Nabila Sharma: 'Brutal'

Informasi tentang hubungan SEX dengan anak-anak yang disahkan Islam.
Post Reply
anne
Posts: 502
Joined: Wed Sep 21, 2011 9:52 pm

Nabila Sharma: 'Brutal'

Post by anne »

ihttp://www.amazon.co.uk/Brutal-Heartbreaking-L ... 0007438494
https://worldpulse.com/node/63275

Image

Kisah nyata gadis kecil muslim di Midland, Inggris, yg mengalami pelecehan seksual tak tertahankan dari Imam Mesjid dimana ia belajar sejak usia 7 tahun. Selama empat tahun lebih, hampir setiap hari tak ada yang berlalu tanpa penganiayaan seksual.

Setiap hari, di balik pintu mesjid, sang Imam brutal membuatnya melakukan tindakan-tindakan yg tak terkatakan, menyiksa secara fisik dan mental, agar memenuhi hasrat jahat si Imam.

Tak ada yang bisa menghentikan si Imam. Ia anggota masyarakat yang dihormati dan dipercaya semua orang.

Pun, setelah akhirnya orangtuanya tahu apa yang terjadi mereka menutup mata dan menolak untuk melakukan sesuatu, membuat Nabila merasa telah mempermalukan keluarganya, seakan ‘barang rusak.’. Ini menyangkut masalah kehormatan keluarga muslim. Ia lari ke minuman dan sigaret.

Belakangan, setelah dewasa dan menjalin hubungan dengan pria non-muslim yg mengasihinya, barulah Nabila berani mengungkap pengalaman buruk masa kecilnya, dengan harapan banyak gadis-gadis cilik muslim lain bisa dihindarkan dari predator seksual seperti sang Imam, karena ketertutupan komunitas muslim membuat hal semacam ini jarang muncul ke permukaan.


http://www.birminghammail.co.uk/news/lo ... ly-1753440

Imam melecehkanku hampir setiap hari selama empat tahun di mesjid lokal

Muslimah di Midland, Inggris, mengalami pelecehan seksual setiap hari dari usia 7 hingga 11 tahun.


Image
Kanak-kanak Nabila Sharma, di masa-masa pelecehan berlangsung.

AKU dilecehkan hampir setiap hari antara usia 7 dan 11 tahun.

Pelakunya adalah Imam mesjid yg kuhadiri.

Suatu hari, ia memintaku untuk datang ke kamarnya, karena ia tinggal di masjid.

Aku merasa aneh, tapi dia bilang aku bisa mengaji padanya dan sholat sebelum yang lain datang.

Di kamarnya, ia mulai menyentuh wajahku dan membelai rambutku, sambil mengatakan aku gadis kecil yang cantik.

Aku berusia tujuh tahun, tidak mengerti apa yang ia lakukan selain merasa aku tidak menyukainya. Hal itu membuatku tidak nyaman

Ia mulai menyuruhku melakukan hal-hal kecil. Orang-orang mengira aku kesayangan guru, namun sesungguhnya ia memisahkanku dari murid lain.

Dalam waktu singkat ia telah menyentuhku dimana-mana. Aku mencoba menolaknya, namun tak berani mengatakan aku tidak suka.

Aku tak tahu harus bilang apa pada orang dewasa mengenai ini. Aku berlatih untuk ngomong pada Ibu, namun saat tiba di rumah tak sepatah katapun terucap dari mulutku.

Semua mengira aku aman-aman saja di mesjid. Pulang sekolah, ganti baju, ambil syal dan buku doa kemudian pergi ke mesjid.

Kadang aku ngambeq, bilang tidak mau pergi, tapi orang tuaku hanya menganggapnya kerewelan kanak-kanak, dan aku tetap harus pergi.

Dengan bertambah usia, Ibu biasanya mengantarku sampai di luar mesjid, dan kadangkala aku membolos, menghabiskan waktu berkeliaran di pekuburan lokal.
Namun aku takut bila terlalu sering melakukannya, kalau-kalau Imam menelfon menanyakan keberadaanku.

Sekali waktu aku menantang sang Iman, kukatakan, “Jika kau lakukan lagi, aku akan bilang Ayah."

Reaksinya menakutkan. Ia menelfon ayah saat itu juga, dan berbicara padanya.
Aku sangat takut sampai ngompol di depannya. Aku melakukan hal itu beberapa kali karena aku begitu takut, namun ia hanya menertawakanku.

Ia biasa datang ke rumah kami untuk makan malam. Ia begitu berkuasa, ia tahu takkan ada yang percaya padaku.
Ia memberiku uang, koin pound baru yang mengkilap sebagai hadiah. Aku takkan bisa menjelaskan ke orangtuaku darimana kudapat uang ini. Aku takut mereka mengira aku telah mencuri. Aku tak tahu berapa nilainya.

