Traktat/Pakta UMAR; status Kristen/Yahudi dibawah Islam

Muslim moderat, radikal, bgm pemikiran mereka & bgm hubungan mereka dgn NON-Muslim, sejarah perlakuan Muslim terhdp NON-Muslim, Dhimmi & Jizyah
Post Reply
Volunteer
Posts: 19
Joined: Mon Nov 14, 2005 6:21 pm

Traktat/Pakta UMAR; status Kristen/Yahudi dibawah Islam

Post by Volunteer »

Traktat Umar dari Ibnu Kasir, tafsir Qur'an, Sura at-Taubah, ayat 28,29:
Image
Image

The Pact/Pakta Umar

Pakta Umar adalah perjanjian antara penduduk asli Kristen Syria (yang jatuh di bawah kekuasaan penjajah Muslim) dgn Umar Ibn Al-Khattab, penerus kedua (khalifah) dari nabi Muhammad.

Dalam pakta ini, Umar setuju agar umat Kristen terus menjalankan ibadah mereka dengan syarat-syarat. Umat Muslim membanggakan :shock: pakta perjanjian ini yang mereka anggap mencerminkan betapa toleran-nya Islam dalam memperlakukan non-Muslim di wilayah-wilayah yang baru mereka jajah.

Namun bertentangan dengan klaim muslim, pakta ini sebenarnya sangat menghina umat Kristiani dan menunjukkan betapa arogan dan kejamnya Muslim
dalam memperlakukan non-Muslim yang terpaksa tunduk kepada aturan mereka
. Meskipun pakta ini dibuat sedemikian rupa seolah-olah kaum Kristen sendiri yang telah merancangnya, tidak sulit utk melihat siapa yg mendiktekan perjanjian itu kepada mereka!

Sedihnya, banyak orang Kristen naïf/**** yang malah menguatkan propaganda Muslim ini tanpa pernah menyimak rincian dari pakta tsb. Malah, ada Kristen yg begitu tolol-nya sampai membanggakan pakta (terbuai jadi dhimmi) ini, bahkan lebih dari yang dilakukan Muslim ! Seorang patriarch Kristen Orthodox yang baru2 ini terpilih, dalam pidatonya dlm resepsi kehormatan bagi dirinya di Yordan, malah memuji pakta ini !

Pakta Umar mencerminkan garis besar ajaran Islam berkenaan dengan non-Muslim, dan sesuai dengan pakta itu, jutaan umat Kristen sampai kini terus hidup sebagai warga kelas dua di negara-negara Islam.

Berikut ini adalah terjemahan dari pakta ybs:
***************

Status Non-Muslim di bawah pemerintahan Muslim

Telah kami dengar dari ‘Abdul-Rahman Ibn Ghanam [wafat 78 H. 697 AD.] sebagai berikut: Ketika Umar Ibn Al-Khattab (radi Allah anho) menyetujui perdamaian dengan orang Kristen Syria, kami menuliskan untuk beliau hal berikut:

Demi nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Berikut sebuah surat untuk hamba Allah Umar [ibn al-Khattab], Amir ul Mukminin, dari kami, umat Kristen sebuah kota ini atau itu. Pada saat baginda mendatangi kami, kami memohon pada baginda untuk melindungi kami (aman), keluarga kami, kepunyaan kami, dan warga masyarakat kami, dan kami sudi menjalankan kewajiban2 berikut bagi diri baginda:

Kami berjanji tidak akan membangun, di kota2 kami ataupun sekitarnya, monastery baru, Gererja, biara, ataupun kediaman para rahib, juga tidak akan kami perbaiki (tempat ibadah kami), baik malam maupun siang, kalaupun kesemuanya itu runtuh sampai jadi puing-puing atau yang terletak di wilayah kaum Muslim (tidak akan kami perbaiki).
Akan kami buka lebar2 pintu-pintu gerbang kami bagi para pelancong dan pengelana. Akan kami berikan penginapan dan layanan selama 3 hari bagi semua Muslim yang melewati tempat kami.
Kami tidak akan berikan perlindungan dalam gereja2 kami atau dalam tempat-tinggal kami bagi mata-mata, maupun menyembunyikan mereka dari para Muslim.
Kami tidak akan mengajarkan Qur’an kepada anak-anak kami.
Kami tidak akan beribadah secara terbuka, maupun membuat orang jadi masuk agama kami. (Tapi) Kami tidak akan melarang siapa pun dari anggota keluarga kami yang mau masuk Islam jika mereka menginginkannya.
Kami akan tunjukkan rasa hormat kepada para Muslim, dan kami akan berdiri bangkit dari kursi kami saat mereka ingin duduk.
Kami tidak akan mencoba menyerupai Muslim dlm cara berpakaian dng cara apapun : galansuwa, topi turban, sepatu.
Kami tidak akan mengadopsi istilah ‘kunya’ mereka (epithet, semacam “SAW, AS, pbuh, alaihi al-salat wa al-salam, dsb.)
Kami tidak akan naik sadel (berkuda), maupun membawa pedang atau senjata apapun, atau membawanya melalui orang-orang kami.
Kami tidak akan mencetak tulisan Arab pada segel-segel kami.
Kami tidak akan menjual minuman yang di-fermentasi.
Kami akan menggunting pendek rambut dahi kami.
Kami akan selalu berpakaian yang sama di mana pun kami berada, dan kami akan mengikat pinggang kami memakai ikat pinggang.
Kami tidak akan memperlihatkan salib kami atau buku/kitab kami di jalan-jalan atau di pasar para Muslim. Kami hanya akan menggunakan dentingan kecil saja dalam gereja-gereja kami. Kami tidak akan meninggikan suara kami dalam ibadah apa pun di dalam gereja kami agar tidak menyinggung perasaan kehormatan kaum Muslim.
Kami tidak akan melakukan ritual daun palm [pada Minggu Palm/parade di jalan] atau beribadah terbuka di muka umum perayaan Ba’ooth [doa Senin Paskah]
Kami tidak akan berisik pada saat kami memakamkan kerabat yang wafat.
Kami tidak akan menyalakan cahaya di jalanan para Muslim atau dalam pasar-pasar mereka.
Kami tidak akan memakamkan kerabat kami didekat makam Muslim.
Kami tidak akan mengambil budak yang dikhususkan bagi Muslim.
Kami tidak akan membangun rumah lebih tinggi dari rumah-rumah Muslim.

