simplyguest wrote:Emang menurut anda kata "menggenapi" itu artinya cuma "membuat genap sesuatu yang ganjil" kayak menambah jumlah bilangan yang ganjil sampai menjadi genap, gitu?
Anda itu sebenernya ngerti artinya "menggenapi nubuat" tidak?
Sebuah nubuat dibilang tergenap itu kan kalo nubuat yang bersifat lambang nya sudah "diganti" dengan kejadian nyata yang sesuai/selaras dengan lambang2nya.
Makanya, bung jj. Jangan selalu membuat pengertian sendiri cuma berdasar literal tulisannya aja dong.
Udah berapa kali saya ngomong gini nih.... sampe bosen saya.....
jj wrote:
Saya kurang setuju dengan anda, nubuat yg tergenapi artinya bukan sudah "Diganti" tetapi sudah benar2 "Terjadi".
Bung jj, kalo nubuatnya sudah tergenapi/terjadi atau yang lengkapnya sudah "datang", apakah nubuatnya yang masih berbentuk lambang akan masih mau dipakai terus2an?
jj wrote:Lihat ayat dibawah ini yang justru bertentangan dengan pendapat anda bahwa itu sudah "Diganti" atau "Ditiadakan"
Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinyap
Apakah sampai sekarang catatan mengenai hukum2 Taurat ini sudah hilang? Masih ada kan? Berarti memang tidak ditiadakan kan?
Anda itu sebenernya tahu maknanya "essence" yang saya bilang gak sih? Kok pertanyaannya balik2 ke situ lagi?
Ato sebenernya emang gak mau tahu?
jj wrote:Apa anda belum pernah baca ayat yg bunyinya spt ini?
"Itulah suatu ketetapan untuk selamanya bagi kamu turun-temurun."
Nah apakah arti "selamanya" itu "hanya sementara"?
Anda emang gak tahu, kalo kata asli Ibrani "עוֹלָם" juga bisa menunjukkan arti yang sementara atau bukan selama-lamanya dalam arti tidak pernah berhenti?
simplyguest wrote:
Makanya, saya ulang lagi ya....LIHAT KONTEKSNYA.
Lihat Yesus itu sedang berbicara tentang apa. Lihat kaitan2 ayat selanjutnya, bung. Udah baca belum?
Di ayat2 selanjutnya, Yesus kan mengajarkan bahwa hukum Kasih yang dia ajarkan itu berisi essence dari hukum Taurat. Yesus menekankan bahwa essence hukum Taurat itu tidak bisa dilakukan dengan cara2 yang kaku seperti yang orang Israel lakukan di bawah hukum Taurat. Tapi Yesus mengajarkan cara menerapkan essence hukum Taurat itu dengan cara yang lebih baik, yaitu dengan menerapkan hukum Kasih. Paham?
Jangan2 karena di islam itu mirip sama orang Israel ya, yang secara kaku menetapkan hukum2nya, makanya anda gak bisa ngerti2 maksud Yesus ini?
jj wrote:Saya paham Yesus memberikan contoh dan pengajaran dan inti dari hukum Taurat, yang mana saat itu para ahli taurat bukannya kaku tetapi melenceng dari hukum taurat yang benar.
misalnya, kuduskanlah hari sabath, bukan berarti pada hari itu manusia tidak boleh mengerjakan apa2 termasuk menolong orang sakit, padahal para ahli taurat kalau dombanya sendiri terjatuh pasti dibantuin.
Bung jj, coba anda baca deh Matius 5:21-48.
Di situ kan sudah jelas bahwa Yesus memberikan hukum baru yang lebih baik dari hukum Taurat, tapi essence hukum Taurat sendiri ada di dalam hukum yang Yesus beri. Jadi intinya yang Yesus tekankan adalah dia ingin agar pengikutnya tidak lagi melakukan hukum Taurat yang kaku, tapi harus berdasarkan hukum baru yang dia ajarkan, yaitu hukum Kasih, yang didalamnya juga terdapat essence hukum Taurat.
Paham? Pasti nggak deh...
simplyguest wrote:
Pelajari lagi ya arti kata "menggenapi nubuat"....
Anda ini kayaknya sama sekali gak tahu arti kata "menggenapi" ya? Apa karena di quran gak pernah ada nubuat, apalagi nubuat yang tergenap ya?
jj wrote:Sudah saya jelaskan diatas, coba anda jawab dengan tegas, apakah menggenapi = meniadakan?
Sudah saya jawab di bagian atas. Silakan baca lagi
simplyguest wrote:Aduh... gak ngerti2 juga ya
Menurut anda, apa sih makna "kantong baru" dan "kantong yang sudah tua" di atas?
Trus anda ngerti gak yang saya bilang tentang "essence"? Jangan2 gak ngerti lagi....
jj wrote:Lho kok jadi pengganti sih, kalau begitu apa artinya "terpelihara kedua-duanya"?
Nah loh.... pertanyaan belum dijawab, malah ngasih pertanyaan lagi...
Jawab dulu pertanyaan saya :
Menurut anda, apa sih makna "kantong baru" dan "kantong yang sudah tua" di atas?
Bukankah "kantong baru" itu sebagai pengganti "kantong yang sudah tua"?
jj wrote:Inilah memang perbedaan kita, saya lebih cenderung melihat literalnya, sedangkan anda hanya melihat dari global dan menyambung2kan ayat,
sehingga ayat yang literalnya bilang A bisa saja anda artinya B.
Loh....
saya "hanya" melihat dari segi global dan menyambungkan ayat?
Bukankah itu yang seharusnya dilakukan untuk memahami konteks sebuah tulisan?
Apa jadinya kalo ahli2 sejarah seperti anda yang hanya berusaha memahami hanya dari literalnya saja, itupun cuma sepotong2 dan tidak global?
Jadi kalo anda membaca ada tulisan "menusuk dari belakang" langsung anda artikan bahwa ada yang membunuh ya?