doramma wrote:ya search aja sendiri, manja banget...kita2 sih sdh yakin...nah,jgn tergantung pd orang lain u/ mencari kebenaran. disela2 kesibukan,aku cukup berbaik hati,nieh aku kasih,tp bsk2 usaha sendiri yah!
http://abughifari.wordpress.com/2008/09 ... para-nabi/
Thawafnya Malaikat Dan Hajinya Para Nabi
September 14, 2008 by abughifari
Ribuan tahun yang silam, sebelum manusia diciptakan, di alam yang tak terjangkau oleh manusia, Allah SWT berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
Malaikat lalu berkata, “Ya Tuhan kami, khalifah selain kami hanya akan berbuat kerusakan di bumi, membuat pertumpahan darah, saling dengki, dan saling membenci; sedangkan kami selalu bertasbih memuji-Mu, menyucikan-Mu, menaati, dan tidak mengingkari-Mu.”
Allah berfirman, “Wahai malaikat, sesungguhnya Aku lebih mengetahui yang tidak kamu ketahui.”
Mendengar firman Allah tersebut, Malaikat langsung bersujud. Mereka mengira Allah murka. Mereka bersujud sambil menangis, memohon ampun dari murka Allah. Kemudian mereka thawaf, mengelilingi Arasy cukup lama.
Allah, Yang Maha Pemurah, melihatnya, lalu menurunkan rahmat. Diciptakan-Nya sebuah tempat yang disebut Baitul Makmur, tepat berada di bawah Arsy. “Wahai para malaikat-Ku, thawaflah kalian di rumah ini dan tinggalkan Arasy.”
Malaikat-malaikat tadi pun berthawaf mengelilingi Baitul Makmur. Dalam satu hari satu malam, kira-kira ada tujuh puluh ribu malaikat yang berthawaf.
Kemudian Allah mengutus malaikat-malaikat ke bumi seraya berfirman kepada mereka, “Bangunlah untuk-Ku sebuah rumah di bumi seperti ini (Baitul Makmur).”
Lalu, Allah memerintahkan malaikat yang ada di bumi dan juga makhluk yang lainnya untuk thawaf di rumah tersebut sebagaimana penghuni langit thawaf di Baitul Makmur.
Demikianlah, Allah menciptakan Baitul Makmur tempat bertobat para penghuni langit, dan Ka’bah di bumi sebagai tempat bertobat para penghuni bumi.
Setelah sekian lama tinggal di bumi dengan senantiasa berharap turunnya rahmat dan ampunan Allah, pada suatu hari Nabi Adam AS mendapat perintah dari Allah untuk menunaikan ibadah Haji ke Tanah Suci, Makkah.
Nabi Adam AS berangkat dari tempat tinggalnya berjalan ke arah barat melalui Syam, hingga sampailah di Bakkah dan melaksanakan thawaf bersama para malaikat yang sudah terlebih dahulu berada di sana. Para malaikat ini sudah sejak lama melaksanakan perintah thawaf mengelilingi Ka’bah sebelum kedatangan Nabi Adam AS sebagai manusia pertama yang menunaikan manasik ibadah haji.
Ketika Adam berthawaf di Baitullah dan sampai ke Multazam, Malaikat Jibril berkata kepadanya, “Wahai Nabi Allah, akuilah di tempat ini segala dosamu kepada Tuhanmu!”
Berhentilah Adam, lalu berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya setiap makhluk yang beramal shalih mendapat ganjaran. Sungguh aku telah beramal, apakah ganjaranku?”
Allah SWT mewahyukan kepadanya, “Aku ampuni engkau atas dosa-dosamu.”
Nabi Adam AS berkata, “Wahai Tuhanku, juga untuk anak-cucu keturunaku?”
Allah SWT mewahyukan kepadanya, “Wahai Adam, siapa saja di antara keturunanmu yang datang ke tempat ini mengakui dosa-dosanya, bertobat sebagaimana engkau bertobat, dan memohon ampun, niscaya Aku ampuni.”
Ketika Nabi Adam bertolak dari Mina, para malaikat menemuinya dan berkata, “Wahai Adam AS, hajimu telah mabrur. Sesungguhnya kami telah menunaikan haji di Baitullah sebelum engkau selama dua ratus tahun.”