Ketika saya membawakan surat ini kepada Umar, beliau menambahkan, “Dan kami tidak akan memukul seorang Muslim. Kami menerima syarat-syarat ini bagi diri kami dan bagi warga masyarakat kami, dan sebagai imbalannya kami akan menerima perlindungan aman.

Jika sampai kami melanggar perjanjian ini yang telah kami pegang teguh, kami setuju agar kami kehilangan jaminan perjanjian kami [sbg dhimma], dan kami akan menanggung hukuman atas kejahatan pemberontakan dan pengkhianatan.

Umar Ibn Al-Khittab menjawab: Tandatanganilah apa yang mereka minta, :snakeman: namun tambahkan dua butir klausa dan paksakan pada mereka itu sebagai tambahan atas apa-apa yang telah mereka kerjakan. Yaitu: “Mereka tidak boleh membeli (menebus) siapapun yang dipenjarakan oleh Muslim”, dan “Barangsiapa yang memukul seorang Muslim dengan sengaja akan kehilangan perlindungan dari pakta ini.”

Dari buku Al-Turtushi's, Siraj al-Muluk.
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

http://www.historyofjihad.org/greece.html

Professor Tudor Parfitt dlm studi komprehensifnya ttg Yahudi Palestina abad 19, menulis ttg penindasan Turki terhdp Yahudi Palestina sbb:

"… Didalam kota2, Yahudi dan dhimmi2 lainnya sering diserang, dilukai bahkan dibunuh oleh Muslim setempat dan tentara Turki. Alasan serangan sering hanya karena masalah sepele: Wilson [dlm korespondensi Deplu Inggris] ingat saat ketemu Yahudi yg dilukai dgn parah oleh tentara Turki kak karena tidak segera turun ketika diperintahkan utk menyerahkan keledainya kpd seorang tentara Sultan. Banyak Yahudi dibunuh karena alasan yg lebih sepele dari itu.

Memang kadangkala penguasa Turki mencoba utk mendapatkan kompensasi bagi Yahudi tapi justru penguasa Turki sendiri yg sering terlibat memukuli Yahudi sampai mati karena alasan tuduhan yg tidak mendasar.

Seorang pegawai konsulat Inggris berkomentar : ‘Saya kaget melihat Gubernur (Turki) sendiri melakukan kegiatan yg begitu biadab. Yahudi, tanpa teman atau perlindungan hidup dari hari ke hari dlm teror.’"
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

http://www.news.faithfreedom.org/index. ... ticle&sid= 185

The status of non-Muslims in Islam
Sunday, July 02, 2006 - 04:46 PM

Video clip ini (dlm bahasa Inggris) menunjukkan pandangan Muslim akan status non-Muslim dan bgm mereka akan diperlakukajn jika Muslim menjadi mayoritas di negara manapun. Mullah dlm video clip ini mengatakan bahwa non-Muslim harus menerima Islam, menerima perlakuan sbg warga kelas dua atau menghadapi kematian !

Click Here : http://www.youtube.com/watch?v=jaUmFvg2 ... rch=mullah (LINK HILANG !!! :evil: :evil: :evil: )

Ia mengulang2 bahwa ini merupakan pil pahit yang kita harus telan. Saya hanya tahu dua pil pahit : Yang satu harus ditelan Muslim dan yang lainnya oleh non-Muslim. Pil yg harus ditelan Muslim adalah bahwa Muhamad adalah seorang pembohong dan Islam juga sebuah bohong besar. Yang harus ditelan umat manusia selebihnya adalah ketiga pilihan ini :

a) Segera menyebarkan kebenaran dan meyakinkan Muslim agar keluar dari Islam

b) Bersiap2 utk menjadi warga kelas dua di Negara leluhur kita sendiri, atau dibunuh oleh pedang Allahuakbar

c) Hajar Muslim dgn begitu keras sampai mereka tidak lagi berani mengangkat kepala mereka dan menghentikan mimpi mereka utk mendominasi dunia dan merendahkan non-muslim ke warga kelas dua.


Pilihan (a) adalah pilihan FFI. Jika kita gagal, pilihan mana lagi yang kita punya ? saya rasa banyak orang merasa pilihan (c) adalah biadab, tapi maukah anda memilih (b) ? Inikah yang anda inginkan bagi diri dan keturunan anda ?

Tolong sampaikan komentar anda dibawah ini.

Situs ini adalah front bersama melawan ancaman Islam. Masa depan kebebasan anda adalah tanggung jawab ANDA. Ini juga perang anda ! Gunakan situs ini utk menyuarakan pendapat anda dan teriaklah sekeras mungkin agar wakil2 pemerintah bisa mendengarnya pula.

Jangan sekali2 anggap enteng ancaman Islam. Masa depan seluruh umat manusia menjadi taruhan. Sebarkan berita ini. Hanya kebenaran yg akan membebaskan kita.

Clip diatas dikomentari pengikut sekte Ahmadiyah. Ahmadiyah mengkotbahkan “Islam damai”. Tapi ini bukan Islam sebenarnya. Ahmadiyah akan gagal karena Islam tidak bisa direformasi. Satu2nya cara mengatasi Islam adalah mengeradikasinya. Kalau Nazisme tidak dapat direformasi, maka Islam juga tidak dapat direformasi.

Simaklah video ini, belajarlah ttg kebenaran, MARAHlah dan buka mulut anda. Kita harus mengenyahkan Islam atau Islam akan mengenyahkan kita. Tonton video ini, buka kuping dan matamu dan lihat sendiri apa yg akan dilakukan Islam terhadapmu nanti. Mereka yg tidak melindungi kebebasan mereka, memang tidak berhak menikmati kebebasan.

---------------------------------------------------------------
KOMENTAR PENONTON SETELAH MELIHAT VIDEO CLIP INI

Re: The status of non-Muslims in Islam
by doubtless on Jul 02, 2006 - 07:15 PM

Saya hanya ingin menjelaskan bahwa video ini menghindari satu fakta penting. Pertanyaan2 yg diajukan narrator dlm latar belakang tidak ditanya kpd Maulana Israr Ahmed. Kata2 maulana adalah miliknya asli dan tidak diganti atau diedit,, tetapi diambil dari sebuah kotbah dan pertanyaan dimasukkan utk memberikan "konteks". Paling tidak itulah pemberitahuan dari teman2 Pakistan saya yg saya rasa tahu benar akan masalah ini. Video ini digunakan kaum Ahmeddiyah dlm perjuangannya melawan sekte2 Islam lainnya.

----------------------------------------------
Re: The status of non-Muslims in Islam
by lala jaan (www.hazara.com) on Jul 02, 2006 - 09:25 PM
Send a message http://www.hazara.net)

Sedihnya, ini bukan sesuatu yg baru. Saya sudah lama tinggal di Pakistan dan sudah mendengarkan BullShit ini berkali2. Ketika saya masih kecil saya benar2 menyangka bahwa non-muslim adalah NAJIS. Memang itulah ajaran dari kecil. Bapak saya masih juga merasa bahwa non-Muslim NAJIS dan kami diwajibkan utk menghindari non-muslim dgn segala cara. Setelah dewasa saya meliaht bahwa mayoritas MUSLIM justru yg NAJIS. Lihat saya cara kami hidup di negara2 Islam ? Dari suap ke korupsi sampai hidup dalam kondisi mengenaskan, itulah ciri khas negara2 Muslim. Mayoritas muslim TIDAK MAU berjabatan tangan dgn non-Muslim atau memakan makanan non-muslim karena mereka dikatakan NAJIS.

Ini memang norma SEMUA negara Islam. Di SEMUA Negara Islam, non-muslim dianggap warga kelas dua. Kebanyakan kerja kasar di Pakistan dilakukan oleh Kristen2 miskin. Merkea tidak kebagian jatah pekerjaan pemerintah, kecuali membersihkan toilet, dan jangan salah … ini bukan toilet spt di barat, ini toilet jongkok tanpa siraman air.
Ini memang MEMALUKAN. Memalukan bahwa agama ini mengajarkan intoleransi dan kepicikan. Saya senang sudah meninggalkan cult setan ini.
-------------------------------------------
Re: The status of non-Muslims in Islam
by truth_seeker on Jul 02, 2006 - 10:20 PM

Tsk, tsk, Sina. Kau mencomot kata2nya diluar konteks ! Kau dan media Yahudi hanya mencoba menjelek2kan si mullah yang kasihan itu. Tapi paling tidak saya angkat topi padanya. Paling tidak IA JUJUR ttg tujuan Islam. Para ustadz/imam di negara2 non-muslim memang paling jabgo membual alias Taqiyya (‘holy schmoly Islamic deception’).

Mengapa media (Al Guardian?) tidak dapat menyebarkan berita ini ? Perlukah kita menyaksikan terulangnya 9/11 sebelum kita benar2 berani menunjukkan wajah sebenarnya ‘agama damai’ ini ?

Hihhh, ngeri saya membayangkannya.
T.S.

------------------------------------------------------------
Angkat topi buat Dr Ahmed yg berani jujur.
by Taqqiya Tactician on Jul 03, 2006 - 03:50 AM
Send a message http://www.homa.org)

Dear Ali Sina

Terima kasih atas video itu. Memang jarang kami melihat kejujuran telak dari seorang pakar Islam.

Sebelum pembaca menuduh imam ini sbg 'minoritas', perlu ditegaskan bahwa Dr Israr Ahmed adalah pakar Islam yg sangat dihormati. Ia memiliki entry wikipedia-nya tersendiri dan sebuah situs resmi, dan memang diakui luas oleh dunia muslim, khususnya di India dan sekitarnya. Ia dicakupkan dlm situs Dr Zakir Naik, www.irf.net, sbg orator top ke 5 ttg Islam. Yang lainnya adalah Dr Bilal Phillips, Dr Jamal Badawi, Ahmed Deedat dan Dr Zakir Naik sendiri.

Yg membuat Islam bahaya adalah bahwa tidak seorangpun dlm dunia muslim yg kaget ketika pemimpin2 muslim menegaskan ajaran2 mereka yg tidak toleran dan bernada bermusuhan ini terhdp non-muslim. Yg juga menyedihkan adalah bahwa non-muslim belum juga menerima fakta bahwa Islam merupakan ancaman langsung atas kemerdekaan, budaya dan bahkan masa depan mereka.

Kebodohan bukan lagi alasan, karena nyamamu yg menjadi taruhan. Mereka yg tahu ttg sifat Islam harus memperingatkan dunia yg terus menerus dicekoki kebohongan dan tipuan oleh organisasi2 Muslim yg mengaku ‘moderat’ dan dibiayai dolar Arab.

Kau tidak akan pernah mendengar isu2 sensitif spt status non-muslim di negara2 muslim atau membludaknya kemurtadan dlm Islam atau hukuman potongan tangan bagi pencuri atau hukuman rajam sampai mati bagi para pelaku zinah.