Aku pergi ke toko untuk menyingkirkannya dan membeli 10pon permen aneka rasa—tapi masih ada kembaliannya. Uang itu menambah rasa takutku. Lantas, suatu hari, saat aku berusia 11 tahun, Imam membaringkanku di atas ranjangnya, menyentuh dengan kasar dan mulai menurunkan celanaku.

Kupikir aku akan mati...

Tiba-tiba terdengar derit pintu di bawah. Seseorang datang, cepat-cepat ia menyingkir dariku dan membiarkanku ke bawah.

Aku yakin, jika tidak ada yang datang saat itu aku pasti telah diperkosa.
Imam pasti menganggap aku sudah cukup besar, sehingga ia bertindak lebih jauh dengan pelecehannya.

Ada gadis kecil lain yang mengalaminya. Gadis itu pergi beberapa minggu kemudian.

Ibu dan aku pergi ke rumah mereka. Tiba disana Ibu berkata, ‘Kamu pergilah bermain’ dan ketika aku kembali suasana telah berbeda.

Di mobil, Ibu berpaling padaku dan bertanya, “Mengapa tidak kau katakan padaku?”

Aku berada dalam kesulitan karena tidak memberitahunya, dan hal itu tidak pernah dibicarakan lagi.

Orangtuaku mengirimku untuk tinggal dengan kerabat selama beberapa minggu, beralasan aku harus liburan sejenak.

Aku tidak ke mesjid lagi seiring masuk ke sekolah lanjutan.Banyak masalah timbul di masa remaja, yg masih harus kuatasi saat ini.

Pacar pertama saat usiaku 18 tahun, namun aku punya masalah terkait kedekatan fisik. Ia orang pertama yang kuajak bicara ttg si Imam.
Kami berdua masih muda, tidak ada yang tahu harus bagaimana, hingga hal itu berlalu begitu saja.

Lima tahun lalu, aku bertemu seorang pria bernama Robert lewat pekerjaan.
Ia orang yang mendukung dan mencintai sejak awal, sehingga aku bercerita padanya ttg apa yang terjadi padaku.

Ia menyarankan untuk bicara konselor, dan itu sangat membantu.
Aku tidak pernah lagi berjumpa dengan si Imam, hingga tiga tahun lalu.
Kala melihatnya hari itu, walau ia tidak pernah melihatku, aku merasa itu suatu pertanda. Kuputuskan melaporkannya ke polisi, namun polisi merasa mustahil menemukannya.

Masalahnya, anak-anak tidak pernah tahu nama si Imam, dan akupun tidak bisa memberitahu polisi namanya.

Polisi tidak bisa menemukan catatan kejadian di masa itu.

Komunitas muslim sangat pandai menyembunyikan dan mendiamkan masalah, dan polisi tampak enggan membuat marah komunitas muslim.

Ini sangat membuat frustasi. Lagipula tidak ada petugas yang mengecek mereka yang bekerja dengan anak-anak di mesjid.

Aku menulis pada anggota parlemen agar ada perubahan.

Aku tak pernah lagi menginjakkan kaki di mesjid sejak saat itu.

Aku masih muslim, tapi cukup di rumah. Robert dan aku merencanakan menikah tahun depan, aku sangat senang karena kisahku berakhir bahagia. Dia bilang akan selalu ada untukku, dan memang demikian. Tanpanya, aku tak akan berbagi cerita sekarang.

Selama bertahun-tahun aku telah membaca buku-buku ttg korban pelecehan masa kecil, namun belum ada seperti kisahku. Aku menghubungi HarperCollins (penerbit) yang bilang, ‘Tulislah bukumu’

Kisahku, ‘Brutal’ telah diterjemahkan dalam lima bahasa dan dijual di seluruh dunia. Sejumlah muslim yang tersentuh kisahku lewat Facebook dan Twitter menyampaikan hal serupa terjadi saat mereka masih kecil, dan mereka tidak pernah bicara karena takut membuat malu dan medatangkan aib pada komunitas mereka.

Aku menggunakan nama pena Nabila Sharma untuk melindungi identitas.Aku paham mengapa para korban Jimmy Saville perlu waktu lama untuk berani mengungkap kisahnya. Sangat sulit bila pelakunya orang yang dihormati dan punya kedudukan. Sangat mudah bagi mereka memangsa anak-anak kecil, karena bisa lolos.

Aku menderita dalam kebisuan, dan berharap saat dewasa ada sesuatu di media yang dapat membantuku.

Orang-orang harus diberitahu hal semacam ini berlangsung.
dst….

Nabila Sharma: 'Brutal'
Nabila Sharma: 'Brutal' Alternative
Alternative Rss Feed
Faithfreedompedia
Post Reply