Setelah melaksanakan thawaf, beliau mengikuti perintah untuk pergi ke suatu tempat di padang pasir. Di sana Nabi Adam bertemu dengan Siti Hawa, yang berjalan dari suatu tempat bernama Jeddah, tempat beliau menetap setelah diturunkan dari surga. Tempat pertemuan mereka di Padang Arafah ini kemudian dinamakan Jabbal Rahmah, yang berarti “Bukit Rahmat”, sedangkan kata Arafah mempunyai arti “tahu atau kenal”, sehingga seluruhnya berarti “Pertemuan atau perkenalan kembali (di sebuah bukit di padang pasir) setelah sekian lama berpisah” sebagai rahmat Allah SWT terhadap Adam dan Hawa.
Selesai mengerjakan ibadah haji, Nabi Adam AS bertobat meminta ampun kepada Allah SWT, dan tobatnya diterima, sehingga dia telah bersih dari dosa dan kesalahan atas perbuatan yang pernah dilakukannya karena terbujuk oleh bisikan iblis pada masa yang lalu.
“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (surah Al-Baqarah ayat 37).
Konon, Nabi Adam AS mengunjungi Baitullah sebanyak seribu kali dengan berjalan kaki, tujuh ratus haji dan tiga ratus umrah.Beliau menunaikan haji dengan penuh semangat. Nabi Adam selalu berdiam di Al-Hathim, yaitu tempat di antara pintu Ka’bah dan Hajar Aswad. Beliau telah berthawaf selama seratus tahun sebelum berjumpa dengan istrinya, Hawa. Jibril berkata kepadanya, “Mudah-mudahkan Allah memberikan umur panjang kepadamu dan mengangkat derajatmu.”
Dalam konteks haji, ada istilah haji mabrur. Haji mabrur tidak bercampur dengan satu perbuatan maksiat pun. Mabrur adalah peningkatan, perluasan dalam kebaikan. Ada pula yang berpendapat, haji mabrur adalah haji yang diterima.
Allah memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk menunaikan haji bersama putranya. Nabi Ismail AS. Berangkatlah mereka berdua dengan menunggang unta. Tidak ada yang menyertai kecuali Jibril.
Ketika mereka sampai di Tanah Haram, Jibril berkata kepada Ibrahim, “Wahai Ibrahim, turunlah dan mandilah sebelum kalian memasuki Tanah Haram.”
Mereka pun turun dan mandi. Kemudian, Jibril memperlihatkan kepada mereka bagaimana cara mempersiapkan ihram. Mereka melakukan apa yang dicontohkan. Jibril lalu memerintahkan mereka untuk bertalbiyah dengan mengucapkan kalimat talbiyah sebagaimana yang diucapkan oleh para rasul sebelumnya.
Kemudian Jibril membawa mereka ke Bukit Shafa. Mereka turun, sementara Jibril berdiri di antara mereka berdua, seraya menghadap Baitullah. Jibril bertakbir, mereka pun bertakbir. Jibirl bertahlil, mereka pun bertahlil, Jibril bertahmid, lalu memuji Allah, dan mereka berdua pun melakukan apa yang dilakukan Jibril.
Setelah selesai, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk kembali ke negeri Syam, dan menempatkan Nabi Ismail di Tanah Haram sendirian. Tiada ada orang lain kecuali ibunya, Siti Hajar.
Setelah Ibrahim kembali, Allah memerintahkannya untuk menyeru manusia agar berhaji dan memerintahkannya membangun Ka’bah. Bangsa Arab pun berangkat menunaikan haji, dan waktu itu bangunan Ka’bah masih berupa bongkahan-bongkahan batu di atas fondasi.
Ketika manusia mulai berdatangan, Nabi Ismail mengumpulkan batu dan menaruhnya di tengah-tengah Ka’bah. Ketika Allah SWT mengizinkannya membangun Ka’bah, Nabi Ibrahim datang dan berkata, “Wahai anakku, Allah memerintahkan kita untuk membangun Ka’bah.”
Mereka lalu membongkar batu-batu itu. Ternyata ada satu batu yang berwarna merah. Allah mewahyukan kepada Nabi Ibrahim untuk meletakkan bangunan Ka’bah di atas batu itu. Allah mewahyukan kepada Nabi Ibrahim, “Letakkan bangunan Ka’bah di atas batu itu!”