Hidup di negara non-muslim, Muslim dgn pandainya mengecilkan arti hukum Syariah yg jelas2 biadab dan tidak sesuai dgn HAM, tetapi begitu ada kesempatan mereka akan memaksakan digantinya hukum setempat dgn Shariah! (CONTOH : INDONESIA !)

Nah, Dr Israr Ahmed ini paling tidak jujur. Saya angkat topi saya bagi anda karena menunjukan Islam seadanya. Kini, dunia harus mendengarkan dgn seksama.
-------------------------------------------------------
Re: The status of non-Muslims in Islam
by doubtless on Jul 03, 2006 - 10:15 AM

Herannya, si Maulana Israr ini mengatakan kpd delegasi Eropa (saya rasa ia merujuk kpd delegasi yg dipimpin kepala gereja Anglikan, uskup besar Rowan Williams !) bahwa non-muslim harus hidup sbg warga kelas dua. Dan memang, dhimmi2 yg baik ini tidak akan pernah memperingatkan rakyatnya sendiri di Inggris akan bahaya ini karena mereka takut dituduh menyebarkan "kebencian". Akibatnya ? Bule2 dituntun menuju terror Islam dinegaranya sendiri.

--------------------------------
SEKARANG GILIRAN ANDA ! APA YG AKAN ANDA LAKUKAN SEKARANG ? ANDA MASIH JUGA BERPANGKU TANGAN ? :shock:
Last edited by ali5196 on Fri Jun 27, 2008 6:05 pm, edited 1 time in total.
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Re: !! The Pact of UMAR; status Yahudi/Kristen dibawah Islam

Post by ali5196 »

http://www.hebrewhistory.info/factpaper ... _koran.htm
Image
Adegan Yahudi/Kristen dipaksa menyetujui Pakta Umar
M-SAW
Posts: 5149
Joined: Wed Aug 23, 2006 3:59 pm
Location: :)
Contact:

Post by M-SAW »

okeh prend
gue tambahani juga yah langsung dari MUSLIM INDO
kekekeke muslim indo lagi..muslim indo lagi...yang lain dongk!! :P
liat dulu cover bukunya baik2 :

Image
lalu liat yang ini :
Image

LOH kok ada 2 buku??
tenang prend...
ke 2 buku itu "SALING BERHUBUNGAN"
Buku pertama karya MUSLIM MODERAT di INDO spt ALm .cak nur/paramadina.kausha ashari nur,komarudin hidayat dari UIN syarif hidayatullah.

nah buku yg ke 2 adalah BUKU yang MENGKOREKSI buku pertama,yang ditulis oleh seorang ustad ISLAM mainstream yg di beri kata pengantar oleh : ust HARTONO ahmad JAIZ.
nah jadi JUSTRU dari buku ke 2 ini kita mendapat 2 manfaat :
1. islam plurasi ternyata banyak NGIBUL
2.ISLAM mainstream ternyata lebih VALID dalil2nya .

dan saking JUJURNYA mereka MEMBENARKAN apa yang di tulis oleh posting2 diatas :

langsung aja ya :)

BUKU ke 2 hlm 128-135
-------------
yg ada [] = tambahan saya :)

Contoh lain, ketika mereka/[muslim moderat] menyebut perjanjian Umari (Aelia), mereka/[muslim moderat] menjadikan perjanjian itu sebagai bukti perlindungan Islam terhadap para pemeluk agama Kristen. (him. 121,217, 257)/[bisa dirujuk ke BUKU pertama]

Sebagian isi perjanjian itu mereka/[muslim moderat] tulis sebagai berikut: "Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, perjanjian ini diberikan oleh Umar, hamba Allah dan amirul mukminin kepada penduduk Aelia. Umar menjamin keamanan jiwa mereka dan harta mereka; gereja-gereja dan salib-salib mereka.. dan kepada penganut agama Kristen. Gereja-gereja mereka tidaklah akan dijarah... ataupun dihancurkan atas harta benda, alau dikurangi dalam bentuk apapun. Mereka (pemeluk Kristen) tidaklah akan dipaksa dalam bentuk apapun dalam kaitan dengan agama mereka; dan mereka haruslah terpelihara dari bahaya." Lalu mereka menulis sumber rujukan sebagai berikut (Alistair Duncan, The Toble Sanc¬tuary [London: Longman Group, 1972], him. 22; Thomas W. Arnold, The Preaching of Islam: A History of The Propagation of The Muslim Faith [Lahoree: M. Ashraf, 1961], him. 56-57)

Yang menarik untuk dikomentari, bahwa mereka/[muslim moderat] lebih suka merujuk ke buku-buku orang-orang kafir, padahal buku sejarah Islam yang ditulis oleh orang Islam sendiri bahkan oleh para ulama muslim tersedia di mana-mana. Apalagi pada halaman 121 telah menyebutkan bahwa Nurkholis mengutipnya dari Ibnu Khaldun, lalu mengapa tidak dirujuk?

Yang kedua, pilihan kutipan itu mengesankan bahwa perjanjian Aelia itu untuk memuliakan orang Kristen adalah penghianatan terhadap umat Islam terutama kepada Umar bin Al-Khathab Radhiyallahu Anhu, yang benar adalah untuk menghinakan orang-orang Kristen karena lebih memilih kesyirikan dan kekufuran daripada tauhid dan Islam yang telah diwasiatkan oleh Nabi Isa Alaihissalam.

