Socrates, Plato & Aristoteles terhadap Gereja dini sangat dihargai
Gereja. MALAH anda bisa melihat sebuah gambar dinding di VATIKAN oleh pelukis terkenal, Rafael, yg menggambarkan Aristotles, Socrates & Plato sedang ngobrol. Lihat saja disini : http://en.wikipedia.org/wiki/The_School_of_Athens

Image
(LOH KOK GAMBARNYA NGGAK KELUAR ????? hiks hiks hiks ...)
1: Zeno of Citium 2: Epicurus 3: Federico II of Mantua? 4: Anicius Manlius Severinus Boethius or Anaximander or Empedocles? 5: Averroes 6: Pythagoras 7: Alcibiades or Alexander the Great? 8: Antisthenes or Xenophon? 9: Hypatia (Francesco Maria della Rovere)[9] 10: Aeschines or Xenophon? 11: Parmenides? 12: Socrates 13: Heraclitus (Michelangelo) 14: Plato (Leonardo da Vinci) 15: Aristotle 16: Diogenes of Sinope? 17: Plotinus? 18: Euclid or Archimedes with students (Bramante)? 19: Zoroaster 20: Ptolemy? R: Apelles (Raphael) 21: Protogenes (Il Sodoma, Perugino or Timoteo Viti)[10]
Artist : Raphael, Year : 1509–1510, Type : Fresco, Dimensions : 500 cm × 770 cm (200 in × 300 in), Location : Apostolic Palace, Rome, Vatican City


BERSAMBUNG ...
Last edited by ali5196 on Wed Mar 31, 2010 5:54 am, edited 13 times in total.
User avatar
Bigman
Posts: 3186
Joined: Sat Jan 03, 2009 8:19 pm
Contact:

Re: BUKU ttg Mitos Abad2 Gelap/'Dark Ages' Eropa

Post by Bigman »

Setulus hati ane: "Two thumbs up untuk ente bro ali5196 and bro adadeh!" Image
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN

Dari segi seni, arsitektur, teknologi dan teknik, perdaban Romawi terus berlanjut tanpa perubahan dan memang tidak tertandingi. Selama masa inilah, import teknologi-teknologi krusial dari Timur, yang akhirnya membawa hal-hal seperti percetakan, kertas, bahan mesiu dan kompas ke Barat. Produksi sutera yang diselundupkan dari Cina di pertengahan abad 6, dimulai di Eropa dijaman Kaisar Justin dan dalam satu decade menyebar ke Barat sampai ke Spanyol.

Dan teknologi misterius “Api Yunani”, milik Byzantin yang mengalahkan tentara-tantara Muslim/Arab, menunjukkan bahwa penyidikan saintifik dalam (bekas) Kekaisaran Romawi ini jelas tidak mati.
Greek fire/Api Yunani, lihat : http://indonesia.faithfreedom.org/forum ... am-t28813/

ARSITEKTUR

Tingkat peradaban sebuah budaya bisa dilihat dari bukti di lapangan, entah dalam bentuk obyek sehari-hari ataupun dalam bentuk gedung dan struktur-struktur besar. Ini nampak jelas dalam periode raja-raja Jermanik sebelum abad 7. Dari bukti arkeologi, nampak bahwa tidak ada penurunan dalam populasi atau kehidupan perkotaan.

Dimanapun di Eropa, arkeologi menunjukkan sisa-sisa kehidupan perkotaan dan kuwalitas ketrampilan pemahat, pematung, pembuat perhiasan dan ilustrasi dari jaman itu yang tidak kalah maju dari jaman Kekaisaran Romawi. Malah ada bukti-bukti kemajuan dan perbaikan. Teknik pekerjaan metal, bahkan di tempat-tempat terpencil dari kekaisaran Kristen, seperti Irlandia (yang waktu itu masih pagan), menunjukkan kerajinan-kerajinan entah dalam bentuk bros baju, cangkir-cangkir suci, ataupun manuskrip-manuskrip religius/illuminated manuscript yang sangat sophisticated dalam detil, ketrampilan yang tidak pernah akan tercapai tanpa penggunaan kaca pembesar.

