more on
SAFIYAH :
DEBAT: A SINA vs MUHAMAD "RASULULLAH"
http://www.indonesia.faithfreedom.org/f ... c.php?t=31
SAFIYAH
Safiyah Bint Huyeiy Ibn Akhtab adalah wanita Yahudi berumur 17 tahun ketika pasukan Muslim menyerang Khaibar dan membawanya pada nabi sebagai bagiannya dalam harta rampasan.
Kisah ini termuat dalam buku TABAQAT dan terdapat juga dalam situs Islam yang terpercaya.
http://www.prophetmuhammed.org/
(ketika penulisan ini dibuat banyak situs Islam memuat kisah ini, namun sekarang sudah tidak lagi, walaupun demikian kisah ini cukup mudah dicari dalam hadis).
“Safiyah lahir di Medinah, dibesarkan oleh suku Yahudi Banu 'I-Nadir. Ketika sukunya terusir dari Medinah, A.H. Huyaiy adalah salah seorang yang tinggal bersama-sama di Khaibar dengan Kinana ibn al-Rabi', pria yang menikahi Safiyah tak lama sebelum Muslim menyerang perkampungan baru tersebut. Ia berumur 17 tahun. Ia sebelumnya adalah istri dari Sallam ibn Mishkam,
yang menceraikannya (???). Satu mil jauhnya dari Khaibar, sang nabi menikahi Safiyah. Ia dipersiapkan dan didandani oleh Umm Sulaim, ibu dari Anas ibn Malik. Disana mereka berdua bermalam.
Abu Ayyub al-Ansari menjaga tenda sang nabi semalaman dan ketika fajar, nabi melihatnya terus berjaga-jaga. Nabi bertanya alasanya dan ia menjawab, ”
Saya khawatir tentang wanita ini denganmu. Anda telah membunuh suami, ayah dan banyak kerabatnya dan sampai saat ini ia masih kafir. Saya sangat menghawatirkan pembalasan darinya.”
Safiyah dikatakan meminta agar nabi menunggu untuk menikahinya di lokasi yang lebih jauh dari Khaibar dengan alasan masih banyak Yahudi yang berkeliaran di sekitarnya. Alasan sebenarnya Safiyah menolak
sangat jelas. Ia memilih untuk berduka daripada harus naik ranjang pada hari yang sama suami, ayah, dan keluarganya terbunuh oleh orang yang
ingin menyetubuhinya. Sikap nabi Allah, yang berumur 57 tahun ini, yang tak dapat menahan birahi untuk satu hari saja dan mengijinkan gadis muda ini berkabung, menunjukkan cara berpikir dan derajad moralnya.
Sejarawan muslim pun mencatat bahwa perkawinan terjadi
satu hari setelah Muhamad menyetubuhinya. Ini bukanlah masalah untuk nabi karena Allah telah mengeluarkan ayat yang memperbolehkan hubungan seksual dengan para budak tanpa perkawinan, meskipun mereka telah menikah. “dan semua wanita yang telah menikah (terlarang untukmu) kecuali (budak) yang kamu miliki…(Q. 4:24)
Ayat diatas menunjukkan bahwa nabi tidak mengganggap bahwa budak mempunyai hak apapun. Anda bisa saja wanita yang telah menikah dan berbahagia, namun jika Muhamad dan para pengikutnya menyerang kotamu, kamu akan kehilangan semua hak yang kamu punya dan sementara suamimu dibunuh atau diperbudak, Anda dapat diberikan pada seorang Mujahidin Muslim yang memperkosamu dengan bebas dengan ridho Allah.
Mari kita lanjutkan kisah Safiyah.
Ketika ia dibawa bersama tawanan lainnya, Nabi berkata,”Safiyah, ayahmu selalu memusuhiku, sampai akhirnya Allah sendiri yang menghukumnya.” Dan Safiyah berkata, “Bukankah Allah tidak akan menghukum seseorang karena kesalahan orang lain?”
"Yakni, bahwa tidak ada pendosa yang dapat dibebani oleh beban dosa pendosa lainnya” Q. 53:38
Ini tentu saja bertolak belakang dengan perbuatan Muhamad yang menumpas seluruh Bani Qainuqa dengan dalih mereka membunuh seorang muslim. Dan bukannya Allah yang membunuh ayah Safiyah, melainkan pengikut Muhamad. Hitler saja tidak pernah mengklaim bahwa Tuhanlah yang membantai kaum Yahudi dalam PD II.
“Nabi kemudian memberikannya pilihan : bergabung dng sukunya setelah bebas ATAU menerima Islam dan mengadakan hubungan perkawinan dgn nabi." (Tabaqat)
Kami harus ingat bahwa Muhamad membantai kebanyakan sukunya dan mengusir sisanya yg masih hidup (mungkin karena mereka wanita peot2-ali5196). Jadi Safiyah tidak punya banyak 'plilihan'.
"Ketika Safiyah menikah, ia sangat muda, hampir 17 tahun, sangat cantik. Bukan hanya
ia sangat mencintai Muhammad (???) iapun sangat menghormati kenabiannya karena sebelum menikah, ia telah mendengar pembicaraan ayah dan pamannya tentang Muhamad ketika ia baru saja mengungsi ke Medinah. Salah seorang berkata, ”Bagaimana pendapatmu tentang dia?”, jawabnya,”Ia adalah benar nabi yang telah diramalkan oleh kitab kita”, lalu yang lain berkata, ”Lalu apa yang harus dilakukan?” jawabannya adalah mereka harus menentangnya sekuat tenaga. " (Tabaqat)
(Masuk akalkah cerita ini? Bagaimana mungkin dua orang Yahudi yang mengenali Muhamad sebagai orang yang diramalkan dalam kitab mereka (TAURAT) dan kemudian memutuskan untuk MENENTANGNYA ? LOGISKAH INI ? Bukan hanya itu, dimanakah dalam Taurat disebut tentang Muhamad ? Bagaimanakah caranya paman dan ayah Safiyah dengan mudah menemukan ramalan tersebut dalam kitab mereka sedangkan selama 1400 tahun kaum terpelajar muslim tak mampu menemukannya?)
