Page 1 of 1

penulis Hadith di Indonesia sempat berhenti hingga 1,5 Abad.

Posted: Thu Sep 30, 2010 1:06 am
by Auwo SWT
Copas dari :
http://uin-suka.info/ejurnal/index.php? ... &Itemid=28

Studi Hadis Indonesia PDF Print E-mail


Abstract.This article is an historical study of the development of Hadis studies in Indonesia. The author arranges the study in two phases. He first phase is from 17th century to the late of 19th century, while the second is from the late of 19th century to the recent days. The first phase is initiated by the merging of two Indonesian Muslim scholars: al-Raniri and al-Sinkili. Unfortunately, these two scholars are well known via their mystical works on Islam (tasawuf), not in their advance studies on hadis. The development of hadis studies in the second phase happened in line with the development of madrasah and pesantren, where there are many canonical hadis works studied in them. Some tentative mappings have been done in this phase, such as works of Mahmud Yunus, Martin van Bruinessen, and Howard M. Federspield. This article also argues against Feiderspield's thesis that views the merging of Islamic higher education institution, e.g. IAIN, as the cause of the stagnancy of such development. The author refers to some IAIN's scholars that have developed hadis studies well.

Kata Kunci: Hadis, Ulum al-Hadis, Kitab Hadis, Pesantren, Madrasah, PTAI


I. Pendahuluan

Upaya penelusuran sejarah perkembangan kajian hadis di Indonesia belum dilakukan secara sistematis. Hal ini bisa diduga disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, kenyataan bahwa kajian hadis tidak seintens kajian di keislaman yang lain, seperti al-Qur’an, fiqh, akhlak dan sebagainya. Kedua, kajian hadis bisa dikatakan berkembang sangat lambat, terutama bila dilihat dari kenyataan bahwa para ulama Nusantara telah menulis di bidang hadis sejak abad ke-17. Namun demikian, seperti terlihat kemudian, tulisan-tulisan tersebut tidak dikembangkan lebih jauh. Kajian hadis setelah itu mengalami kemandekan hampir satu setengah abad lamanya. Untuk itulah, perhatian para pengamat terhadap kajian hadis di Indonesia masih sangat kurang. Kalaupun ada pengamat yang menaruh perhatian, perhatiannya masih parsial dan tidak komprehensif.

Agung Danarto mengulas kajian hadis antara 1900 sampai 1945. Kajian yang dilakukannya difokuskan kepada pemikiran dua tokoh hadis terkemuka saat itu, yaitu T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy dan A. Hasan. Berbeda dengan kajian Agung Danarto yang lebih berfokus kepada pemikiran tokoh, Howard M. Federspiel melakukan survei literatur hadis di Indonesia sampai masa 1980-an, secara lebih ekstensif. Kajian Federspiel diarahkan kepada upaya klasifikasi genre literatur yang ditulis oleh para penulis Indonesia. Kualitas literatur dinilai dari latar belakang penulis, kepentingan penulisan dan popularitasnya.

Model kajian yang lain dilakukan oleh Ahmad Husnan dan Dawud Rashid. Karya Ahmad Husnan membahas tentang bentuk-bentuk penolakan terhadap hadis di Indonesia dan tanggapan terhadapnya. Hampir sama dengan karya Husnan, karya Dawud Rashid membahas beberapa bentuk “serangan” terhadap hadis Nabi di Indonesia. Serangan itu mengarah kepada penolakan terhadap hadis sebagai sumber ajaran Islam. Penolakan itu mengambil tiga bentuk: (1) penolakan terhadap hadis secara keseluruhan, (2) penolakan terhadap sebagian hadis, dan (3) penolakan terhadap hadis tanpa dasar argumentasi dari al-Qur’an dan hadis. Adapun yang melontarkan serangan yang berujung pada penolakan terhadap hadis itu adalah para orientalis dan murid-muridnya yang berada di Indonesia. Karya ini juga secara khusus membahas karya Harun Nasution yang berjudul: Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, dan beberapa artikel yang dimuat oleh Jurnal Ulumul Qur’an. Dua karya terakhir dianggap sebagai representasi murid-murid orientalis yang menolak hadis sebagai sumber ajaran Islam. Setelah bentuk-bentuk penolakan itu dipaparkan, Rasyid mengemukakan argumentasi yang membantah serangan tersebut. Tesis utama yang ingin ia kemukakan adalah bahwa hadis Nabi bersifat otentik dan memiliki legitimasi normatif dan historis sebagai sumber ajaran Islam.

Secara umum, dua karya terakhir ini bersifat polemis dan sebagai pembelaan internal umat Islam terhadap sumber ajaran agamanya. Untuk itulah, dua karya ini merupakan cermin dinamika internal umat Islam Indonesia dalam mendekati hadis atau sunnah Nabi sebagai dasar sekaligus sumber ajaran agama mereka.

Berbeda dengan model-model kajian di atas, tulisan ini mencoba untuk menelaah perkembangan kajian hadis di Indonesia sejak abad XVII sampai sekarang. Telaah dimulai dengan melihat karakteristik kajian masa awal (abad XVII sampai akhir abad XIX) di mana kajian masih bersifat individual. Kemudian telaah dilanjutkan dengan melihat kajian hadis setelah dimasukkan dalam kurikulum pesantren-pesantren dan madarasah-madrasah di seluruh Indonesia pada paruh terakhir abad ke-19 sampai masa kemerdekaan Indonesia. Terakhir, telaah diarahkan kepada kajian hadis di perguruan tinggi sampai sekarang.


II. Kajian Hadis Masa Awal (Abad 17 – Akhir Abad 19)

Kajian hadis di Indonesia dapat ditemukan sejak abad ke-17 dengan ditulisnya kitab-kitab hadis oleh Nur al-Din al-Raniri dan ‘Abd al-Rauf al-Sinkili. Al-Raniri mengumpulkan -dalam karyanya Hidayat al-H{abib fi> al-Targi>b wa al-Tarhi>b- sejumlah hadis yang diterjemahkannya dari Bahasa Arab ke Bahasa Melayu. Dalam karyanya ini, ia memadukan hadis-hadis dengan ayat-ayat al-Qur’an untuk mendukung argumen-argumen yang melekat pada hadis. Selanjutnya, Al-Sinkili menulis dua karya tentang hadis, yaitu penafsiran terhadap Hadis Arba‘i>n karya al-Nawawi dan koleksi hadis- hadis qudsi yang diberi judul Al-Mawa‘iz}a al-Badi>‘ah. Al-Sinkili juga menjadikan Syarh} Kita>b Muslim karya al-Nawawi sebagai salah satu rujukan penting dalam menyusun kitab fikih yang berjudul Mir’at al-T{ulla>b.

Karya dua ulama di atas lebih diarahkan kepada pembinaan praktek keagamaan, terutama fiqih dan akhlak daripada kepada penelitian keotentikan nilai hadis-hadis yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa itu kajian ‘ilm mus}t}alah} al-h}adi>s| belum mendapatkan perhatian yang besar dari ulama Indonesia. Lebih jauh, seperti dituturkan oleh Howard M. Federspiel, pembicaraan tentang hadis pada masa-masa Belanda berkuasa, masih sebagai bagian pembicaraan tentang fiqih, bukan bidang yang berdiri sendiri.