Image
Illuminated manuscript, period 400-600AD, Aberdeen/Ireland

Bukti yang paling nampak akan adanya prestasi teknik dan artistik sebuah budaya tentu adalah ARSITEKTURnya. Ini juga melambangkan kekayaan, prestise dan aspirasi sang pemimpin. Ini biasanya dalam bentuk istana, kompleks perumahan yang mewah maupun sederhana, tembok2 defensif dan struktur irigasi.

NAH, sejak abad 7 sampai ke pertengahan abad 10 (Abad Pertengahan/Dark Ages), kita melihat absennya detil-detil arsitektur dan arkeologi ini di Eropa maupun di Timur Tengah. INI adalah hal yang sangat penting bagi pembahasan kita. Lihat Appendix. JADI, betapa anehnya bahwa di abad 5 & 6, terbukti adanya struktur-struktur monumental dan teknis yang megah dan modern TAPI di abad berikutnya, abad 7 dan seterusnya, kegiatan berkreasi dalam bangunan ini tiba-tiba mati.

Memang benar bahwa proyek-proyek umum, yang begitu karakteristik dari Kekaisaran Romawi, secara umum (walau tidak selalu) terhenti. Misalnya, tidak lagi ada amphitheater-amphitheater yang dibangung selama masa kerajaan Frank dan Goth. Ini tidak mengherankan karena masyarakat Kristen kala itu pada umumnya tidak menyukai gedung-gedung dimana pendahulu-pendahulu mereka dijadikan mangsa hewan liar dan kesengsaraan mereka dijadikan hiburan rakyat.

Tapi konstruksi gedung-gedung tetap berjalan. Raja-raja Gothic, Frank dan Vandal adalah pembangun-pembangun gereja-gereja yang luar biasa mewah dan indah dan masih bisa dinikmati sampai saat ini. Italia penuh dengan gereja-gereja dan basilika-basilika dari abad ini yang dibangun Kaisar Theodoric dan penerus-penerusnya, sementara rekan sejawannya, kerajaan Merovingian, menampakkan jejak arsitektur mereka di Gaul (Perancis).

Image Image
It was erected by the Ostrogoth King Theodoric as his palace chapel, during the first quarter of the 6th century (as attested in the Liber Pontificalis). This Arian church was originally dedicated to Christ the Redeemer. http://en.wikipedia.org/wiki/Basilica_o ... nare_Nuovo

lihat juga : http://en.wikipedia.org/wiki/Merovingia ... chitecture

Image
Contoh yang paling penting khas Byzantin dari abad 6 ini tentunya adalah basilika San Vitale
di Ravenna (lihat foto atas), yang didirikan oleh perintah Kaisar Justinian. Sebagai karya arsitektur dan seni, gereja ini mirip dengan gereja Hagia Sophia di Konstantinopel (Istanbul sekarang). Tapi gereja-gereja dengan mosaik kaya dan seni pemahatan yang paling luar biasa juga tersebar diseluruh Eropa. Di Clermont, di Gaul, di abad 6, sang uskup memiliki gereja dengan hiasan marmer, 42 jendela dan 70 kolum. Fortunatus menggambarkan gereja Saint Germain, yg didirikan thn 537, dengan kolum-kolum marmer dan jendela-jendela dengan gelas berwarna dan Vita Droctovei dengan tentang mosaik dan lukisan serta ukiran-ukiran di atapnya.
http://en.wikipedia.org/wiki/Clermont-Ferrand_Cathedral