Allah kemudian menurunkan empat malaikat untuk membantu Nabi Ibrahim mengumpulkan batu-batu itu, sementara Nabi Ibrahim dan putranya menata batu-batu tersebut hingga selesai.
Para nabi yang lain juga melaksanakan haji. Nabi Nuh, misalnya, melakukan ibadah haji saat berada di perahunya. Beliau diperintahkan untuk thawaf di Baitullah ketika bumi ditenggelamkan, kemudian mendatangi Mina dalam hari-hari perjalanannya, lalu kembali dan berthawaf di Baitullah.
Begitu pula Nabi Musa, beliau berniat ihram dari padang pasir Mesir dan menemui 70 nabi di atas bukit bebatuan Rauha. Suatu tempat di antara dua Tanah Haram, berjarak 30 atau 40 mil dari kota Madinah. Mereka mengenakan mantel yang terbuat dari katun. Nabi Musa bertalbiyah, “Aku sambut panggilan-Mu. Aku hamba-Mu, dan anak dua orang hamba-Mu, menyambut panggilan-Mu.”
Sementara Nabi Sulaiman melaksanakan haji bersama jin, manusia, burung-burung, serta angin, dan beliau menutupi Baitullah dengan bahan pakaian dari Mesir.
Nabi Yunus melewati bukit bebatuan Rauha seraya berucap, “Aku sambut panggilan-Mu, wahai Dzat Pelepas kegundahan yang besar. Aku sambut panggilan-Mu.”
Nabi Isa bin Maryam pun melewati bukit bebatuan Rauha seraya mengucapkan hal yang sama, “Aku sambut panggilan-Mu, aku hamba-Mu, menyambut panggilan-Mu.”
Nabi Muhammad juga melewati bukit bebatuan Rauha seraya berkata, “Aku sambut panggilan-Mu, wahai Dzat Penguasa tempat-tempat tinggi, aku sambut panggilan-Mu.”
Dalam beberapa riwayat disebutkan, semua nabi melaksanakan ibadah haji di Baitullah, kecuali Nabi Hud AS dan Nabi Shalih AS, karena mereka disibukkan dengan urusan kaumnya dan tidak sempat melaksanakan haji.
Sejak hijrah ke Madinah, Nabi SAW hanya menunaikan haji satu kali. Tetapi selama di Mekkah, beliau sering menunaikan haji bersama kaumnya. Bahkan ada sebuah riwayat yang mengatakan, Nabi Muhammad melaksanakan haji sebanyak dua puluh kali dan tiga kali umrah.
Rasulullah berangkat haji pada empat hari terakhir bulan Dzulqaidah hingga ketika sampai di sebuah pohon beliau shalat. Setelah itu beliau meneruskan perjalanan sampai di Baida’. Dari sana Rasulullah berniat ihram dan mengucapkan talbiyah serta membawa seratus ekor unta Para sahabat pun berniat ihram. Saat itu mereka belum mengetahui bahwa itu adalah haji tamattu’.
Ketika sampai di Makkah, beliau melakukan thawaf di Baitullah dan orang-orang pun ikut berthawaf bersamanya. Kemudian, beliau shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim serta mengusap dan mencium Hajar Aswad.
Nabi lalu berjalan menuju Shafa, dan memulai sa’i dari sana. Beliau berbolak-balik antara Shafa dan Marwah tujuh kali.
Ketika selesai sa’i di Marwah, beliau memerintahkan jamaah untuk bertahallul. Maka seluruh jamaah pun mencukur rambut.
“Seandainya sudah tahu sebelumnya, tentu telah aku lakukan sebagaimana yang aku perintahkan kepada kalian. Seseorang yang mempunyai hewan qurban belum dapat bertahallul, karena Allah berfirman, ‘Janganlah kalian mencukur rambut kalian sebelum qurban sampai ke tempat penyembelihannya’.” Sabda Rasulullah.
Seorang sahabat, Saraqah bin Malik, bertanya, “Wahai Rasulullah, kami merasa seakan-akan kami baru diciptakan hari ini. Apakah yang engkau perintahkan kepada kami ini berlaku untuk tahun ini saja atau untuk setiap tahun?”