Mah}fuz} al-Tirmasi (w. 1919/1920 M) tercatat sebagai ulama yang menulis kitab mus}t}alah} al-h}adi>s| dengan judul Manhaj Dhawi al-Naz}ar. Ia dikenal dengan panggilan Kiai Mahfudh Termas. Para kiai di kalangan pesantren banyak yang menyatakan bahwa al-Tirmasi terambil dari kata Termas, sebuah nama desa di Kabupaten Pacitan. Namun demikian, karena keterangan ini sulit dicarikan sumber referensinnya, maka sulit pula untuk membuktikan bahwa beliau benar-benar berasal dari Termas. Hal ini lebih dipersulit lagi oleh kenyataan bahwa waktu lahir dan wafat beliau tidak bisa diketahui secara pasti.

Kitab Manhaj Dhawi> al-Naz}ar merupakan syarh} kitab naz}am yang ditulis oleh Jalal al-Din al-Suyut}i yang berjudul Alfiyyat al-Suyut}i. Ia menyarahinya dari awal hingga akhir. Al-Tirmasi juga memberikan tambahan kepada kitab al-Suyut}i. Alasannya adalah bahwa kitab al-Suyut}i itu tidak mencapai seribu bait syair, sementara al-Suyut}i dua kali menyebutkan bahwa kitabnya itu terdiri dari seribu bait syair. Al-Tirmasi berkali-kali menghitung, ternyata syairnya hanya 980 bait saja. Oleh karenanya, ia menambahi dua puluh bait lagi. Proses penyarahan itu berakhir pada tanggal 14 Rabi‘ al-Awwal 1329 H, dan diduga kitabnya ini ditulis ketika beliau berada di Mekah. Selain itu, beliau juga mengajarkan kitah S{ah}ih} al-Bukhari. Langkahnya ini selanjutnya diteruskan oleh para ulama di pesantren lain, di antaranya KH. Hasyim Asy’ari di Tebu Ireng, Jombang.

Sekalipun sudah ditemukan sejak abad ke-17, kajian hadis tidaklah begitu populer pada masa-masa sebelum abad ke-20. Ketidakpopuleran tersebut disebabkan oleh adanya kecenderungan kepada tasawuf yang lebih dominan daripada kepada syariat. Kecenderungan ini akhirnya bergeser menuju syariat akibat pembaruan dan pemurnian yang berlangsung sejak abad ke-17. Begitu pula, munculnya Tarekat Naqs}abandiyah pada abad ke-19 yang lebih berorientasi kepada syariat daripada tarekat merupakan bagian dari proses pergeseran ini. Namun demikian, pembaruan pada abad ke-17 belum cukup membawa pergeseran perhatian yang lebih besar kepada hadis. Barulah pada abad ke-20, munculnya pembaruan akibat dampak modernisme dengan slogannya “kembali kepada al-Qur’an dan sunnah” menandai munculnya perhatian yang cukup besar pada h}adîth. Selain itu, seperti terlihat dalam uraian sebelumnya, kajian hadis masih dilakukan oleh pribadi-pribadi, dan belum menjadi bahan kajian di lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bersifat formal.


III. Kajian Hadis di Pesantren dan Madrasah (Akhir Abad 19 –Sekarang)

Hadis merupakan mata pelajaran yang relatif baru di pesantren. Kitab-kitab hadis standar tidak dijadikan rujukan. Hanya sejak abad ke-19 dan seterusnya, para ulama mengumpulkan dan menerjemahkan kitab al-Arba‘i>n al-Nawawiyah, karya Abu Zakariyya al-Nawawi. Dan seperti dituturkan sebelumnya, minat yang lebih besar terhadap hadis dapat dikatakan sebagai dampak dari modernisme.

Perhatian yang besar terhadap hadis pada abad ke-20 ditandai dengan adanya kitab-kitab hadis yang dijadikan bahan ajar kurikulum di surau, madrasah dan pesantren. Mahmud Yunus mencatat bahwa pada tahun 1900-1908 kitab hadis sudah diajarkan di berbagai surau yang menjadi cikal bakal lahirnya madrasah di Sumatera. Kitab-kitab yang diajarkan adalah Hadis Arba‘in karya al-Nawawi, S{ah}i>h} al-Bukhari dan S{ah}îh Muslim di bidang materi hadis. Sedangkan di bidang mus}t}alah} al-h}adi>s|, digunakanlah kitab Bayqu>Nh>yah dan syarh}-nya. Kemudian pada masa-masa selanjutnya, kitab-kitab hadis dijadikan buku ajar di madrasah-madrasah dan pesantren-pesantren (lihat tabel 1).

Tabel 1:

Daftar Kitab Hadis dan ‘Ilm Mus}t}alah} al-H{adi>s| di Madrasah dan Pesantren

Antara Tahun 1900-1960 menurut Penelitian H. Mahmud Yunus


Judul Pengarang

Kitab Hadis

S{ah}i>h} al-Bukhari

Fath} al-Ba>ri> Imâm al-Bukhari

Ibn H{ajar al-‘Asqalani

Jawa>hir al-Bukha>ri> Mus}t}afa M. ‘Umarah

Tajrîd al-S{arîh} Al-Zabidi

S{ah}îh} Muslim Imam Muslim

Al-Arba’i>n al-Nawawi>yah Abu Zakariyya Yah}ya Al-Nawawi

Riyad} al-Sa>âlihi>în Yah}ya ibn Sharaf al-Din al-Nawawi

Bulu>g al-Mara>m

Subul al-Sala>m Ibn H{{ajar al-‘Asqalani

Muh}ammad ibn Isma‘îl al-Kah}lani

Al-Adab al-Nabawi> Muh}ammad ‘Abd al-‘Aziz al-Khuli

Nail al-Awt}a>r Muh}ammad ibn ‘Ali al-Shawkani

‘Ilm Mus}t}alah} al-H{adî>s|

Matn Bayqu>ni>yah/Syarh} Bayqu>niyyah T{âhâ ibn Muhammad al-Fattah{ al-Bayquni At{iyyah al-Ajhuri

‘Ilm Mus}t}alah} al-H{adî>s| H. Mahmud Yunus

Minh}at al-Mugit H{afiz} H{asan Mas‘udi

Nubhat al-Fikr li Ibn H{ajar al-‘Asqalani Ibn H{ajar al-‘Asqalani

Seperti terlihat dalam tabel di atas, di bidang materi hadis, literatur yang digunakan meliputi kitab primer, antologi h}adîth dan kitab sharh}. Yang termasuk dalam kitab primer adalah S}ah}îh} al-Bukhari, S}ah}îh Muslim, Jawa>hir al-Bukha>ri>, dan al-Tajri>d al-S{ari>h}. Sedangkan yang termasuk antologi meliputi Arba‘i>n al-Nawawi>yah, Riya>d} al-S{a>lih}i>n dan Bulu>g al-Mara>m. Sedangkan yang merupakan kitab syarh} adalah Fath} al-Ba>rîi> Syarh} al-Bukha>ri>, Subul al-Sala>m Sharh} Bulu>gh al-Mara>m, Hady al-Rasu<l, al-Adab al-Nabawi> dan Nayl al-Awt}a>r Syarh} Muntaqa> al-Akhba>r. Dari sejumlah kitab-kitab tersebut, yang paling banyak digunakan justru kitab-kitab antologi, sedangkan kitab-kitab primer dan syarh} justru hanya digunakan di sejumlah kecil madrasah dan pesantren.

Tidak jauh dari hasil pengamatan Mahmud Yunus, penelitian Martin Van Bruinessen di pesantren-pesantren dan madrasah-madrasah pada beberapa provinsi di Indonesia sampai tahun 1990-an menyebutkan daftar literatur hadis dan ‘ilm mus}t}alah} al-h}adi>s| yang lebih lengkap dari sisi penyebaran dan penggunaannya (lihat tabel 2).


Tabel 2:

Daftar Kitab Hadis dan ‘Ilm Mus}t}alah} al-H}adi>s| di Madrasah dan Pesantren sampai 1990-an, menurut Penelitian Martin Van Bruinessen

Daerah Smtr Kalsel Jabar Jateng Jatim Jml

Jumlah Pesantren 4 5 9 12 18 46 Tingkat

Hadis

Bulu>g al-Mara>m

Subul al-Sala>m 1

1 0

1 6

0 5

0 12

1 24

3 Tsnawiyah

Riya>d} al-Sa>lihi>n 1 0 7 6 9 23 Aliyah /Khawwâs}

S{ahi>h} al-Bukha>ri>

Tajri>d al-S{ari>h

Jawa>hir al-Bukhari 2

0

1 1

0

0 6

1

0 7

1

1 5

4

2 21

6

4 Aliyah /Khawwâs

S{ah}îh} MuslimSyarh} 1 0 7 2 7 17 Tsnawiyah

Arba’i>n al-Nawawi

Maja>lis al-Sani>yah 3

1 0

0 5

0 1

0 6

2 15

3 Tsnawiyah

Durrat al-Na>si>îh}i>n 1 1 2 3 4 11 Aliyah

Tanqîh al-Qawl 0 1 2 1 1 5

Mukhtar al-Ah}adi>s| 1 0 2 0 2 5 Tsnawiyah

‘Us}fu>riyyah 0 1 0 0 2 3

‘ilm mus}t}alah}

al-h}adi>s|

Bayqu>ni>yah/Syarh} 2 0 2 1 2 7 Tsnawiyah

Minh}at al-Mugi>t 0 0 2 1 0 3

Sepeti terlihat, literatur materi hadis pada tabel Martin Van Bruinessen di atas hanya menambahkan sedikit tambahan literatur dibandingkan dengan tabel Mahmud Yunus. Yaitu Syarh} S{ahi>îh} Muslim, Maja>lis al-Sani>yah Syarh} Arba‘i>n dan Mukhta>r al-Ah}a>di>s|. Sedangkan beberapa kitab yang lain seperti Durrat al-Na>s}ih}i>n dan ‘Us}fu>riyyah tidaklah masuk kategori kitab hadis sebab tidak disertai dengan sanad yang merupakan bagian tak terpisahkan dari hadis.

Sedangkan di bidang ‘ilm mus}t}alah} al-h}adîs|, kedua tabel di atas menyebutkan beberapa kitab, yaitu Bayqu>ni>yah dan Syarh}-nya Minh}at al-Mug\i>t sebagai kitab yang paling umum digunakan; dan ‘Ilm Mus}t}alah} al-h}adi>s| karya Mahmud Yunus, serta Nubhat al-Fikr li Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni> sebagai kitab yang hanya digunakan di sebagian kecil pesantren dan madrasah.

Selanjutnya, bila dilihat dari literatur yang digunakan, materi hadis yang diajarkan -seperti terlihat dalam dua tabel di atas-, lebih dititikberatkan pada aspek ajaran Islam yang terkait dengan fiqih dan akhlak. Kitab Riya>d{ al-S{a>lih}i>n, al-Adab al-Nabawi> dan Bulu>g al-Mara>m merupakan kitab yang berisi ajaran tentang akhlak dan fiqih. Selain itu, kitab hadis primer yang digunakan pun terbatas pada S}ah}i>h} al-Bukha>ri> dan S}ah}i>h} Muslim. Hal ini barangkali terkait dengan tujuan dari pengajaran hadis di pesantren dan madrasah itu sendiri. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pengamalan keagamaan di pesantren dan madrasah, bukan untuk membekali para muridnya untuk dapat melakukan penelitian hadis secara mandiri. Untuk itulah, lebih jauh, bisa dilihat bahwa literatur ‘ilm mus}t}alah} al-h}adi>s| yang digunakan juga masih merupakan literatur yang bersifat pengantar. Matn Bayqu>niyyah dan Minh}at al-Mughi>t} adalah dua karya yang masih bersifat elementer. Begitu pula, ‘Ilm Mus}t}alah} al-H}adi>s| yang disusun oleh Mahmud Yunus juga tidak jauh berbeda dari dua karya lainnya.

Tidak bermunculannya literatur yang disusun oleh penulis Indonesia sendiri yang dijadikan bahan ajar di madrasah dan pesantren merupakan bukti bahwa kajian hadis di sana masih bersifat pengantar. Studi tingkat lanjut terhadap hadis belum di lakukan pada lembaga-lembaga ini.

Namun demikian, sejalan dengan munculnya gerakan Muslim modernis pada abad ke-20, hadis semakin menempati tempat yang penting. Seperti diungkapkan oleh Howard M. Federspiel dalam hasil penelitiannya terhadap literatur hadis sampai tahun 1980-an, banyak karya-karya hadis yang ditulis oleh para penulis Indonesia sendiri (lihat tabel 3). Sampai akhir tahun 1980.-an, paling tidak terdapat empat jenis (genre) literatur hadis di Indonesia. Jenis pertama adalah literatur ilmu hadis yang berisi analisis terhadap hadis yang berkembang pada masa awal Islam untuk menentukan keotentikan dan kepalsuannya. Jenis kedua adalah literatur terjemahan terhadap kitab-kitab hadis yang disusun pada masa klasik (620-1250) dan masa pertengahan Islam (1250-1850). Jenis ketiga berisi antologi hadis pilihan yang diambil dari kitab-kitab kumpulan hadis, yang dipilih dan ditulis ulang oleh penulis Indonesia. Kemudian jenis keempat berisi kumpulan hadis yang digunakan sebagai sumber hukum dan materi pelajaran di sekolah-sekolah Islam.


Tabel 3:

Literatur hadis di Indonesia sampai 1980-an

menurut penelitian Howard M. Federspiel

Penulis Judul Identitas Penerbitan

‘Ilm Mus}t}alah} al-H{adi>th

IZ Abidin Mustalah Hadis: Dirayah dan Riwayah Bandung: Setia Karya, 1984

M. Anwar Ilmu Mustalah Hadis Surabaya: Al-Ikhlas, 1981

AQ Hassan Ilmu Mustalah Hadis Bandung: Diponegoro, 1983 (1966)

TM Hasbi Ash-Shiddieqy Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadis Jakarta: Bulan Bintang, 1981 (1958)

TM Hasbi Ash-Shiddieqy Problematika Hadis Sebagai Dasar Pembinaan Hukum Islam Jakarta: Bulan Bintang, 1964

TM Hasbi Ash-Shiddieqy Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis Jakarta: Bulan Bintang, 1980 (1954)

Barmawie Umarie Status Hadiets Sebagai Dasar Tasyri’ Salatiga: Siti Sjamsiyah, 1965

Mahmud Yunus dan H. Ahmad Azis Ilmu Mustalah Hadis Jakarta: Djaja Murni, 1972 (1959)

Masjfuk Zuhdi Pengantar Ilmu Hadis Surabaya: Bina Ilmu, 1979

Fatchurrahman Ikhtisar Mushthalahul Hadis Bandung: Al-Ma’arif, 1981

Terjemah/Antologi H}adîth/H}adîth sebagai Sumber Hukum

Husein Bahreisy Himpunan Hadis Pilihan: Hadis Shahih Bukhari Surabaya: Al-Ikhlas, 1980

Mustaghfiri Asror 123 Hadis Pembina Iman dan Akhlaq Semarang: Wicaksana, 1984

Salim Bahreisy Tarjamah Riadhus Salihin Bandung: Al-Ma’arif, 1985

Fachruddin HS Terjemah Hadis Sahih Muslim Jakarta: Bulan Bintang, 1978

M. Fudloli Keutamaan Budi dalam Islam: Ihya Sunnatullah wa Rasulih Surabaya: Al-Ikhlas, t.t.

Fatchurrahman Hadis-Hadis tentang Peradilan Agama Jakarta: Bulan Bintang, 1977

Fatchurrahman Al-Hadisun Nabawy Kudus: Menara, 1966, 1979

AN Firdaus Jalan ke Surga: 325 Hadis Qudsi Pilihan Jakarta: Yayasan Al-Amin, 1984

Mu’ammal Hamidy, Imron AM dan Umar Fanany Terjemahan Nail al-Autar: Himpunan Hadis-Hadis Hukum Surabaya: Bina Ilmu, 1985

Hamidy, et. al. S}ah}i>h} al-Bukhari Jakarta: Wijaya, 1983 (1937)

A. Hassan Tarjamah Bulug al-Maram Ibn Hajar al-Asqalani Bandung: Diponegoro, 1984 (1968)

Umar Hasyim Hadis Arba’in al-Nawawiyah Surabaya: Bina Ilmu, 1984

AYQ Koho Himpunan Hadis-Hadis Lemah dan Palsu Surabaya: Bina Ilmu, 1979

AA. Masyhuri Mutiara Qur’an dan Hadis Surabaya: Al-Ikhlas, 1980

MA Rathomy S}ah}i>h} Bukhari Surabaya: Al-Asriyah, 1981

HA Razak dan H. Rais Lathief Terjemahan Hadis S}ah}i>h} Muslim Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1981 (1957)

M. Rifai 300 Hadis Bekal Da’wah dan Pembina Pribadi Semarang: Wicaksana, 1980

M. Rofiq Sistim Isnad Bandung: Al-Ma’arif, 1980

Mahfulli Sahli Himpunan 405 Intisari Hadis (Tarjamah Jamius Shaghir Oleh Jalaluddin As-Suyuthi) Surabaya: Al-Ikhlas, 1978

Muslich Shabir 400 Hadis Pilihan tentang Akidah, Syari’ah dan Akhlak Bandung: Al-Ma’arif, 1986

T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy 2002 Mutiara Hadis Jakarta: Bulan Bintang, 1978 (1954)

TM Hasbi Ash-Shiddieqy Koleksi Hadis-Hadis Hukum Bandung: Al-Ma’arif, 1981

Muhammad Sjarief Sukandy Tarjamah Bulug al-Maram: Fiqih Berdasarkan Hadis Bandung: Al-Ma’arif, 1984

Abdul Madjid Tamim Terjemah Hadis Arba’in al-Nawawi Surabaya: Sinar Wijaya, 1984

M. Thalib Butir-butir Pendidikan dalam Hadis Surabaya: Al-Ikhlas, t.t

M. Aloi Usman, A. Dahlan dan MD. Dahlan Hadis Qudsi: Pola Pembinaan Akhlak Muslim Bandung: Diponegoro, 1975

Mohammad Zuhri Koleksi Hadis Qudsi Jakarta: Yulia Karya, t.t.

Hadis untuk Materi Pelajaran

Dja’far Amir Bidang Studi Al-Qur’an dan Al-Hadis untuk Madrasah Ibtidaiyah Yogyakarta: Kota Kembang, 1982

Dja’far Amir Al-Qur’an dan al-Hadis untuk Madrasah Tsanawiyah Solo: Siti Syamsiyah, 1978

Muslich Marzuki Al-Qur’an dan al-Hadis untuk Madrasah Aliyah/PGA Semarang: Thoha Putra, 1980

Karya-karya di atas merupakan perkembangan mutakhir yang terkait dengan pendidikan formal, gerakan dakwah dan ketaatan beragama di kalangan umat Islam. Karya-karya tersebut ditujukan untuk memenuhi kebutuhan materi bagi pendidikan tinggi Islam, seperti IAIN, madrasah dan pesantren. Selain itu, karya-karya itu digunakan pula oleh para da‘i sebagai sumber pengajaran dalam rangka merevitalisasi dan menguatkan peran Islam dalam keyakinan dan perilaku masyarakat di Indonesia. Begitu pula, karya-karya tersebut digunakan pula sebagai bahan bacaan di keluarga Muslim atau kelompok kecil masyarakat yang ingin meningkatkan pemahaman mereka tentang keyakinan dan praktek Islam. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, menurut Federspiel, literatur hadis sampai akhir 1980-an terlihat masih dalam proses pembentukan, di mana berbagai karya baru terus bermunculan yang genre-nya belum terbentuk secara utuh.

Seperti dituturkan oleh Federspiel, sejak tahun 1930-an banyak sarjana Muslim menerjemahkan kitab-kitab hadis ke Bahasa Indonesia. Tokoh-tokoh utama penerbitan hadis adalah Munawar Khalil pada tahun 1930-an, M.K. Bakry pada 1955 dan Zainuddin Hamidy dan kawan-kawannya pada akhir 1950-an.

Pada masa ini, hadis menjadi bagian dari kurikulum pesantren dan madrasah. Teks-teks dalam Bahasa Indonesia ditulis untuk kepentingan ini. Namun demikian, seperti pengamatan Federspiel, teks-teks tersebut dilihat dari sisi isi tidaklah memuat hal-hal baru. Isinya hanyalah apa yang pernah dipelajari pada pesantren-pesantren sebelumnya dan bersandar kepada teks-teks Arab. Kajian akademis sampai tahun 1980-an, tidaklah banyak mendapat perhatian dari orang-orang Islam sendiri. Literatur ‘ilm mus}t}alah} al-h}adîs| yang ditulis seperti terlihat di atas, selain dari sisi isi tidak memuat hal-hal baru, juga belum membahas kritik hadis secara tuntas. Teori kritik hadis yang dikemukakan hanya mencakup kritik sanad dan matn yang diarahkan untuk mengetahui tingkat otentisitas hadis. Sedangkan pengembangan kritik matn yang diarahkan untuk fiqh al-h}adîs| belum mendapat perhatian.

Terjemahan terhadap koleksi-koleksi standar juga tidak dilakukan secara tuntas. Yang ada hanyalah terjemahan-terjemahan yang merupakan nukilan sebagian saja dari kitab koleksi hadis standar. Penerjemah-penerjemah hadis di antaranya adalah H. S. Fachruddin, Z. Hamidy, A. Razak -ketiga-tiganya adalah guru agama-, H. Bahreisy, M Rathomy yang juga ada kemungkinan berfungsi sebagai guru.

Tafsir terhadap hadis juga belum intens dilakukan. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa bidang kajian hadis ini baru dalam taraf kelahirannya.


D. Kajian Hadis pada Perguruan Tinggi Islam

Kajian terhadap hadis mendapatkan perhatian yang lebih intens lagi ketika hadis menjadi bagian dari mata kuliah yang diajarkan di Perguruan Tinggi Islam yang mulai didirikan pasca Indonesia merdeka. Seperti dituturkan oleh Mahmud Yunus, Islamic College pertama didirikan dan dibuka di bawah pimpinannya sendiri pada tanggal 9 Desember 1946 di Padang Sumatera Barat.

Lembaga tersebut terdiri dari dua fakultas, yaitu syari’ah dan pendidikan Bahasa Arab. Masa studi di lembaga ini empat tahun, dua tahun untuk mencapai sarjana muda dan dua tahun berikutnya untuk mencapai sarjana lengkap dengan gelar dokterandus. Kurikulum yang diajarkan kebanyakan mencontoh kurikulum yang dipakai di Universitas Al-Azhar Kairo. Namun pada bulan Desember 1945, ketika Jakarta diduduki Sekutu, perguruan tinggi ini ditutup untuk sementara. Kemudian pada 10 April 1946 perguruan tinggi ini dibuka kembali di Yogyakarta yang dihadiri oleh Presiden Soekarno dan diisi dengan sebuah pidato yang disampaikan oleh Moh. Hatta sebagai ketua Dewan Penyantun. Kemudian pada 22 Maret 1948, perguruan tinggi ini dirubah menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) dengan membuka beberapa fakultas: agama, hukum, ekonomi dan pendidikan.

Kemudian pada 1950 fakultas agama yang ada pada UII diserahkan kepada pemerintah yakni Kementerian Agama dan dijadikan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) dengan PP. Nomor 34 tahun 1950. Pada tahun 1960, Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) yang bertempat di Jakarta digabungkan dengan PTAIN dan menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Dengan demikian, terdapat satu IAIN dengan dua cabang, yaitu di Yogyakarta dan Jakarta yang masing-masing memiliki dua fakultas. Pada perkembangan berikutnya IAIN berkembang menjadi empat fakultas, yaitu Ushuluddin, Syari’ah, Tarbiyah dan Adab. Masa studi pada lembaga ini adalah lima tahun, tiga tahun pertama untuk tingkat sarjana muda dan dua tahun setelahnya untuk spesialisasi (sarjana lengkap). Pada perkembangan berikutnya IAIN berkembang menjadi 14 buah yang tersebar di seluruh Indonesia. Kajian hadis di IAIN merupakan materi kajian yang menjadi komponen inti matakuliah.

Secara umum, kajian hadis di IAIN dan perguruan tinggi Islam lainnya dibagi menjadi dua fase: sebelum 1970-an, dan 1970-an sampai sekarang. Pada masa sebelum 1970-an, kajian hadis masih menggunakan literatur yang sangat terbatas. Literatur yang tersedia pada masa ini, bisa dikatakan, hampir sama dengan yang digunakan di pesantren dan madrasah. Sedangkan pada masa 1970-an, kajian hadis telah menggunakan literatur yang mencakup kitab-kitab primer atau induk. Tersedianya literatur tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor. Pertama, dibukanya program Postgraduate Course pada 1971 untuk jurusan fiqh dan tafsir bagi sarjana IAIN, dengan masa studi tiga bulan. Program ini selanjutnya ditingkatkan menjadi Studi Purna Sarjana dengan masa studi satu tahun; dan merupakan cikal bakal program pascasarjana di IAIN. Kedua, banyaknya alumni perguruan tinggi Timur Tengah, yang pulang ke tanah air dengan membawa kitab-kitab berbahasa Arab, termasuk di dalamnya kitab-kitab hadis. Ketiga, dipermudahnya impor buku-buku dari luar negeri, termasuk dari Timur Tengah. Meningkatnya jumlah literatur hadis ini pada gilirannya juga menjadikan kajian hadis di IAIN maupun PTAIS yang lain, lebih berkembang. Kajian-kajian tersebut tertuang dalam bentuk materi kurikulum yang tersusun secara sistematis dan terprogram dalam beberapa tingkat.

Semua mahasiswa di semua fakultas mendapatkan materi hadis dan ‘ilm mus}t}alah} al-h}adi>s| | yang sama, kecuali mahasiswa yang mengambil jurusan tafsir-h}adîth yang pada awalnya berada di fakultas syari’ah. Materi hadis yang sama itu berupa kajian terhadap hadis-hadis yang terkait dengan dasar-dasar Islam: aqidah, syari’ah dan akhlak. Sedangkan materi ‘ilm mus}t}alah} al-h}adi>s| berupa pengenalan teori-teori kritik hadis, sekalipun tidak sampai pada operasionalisasi teori-teori tersebut. Sedangkan mahasiswa yang mengambil jurusan tafsir-hadis mendapatkan materi yang lebih banyak lagi. Di bidang materi hadis mereka mendapatkan kajian hadis-hadis yang terkait dengan persoalan-persoalan syari’ah secara detail: ibadah, muamalah, peradilan, munakahat dan jinayat. Sedangkan dalam materi ‘ilm mus}t}alah} al-h}adi>s| , mahasiswa mendapatkan teori-teori kritik hadis dan sekaligus operasionalisasinya. Materi tersebut lebih jauh juga berkaitan dengan fiqh al-h}adi>s||, yaitu memandang ajaran-ajaran hadis tidak mengikat secara mutlak, tetapi perlu diinterpretasikan sesuai dengan kepentingan manusia.

Dalam kurikulum Fakultas Syari’ah, misalnya, yang disusun oleh sebuah tim yang berada di bawah bimbingan Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, materi h}adîth terdiri dari: pengantar ilmu hadis, hadis ah}ka>m, hadis tasyri‘, ‘ulu>m al-h}adîs|, ma‘a>ni> al-h}adi>s| dan pembahasan kitab-kitab hadis. Materi-materi ini disampaikan pada empat tingkat, yaitu propaedeuse, kandidat, bakaloreat (masing-masing 1 tahun) dan doktoral (2 tahun).

Materi pengantar ilmu hadis diperuntukkan untuk tingkat propaedeuse. Materinya terdiri dari definisi istilah-istilah (hadis dan sebagainya), sejarah hadis (masa Nabi sampai abad kelima), kedudukan dan macam-macam ilmu hadis, ‘ilm mus}t}alah} al-h}adi>s| dan biografi para perawi hadis (terutama sahabat).

Selanjutnya, materi hadis ah}ka>m diberikan untuk tingkat kandidat, bakaloreat dan doktoral I dan II (semua jurusan). Materi hadis ah}ka>m untuk tingkat kandidat terdiri dari hadis-hadis ibadah, us}ûl al-h}adîth, ‘ilm rija>l al-h}adi>s| dan rija>l al-h}adi>s| (terutama tâbi‘în). Sedangkan untuk tingkat bakaloreat, materinya mencakup hadis tentang munakahat, muamalah, us}u>l al-h}adi>s| dan rija>l al-h}adi>s| (terutama ulama abad kedua dan ketiga hijrah). Sedangkan untuk tingkat doktoral I, materinya mencakup hadis- hadis farâ’id}, h}udu>d dan ‘uq\u>ba, qad}a>’, us}u>l al-h}adi>s| dan rija>l al-h}adi>s| (terutama ulama abad keempat sampai ketujuh hijrah). Sedangkan untuk tingkat doktoral II (semua jurusan), materinya mencakup hadis-hadis tentang pemerintahan dan jiha>d, us}u>l al-h}adi>s| dan rija>l al-h}adi>s| (ulama abad kedelapan dan seterusnya).

Sedangkan materi hadis tasyr\>‘ hanya diperuntukkan untuk jurusan hadis tingkat doktoral I dan II. Untuk tingkat doktoral I, materinya meliputi hadis-hadis ibadah (t}aha>rah, shalat, shalat jenazah, zakat, puasa, haji dan sembelihan), hadis-hadis ah}wa>l shakhs}iyyah (nikah dan talak), hadis- hadis muamalah (jual beli dan pengupahan). Untuk tingkat doktoral II, hadis-hadis pidana (h}udu>d), peradilan, pemerintahan dan jiha>d.

Selanjutnya, materi ‘ulu>m al-h}adi>s| diperuntukkan hanya untuk jurusan hadis tingkat doktoral I dan II. Materinya untuk tingkat doktoral I terdiri dari pertumbuhan ilmu-ilmu hadis, tah}qi>q makna hadis dan sunnah, definisi hadis dan sunnah dan pembagiannya, kedudukan sunnah dalam syariat Islam, tugas sunnah, ‘ilm mus}t}alah} al-h}adi>s| (pembagian hadis-hadis menjadi s}ah}i>h}, h}asan, d}a‘i>f, mursal dan mawd}u>‘), ‘ilm rija>l al-h}adi>s| dan rija>l al-h}adi>s| (ulama abad IV sampai VII H). Adapun materi untuk tingkat doktoral II mencakup riwa>ya dan syaha>dah, hal-ihwal riwa>ya, kitab-kitab hadis, jarh} dan ta‘di>l, ta‘a>rud} dan tarji>h, fiqh al-h}adi>s|, adab al-ada>’ wa al-tah}ammul, pedoman ahli hadis, perbedaan pendapat tentang hadis dan rija>l al-h}adi>s| (terutama abad VII dan seterusnya).

Mata kuliah ma‘a>ni> al-h}adi>s| diberikan pada jurusan hadis tingkat doktoral I. Materinya terdiri dari makna h}adi>s| musykil, gari>b dan maja>zi>. Dan terakhir, materi membahas kitab-kitab hadis diberikan untuk jurusan Hadis tingkat doktoral I dan II, terdiri dari kitab Bukhâri, Muslim, Abu Dawud, al-Nasa’i dan al-Turmuzi, Ibn Majah, Imam Ma>lik, dan al-Ja>mi‘ al-S{agi>r karya al-Suyut}i.

Materi kurikulum di atas tidak berubah sampai sekitar tahun 1986, terutama sebelum dipindahnya jurusan tafsir hadis ke fakultas Ushuluddin. Yang berbeda di antaranya adalah adanya penambahan daftar literatur. Ketika jurusan Tafsir hadis berpindah dari Fakultas Syariah ke Fakultas Ushuluddin pada 1990, ada beberapa perubahan materi dalam bidang kajian hadis. Yang menonjol di antaranya adalah (1) perubahan penekanan materi hadis dari hadis-hadis hukum kepada hadis-hadis akidah (begitu pula untuk fakultas-fakultas yang lain, misalnya hadis-hadis pendidikan untuk Fakultas Tarbiyah dan seterusnya); (2) penambahan literatur dengan beberapa literatur baru; (3) materi ‘ulu>m al-h}adi>s| juga mencakup teori dan praktek penelitian hadis (penelitian sanad dan matn hadis ) yang sebelumnya belum dilakukan secara memadai.

Materi hadis untuk jurusan tafsir hadis kurikulum 1998, terdiri dari ‘ulûm al-h}adîs| dan hadis (baik sebagai mata kuliah dasar keahlian (MKDK) maupun sebagai mata kuliah keahlian (MKK). Materi ‘ulu>m al-h}adi>s| untuk MKDK mencakup definisi istilah-istilah, kedudukan hadis sebagai sumber ajaran, sejarah kodifikasi hadis, pengertian ‘ulu>m al-h}adi>s| dan cabang-cabangnya, pengenalan takhri>j al-h}adi>s| secara teoritis dan praktis. Sedangkan materi ‘ulu>m al-h}adi>s| untuk MKK merupakan lanjutan dari materi MKDK yang berisi materi penjelasan cabang-cabang ‘ulu>m al-h}adi>s| secara lebih komprehensif.

Selanjutnya, dilihat dari segi literatur yang digunakan, kurikulum IAIN, terutama sejak 1970-an seperti disebutkan sebelumnya, jauh lebih kaya daripada literatur yang digunakan di pesantren dan madrasah (lihat tabel 4). Di bidang ilmu hadis, literatur tersebut tidak hanya bersentuhan dengan teori kritik hadis pada tingkat dasar, tetapi sudah pada tingkat lanjutan. Begitu pula, materi hadis -nya juga telah menggunakan hampir seluruh kitab hadis primer dan sekaligus turunannya. Literatur syarh} juga menjadi bahan acuan dalam kurikulum ini. Berikut ini adalah tabel literatur bidang kajian hadis, yang digunakan oleh IAIN sejak 1970-an sampai 1990-an, baik literatur asing maupun literatur yang ditulis oleh penulis Indonesia sendiri.