** [ nah kafir,baca sendiri PENGAKUAN muslim mainstream tsb.perjanjian itu UNTUK MENGHINA KAFIR,bukan melindungi kafir,dan perhatikan BAGAIMANA islam moderat hanya MENGUTIP isi perjanjian SETENGAH2 yang seolah2 isi tsb emang MEMBANTU kafir ] **

lanjut lagi ..
[sekarang perhatikan baik2 ISI perjanjian itu langsung dari ibnu kathsir yg di kutip oleh muslim yang JUJUR ini]

Coba perhatikan laporan selengkapnya mengenai perjanjian tersebut, yang ditulis oleh Imam Ibnu Katsir:
Ibnu Katsir, TajsirAl-Qur'an Al-Adzim, Riyadh, Maktabah Dar Al-Islam, 1994, V45*
Muhammad Nasib Ar-Rtf a'i, Toisir Al-Aliy Al-Qadir, Riyadh, Maktabah Al-Ma'artf,
1988,2/329-330.


Dalam perjanjian itu Amirul Mukminin Umar menetapkan syarat-syarat yang telah tersohor untuk menghinakan dan merendahkan mereka, yaitu apa yang diriwayatkan oleh para imam huffadz dari riwayat Abdurrahman bin Ghanam Al-Asy'ari, dia berkata, "Saya menuliskan untuk Umar bin Al-Khathab Radhiyallahu Anhu ketika mengadakan perjanjian dengan kaum Nasrani dari penduduk Syam;

{ Bismillahirrahmanirrahim }
Ini adalah kitab (perjanjian) untuk hamba Allah Umar Amirul mukminin, dari umat Nasrani di kota ini dan itu.
Sesungguhnya tatkala Anda datang kepada kami, kami meminta kepada Anda (jaminan) keamanan untuk jiwa kami, anak keturunan kami, harta kami, dan umat agama kami, kami meletakkan syarat untuk Anda atas diri kami (yaitu):
Kami tidak akan membangun di kota kami maupun di daerah sekitarnya; Dir (rumah rahib), Kanisah (gereja), Qilayah maupun Shauma'ah (rumah semedi) bagi rahib.
Kami tidak akan memperbarui apa yang telah rusak dari padanya,
kami tidak akan menghidupkan dari padanya apa yang telah dihuni oleh umat Islam,
kami tidak akan melarang gereja-gereja kami untuk disinggahi oleh umat Islam di malam hari maupun di siang hari,
kami akan membuka lebar-lebar pintunya untuk orang yang lewat dan ibnu sabil, kami mempersilakan orang yang lewat dari orang-orang Is¬lam untuk singgah, selama tiga hari kami beri makan,
kami tidak akan mengizinkan bagi mata-mata untuk tinggal di gereja-gereja kami dan rumah-rumah kami,
kami tidak akan menyembunyikan kecurangan untuk umat Islam, kami tidak mengajarkan Al-Qur'an pada anak-anak kami,
kami tidak akan menampakkan kesyirikan,
kami tidak akan mengajak siapapun untuk syirik,
kami tidak menghalangi siapapun dari anggota kerabat kami untuk masuk Islam jika mereka menghendakinya,
kami menghormati kaum muslimin,
kami harus bangkit dari tempat duduk kami untuk kaum muslimin jika mereka mau,
kami tidak akan menyerupai mereka dalam hal apapun, dari pakaian mereka seperti kopyah, surban, dua sandal dan model rambut belah tengah.
Kami tidak berbicara dengan ucapan mereka, tidak menenteng pedang, tidak membuat senjata apapun dan tidak membawanya serta,
kami tidak mengukir cincin-cincin kami dengan bahasa Arab, kami tidak menjual khamer,
kami memotong bagian depan rambut kami,
kami akan selalu memakai perhiasan di manapun kami berada, kami akan memakai sabuk di tengah-tengah badan kami (sebagai tanda dzimmi),
kami tidak menampakkan salib di atas gereja kami,
kami tidak akan menampakkan salib kami maupun kitab kami di tempat manapun dari jalan-jalan kaum muslimin dan pasar-pasar mereka,
kami tidak memukul lonceng kami di gereja-gereja kami kecuali dengan pelan sekali,
kami tidak mengeraskan suara bacaan kami di gereja-gereja kami, di tempat manapun di hadapan kaum muslimin,
kami tidak keluar merayakan hari raya Sya'anin11 dan ba'uts21,
kami tidak mengangkat suara bersama dengan jenazah kami, kami tidak menampakkan api bersama dengan jenazah di manapun dari jalan dan pasar kaum muslimin,
kami tidak mendekatkan jenazah kami dari mereka,
kami tidak mengambil budak yang padanya adalah hak bagi kaum muslimin,
kami memberikan petunjuk kepada orang-orang muslim dan kami tidak akan mengintip mereka di rumah-rumah mereka."

Abdurrahman berkata, "Ketika saya mendatangi Umar dengan membaca kitab itu, beliau menambahkan di dalamnya: Kami tidak memukul seorangpun dari kaum muslimin, kami bersyarat untuk anda atas kami dan atas umat agama kami, dan kami diterima atasnya jaminan keamanan, maka jika kami menyalahi (melanggar) salah satu dari apa-apa yang telah kami syaratkan untuk Anda dan kami wajibkan atas kami maka tidak ada dzimmah (tanggungan) lagi untuk kami, dan telah halal bagi Anda dari diri kami apa yang halal dari orang-orang yang memusuhi dan membangkang."

=====
31
Untuk mengenang masuknya Al-Masih ke Baitul Maqdis, yailu pada hari ahad
sebelum hari raya paskah, yaitu ahad pertama dalam puasa mereka.
Ba'uts adalah nama jenis untuk hari raya yang mensyiarkan agama, seperti Idul Fitn
dan Idul Adha bagi umat Islam.