Rasulullah menjawab, “Untuk selamanya…”
http://ustadzcinta.wordpress.com/2010/0 ... ada-allah/
Thawaf dalam makna asalnya berarti mengelilingi sesuatu. Dalam pengertian syariat, thawaf adalah salah satu bentuk ibadah dengan cara mengelilingi ka’bah tujuh kali. Dalam rangkaian ibadah haji, kedudukan thawaf sangat penting sekali. Dan selama berhaji sangat dianjurkan untuk memperbanyak thawaf sunnah (tathawu) karena keutamaannya. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa setiap hari Allah menurunkan 120 rahmat kepada orang yang berhaji ke rumah Allah yang suci: 60 untuk yang berthawaf, 40 untuk yang shalat, dan 20 untuk yang menyaksikannya (hadits hasan riwayat Baihaqi).
Apakah makna dibalik thawaf? Di dalam Alquran dan hadits tidak dijelaskan makna berkeliling di sekitar ka’bah itu. Tetapi ayat-ayat Allah di alam semesta ini bisa membantu menjelaskan maknanya. Kalau kita perhatikan alam semesta secara mendalam, thawaf juga dilakukan oleh semua makhluk-Nya. Hal inilah yang akan diulas dalam tulisan ini bagaimana alam pun berthawaf sebagai bentuk ketaatan kepada-Nya.
Ketaatan Makhluk
Pada awal penciptaan alam semesta, Allah mengambil “janji” langit dan bumi dalam bahasa-Nya yang diabadikan di dalam Alquran surat Fush-shilat:9-12.
Katakanlah, “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada (Allah) yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (Allah itulah) Rabb semesta alam. Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh, memberkahinya, dan menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni-)nya dalam empat masa. (Itulah jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menyempurnakan langit, (ketika) itu masih berupa kabut. Dia berkata kepada langit dan bumi, “Datanglah kalian dengan taat atau terpaksa”. Keduanya menjawab, “Kami datang dengan taat”. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
Untuk memahami “janji” langit dan bumi tersebut, perlu juga difahami proses evolusi alam semesta secara keseluruhan. Secara ringkas, kronologi evolusi alam semesta dengan dipandu isyarat di dalam Al-Qur-an (Q.S. 41:9-12 dan Q.S. 79:27-32) terdiri enam tahapan proses sejak penciptaan alam sampai hadirnya manusia. Masa pertama dimulai dengan ledakan besar (big bang) (Q.S. 21:30, langit dan bumi asalnya bersatu) sekitar 12-20 milyar tahun lalu. Langit (ruang alam semesta) kemudian mengembang (Q.S. 51:47). Materi yang mula-mula terbentuk adalah hidrogen yang menjadi bahan dasar bintang-bintang generasi pertama.
Masa yang ke dua adalah pembentukan bintang-bintang dengan bahan dasar dukhan (debu-debu dan gas antarbintang, Q. S. 41:11). Masa ke tiga dan ke empat dalam penciptaan alam semesta adalah proses penciptaan tata surya termasuk bumi. Proses pembentukan matahari sekitar 4,6 milyar tahun lalu dan mulai dipancarkannya cahaya dan angin matahari itulah masa ke tiga penciptaan alam semesta. Proto-bumi (‘bayi’ bumi) yang telah terbentuk terus berotasi yang menghasilkan fenomena siang dan malam di bumi. Masa pemadatan kulit bumi agar layak bagi hunian makhluk hidup adalah masa ke empat.
Hadirnya air dan atmosfer di bumi sebagai prasyarat kehidupan merupakan masa ke lima proses penciptaan alam. Atmosfer yang ada kini sebagian dihasilkan oleh proses-proses di bumi sendiri, sebagian lainnya berasal dari pecahan komet atau asteroid yang menumbuk bumi. Komet yang komposisi terbesarnya adalah es air (20% massanya) diduga kuat merupakan sumber air bagi bumi karena rasio Deutorium/Hidrogen (D/H) di komet hampir sama dengan rasio D/H pada air di bumi, sekitar 0.0002.
Lahirnya kehidupan di bumi yang dimulai dari makhluk bersel tunggal dan tumbuh- tumbuhan merupakan masa ke enam dalam proses penciptaan alam. Hadirnya tumbuhan dan proses fotosintesis sekitar 2 milyar tahun lalu menyebabkan atmosfer mulai terisi dengan oksigen bebas. Pada masa ke enam itu pula proses geologis yang menyebabkan pergeseran lempeng tektonik dan lahirnya rantai pegunungan di bumi terus berlanjut.