Tabel 4:

Daftar Literatur hadis dan ‘Ilm Mus}t}alah} al-H{adi>s| di IAIN/STAIN dan PTAIS

sejak 1970-an

Hadis Penulis

Karya Asing/Arab

S{ah}i>h} al-Bukha>ri>

Fath} al-Ba>ri>

Syarh} al-Bukha>ri> Ima>m al-Bukha>ri>

Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni>

Al-Kirma>ni>

S{ah}i>h Muslim

Syarh} Muslim Ima>m Muslim

Muh}yi al-Din al-Nawawi

Sunan Ibn Majah Imâm Ibn Majah

Sunan al-Tirmizi Imam al-Tirmizi

Tuh}fat al-Ah}wazi bi Syarh} Ja>mi‘ al-Tirmizi> Abu al-‘Ula al-Mubarakfuri

Sunan al-Nasa’i> Imâm al-Nasa’î

Sunan Abi Da>wud Abu Dawud

Al-Lu’lu’ wa al-Marja>n Muh}ammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi

Riya>d} al-S{a>lihi>n

Dali>l al-Fa>lih}i>n Muh}yi al-Din al-Nawawi

Muh}ammad ibn ‘Alan al-S{iddiqi

Al-Adab al-Nabawi> Muh}ammad ‘Abd al-‘Aziz al-Khuli

Bulu>g al-Mara>m

Subul al-Sala>m

Iba>nat al-Ahka>m Ibn H{ajar al-‘Asqalani

Muh}ammad ibn Isma‘îl al-Kah}lani

‘Ulwi ‘Abbas al-Maliki dan H{asan Sulayman al-Nuri

‘Awn al-Ma‘bu>d Abu al-T{ayyib Abadi/ Muh}ammad Shams al-Haqq

Nail al-Awt}a>r Muh}ammad ibn ‘Ali al-Syawkani

Al-Ja>mi‘ al-S{agi>r Jalal al-Din al-Suyuti

Mifta>h} al-Khit}a>bah wa al-Wa‘d Muh}ammad Ah}mad al-‘Adawi

Mukhta>r al-Ah}a>di>s| al-Nabawi>yah Ah}mad al-Hasyimi Bik

Fiqh al-Si>rah Muh}ammad al-Ghazali

Ma‘a>lim al-Sunnah Al-Khat}t}abi

Ah}ka>m al-Ah}ka>m Ibn Daqiq al-‘Id

Karya Indonesia

Al-Hadis al-Nabawi> Fathurrahman

H{adîth yang Tekstual dan Kontekstual M. Syuhudi Ismail

2002 Mutiara Hadis T.M. Hasbi Ash-Shiddiqie

Koleksi Hadis-hadis Hukum T.M. Hasbi Ash-Shiddiqie

‘Ilm Mus}t}alah} al-H{adi>s|

Karya Asing/Arab

Us}u>l al-H}adi>s| Muh}ammad ‘Ajjaj al-Khat}i>b

Taysi>r Mus}t}alah} al-H}adi>s| Mah}mud al-T{ah}h}an

Us}u>l al-Takhri>j wa Dira>sat al-Asa>ni>d Mah}mud al-T{ah}h}an

‘Ulu>m al-H}adi>s| wa Mus}t}alah}uh S{ubh}i al-S{alih}

Tadri>b al-Ra>wi> Jalal al-Din al-Suyutiî

Manhaj al-Naqd fi> ‘Ulu>m al-H}adi>s| Nur al-Din ‘It}r

Buh}u>s| fî Tari>kh al-Sunnah al-Musyarrafah Akram D}iya’ al-Amr

Metode Takhrij Hadis Abu Muh}ammad ‘Abd al-Muhdi

Kita>b Ikhtila>f al-H}adi>s| Al-Syafi‘i

‘Ilm T{abaqa>t al-Muh}addis|i>n As‘ad Tim

Al-Niha>yah fî Gari>b al-H}adi>s| Majd al-Din Ibn al-As|r

Al-Fa>’iq fi> Ghari>b al-H}adi>s| Al-Zamakhshari

Asba>b Wuru>d al-H}adi>s| Jalâl al-Di>n al-Suyut}i

‘Ulu>m al-H}adi>s|/Muqaddimat Ibn al-S{ala>h} Ibn al-S{ala>h}

Tawd}i>h} al-Afka>r Muh}ammad ibn Isma’il al-S{an‘ani

Al-Risa>lah al-Mustat}rafah Muh}ammad ibn Ja‘far al-Kattani

Al-Sunnah qabl al-Tadwi>n Muh}ammad ‘Ajjaj al-Khat}ib

Dira>sa>t fî al-H}adi>s| al-Nabawi> Muh}ammad Mus}t}afa al-A‘z}ami

al-H}adi>s| al-Nabawi> Muh}ammad al-Sabbag

al-H}adi>s| wa al-Muh}addis|u>n Muh}ammad Abu Zahw

Mifta>h} al-Sunnah aw Ta>ri>kh Funu>n al-H}adi>s| ‘Abd al-‘Aziz al-Khuli

Mifta>h} Kunu>z al-Sunnah A.J. Wensinck et. al.

Kashf al-Lis|a>n fi> Ta>khri>j Ah}a>di>s| Sayyid al-Ana>m ‘Abd al-Mawjûd Muh}ammad ‘Abd al-Lat}if

Taws|i>q al-Sunnah fî al-Qarn al-S|a>ni> al-Hijri Rif‘ah ‘Abd al-Mut}t}alib

Manhaj Naqd al-Matn S{alah} al-Din al-Ad}labi

Al-Sunnah al-Nabawi>yah wa Maka>natuha> fî al-Tasyri>‘ ‘Abba>s Mutawalli Himadah

Al-Sunnah al-Nabawiyah wa Makana>tuha> fi> al-Tasyri>‘ al-Isla>mi> Mus}t}afâ H{usni al-Siba‘i

Al-Difa>‘ ‘an al-Sunnah Mus}t}afa H{usni al-Siba‘i

Qawa>‘id al-Takhri>>j al-h}adi>s Muh}ammad Jama>l al-Din al-Qasimi

Tawji>h al-Naz}ar ila> Us}ûl al-As|a>r T{ahir ibn S{alih} al-Jaza’iri

Fath} al-Mugi>s| Syams al-Di>n Muh}ammad ibnL ‘Abd al-Rah}man al-Sakhawi

Ta’wi>l Mukhtalif al-H}adi>s| Ibn Qutaybah al-Daynuri

Al-Maja>za>t al-Nabawiyyah Al-Shari>f Rad}i

Al-Amali> Al-Syari>f al-Murtad}a

Al-Kutub al-S{ih}a>h} al-Sittah Muh}ammad Muh}ammad Abu Shuhbah

Fajr al-Isla>m Ah}mad Ami>n

Manhaj Dawî al-Naz}ar Muh}ammad Mah}fu>z} al-Tirmasi

Muqaddimat Subul al-Salam Muh}ammad ibn Isma‘îl al-S{an‘ani

Maba>h}is| fI ‘Ulu>m al-H}adi>s| S{ubh}i al-S{alih}

Risalah Muh}ammadiyyah Sulaymân al-Nadwi

Nuzhat al-Naz}ar Ibn H{ajar al-‘Asqalani

Ma‘rifat ‘Ulu>m al-H}adi>s| Al-H{a>kim

Al-Mawd}u>‘a>t Ibn al-Jawzi>

Karya Indonesia

Kaedah Kesahihan Sanad Hadis M. Syuhudi Ismail

Ilmu Hadis (Pengantar, Sejarah dan Istilah) M. Syuhudi Ismail

Cara Praktis Mencari Hadis M. Syuhudi Ismail

Metodologi Penelitian Hadis Nabi M. Syuhudi Ismail

Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadis T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy

Problematika Hadis sebagai Dasar Pembentukan Hukum Islam T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy

Muh}ad}arat fi> ‘Ulu>m al-Hadi>s| T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy

‘Ilm Mus}t}alah} al-Hadis H. Mahmud Yunus

Kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah KH. Moenawar Chalil

Ilmu Hadis Abdul Qadir Hasan

Ikhtishar Mustalah al-Hadis Fatchur Rahman

Ulumul Hadis I-IX Tim Depag

Berbeda dengan kajian hadis di madrasah dan pesantren, kajian di IAIN menunjukkan kemajuan yang cukup besar. Hal ini terlihat dari jumlah, variasi dan isi literatur yang digunakan yang jauh lebih banyak dan kaya seperti terlihat dalam tabel di atas. Karya-karya yang ditulis oleh penulis Indonesia sendiri jumlahnya juga semakin banyak. Di bidang materi hadis, literatur yang digunakan telah mencakup literatur-literatur primer. Kitab-kitab syarh} dari kitab-kitab primer juga digunakan. Hampir semua kitab primer telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Begitu pula jumlah literatur antologi hadis yang disusun oleh penulis Indonesia cukup banyak. Koleksi hadis-hadis hukum yang disusun dan diterjemahkan oleh T.M. Hasbi Ash-Shiddiqie merupakan salah satu contohnya.