Memang sempat ada periode mandeq selama abad 5, pada saat terjadi invasi-invasi bangsa Jermanik. Tapi begitu keadaan pulih, restorasi dan pembangunan dilanjutkan. […] Uskup Besar Nicetius di Trèves, Uskup Vilicus di Metz dan Uskup Carentius di Cologne (atau Koln, di Jerman sekarang), kesemuanya merestorasi dan menghiasi gereja-gereja.94 Disekitar 550, Leontinus di Bordeaux mendirikan 9 gereja. Uskup Mayence mendirikan gereja Saint George dan sebuah baptistery di Xanten, sementara dalam periode yang sama
Uskup/Santo Agricola bangun gereja di Châlons dan Uskup/Santo Dalmatius di Rodez. Buruh-buruh dipanggil dari Italia, dan Uskup Nicetius memanggil buruh-buruh trampil Italia untuk datang ke Treves. Tapi juga ada arsitek-arsitek lokal. Seperti di Italia dibawah dinasti Ostrogoth dan di Perancis dibawah dinasti Frank, serta di Spanyol dibawah dinasti Visigoth.

[…] Katedral Gothic yang paling tua di Spanyol adalah Katedral San Juan dari abad 5 di provinsi Valencia. http://es.wikipedia.org/wiki/Catedral_d ... e_Valencia

Satu lagi masterpiece arsitektur jaman Visigoth itu adalah katedral elegan, Ermita de Santa María de Lara, di Quintanilla de Las Viñas, dekat Burgos. (namun sekarang tinggal puing-puingnya saja)
http://es.wikipedia.org/wiki/Ermita_de_ ... las_Viñas)

Image
Horseshoe arch, interior San Millán de Suso, La Rioja http://en.wikipedia.org/wiki/Mozarabic_ ... chitecture

Image
The semicircular arch was followed in Europe by the pointed Gothic arch ... The horseshoe arch ... first examples known are carved into rock in India in the first century AD, while the first known built horseshoe arches are known from Aksum (modern day Ethiopia and Eritrea) from around the 3rd–4th century, around the same time as the earliest contemporary examples in [PRA-ISLAMIC] Syria, suggesting either an Aksumite or Syrian origin for the type of arch. http://en.wikipedia.org/wiki/Arch

Selain itu juga di La Rioja di kawasan Orense. Design “horseshoe arch” yang begitu predominan dalam arsitektur Muslim Moor, dicontek dari struktur-struktur dan inovasi Visigoth, dan BUKAN INOVASI MUSLIM. Toledo, ibukota Spanyol selama periode Visigoth masih memamerkan arsitektur dan pengaruh Gothik ini.

Dan perlu dicatat bahwa arsitektur Gothik di abad 5 & 6 dan di abad 10 & 11 (setelah lewatnya jaman Dark Age) ini sangat mirip design-design Romawi, atau lebih persisnya, Romawi-Byzantin. Nah, dimana arsitektur peninggalan abad 7, 8 & 9 ?
Aneh bukan bahwa SELURUH Eropa tidak memiliki peninggalan arsitektur di abad Dark Age ini selama TIGA abad berturut-turut (abad 7, 8 & 9), tapi tiba-tiba di abad 10, kekayaan arsitektur ini mencuat kembali. Ini akan kita bahas lagi dalam bab-bab berikut.

Image
Cave canem ('Awas Anjing') adalah motif mosaik populer dilantai dipintu masuk villa-villa Romawi.
Last edited by ali5196 on Fri Apr 02, 2010 3:56 pm, edited 12 times in total.
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

Religion and the Church/Agama dan Gereja

[…]

Pirenne menekankan sifat sekular masyarakat abad 5 & 6. Walau kerajaan menjadi semakin Kristen, Gereja belum lagi dominan.

“Seberapa besarpun rasa hormat rakyat bagi Gereja, dan seberapa besarpun pengaruhnya, Gereja jaman itu tidak merupakan bagian dari pemerintahan. Kekuatan politik raja-raja, seperta para Kaisar sebelumnya, sangat sekuler. Naik tahtanya seorang raja tidak dirayakan secara religius …

Dalam ijazah, tidak ada pemberkahan Gereja seperti gratia Dei, pejabat-pejabat istana tidak ada yang berasal dari lingkungan eklesiastik. Semua menteri dan pejabat adalah orang kebanyakan. Mereka (raja –raja) adalah kepala gereja, mengangkat uskup dan melangsungkan konferensi/Council Gereja, dan kadang malah ikut serta.”