DISKUSI :
MENGUNGKAP KEBOHONGAN NETTER MOSLEM ttg Pakta Umar
http://www.indonesia.faithfreedom.org/f ... hp?t=16627
Don Kisot
Posts: 19
Joined: Wed Apr 18, 2007 7:43 am

Post by Don Kisot »

Kata pengarang buku pertama: Ampuuunn.... gobloknye! gue lg takiya koq malah dibongkar sama sesama muslim!! :oops:
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

IRAQ: pendeta, Uskup Besar dibunuh karena tidak bayar jizyah
http://www.indonesia.faithfreedom.org/f ... 024#355024
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

AKAN diterjemahkan! Insya auloh!

12/17/2011 http://www.faithfreedom.org/articles/op ... t-of-umar/

Taken from a pro-Islam website – Loonwatch

The More Discriminatory Laws Were Optional and Therefore Ignored. Comment: I suppose that depends on what you regard as “more discriminatory”! (And Why The Capitals in That Sentence?) See the compulsory/ mandatory rules below – still from “loonwatch”, emphases mine.

The conditions of the Pact of Umar were divided into two: those which were considered mandatory and those which were understood to be optional (and therefore generally ignored).

The Christian scholar and professor Nabeel Jabbour of Columbia International University writes:

[There were] the Required Rules, which were compulsory, including:

1. Not to criticize or slander Islam.

2. Not to criticize or slander the Quran.

3. Not to mention the name of the prophet in contempt or falsification. Comment: don’t criticize Mo either.

4. Not to commit adultery [or marry] with a Muslim woman.

5. Neither to proselytize a Muslim to another religion, nor entice the Muslim to consider changing his religion.

6. Not to attempt to kill a Muslim or take his money.

7. Not to take the side of the house of war (Dar-ul-Harb) against the house of Islam.

The Favourable or Desired Rules:

1. A specific dress code for Christians to identify them as non-Muslims.

2. Not to beat the bells of churches loudly, nor raise their voices in chanting Christian songs or scriptures.

3. Not to build the houses of Christians higher than those of the Muslims.

4. Not to display idolatry, crosses, nor display freedom in drinking wine or eating pork.

5. Not to display Christian funerals or mourning for the dead.

6. Not to ride horses.

Muslim rulers who were moderate put into practice the required rules and ignored the favourable rules. Comment: and Muslim rulers who were “devout” put them all into practice.



Imam al-Mawardi (died 1058 A.D.) placed only six of the conditions in the obligatory category (wajibat), as follows:

1. Not to abuse the Quran.

2. Not to abuse the Prophet.

3. Not to abuse the religion of Islam.

4. Not to fornicate with (or marry) a Muslim woman.

5. Not to harm a Muslim. Comment: this is not necessarily restricted to physical harm.

6. Not to help the enemy or spies.

Imam al-Farra (d. 1061 A.D.) had a similar list of obligatory conditions:

1. Not to fight the Muslims.

2. Not to fornicate with a Muslim woman.

3. Not to marry a Muslim woman.

4. Not to undermine a Muslim’s faith in Islam. Comment: this would be regarded as mental “harm”.

5. Not to commit highway robbery.

6. Not to support a spy.

7. Not to write to the enemy about the situation of the Muslims to aid them in battle.

8. Not to kill a Muslim.



Before going into details there is one general remark to be made. In theory the dhimmi had to fulfil all the conditions of the covenant if he would claim protection. In practice only a few actions put him outside the protection of Muslim law…Malik, Shafe’i, and Ahmad b. Hanbal hold that failure to pay the poll-tax deprives them of protection. This was not the view of Abu Hanifa. Ahmad and Malik hold that four things put the dhimmi outside the law: blasphemy of God, of His book, of His religion, and of His Prophet.

Abul Kasim said that eight deeds made a dhimmi an outlaw. They are

[1] an agreement to fight the Muslims,

[2] fornication with a Muslim woman,

[3] an attempt to marry one,

[4] an attempt to pervert a Muslim from his religion,

[5] robbery of a Muslim on the highway,

[6] acting as a spy for unbelievers or

[7] sending them information or acting as a guide to them,

[8] and the killing of a Muslim man or woman.

Abu Hanifa taught that they must not be too severe with dhimmis who insulted the Prophet. Shafe’i said that one who repented of having insulted the Prophet might be pardoned and restored to his privileges. Ibn Taimiya taught that the death penalty could not be evaded.

Comment: spotted the contradiction? “Shafe’i held that failure to pay the jizya deprives the dhimmi of protection … Shafe’i said that one who repented of insulting the prophet might be …restored to his privileges.” Thus, since the “privileges” of a dhimmi is to be “protected” as per the dhimmah, Shafe’i (by implication here) states that insulting the prophet (etc) also breaks the dhimmah. In practice failure to pay the Jizya was yet another way of breaking the dhimmah not listed in the pact. See how Loonwatch conflates two entirely separate issues in the attempt to gloss over the conditions of the pact that had to be fulfilled. I should also add that the “privileges” mentioned by Shafe’i are those of being a Dhimmi – principly being allowed to keep your head on your shoulders – not a “life of privilege” as we might naturally conceive it.

[Continuing from Loonwatch]… As can be seen, the required rules revolved around preventing the non-Muslims from “harming” the Muslims physically, or even verbally. Naturally, some of these required rules would be objectionable in today’s context, but one must understand that it was the norm back then. Certainly in medieval Europe it was not permissible to attack Jesus, the Bible, or Christianity. Comment: What isn’t mentioned here is that the confessedly “medieval norm” is practised by Muslims today. In a way this paragraph seems both “Islamophobic” and patronising. A secondary implication is that it is okay for Muslims to behave in a medieval way in the modern world – and we should expect nothing better.

The division of the conditions into obligations and recommendations “mitigates” the effects of the Pact of Umar quite considerably. The anti-Islam ideologues attempt to characterize the entire Islamic experience by the stipulations in the document which were in fact rarely enforced. Comment: But nevertheless were there if the Islamic Authorities chose to enforce them and at any time and for any reason and (as the article later admits) a failure to enforce them could and did breed resentment amongst the Islamic population.