Di bidang penelitian hadis, literatur yang digunakan juga telah memadai untuk digunakan sebagai dasar untuk melakukan penelitian secara mandiri terhadap sanad dan matn hadis. Karya Mahmud Tahhan, Nur al-Din ‘Itr dan Salah al-Din al-Idlibi merupakan literatur tingkat lanjutan dalam kajian hadis. Lebih jauh, literatur hadis yang ditulis oleh penulis Indonesia juga telah memungkinkan pembacanya untuk melakukan penelitian hadis berdasarkan teori yang dikemukakannya. Karya M. Syuhudi Ismail, misalnya yang berjudul Metodologi Penelitian Hadis Nabi, merupakan contoh literatur hadis tingkat lanjutan dan memiliki kualifikasi ilmiah yang sejajar dengan para penulis literatur hadis yang berasal dari Arab dan negeri yang lain.

Lebih jauh, pada era pasca 1980-an banyak sekali muncul karya-karya akademik di bidang hadis, terutama hasil penelitian mahasiswa program S2 dan S3 di lingkungan IAIN. Begitu pula, banyak karya penelitian yang ditulis untuk keperluan penerbitan jurnal-jurnal ilmiah di berbagai perguruan tinggi Islam. Hal yang bisa dikatakan berbeda dari literatur yang digunakan untuk kurikulum di IAIN, adalah bahwa literatur baru ini lebih menyoroti persoalan yang terkait dengan bagaimana memahami hadis Nabi dalam konteks Indonesia masa kini. Beraneka pendekatan dan metode pemahaman banyak ditulis dan didiskusikan di kalangan para sarjana IAIN. Hal tersebut menandakan studi hadis di IAIN dan PTAI lainnya sangat dinamis terlebih sejak dipindahkannya jruusan TH ke Fak. Ushuluddin.


V. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa sekalipun berkembang sangat lambat, terutama sampai paruh pertama abad XX, kajian hadis di Indonesia mulai berkembang pesat pada paruh kedua abad XX. Hal ini bersamaan dengan masuknya kajian hadis di perguruan tinggi agama Islam. Kajian hadis di perguruan tinggi tidak hanya terbatas pada kajian teori klasik ilm mus}t}alah} al-h}adi>s|, tetapi lebih jauh telah merambah pada penggunaan ilmu-ilmu sosial dan humaniora sebagai ilmu bantu. Hal ini terjadi tepatnya pada dasawarsa terakhir abad XX. Untuk itulah, berdasarkan perkembangan ini, tesis Howard M. Federspiel tentang tidak berkembangnya literatur hadis di Indonesia sudah terbantah.


Daftar Pustaka


Ali, Nizar. Memahami Hadis Nabi: Metode dan Pendekatan. Jogjakarta: Center for Educational Studies and Development, 2001.

Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: Melacak Akar-akar Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia. Bandung: Mizan, 1998.

Bruinessen, Martin Van. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia. Bandung: Mizan, 1420 H/1999 M.

Danarto, Agung. Kajian H}adîth di Indonesia Tahun 1900-1945 (Telaah terhadap Pemikiran Beberapa Ulama tentang H}adîth. Jogjakarta: Proyek Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga Jogjakarta, 1999/2000.

Federspiel, Howard M. The Usage of Traditions of The Prophet in Contemporary Indonesia. Monograph in Southeast Asian Studies, Program for SAS, Arizona State University, 1993.

Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996.

Hasil Rumusan Orientasi Pengembangan Kurikulum Sistem Kredit Semester Institut Agama Islam Negeri (IAIN), diselenggarakan 20-24 Agustus 1986 di Tugu Bogor, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama Islam RI, 1986.

Husnan, Ahmad. Gerakan Inkarus Sunnah dan Jawabannya. Solo: Tunas Mulia, 1404 H/1984 M.

Ilyas, Yunahar dan Mas’udi, M. (ed.). Pengembangan Pemikiran terhadap Hadis. Jogjakarta: LPPI Universitas Muhammadiyah Jogjakarta, 1996.

Ismail, H.M. Syuhudi. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual. Jakarta: Bulan Bintang, 1415 H/1994 M.

Kurikulum dan Syllabus Institut Agama Islam Negeri (SK. Menteri Agama RI No. 97 tahun 1982), Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama Islam RI, 1983/1984.

Munawwar, H. Said Aqil Husin dan Mustaqim, Abdul. Asbabul Wurud: Studi Kritis Hadis Nabi. Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

Rahman, Asjmuni A. (dkk.). Kurikulum (Manhadj-al-Dirasah) Fakultas Sjari’ah IAIN Sunan Kalidjaga. Diterbitkan oleh Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1971.

Rasyid, Dawud. Al-Sunnah fi Indunisiys: bayna Ans}a>riha> wa Khus}umiha. Jakarta: Usamah Press, 1422 H/2001 M.

Sejarah Institut Agama Islam Negeri Tahun 1976 sampai 1980, dikeluarkan oleh Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama Islam RI, 1986.

Syllabus Fakultas Syari’ah IAIN. Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Pusat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Jakarta, 1981.

Topik Inti Kurikulum Nasional Perguruan Tinggi Agama Islam Fakultas Ushuluddin. Direktorat Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Departemen Agama RI, 1998.

Topik Inti Kurikulum Nasional Perguruan Tinggi Agama Islam Fakultas Ushuluddin, Direktorat Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Departemen Agama RI, 1998.

Yaqub, Ali Mustafa. Islam Masa Kini. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001.

Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1985.

Re: penulis Hadith di Indonesia sempat berhenti hingga 1,5 Abad.

Posted: Thu Sep 30, 2010 1:16 am
by Auwo SWT
jangan2 para ulama indonesia nggak bisa baca bahasa Arab. :rolling: :rofl:
Klo ane mo terjemahin Hadith & Quran mah tinggal Copas & translate di Google, udah beres, mau bahasa apa aja enteng!.. :rolling: :rolling:
Warning!!!. buat muslim http://translate.google.com diciptain buat para kafirun!. jd klo mau terjemahin Hadith & Al-Koran usaha sendiri ya. :rolling: pasti lelet kayak Onta lg jalan di Gurun pasir. :rolling: :-" :-" :-" :-"