Pirenne menjelaskan bahwa, “Terdapat sebuah perbedaan besar antara pemerintahan jaman ini dan pemerintahan berikutnya di abad 8.” Dengan lain kata, Gereja jaman 5 & 6 tidak seperti dalam Abad Pertengahan; tidak memiliki elemen teokratik yang merupakan sifat utama Eropa Abad Pertengahan. Menurut Pirenne, “Kehidupan sosial masyarakat
tidak tergantung pada Gereja; angkatan kerja Negara masih datang dari masyarakat kebanyakan.” Pendeknya, para raja-raja Jermanik di abad 5 & 6 memiliki populasi yang berpendidikan dan melek huruf yang bisa melakukan semua fungsi administratif yang nantinya hanya bisa dilakukan jajaran eklesiastik.

[…] Sebagian besar orang menyebut diri Kristen, tapi Kekristenan mereka tidak eksklusif (ataupun fanatik) seperti yang eksis di Abad Pertengahan. Gereja dan anggota-anggotanya “patuh pada tradisi literatur yang dihormati prestise-nya.” Menurut Pirenne, “Kepatuhan pada agama baru [Kristen] adalah universal, tapi hanya segolongan kecil biarawan/pendeta dan intelektual yang benar-benar berpartisipasi secara mendalam. Banyak yang tertarik pada Gereja; orang-orang yang memiliki kedudukan sosial yang ingin meningkatkan pengaruhnya, seperti Sidonius Apollinarius dan orang miskin/janda/yatim piatu yang mencari perlindungan.”

Image
Origen http://en.wikipedia.org/wiki/Origen

Image
Santo Agustinus http://en.wikipedia.org/wiki/Augustine_of_Hippo

Namun pengaruh budaya Klasik begitu mendalam, bahkan terhadap Kristen yang paling taatpun: agama dipandang lewat prisma filosofi Klasik, seperti kita lihat dalam tulisan tokoh-tokoh Kristen dini yang ternama seperti Origen. Bahkan Santo Agustinus---yang diabad 21 ini merupakan panutan Kristen-evangelis yang hanya percaya Injil saja dan menolak tradisi Gereja Katolik---tidak dapat menerima pembaptisan sampai ia dibujuk oleh [Santo] Ambrose bahwa bagian pertama Genesis harus dipandang secara alegoris saja. [???] Ini versi Kristen yang sangat berbeda dengan versi Abad Pertengahan. Kristen diabad 5 & 6 ini sama sekali tidak menentang filosofi “pagan,” dan bahkan banyak penulis-penulis Kristen memanfaatkan filosof-filosof pagan untuk membela Kristen. Contohnya, Boethius dan Cassiodorus, di abad 6 dan Origen di abad 3. Tidak ada fundamentalisme, tidak ada pengusiran bertahap atas rasionalisme klasik; sebuah pemikiran yang sangat hidup di abad 6 & 7.

Dijaman itu terasa suasana toleransi yang sangat berbeda dengan suasa Abad Pertengahan. Belum ada pemaksaan keagamaan lewat kekerasan. Memang di abad 4 & 5 ada kasus-kasus fanatisme dan bahkan kekerasan oleh Kristen. Yang paling parah adalah penghukuman Uskup Priscillian dan pembunuhan
Hypatia. Ada juga pertengkaran tentang kasus bid’ah dan pengutukan kasus-kasus tersebut oleh penulis-penulis Kristen, tapi ini sangat jarang melibatkan kekerasan.