Semua proses alami itu yang seolah-olah berjalan dengan sendirinya, sebenarnya berjalan menurut ketentuan Allah. Tanpa tawar menawar, alam patuh mengikuti proses itu. Itu “janji” alam ketika Allah menciptakannya.
Benda-benda langit ditentukan urusannya masing-masing. Bulan mengelilingi bumi. Bumi dan planet-planet lainnya serta komet dan asteorid (planet kecil) mengelilingi matahari. Matahari dan bintang-bintang mengelilingi pusat galaksi. Semua tunduk pada aturan-Nya.
Demikian juga segala proses alami di bumi berjalan sesuai aturan-Nya. Bumi berotasi yang menghasilkan fenomena malam dan siang. Angin bertiup dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Air mengalir mencari daerah yang lebih rendah. Semuanya taat mengikuti ketentuan Allah sesuai janji pada saat penciptaannya.
Alam berthawaf
Thawafnya alam semesta adalah bentuk ketaatan yang paling nyata. Hal ini akan tampak jelas mulai dari proses pembentukan bintang dan planet-planet sampai pada skala galaksi.
Penelitian astronomi menunjukkan banyak bintang bermassa kecil (hampir massa matahari) masih dalam proses pembentukan. Bagian intinya membentuk embrio bintang yang dikelilingi piringan debu dan gas. Hasil pengamatan itu didukung model teoritik berdasarkan perhitungan fisika.
Menurut telaah teoritik, pembentukan bintang bermula dari kontraksi (pemadatan) debu dan gas (dukhan) secara lambat akibat gaya gravitasinya sendiri sambil berotasi. Gas dan debu berthawaf mengelilingi inti pemadatan yang akhirnya nanti akan menjadi bakal bintang.
Akibat rotasi itu, debu dan gas itu tidak semuanya memadat ke intinya, tetapi sebagian membentuk piringan di sekitar intinya yang juga terus berotasi. Embrio bintang dan piringan masih diselubungi oleh debu yang amat tebal sehingga tidak terlihat dari luar. Hanya pancaran sinar inframerah yang dapat diamati.
Dalam proses selanjutnya, embrio bintang berkembang menjadi bintang muda yang didalam intinya mulai terjadi reaksi nuklir. Bintang muda itu kemudian memancarkan partikel-partikel halusnya yang disebut angin bintang. Ini dimulai dari arah kutubnya selanjutnya ke arah ekuatornya. Dengan itu pula proses pemadatan berhenti dan selubung debunya mulai tersibak. Yang tersisa adalah piringan gas dan debu di sekitar bintang muda tersebut.
Sisa piringan gas dan debu itu disebut nebula proto-planet, karena di piringan itulah kemudian terbentuk planet-planet. Bintang (termasuk matahari) dan piringan debunya selanjutnya memasuki masa pembentukan planet-planetnya.
Salah satu teori menyebutkan bahwa nebula proto-planet mula-mula berdiameter sekitar 20 SA (SA = Satuan Astronomi, jarak bumi-matahari) ketika pemadatan berhenti, belum seluas tata surya kita sekarang (berdiameter lebih dari 50.000 SA). Kemudian nebula proto- planet melebar yang disertai dengan proses pendinginan.
Proses pendinginan nebula proto-planet menyebabkan terjadinya penggumpalan gas dan debu. Senyawa yang mula-mula berkondensasi adalah besi dan silikat. Di bagian luar tata nebula proto-planet yang temperaturnya lebih rendah, es air juga ikut berkondensasi. Teori yang kini dianggap kuat menyatakan bahwa planet-planet berasal dari penggumpalan itu yang disebut planetesimal.
Bumi dan planet-planet dekat matahari lainnya (Merkurius, Venus, dan Mars) hanya terbentuk dari materi padat yang terkondensasi, terutama dari senyawa besi dan silikat. Sedangkan Jupiter dan planet-planet raksasa lainnya terbentuk dari planetesimal besar, antara lain akibat turut terkondensasinya es air, sehingga mampu menangkap gas, terutama Hidrogen dan Helium. Planetesimal kecil yang tidak membentuk planet atau pecah akibat tumbukan sesamanya tersisa sebagai komet, asteroid, dan meteoroid.