- – - – - – - – -

My Commentary on the Pact of Umar:

Although unlikely to have been written by Umar I (the second of the “rightly guided Caliphs”) – and hence many apologists call it “unauthentic”, it is authentic in the sense that many Muslim sources (e.g. see above) use the same or similar terms in outlining dhimmah contracts for non-Muslims.

Even when we consider evidence from such a pro-Islamist website as “Loonwatch” (they’d regard themselves as anti-Islamophobic to be fair) we find that the key conditions of the Pact are supported. This, I think, tends to confirm the veracity (if not the literary authenticity) of the Pact beyond all reasonable doubt.

A fairly quick reading of the various mandatory conditions shows that any “insult” to Islam is a breach of the Dhimmah, as is any proselytisation or “harm” (of any kind) to a Muslim (though Abul Kasim’s list does not explicitly include Insult to Islam/Mohammed/Allah).

In addition to the conditions of the Pact, the dhimmi also had to pay the Jizya.

This is often called a “poll-tax”, though this is a partial misnomer in that a “poll-tax” in western thought is usually something that has to be paid (where used) in order to become enfranchised – i.e. have political representation through voting rights. The dhimmi never has a say in who governs him (according to Islam), thus a better understanding of “Jizya” is as a “head tax”, a sum payable “per head” of the dhimmi population.

Although not in the conditions of these Dhimmah, the Jizya is established in the Koran and failure to pay this is also a breach of the Dhimmah (as confirmed by Malik, Shafe’i, and Ahmad b.Hanbal), which renders the person not paying (or the community as a whole, less often) liable to be treated as “people of defiance and rebellion”; which in turn means that the life and property of the “outlaw” (i.e. the person/people in breach of their dhimmah) is “fair game” for the Muslims.

Being a little cynical, describing the jizya as a “head-tax” is entirely apt, since it allows the Dhimmi to keep his head on his shoulders.

Thus the Pact of Umar becomes the “pro-forma” for the attitude towards and interaction with non-Muslims by Islam. We may regard the Pact of Umar as the “Doctrinal Ideal” of how Muslims should treat non-Muslims. This is not to say that even the “mandatory” elements of the Pact were fully enforced throughout Islamic history – they were not (especially in those times and places were non-Muslims provided essential governmental services that the Muslims could not fulfil) – but it shows how things should be in an “ideal” Islamified world. It is also worth pointing out that (according to the Loonwatch article!) when the mandatory conditions were not enforced this often gave rise to resentment within the Umma and a period of persecution and repression of non-Muslims followed. As a further point the exceptions given often refer to a very specific minority of the Dhimmi population – the civil service in effect – rather than to the subjugated people as a whole.

Neither is it true that all Muslims believe in such discriminatory practices; but it is a fact that to this day non-Muslim minorities in Islamic Countries face the sort of continuous discrimination (or worse) throughout their lives that would, were it Muslims suffering such in non-Muslim Countries, cause Muslim advocacy groups to instantly melt-down in terminal apoplectic outrage.

The savage irony of this is not lost upon the writer.



The Pact in use today.

There are plenty of examples to demonstrate that the “Pact of Umar” is actioned today, even if the pact is only an implicit one i.e. there is no written pact, merely one assumed to be operating by the Muslims of a given Country.

For example:

Sudan, 17.11.2011. Church destroyed. Muslim mobs destroy a part-built Church in “Islamic” Northern Sudan – Church building is banned by the Pact.

Egypt, 17.11.2011. Xtians murdered. Xtians murdered for protesting Church destruction. All this started with Muslims “protesting” (read mob violence) about legal (by Egypt’s laws) attempts to renovate a Church in Edfu – renovating a Church is banned by the Pact.

Pakistan, 19.11.2011. Persecution by association. This is a generalised report highlighting how Pakistan’s Xtians are being persecuted because of the “close association of the West and Xtianity in the minds of Pakistanis”. In terms of the Pact this is Pakistan’s Xtians being attacked because the “Xtians” of the West broke their (implicit) Dhimmah. In other words every Xtian is “responsible” for the actions of all Xtians in their minds, as the Pact implies.

India, 21.11.2011: Murder. Xtain Priest murdered for openly professing Xtainity and being prepared to argue for his religion, this is proselytisation which is banned by the Pact.

Pakistan, 21.11.2011: beatings. Xtians beaten into testifying against a Xtian Pastor accused of converting Muslims, i.e. proselytisation, which is banned by the Pact.

India, 23.11.2011: Rioting In response to the morphing of a picture of a Muslim shrine, Muslims (here the minority) riot against this “insult to Islam”. Such insults are banned by the Pact.

Indonesia, 28.11.2011. Closing a Church. In this incident Muslims object to a new Church – which is banned by the Pact. In this case no lives have been lost, but the local Muslim Authorities have acted “illegally” with respect to their own civil law and Courts, but legally according to the pact.

Egypt, 30.11.2011 Murders In this incident a violent altercation led to the death of a Muslim at the hands of a Christian. In “revenge” a huge Muslim mob killed two unrelated Xtians and injured several others as well as looting and destroying Xtian homes and businesses, whilst Police and security watched without intervening. Clearly the Xtian had killed the Muslim (even if unintentionally) and this is banned by the Pact. Therefore the (implicit) Dhimmah was broken and the Muslims were “justified”, according to the Pact, in treating them as “people of defiance and rebellion” – i.e. the lives and property of all the Xtians in the area became “fair game” for the Muslims.

Pakistan, 01.12.2011. Death threats. Ahmadhi family threatened under Pakistan’s notorious (and evil) “Blasphemy” laws. Such ‘insults’ against Islam are banned by the Pact. If an accusation is actually made they will be under a death-sentence since accusation is taken as proof in Pakistan and even questioning this can get you murdered (c.f. Salman Taseer).