Di abad 6, Theodahat, keponakan Kaisar Theodoric, dengan bangga menggambarkan dirinya sebagai pengikut Plato, sementara Luxoris, penyair the Anthology, yang masyur dibawah Thrasamund dan Hilderic, mencampurkan obsenitas dengan agama Kristen. Dan kita harus tekankan bahwa semua orang-orang ini menganggap diri sebagai Kristen.

Nah, karya-karya tulis macam itu tidak mungkin diproduksi dalam sebuah abad yang tidak memiliki toleransi religius.[…]

Di Gaul, dinasti Merovingian dari permulaan sudah Katolik, dan menurut data sejarah, didalam wilayah-wilayah mereka--seperti juga diwilayah-wilayah lain-- tidak ada banyak bukti tentang intoleransi religius. Namun harus diakui bahwa beberapa raja Merovingian kemudian, mengeluarkan dekrit-dekrit represif terhadap Yahudi, termasuk paling tidak satu kasus pemaksaan agama di tahun 614, atas instigasi Heraclius, yang waktu itu sedang kepayahan terlibat perang dengan Persia. Selama konflik tsb, Yahudi di Palestina, berpihak pada musuh dan melakukan pembantaian massal terhadap Kristen.

Menurut (Uskup) Gregory of Tours, beberapa Yahudi membiarkan diri untuk pindah agama dibawah paksaan, sementara kebanyakan lari ke Marseilles, dimana mereka aman. Diakui bahwa penindasan ini tidak berlangsung lama dan kebanyakan Yahudi Kristen kemudian kembali ke agama mereka semula. Mereka tidak diperlakukan dengan kekerasan. Dan berbeda dengan penindasan oleh para pejabat sekuler ini, Paus Gregorius I malah merupakan pembela gigih Yahudi. Th 591 ia memperingatkan gerejanya di Arles dan Marseilles agar tidak memaksakan pembaptisan atas Yahudi, dan marah pada Uskup di Terracina, yang mengusir Yahudi dari sinagog-sinagog mereka. Paus bahkan tidak mengijinkan Uskup dari Napoli untuk menghindari Yahudi untuk bekerja pada hari-hari religius/suci Gereja.Satu-satunya restriksi terhadap Yahudi adalah dalam hal kepemilikian budak Kristen dan Paus meminta penguasa untuk mengundangkan restriksi tersebut.

Di abad 7 diberlakukan beberapa peraturan bagi Yahudi dan dikatakan bahwa pada saat dinasti Visigoth Spanyol menjadi Katolik pada permulaan abad 7, mereka mulai memberlakukan peraturan represif dan diskriminatif terhadap Yahudi. Tapi ada cukup bukti bahwa dokumen-dokumen tentang peraturan ini (yang dihasilkan Dewan-Dewan Pemerintahan Toledo) adalah palsu; dan memang seperti yang akan kita lihat nani, semua dokumen di Europa yang dikatakan berasal dari abad 7, 8 & 9 adalah palsu.

Memang Kristen dan yahudi memiliki sejarah permusuhan yang panjang dan kita tidak meragukan kebenaran dalam pernyataan Uskup Gregory of Tours bahwa dijamannya Yahudi secara umum tidak disukai tetangga-tetangga mereka yang non-Yahudi. Dijaman sebelumnya, penindasan oleh pejabat Romawi terhadap Kristen dilakukan atas desakan pemimpin agama Yahudi; dan Yahudi adalah sebuah kelompok besar dan sangat berpengaruh. Namun menguatnya agama Kristen tidak membawa penindasan kekerasan terhadap Yahudi – sebelum Perang Salib Pertama.
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

Topik Perang Salib ini sangat penting dan kami akan membahasnya berulang-kali.