Thawafnya dukhan pada penciptaan matahari dan anggotanya masih tampak pada rotasi matahari yang berperiode 27 hari dan peredaran planet-planet mengitari matahari.
Matahari dan dan bintang-bintang pun tidak diam di tempat. Semua anggota galaksi bima sakti, yang jumlahnya ratusan milyar bintang juga berthawaf mengitari pusat galaksi. Matahari dan anggota tata suryanya berthawaf mengitari pusat galaksi sekali dalam 200 juta tahun dengan kecepatan sekitar 200-300 km per detik.
Bagaimana cara thawaf makhluk-makhluk lainnya di atas bumi? Tumbuhan dan binatang juga berthawaf mengitari poros bumi sekali dalam 24 jam. Hanya karena gerakannya dalam skala besar, kita tidak menyadarinya. Malah kita merasakannya seolah-olah benda-benda langit yang mengelilingi kita, yang tampak dalam proses terbit dan terbenamnya matahari, bulan, dan bintang-bintang.
Thawafnya Manusia
Secara jasmani, manusia merupakan bagian dari alam yang pada awal penciptaannya, telah berjanji akan taat kepada-Nya. Maka manusia pun turut dalam proses alam. Termasuk berthawaf bersama tumbuhan dan binatang mengitari poros bumi, walau kadang-kadang tidak menyadarinya.
Secara ruhani, pada awal penciptaan di alam rahim, diri manusia pun telah berjanji untuk taat mengakui Allah sebagai Rabb, Tuhan pencipta dan pemeliharanya.
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)” (Q.S. 7:172).
Pada hari perhitungan kelak, yang mesti dipertanggungjawabkan manusia bukanlah dimensi jasmaninya, tetapi dimensi ruhaninya. Karena jasmani manusia sebenarnya telah taat kepada ketentuan Allah. Ketika terpeleset, jasmani manusia akan jatuh tertarik gravitasi bumi. Ketika terkena wabah penyakit, jasmani manusia bisa rusak. Ketika mati, jasmani manusia pun akan hancur dalam proses pembusukan. Itulah contoh ketaatan jasmani manusia.
Secara ruhani manusia berpotensi untuk ingkar janji, karena adanya nafsu. Ketaatan berdasarkan pengakuan Allah sebagai penciptanya yang pernah dijanjikannya sering terlupakan.
Haji sebagai puncak ibadah mengingatkan akan janji awal manusia untuk taat, sebagai mana alam semesta memenuhi janjinya untuk taat kepada-Nya. Dalam ibadah haji, thawaf bisa mengingatkan jiwa manusia untuk taat kepada Allah sebagaimana alam pun taat pada penciptanya.
Tujuh kali mengelilingi ka’bah bisa bermakna proses yang terus menerus tiada henti sebagaimana thawafnya alam semesta. Di dalam Alqur’an ungkapan ‘tujuh’ atau ‘tujuh puluh’ sering mengacu pada jumlah yang tak terhitung. Misalnya, di dalam Q.S. Al-Baqarah:261 Allah menjanjikan pahala yang berlipat ganda bagi orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah. Perumpamaan yang diberikan Allah seperti menanam sebutir benih menghasilkan tujuh tangkai berisi masing-masing seratus butir.
Demikian juga perumpamaan tak terbatasnya Kalimat Allah yang tak mungkin dapat dituliskan walaupun semua pohon jadi pena dan lautan jadi tintanya dan di tambah tujuh lautan lagi (Q.S. Luqman:27). Ungkapan tujuh langit pun bisa bermakna seluruh benda langit yang tak terhitung jumlahnya.
Bagi diri manusia, pelaksanaan thawaf tujuh kali merupakan simbol ketaatan dirinya seperti taatnya benda-benda langit berthawaf tiada henti. Tetapi, bila dilihat sebagai kelompok, manusia yang berthawaf silih berganti tiada henti akan tampak seperti miniatur anggota tata surya yang sedang mengitari matahari. Atau seperti bintang-bintang yang sedang mengitari pusat galaksi.
