BUKTI #6: Surat al-Qamar (Bulan)
Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke delapan
sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah
tercatat mengatakan hal ini: "Saya seorang gadis muda(jariyah dalam
bahasa arab)" ketika Surah Al-Qamar diturunkan(Sahih Bukhari,
Kitabu'l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa'l-sa`atu
adha' wa amarr).
Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum
hijriyah(The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa
surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. jika Aisyah memulai
berumahtangga dengan Rasulullah pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M,
Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah in Arabic) pada saat Surah
Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat diatas, secara aktual tampak
bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang baru lahir
ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih suka
bermain (Lane's Arabic English Lexicon).
Jadi, Aisyah, telah menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah
berusia 6-13 tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar, dan oleh karena
itu sudah pasti berusia 14-21 tahun ketika dinikah Nabi.
KESIMPULAN: Riwayat ini juga mengkontra riwayat pernikahan Aisyah yang
berusia 9 tahun.
Bukti #7: Terminologi bahasa Arab
Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri
pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan
menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepadanya tentang
pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: "Anda dapat
menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah
(thayyib)". Ketika Nabi bertanya tentang identitas gadis tersebut
(bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah.
Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr
dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun.
Kata yang tepat untuk gadis belia yang masih suka bermain-main adalah,
seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah. Bikr disisi lain, digunakan
untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan
pengalaman dengan pernikahan, sebagaimana kita pahami dalam bahasa
Inggris "virgin". Oleh karena itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9
tahun bukanlah "wanita" (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p.
.210,Arabic, Dar Ihya al-turath
al-`arabi, Beirut ).
Kesimpulan: Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist diatas
adalah "wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam
pernikahan." Oleh karena itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada
waktu menikahnya.
Bukti #8. Text Qur'an
Seluruh muslim setuju bahwa Quran adalah buku petunjuk. Jadi, kita
perlu mencari petunjuk dari Qur'an untuk membersihkan kabut
kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik
Islam mengenai usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan
atau melarang pernikahan dari gadis belia berusia 7 tahun?
Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti itu.
Ada sebuah ayat, yang bagaimanapun, yang menuntun muslim dalam
mendidik dan memperlakukan anak yatim. Petunjuk Qur'an mengenai
perlakuan anak Yatim juga valid diaplikasikan ada anak kita sendiri
sendiri.
Ayat tersebut mengatakan : Dan janganlah kamu serahkan kepada
orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam
kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah
mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah
kepada mereka kata-kata yang baik. (Qs. 4:5) Dan
ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kimpoi.
Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai
memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. ??
(Qs. 4:6)
Dalam hal seorang anak yang ditingal orang tuanya, Seorang muslim
diperintahkan untuk (a) memberi makan mereka, (b) memberi pakaian, (c)
mendidik mereka, dan (d) menguji mereka thd kedewasaan "sampai usia
menikah" sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan.
Disini, ayat Qur'an menyatakan tentang butuhnya bukti yang teliti
terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil test
yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan
pengelolaan harta-harta kepada mereka.
Dalam ayat yang sangat jelas diatas, tidak ada seorangpun dari muslim
yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan pengelolaan keuangan
pada seorang gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak bisa
mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan,
Gadis tersebut secara tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun
fisik untuk menikah. Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33
and 99) menyatakan bahwa Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik
untuk bermain dengan mainannya daripada mengambil tugas sebagai
isteri.
Oleh karena itu sangatlah sulit untuk mempercayai, bahwa Abu
Bakar,seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya yang masih belia
berusia 7 taun dengan Nabi yang berusia 50 tahun.. Sama
sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang gadis belia
berusia 7 tahun.
Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah mendidiknya.
Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan," berapa banyak di antara
kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil
memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 atau 9 tahun?" Jawabannya
adalah Nol besar.
Logika kita berkata, adalah tidak mungkin tugas mendidik anak kita
dengan memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 tahun, lalu bagaimana
mana mungkin kita percaya bahwa Aisyah telah dididik secara sempurna
pada usia 7 tahun seperti diklaim sebagai usia pernikahannya?
Abu Bakr merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana dari kita semua,
Jadi dia akan merasa dalam hatinya bahwa Aisyah masih seorang
anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan Qur'an.
Abu Bakar tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah
proposal pernikahan dari gadis belia dan belum terdidik secara
memuaskan datang kepada Nabi, Beliau
akan menolak dengan tegas karena itu menentang hukum-hukum Quran.
KESIMPULAN: Pernikahan Aisyah pada usia 7 tahun akan menentang hukum
kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karena itu, Cerita pernikahan
Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.
Bukti #9: Ijin dalam pernikahan
Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan
yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al Masabiah, translation by
James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang
kredible dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi kesyahan
sebuah pernikahan.
Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan
oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi
sebagai validitas sebuah pernikahan.
Adalah tidak terbayangkan bahwa Abu Bakr, seorang laki-laki yang
cerdas, akan berpikir dan mananggapi secara keras tentang persetujuan
pernikahan gadis 7 tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki
berusia 50 tahun.
Serupa dengan ini, Nabi tidak mungkin menerima persetujuan dari
seorang gadis yang menurut hadith dari Muslim, masih suka bermain-main
dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah.
KESIMPULAN: Rasulullah tidak menikahi gadis berusia 7 tahun karena
akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami tentang
klausa persetujuan dari pihak isteri. Oleh karena itu, hanya ada satu
kemungkinan Nabi menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara
intelektual maupun fisik.
Summary:
Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki
yang berusia 9 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah
SAW dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang arab tidak pernah
keberatan dengan pernikahan seperti ini, karena ini tak pernah terjadi
sebagaimana isi beberapa riwayat.
Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 9 tahun oleh Hisham
ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi
dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata
untuk menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para
pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah
selama di Iraq adalah tidak reliable.
Pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim menunjukkan mereka
kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi Aisyah. Lebih
jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan
riwayat-riwayatnya sendiri. Jadi, riwayat usia Aisyah 9 tahun ketika
menikah adalah tidak reliable karena adanya kontradiksi yang nyata
pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam.
Oleh karena itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima dan
mempercayai usia Aisyah 9 tahun ketika menikah sebagai sebuah
kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat
tsb dan lebih layak disebut sebagai mitos semata. Lebih jauh, Qur'an
menolak pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana
tidak layak membebankan kepada mereka tanggung jawab-tanggung jawab.
Note: The Ancient Myth Exposed
By T.O. Shanavas , di Michigan.
(c) 2001 Minaret
from The Minaret Source:
http://www.iiie.net/" onclick="window.open(this.href);return false;
diterjemahkan dari sumber:
http://iiie.net/node/58" onclick="window.open(this.href);return false;