Social Conditions in the West/Kondisi Sosial di Barat

Apapun tuduhan terhadap Gereja Kristen sehubungan dengan Yahudi, tidak diragukan bahwa dari sangat awal, Gereja adalah pembela kaum miskin dan tertekan. Dan memang merekalah, kaum papa dan miskin, yang merupakan anggota pertama gereja. Kristen dikatakan sebagai agama budak dan wanita, agama orang sakit, orang sekarat, kehilangan harapan, tidak berkuasa, singkatnya orang-orang yang merasa bahwa agama Yunani dan Romawi, dengan berbagai dewa yang dianggap berkelakuan terlalu seperti manusia dan amoral, tidak dapat menawarkan banyak. Atribut-atribut positif ini jugalah yang akhirnya mempopulerkannya sehingga diangkat menjadi agama seluruh wilayah Romawi. Setelah Kaisar Konstantin mempromosikannya […], didirkanlah rumah-rumah sakit pertama dan perbaikan dibidang legislatif. Konstantin melarang praktek gladiator dan juga praktek penyaliban, sebagai tanda hormat pada Kristus. Bentuk penyiksaan biadab ini tidak lagi nampak di Eropa sampai 100 tahun kemudian, saat Muslim Arab memberlakukannya kembali di Spanyol dan Italia Selatan.

[…]

Kristen dini memang sangat terkenal karena ajarannya yang pasifis dan doktrin benci kekerasan. Ada dua kasus yang mengilustrasikannya dengan baik di permulaan abad 4 : seorang pemuda Afrika, Maximilianus, menolak tuntutan ayahnya untuk menjadi tentara dan mengatakan bahwa kepercayaannya melarangnya menjadi tentara. Juga kasus Marcellus, seorang centurion. Pada sebuah festival, ia melemparkan ikat pinggangnya, persenjataannya dan symbol-simbol jabatannya dan berteriak bahwa ia tidak akan tunduk kepada siapapun "kecuali kepada Raja Abadi, Yesus Kristus." Sang
centurion kemudian ditahan dan dieksekusi karena tindak pidana desersi.

Begitu Kristen menjadi agama resmi Romawi, sikap pasif macam ini tidak lagi dapat dipertahankan, bahkan oleh para pemimpin Gereja sendiri. Walaupun demikian, Kristen pada dasarnya tetap sangat risih dengan konsep membunuh, bahkan dalam sebuah perang ofensif. Dan ada bukti bahwa sikap pasif ini berlanjut sampai keabad 10 & 11, sampai ke era tampilnya kaum Salibi/Crusades.

Pada umumnya, pada abad 5, pengaruh Kristen yang paling penting adalah meng-humanisasi Kekaisaran Romawi, dan ini akhirnya membawa kita kepada institusi PERBUDAKAN.

PERBUDAKAN

Bertentangan dengan teori-teori penulis anti-Kristen ternama di abad 20-21 ini, agama baru ini membawa perbaikan dramatis terhadap kondisi budak. Malah pada akhirnya, Kristen instrumental dalam memperjuangkan penghapusan perbudakan.

[…]

Dalam kata-kata seorang penulis, “Dampak Gereja atas kekaisaran Romawi bisa dirangkum dalam satu kata yaitu ‘kebebasan’.” (H. F. Stewart, loc it. p. 592)

Walau Konstantin tidak membawa emansipasi tiba-tiba dan penuh bagi budak, sebuah tindakan yang tidak dianggap bijak maupun mungkin, paling tidak ia langsung mencoba “mengurangi penderitaan budak, yang dengan segala ketidakadilannya, adalah unik dalam konstitusi Romawi" … Ia melarang kekejaman terhadap budak, sehingga dari permulaan (diresmikannya agama Kristen) nasib budak membaik, khususnya budak perempuan dan budak lelaki muda yang dijaman sebelumnya hanyalah obyek seksual sang majikan. Hal ini kemudian membuka pintu bagi penghapusan sistim perbudakan secara keseluruhan. Pemimpin-pemimpin Kristen seperti Gregory dari Nyssa (In Ecclesiastem, hom. iv) dan John Chrysostom (see the texts cited in Allard, Les esclaves chrétiens, p. 416-23), mengutuk perbudakan dan menyerukan bagi perlakuan yang manusiawi terhadap budak. Malah, Paus Clement I (92 – 99M), Paus Pius I (158 – 167M) dan Paus Callixtus I (217 – 222M) adalah MANTAN-MANTAN BUDAK !