“Safiyah kemudian sadar akan kebenaran nabi. Dengan suka rela ia merawat, menyediakan kebutuhan dan menyenangkan nabi dengan berbagai cara. Hal ini jelas terlihat pada saat kedatangannya kehadapan nabi saat jatuhnya Khaibar.” (Tabaqat)
Anda tidak melihat pernyataan2 bertentangan sang penulis muslim ?
Tadinya ia mengatakan bahwa Safiyah ditawan dan diserahkan pada Muhamad sebagai tawanan. Itu berarti Safiyah tidak datang dengan suka-rela, namun ia dibawa ke hadapan sang nabi karena dia masih muda dan tercantik diantara tawanan lainnya.
Bukhari juga mencatat pertemuan Muhamad dengan Safiyah dan pertempuran Khaibar dalam hadis.
Dinarasikan oleh 'Abdul 'Aziz:
"Kata Anas, ketika nabi menyerbu Khaibar orang2 di kota berseru “Muhamad dan pasukannya datang”. Kami mengalahkan mereka semua, menjadikan mereka tawanan dan harta rampokan dikumpulkan.
Nabi membunuh para pria yang melawan, membantai anak-anak keturunan merekan dan mengumpulkan para wanita menjadi tawanan (Sahih Bukhari V.5 B.59 N.512).
Kemudian Dihya datang menghadap nabi dan berkata,” Oh Nabi Allah! Berikan aku seorang budak perempuan dari para tawanan.” Nabi berkata, “
Pergilah dan ambil budak perempuan yang mana saja.” Ia lalu mengambil Safiya bint Huyai. Namun seorang pria datang pada nabi dan berkata,” Oh nabi Allah, kau memberi Safiya bint Huyai pada Dihya, sedangkan ia adalah istri pemimpin suku Quraiza dan An-Nadir, ia seharusnya adalah milikmu.” Maka nabi berkata, "Bawa dia bersamanya.” Maka Dihya pun datang bersama Safiya, dan nabi berkata,
“Carilah budak perempuan lain dari antara para tawanan.” Kemudian nabi mengambil dan mengawini dia.
Thabit lalu bertanya pada Anas, “Apa mahar yang diberikan sebagai mas kawinnya?” Ia berkata "
dirinya sendiri merupakan mahar yang harus dibayar ketika nabi menikahinya. Di perjalanan, Um Sulaim mendandaninya untuk upacara pernikahan, dan malamnya ia langsung diantar sebagai pengantin untuk nabi.” (Sahih Bukhari 1.367)
Mahar adalah uang yang diterima pengantin wanita dari pengantin pria saat pernikahan.
Muhamad tidak membayar mahar karena ia harus membayarnya pada dirinya sendiri karena menikahi seorang budak. Tentu ironinya adalah ia tidak membeli Safiyah, namun memang memperbudaknya dengan cara menyerbu kota kediamannya. Kisah ini sangat signifikan dalam menilai moral dan etika dari seorag abi Tuhan.
Dan ... ceritanya belon selesai ... lagi2
Muhammad mengejutkan kita dengan ajarannya bahwa dengan menikahi Safiyah dia akan menerima dua imbalan. Pertama, dengan menghindari mahar karena menikahi gadis budak yang diperbudaknya sendiri dengan sengaja, kedua
ia dapat 'menikahi' gadis tercantik yang 40 tahun lebih muda darinya.
KESIMPULAN
... Inti permasalahan yang anda lewati adalah bahwa Muhamad mengklaim diri sebagai
nabi Tuhan untuk segala zaman dan semua bangsa. Ia memperkenalkan diri sebagai Nabi Terakhir dan Yang Terbaik dari Semuanya. Ia bersikeras bahwa ia mempunyai ”
moral yang maha mulia” 68:4, dan ia adalah, “
contoh yang harus diikuti” 33:21, ”
Maha pengampun semua mahkluk” 21:107 dan ”
Nabi yang paling terhormat” 81.19.
Namun berdasarkan apa yang telah kita telusuri, ternyata tidak begitu adanya.
Apakah contoh yang diberikan Muhamad dalam kisah Juwairiyah dan Safiyah sepatutnya diikuti oleh para muslim?
Jika ada menyetujuinya maka para muslim seharusnya menyerang rumah-rumah non-muslim, membunuh mereka dan memperkosa istri2 mereka. Jika anda berkata TIDAK dan tindakan Muhamad pada jaman tersebut tidak dapat diterapkan pada peradaban sekarang, maka semua ayat yang mengatakan bahwa kita harus mengikuti contoh Muhammad menjadi tidak berarti.
Yang menjadi masalah adalah bahwa orang2 muslim tidak konsisten. Apakah kita harus mengikuti contohnya apa tidak? Apakah ia memberi contoh yang baik untuk kemanusiaan untuk diikuti atau tidak? :twisted:
Muhamad bukan hanya figur sejarah. Sebelum menjadi Presiden USA, Washington mungkin meniduri budaknya. Pada jaman tersebut mungkin tindakan itu dianggap biasa,
namun tidak ada orang yang mengatakan bahwa tindakannya merupakan contoh yang harus diikuti UNTUK SEGALA JAMAN DAN UNTUK SEMUA BANGSA !
:twisted: :twisted: :twisted: