Salam Hangat Bung Chandra Mukti menarik sekali bahasan anda.
step pertama dari mengenali Allah adalah mengenali diri. jangan dulu bertanya, mengapa Allah ada, tetapi tanyakan apakah kita merupakan sesuatu yang ada? jika anda tahu bahwa anda itu ada, maka dapatkah anda menemukan letaknya dengan tepat? apakah anda itu ada di dalam tubuh? ataukah anda itu tubuh itu sendiri?
Mohon maaf jika saya kurang pengetahuan tentang ini, tetapi yang saya pahami bahwa Islam itu per definisi harus terkait dengan 2 pakem, rukun Iman dan rukun Islam, pemahaman tentang " Siapa Aku " tidak ada dalam ke-2nya, pemahaman atau step yang anda anjurkan tersebut adalah berasal dari ajaran Hindu tentang " ATMAN " (Sanskirt), Manu (Parikert), Manungsa (Kawi) - sa menunjukan kata ganti orang ketiga tunggal either sex (androgeni), dan Men dalam Bahasa Inggris.
Apakah kita ada, mudah jawabannya jika kita sudah mengerti sedikit Upanishad, " Saat kita tidur dimana kesadaran kita hilang, kejadian terus berlangsung, waktu berubah, eksistensi berpindah, forma berganti ", jadi realitas itu menunjukan bahwa di luar kita " realitas itu eksis ", Realitas, alam itu ada, bukan sekedar sebuah gambaran imajiner ide.
Eksistensi itu sendiri bersifat relatif, sebuah eksistensi tidak bisa terlepas dari eksistensi yang lain, sekalipun setiap eksistensi itu unik (Hukum Ketidak Pastian Heisenberg), dan prinsip relativitas yang tidak Newtonian. Eksistensi adalah set ukuran terhadap sesuatu yang tangible (ada skalanya), seperti waktu, dimensi, momentum, dst. Jumlah total dari seluruh eksitensi itu tetap, tidak berubah, yang berubah hanya definisinya par kondisinya.
Kajian tentang ATMAN di gali ulang oleh orang-orang Jerman sebagai GESTALT(Williem Wundt University of Lepizig), itu terminologi paling kuno dalam ilmu psikoanlisa, manusia hanyalah refleks dari pekerjaan refleks mentalnya, monkey see monkey do, yang membedakan GESTALT manusia dan binatang adalah pada ekspresinya, sehingga dalam kerangka pikir GESTALT manusia sangat dipengaruhi oleh struktur dan anatominya, sehingga lahirlah pembelajaran antara relasi Ras dan perilaku Ras, dan ini memang nampak nyata.
Hal ini kemudian ditentang oleh Freud, bahwa manusia atau Kesadaran itu terdiri dari 2 komponen, yaitu ID yang berisi 2 elemen: 1. Keinginan/desakan untuk mempertahankan hidup, dan 2. Keinginan/desakan untuk selalu memperoleh upah seksual, dan kemudian EGO atau "selubung intelektual" yang membatasi ID agar dapat hidup berdampingan secara harmonis dengan manusia lain, dan terakhir Beliau Sebut SUPER EGO (Thanatos) yaitu semacam ID yang berisikan Keinginan/desakan untuk mencari kematian.
Menurut Freud, manusia dewasa, sapiens sapiens, karakteristik EGO dibentuk dalam beberapa fase, ORAL, ANAL, PHALIC, LATENCY, GENITAL , yang kemudian di elaborasi oleh Carl Gustav Jung menjadi Childhood, Remaja, Mid Ages, dan Tua, tetapi juga banyak teori-teori lain yang menolak VULGARISME ANALISIS Freud dan Jung yang dianggap tidak menempatkan manusia cukup mulia di ata spesies yang lain, seperti Brenan (1991) dengan fungsionlisme dan behaviorisme yang menolak bahw konsep alam ketidak sadaran atau dream state tan sadar yang menjadi landasan klasik Freud dan Jung.
Sumbangan lain tentang memahami Aku lahir diluar psikologi dimulai Plato, Socrates, dan terutama pada masa abad ke-18 yang dikenal sebagai Age of Reason yang melahirkan Leibinitz, Hobbes, Locke, Kant, Hume, dan salah satu yang paling favorit bagi saya adalah Spinoza ( I love His Idea), tetapi sumbangan2 ini lebih kepada komentar, postulat, dan kritik, tidak pada main stream analisis dengan studi-studi empiris.
Begitu BROAD nya, kompleksnya pemahaman tentang Aku, apalagi apa bila anda mempelajari PANTAJALI SUTRA YOGA, ADVAITA VEDANTA Adi Shankara, dan essay-essay ilmiah Sri Rama Krishna dan Swami Vivekenanda, serta Say Baba, pokoknya rumit dan njelimet deh.
Setelah melihat seksama, saya tidak lagi diributkan dengan konsepsi dan definisi tentang AKU, percuma, kata orang gak ngasilin cowan, gak bisa buat anak bini makan ! Sehingga saya memegang prinsip pragmatisme dalam kehidupan, tidak tekstual dan teoritis, HIDUP ADALAH DO HOW KNOWLEDGE, bukan KNOW HOW KNOWLEDGE, prinsip ini dibahas tuntas dalam SUTRA PALI, rekaman ajaran Sidharta Gautama dalam Budha Hinayana.
Jika si " AKU " sudah ketemua lantas "AKU" itu mau di apain, mau dibawa kemana ? Apa hubungan AKU dengan TUHAN, ... anda sangat cenderung pada PANTHEISME, sebuah teori yang membuat para Frater Belanda sangat tertarik untuk membahas kitab Dandang Gulo nya Syekh Siti Jenar, ribuan buku membahas tentang ini seperti P.J. Zoetmoelder, Gramedia, Jakarta 1990, sementara dalam khasanah islam terdapat Al Ghazaly, Dzun Nun, Bayezid Bistami, Al Harith Al Muhasibi, dan Husein Mansyur Al Halaj, dan yang kontemporer seperti Jaliludin Rumi bahkan Penulis Puisi Kristen lahiran Lebanon Khalil Gibran.
Saya jadi bertanya, kalau saya sudah menemukan " AKU " lantas saya harus gimana lagi pak Chandra ?
Salam...