T.Djamaluddin
(Staf Peneliti Bidang Matahari dan Lingkungan Antariksa, LAPAN, Bandung)
Antara Yerusalem dan Makkah
Mengapa Nabi lebih suka salat menghadap ke Makkah daripada ke Yerusalem? Secara historis Makkah sebetulnya lebih tua daripada Yerusalem. Yerusalem baru didirikan atau baru dijadikan kota suci agama Tuhan setelah jatuh ke Nabi Daud. Itu terjadi kurang lebih 3.000 tahun yang lalu. Tetapi Makkah dengan Ka'bahnya, paling tidak dalam Alquran disebutkan bahwa Ka'bah itu sebagai rumah suci pertama yang didirikan untuk umat manusia:
Sesungguhnya rumah suci yang pertama yang didirikan untuk umat manusia adalah yang dilembah Bakkah itu sebagai rumah yang diberkahi Allah dan sebagai petunjuk bagi seluruh Alam (Q.,3:96).
Legenda menyatakan bahwa yang mendirikan Ka'bah itu adalah Nabi Adam a.s. Jadi waktu Nabi Adam diusir dari surga dengan segala kesedihannya, ada satu yang paling disedihkan oleh Adam, yaitu dia tidak lagi secara spiritual bisa mengikuti ibadahnya para Malaikat, berkeliling mengnitari Singgasana Allah (`Arasy). Kemudian, konon, menurut legenda yang ditulis dalam beberapa kitab, Adam dihibur oleh Allah dengan dibolehkannya Adam membuat Ka'bah sebagai tiruan dari 'Arasy Allah. Dan Adam diperintahkan mengelilingi Ka`bah itu (thawaf). Jadi, thawaf (tawaf) adalah semacam cara ibadah menirukan Malaikat mengelilingi `Arasy Tuhan. Dan ternyata, seluruh jagat raya ini melakukan tawaf. Misalnya, bulan tawaf mengelilingi matahari. Dan matahari dan seluruh familinya yang terdiri dari planet-planet juga tawaf mengelilingi pusat dari galaksi, yang oleh para astronom internasional disebut Milky-way, atau dalam bahasa Indonesia disebut Galaksi Bimasakti.
Galaksi Bimasakti adalah salah satu anggota dari banyak galaksi yang ada miliaran galaksi. Dan besarnya- saking besarnya- tidak bisa lagi diukur dengan kilometer, melainkan dengan satuan perjalanan cahaya. Galaksi kita saja, yaitu gugusan bintang Bimasakti- yang kalau malam terang sekali, kelihatan seperti kabut membujur utara-selatan, karena kita melihatnya seperti cakram- meskipun bukan yang terbesar, namun sangat besar menurut ukuran kita. Besarnya itu hanya bisa dihitung dengan perjalanan tahun cahaya. Garis tengah galaksi Bimasakti- yang dianggap oleh para astronom tidak terlalu besar- adalah 400 tahun (perjalanan) cahaya. Jadi, cahaya itu memerlukan waktu 400 tahun untuk dapat menempuh jarak dari tepi ke tepi. Nah, coba kita bayangkan, cahaya matahari itu untuk sampai ke bumi hanya memerlukan waktu 8 menit. Galaksi yang menurut ukuran kita sangat besar itu, sebagaimana benda angkasa yang lain, adalah juga melakukan tawaf, mengelilingi pusat galaksi.
Mungkin banyak dari kita yang sudah hafal ayat kursi. Ternyata ayat kursi itu merupakan ayat yang sangat dalam untuk memahami kemahabesaran Allah Swt. Mengapa? Karena dalam ayat kursi itu digambarkan bahwa kursi Allah, atau singgasana Allah itu meliputi seluruh langit dan bumi. Jadi, ayat kursi itu merupakan suatu ilustrasi tentang kemahabesaran Allah yang sangat luar biasa. Kemahabesaran itu semakin terbukti dengan meningkatnya pengetahuan manusia tentang antariksa.
Dengan demikian, thawaf sebetulnya warisan dari Nabi Adam a.s., yang menirukan gerakan seluruh alam ini. Tawaf yang dilakukan seluruh alam ini merupakan pertanda bahwa semua makhluk itu harus tunduk kepada Sang Khalik. Karenanya, bila melakukan tawaf, seakan-akan kita menyatakan diri bahwa kita bagian dari seluruh jagat raya yang muslim, yang islam, yang tunduk dan patuh kepada Tuhan.
Kita kembali ke Ka`bah. Jadi pada mulanya Ka`bah itu dibangun oleh Nabi Adam a.s. Tapi karena Ka`bah didirikan dengan bahan-bahan yang sangat sederhana, maka keberadaannya tidak bisa bertahan lama, kemudian hilang tertumbun pasir. Sebagaimana bisa kita lihat sendiri, dalam perjalanan dari Jeddah ke Madinah, sering terlihat badai pasir yang menimbuni jalan raya. Padahal, jalan raya sekarang ini sudah menggunakan teknologi yang sangat canggih, dan dibuat agak lebih tinggi. Bisa kita bayangkan betapa mudahnya bangunan dulu (yang masih menggunakan bahan dan teknologi sederhana) hilang tertimbun pasir. Dan ini terbukti, pernah terjadi dulu, Arabia mengenal minyak, dan dibuat pertama kali jalan raya, maka jalan raya itu banyak yang hilang tertimbun oleh pasir.
Nah, singkat cerita, yang membangun kembali Ka`bah adalah Nabi Ibrahim dan putranya, Isma`il. Alquran menyebutkan: Ingatlah ketika Ibrahim mengangkat kembali fondasi dan rumah suci itu bersama putranya, Isma`il (Q., 2:127).
Kalau Ka`bah dihitung dari dibangunnya kembali oleh Nabi Ibrahim saja, maka peristiwa itu terjadi 4.000 tahun yang lalu. Itu berarti 1.000 tahun lebih tua dari Yerusalem. Karena itu, Alquran juga menyebut Ka`bah sebagai Rumah Suci yang sangat tua (Al-Bayt Al-Atiq). Kata “atiq” ini mungkin bisa diasosiasikan dengan bahasa Inggris, antique.
Rumah Suci (Ka`bah) itulah yang akan kita kunjungi (dalam `umrah). Dan mengapa Nabi memohon kepada Allah untuk pindah kiblat ke Ka`bah, adalah karena pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas. Tentu saja orang Yahudi dan orang Kristen tidak mengakui adanya asosiasi antara Ibrahim dengan Ka`bah. Bagi mereka, itu hanya reka-reka dari orang Arab saja. Begitu juga mereka (orang-orang Yahudi dan Kristen) mengakui bahwa yang dikorbankan itu adalah Ishaq. Tapi keyakinan itu sama sekali tidak didukung oleh fakta dan kebiasaan sejarah yang berlaku.
Dalam catatan orang-orang Yunani Kuno, kota Makkah itu dikenal sebagai Macoraba, yang artinya tempat mengorbankan atau tempat menjalankan korban. Dan Isma`il serta ibundanya, Hajar, tinggal di Makkah. Jadi, sebenarnya ada asosiasi antara tempat mengorbankan (Makkah) dengan Isma`il. Artinya kepercayaan bahwa Isma`il itu dikorbankan oleh Ibrahim dan tempatnya di Makkah, sudah merupakan bagian dari cerita turun-temurun di kalangan orang Arab yang mangaku dan merasa sebagai keturunan Isma`il. Dan cerita turun-temurun itu dipertahankan, antara lain, dengan ibadah korban hari raya Idul Adha. Sementara di Yerusalem, sama sekali tidak ada bekas dan jejak dari pengorbanan itu. Tidak ada dongeng dan praktik sedikit pun yang berkaitan dengan upacara, pengorbanan. Dengan demikian, jauh lebih kuat dukungan kepada pendapat bahwa Isma`il yang dikorbankan oleh Ibrahim, bukan Ishaq. Dan tempatnya tidak di Yerusalem, tapi di Makkah.
Karena itu, di Makkah kita bisa menyaksikan maqam Nabi Ibrahim. Orang Indonesia banyak yang salah paham tentang arti maqam. Mereka mengira maqam itu sama artinya dengan makam dalam bahasa Indonesia, yang artinya kuburan. Maqam di sini artinya tempat berdiri, atau tempat menetap. Ada juga yang mengatakan bahwa maqam Ibrahim itulah bedengnya (tempat berteduh) Nabi Ibrahim ketika membangun Ka`bah. Kemudian di Makkah itu ada Hijrnya Isma`il. Katanya, hijr (batu) itulah tempat Isma`il dulu membantu ayahnya mendirikan Ka`bah.
Sumber: Ensiklopedia Nurcholis Madjid
http://Ramadhan.okezone.com/read/2010/0 ... dan-Makkah