This is in just a fortnight.

An apologist for Islam on reading this very brief list would, no doubt, say that all these were “political”, or due to “tensions between communities”, or “anger” or some other excuse and they would certainly deny any link between Islam and these events, indeed they would say that they are all just “isolated incidents” – a favourite “defence”.

However I suggest that there is a link and that link is the Pact of Umar.

Each of these events is the result of a clear breach of the Pact which permits the Umma to treat those non-Muslims who breach it (and/or any of their co-religionists within reach, see K.9:123) as “people of defiance and rebellion” who then become liable to despoilment, enslavement and murder at the hands of the Umma, if they so wish and as demonstrated above.



Conclusion.

Throughout history and into the present day the interactions between Muslims and their non-Muslim minorities has been predicated on the Pact of Umar.

In history the implementation of the pact, including it’s “mandatory” rules, has been patchy (often out of the necessity to keep the government functioning), but a failure to implement at least the mandatory elements gave rise to an backlash against dhimmis privileged beyond the terms of the Pact and greater persecution thereof.

In the modern world this predication has been extended to encompass non-Muslims everywhere – even when Muslims are a minority in a Country and thus many Muslims regard all non-Muslims as existing under an implicit Dhimmah based on the Pact.

I am not suggesting that all, or even most, Muslims today (or even in history) are/were consciously familiar with the terms of the Pact; rather that throughout history Muslims have generally dealt with non-Muslims according to it’s precepts (or the precepts of similar such “agreements”), so that the attitude and behaviour mandated by the Pact is ingrained in the Muslim psyche and thus manifests itself in the way in which non-Muslims are treated by Muslims. Once we realise that Muslims implicitly, perhaps almost sub-consciously, believe that all non-Muslims are permitted to exist only as Dhimmis under a Dhimma – even if only in terms of an attitude of “this is how we should treat the kaffirs”- then a frighteningly large number of these “inexplicable” and “isolated” events suddenly become completely explicable and not isolated at all.

Rather they form a pattern of behaviour, a pattern mandated by the Pact of Umar.
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Re: Traktat/Pakta UMAR; status Kristen/Yahudi dibawah Islam

Post by ali5196 »

SYRIA: UMAT KRISTEN DI RAQQA DIPAKSA JADI DHIMMI & BAYAR JIZYAH
takut-mati-warga-kristen-suriah-tunduk- ... ah-t54330/

Pemimpin Kristen di Kota Raqqa, sebelah utara Suriah, yang dikuasai oleh sebuah organisasi sebelumnya berafiliasi dengan Al-Qaidah, telah menandatangani sebuah dokumen pada pekan ini melarang warga Nasrani melakukan kegiatan kekristenan di depan umum sebagai imbalan atas perlindungan dari pemimpin Islam.

Dokumen itu, tertanggal Ahad kemarin dan disebarkan melalui akun Twitter Islamis, menyatakan warga Kristen di Provinsi Raqqa, yang berhasil dikuasai pada Maret tahun lalu oleh Negara Islam Irak dan Mediterania (ISIL), baru-baru ini diberi tiga pilihan, yakni masuk Islam, tetap menjadi Kristen tetapi berjanji untuk tunduk kepada Islam, atau mati. Mereka memilih pilihan kedua, dikenal sebagai dhimmitude, yang mengacu pada seorang non-muslim di sebuah negara Islam, seperti dilansir situs The Times of Israel, Kamis (27/2).

Dokumen itu menyatakan warga Kristen di Raqqa memilih untuk menandatangani perjanjian dhimma daripada perang, dan menerima komitmen dari penguasa lokal Komandan ISIL Ibrahim al-Badri, juga dikenal sebagai Abu Bakar al-Baghdadi, agar tidak mengalami kerugian fisik atau menjadi target agama.

Sebagai imbalannya, warga Kristen sepakat untuk membuat daftar persayaratan, yakni menjauhkan diri dari merenovasi gereja atau biara-biara di Raqqa, tidak menampilkan salib atau simbol-simbol keagamaan di depan umum atau menggunakan pengeras suara saat kebaktian, dan tidak membaca Alkitab di dalam ruangan cukup keras sehingga dapat didengar warga muslim berdiri di luar.

Selain itu mereka juga tidak akan melakukan tindakan-tindakan subversif terhadap warga muslim, tidak melaksanakan setiap upacara keagamaan di luar gereja, tidak akan mencegah warga Kristen ingin pindah agama menjadi muslim, menghormati Islam dan muslim dan tidak akan menyebut perkataan menyinggung mereka, serta membayar pajak jizyah senilai empat dinar (13 gram) emas bagi orang kaya, dua dinar emas untuk kelas menengah, dan satu dinar emas untuk kaum miskin, sebanyak dua kali dalam setahun. Setiap warga Kristen dewasa juga harus menahan diri dari minum minuman beralkohol di depan umum dan tetap berpakaian sopan.

"Jika mereka mematuhi syarat-syarat itu, mereka akan menjadi dekat dengan Tuhan dan menerima perlindungan Nabi Muhamad, tak satu pun dari hak-hak agama mereka akan dikurangi dan tidak akan ada seorang pendeta atau biarawan akan dianiaya," tulis dokumen itu. "Tapi jika mereka melanggar salah satu syarat, mereka tidak akan lagi dilindungi dan ISIL dapat memperlakukan mereka seperti musuh dan diperangi."

SYRIA: UMAT KRISTEN DI RAQQA DIPAKSA JADI DHIMMI & BAYAR JIZYAH
Mirror 1: SYRIA: UMAT KRISTEN DI RAQQA DIPAKSA JADI DHIMMI & BAYAR JIZYAH
Faithfreedompedia static
Post Reply