Degan memberikan budak tempat dalam masyarakat religius, gereja juga memulihkan institusi perkawinan dan keluarga bagi budak. Dalam hukum Romawi, budak tidak bisa menikah dan tidak memiliki hak atas anak. (Digest, XXXVIII, viii, i, (sect) 2; X, 10, (sect) 5).”

[…]


“Dibawah raja-raja Kristen, tendensi ini [untuk memperbaiki nasib budak], walau disana sini mundur, setiap hari semakin nampak dan di abad 6, PERBUDAKAN DIAKHIRI oleh undang-undang Kaisar Justinian yang sangat liberal (see Wallon, Histoire de l’esclavage dans l’antiquité III, ii and x). Walau hukum sipil atas perbudakan masih belum juga memenuhi tuntutan agama Kristen (‘Hukum Caesar adalah begini dan hukum Kristus lain lagi,’ St. Jerome menulis dlm Ep. lxxvii), bagaimanapun telah dicapai kemajuan besar. Ini juga dilanjutkan di Kekaisaran Romawi bagian timur, Byzantin, dengan UU Basil the Macedonian, juga oleh Leo the Wise dan Constantine Porphyrogenitus. TAPI kemudian di bagian Barat, ini semua tiba-tiba berhenti akibat invasi bangsa-bangsa barbar/Jermanik.

Setelah invasi-invasi ini, jumlah budak meningkat lagi dan kondisi mereka mundur lagi. Penguasa Jermanik menundukkan mereka pada adat dan aturan yang jauh lebih keras dari aturan Romawi jaman itu (see Allard, “Les origines du servage” in Revue des questions historiques, April, 1911).

Gibbon dalam karyanya yang paling penting, The History of the
Decline and Fall of the Roman Empire
http://en.wikipedia.org/wiki/The_Histor ... man_Empire, menulis bahwa perbudakan, “yang hampir dihapuskan oleh kekuasaan damai Romawi, kembali dihidupkan dan malah dilipatgandakan akibat permusuhan abadi kaum Barbar.” TAPI sekali lagi Gereja intervensi dengan tiga cara : membeli budak (untuk membebaskan mereka, mengeluarkan peraturan bagi kepentingan budak dalam konferensi-konferensi gereja (dalam “councils”), dan memberi contoh perlakuan manusiawi. Dokumen-dokumen abad 5 & 7 penuh dengan adegan dimana tawanan dari kota-kota yang direbut oleh kaum barbar dan terkutuk kedalam perbudakan kemudian dibeli oleh seorang uskup, pendeta, biarawan dan rakyat Kristen. Budak-budak yang dibebaskan ini sampai berjumlah ribuan bahkan di negeri mereka sendiri (ibid., p. 393-7, and Lesne, Hist de la propriété ecclésiastique en France (1910), pp. 357-69).

Kami tahu dari Gregory of Tours dan pennulis-penulis lainnya pada jamannya bahwa Gereja-gereja di Gaul, Spanyol, Inggris dan Italia, sibuk dalam berbagai council dengan urusan perbudakan; tentang budak-budak yang mencari perlindungan dalam sebuah gereja (Councils of Orléans, 511, 538, 549; Council of Epone, 517); budak yang dibebaskan dengan syarat jadi anggota Gereja, dan yang dibebaskan lewat proses lain (Council of Arles, 452; of Agde, 506; of Orléans, 549; of Mâcon, 585; of Toledo, 589, 633; of Paris, 615); kesahihan perkawinan antara orang bebas dan budak (Councils of Verberie, 752, of Compiègne, 759); istirahat bagi budak pada hari Minggu dan hari-hari suci lainnya (Council of Auxerrre, 578 or 585; of Rouen, 650; of Wessex, 691; of Berghamsted, 697); penghentian arus budak dengan melarang penjualan budak diluar kerajaan (Council of Châlon-sur-Saône, between 644 and 650); melarang orang bebas menjadi budak (Council of Clichy, 625).

