Mahasiswa98 wrote: Bro Kibou numpang tanya. apakah Nilai Nurani manusia adalah pasti sama? sejak manusia diciptakan sampai manusia terakhir adalah sama dan tidak berubah?
katakanlah nilainya 10 (paling tinggi) mulai dari awal sampai akhir?
Terima kasih Bro Kibou atas sharingnyaKibou wrote:Terima kasih Bro Mahasiswa.
...................
...................
Saya coba ilustrasikan sbb:
Analogikan intuisi moral seperti sebuah organ fisik seperti penciuman. Untuk bisa berfungsi, organ penciuman memerlukan input (bau atau aroma) dan bisa menghasilkan output dari input yang bersangkutan.
Organ penciuman saya mendapat input bau kotoran kucing yang sangat menyengat, dan sebagai output dalam diri saya timbul rasa mual, rasa jijik, rasa ingin menjauhi sumber bau tersebut secepat mungkin.
Kalau kita kembali ke intuisi moral, input bisa (tapi tidak terbatas pada) berupa penggambaran suatu peristiwa (state of affairs). Misalnya:
P = Seorang pria memperkosa, menyiksa, dan membunuh anak kecil.
Setelah menangkap penggambaran P secara abstrak, maka dalam diri Budi timbul rasa mual, rasa jijik, dan sebagai output susulan timbul belief pada diri Budi bahwa P itu tidak baik, tidak pantas, dan tidak boleh ditiru apalagi diteladani.
Jadi dari input P, keluar output belief bahwa P itu salah, tidak semestinya dilakukan.
Tapi bagaimana jika ada orang yang juga mendapat input P, tapi menghasilkan output yang berbeda?
Robot Gedek menangkap P, dan timbul dalam dirinya sexual arousal, dan bahkan kepuasan. Timbul output belief dalam diri Robot Gedek bahwa P itu menyenangkan, membahagiakan.
Sekarang barulah terlihat betapa pentingnya menilai intuisi moral melalui kacamata proper function.
Karena kini kita bisa mempertanyakan, antara Budi dan Robot Gedek, manakah yang intuisi moralnya berfungsi sebagaimana mestinya? Apakah Budi? Ataukah Robot Gedek? Atau tidak keduanya (moral relativism)?
Nanti kalau ada waktu luang saya lanjutkan lagi...
Kalau demikian adanya sesuai dengan TS membuka dengan dialog tentang Moral, maka adalah juga merupakan kewajiban Manusia itu sendiri yang mengalami perkembangan pengetahuan dan kebijaksanaan dan tentunya juga Moral, untuk kemudian memutuskan mana yang merupakan moral dan kebaikan bagi manusia setelahnya dan setersnya.
dalam kasus "Dilema sang Allah (baca alloh swt)" tentunya manusia harus menyatakan sikap tegas atas buah buah Moral manusia sebelumnya. jika tidak sesuai maka harus tegas dikatakan salah dan wajib dibuang jauh jauh.
namun jika ternyata buah buah Moral tersebut sangat baik bahkan bisa disejajarkan dengan lompatan Moral manusia melebihi jamannya, maka wajib dilestarikan dan terus di ajarkan ke manusia berikutnya.
jika demikian yang dapat dikatakan Moral objectif transedental adalah Moral serta buah buahnya yang memang menghargai kehidupan manusia seturut jaman, dan tidak sebaliknya.