Kaisar Justinian (Novella, cxxiii, 17) yang lebih berani/liberal, mengeluarkan persetujuan bagi perlakuan baik terhadap budak, tapi disiplin Barat tidak mengijinkan seorang budak untuk menjadi pendeta tanpa ijin resmi majikannya; namun dewan-dewan yang berlangsung di Orléans tahun 511, 538, 549, walau menetapkan hukuman pada uskup yang melewati otoritasnya dalam hal ini, mendeklarasikan ordinasi budak macam itu sebagai sahih. Dewan yang berlangsung di Roma tahun 595 dibawah pimpinan Paus/St. Gregory the Great mengijinkan seorang budak menjadi biarawan tanpa ijin majikannya, baik secara eksplisit maupun tidak.

Kami membaca bahwa, “Pada jaman ini, Gereja menjadi pemilik tanah luas. Barbar yang masuk Kristen menyerahkan Gereja tanah dalam jumlah besar. Tanah-tanah tersebut datang beserta dengan rakyat kecil yang tinggal di tanah tersebut yang membayar sewa dan mengelola ladang yang setengah hasilnya diberikan kepada tuan tanah. Namun hukum barbar yang diganti lewat pengaruh Kristen, memperbaiki nasib para penyewa tanah (atau budak tanah) ini http://en.wikipedia.org/wiki/Serfdom: jam kerja mereka lebih ringan dan uang sewa mereka ditetapkan hanya seperempat dari biasanya (Lex Alemannorum, xxii; Lex Bajuvariorum, I, xiv, 6 dan hasil Dewan di abad 6 (Eauze, 551)).

Posisi para penyewa juga semakin kuat; mereka tidak bisa diusir dari tanah tersebut, demikian ditetapkan hukum Romawi abad 4 (Cod. Just., XI, xlvii, 2). TAPI kaum barbar tidak mengindahkan aturan-aturan tersebut (Gregory of Tours, Hist. Franc., VI, 45); aturan-aturan tersebut di-abrogasi dinasti Goth Italia oleh dekrit Theodoric (sect. 142). Namun demikian tetap saja, para budak tanah yang berada pada tanah Gereja menikmati hak istimewa ini. Jadi kita menemui situasi dimana budak tanah harus tunduk pada aturan Gereja dan Gereja harus tunduk pada hukum Romawi. Kedua aturan hukum tersebut tidak selalu serasi (Lex Burgondionum, LVIII, i; Louis I, Add. ad legem Langobard., III, i).

Para budak tanah, selain mendapat tempat permanen di tanah eklesiastik yang ditetapkan Dewan (Rome, 50; Orléans, 511, 538; Epone, 517; Clichy, 625; Toledo, 589); mereka juga mendapat perlindungan dari pajak kerajaan oleh imunitas yang mereka miliki dari hampir semua tanah Gereja yang mereka diami (Kroell, L'immunité franque, 19110); jadi posisi mereka menarik rasa iri pihak-pihak diluarnya (Flodoard, Hist eccl. Remensis, I, xiv), dan setiap kali ada keputusan kerajaan untuk menyerahkan kepada Gereja sebagian tanah raja/bangsawan, maka para budak tanah yang bekerja dan hidup diatasnya sering menyambut keputusan ini dengan sorakan gembira (Vita S. Eligii, I, xv).

Image
Budak-budak sedang bersorak kegirangan (Costumes of slaves or serfs, from the sixth to the twelfth centuries, collected by H. de Vielcastel from original documents in European libraries.)

BERSAMBUNGGGG ...
Last edited by ali5196 on Fri Apr 02, 2010 3:37 pm, edited 3 times in total.
Post Reply