Islam; Belajar Tradisi Penelitian Dari Barat

Pembelaan bahwa Islam adalah ajaran dari Tuhan.
Post Reply
User avatar
Ibn Ghifarie
Posts: 33
Joined: Wed Sep 27, 2006 5:36 am
Location: Bandung Jawa Barat
Contact:

Islam; Belajar Tradisi Penelitian Dari Barat

Post by Ibn Ghifarie »

Membicarakan pelbagai keragaman dalam bingkai kebudayaan, baik dari aspek sosiologis, antrofologis maupun fenomenilogis. Sudah tentu yang selalu menjadi acuan utama adalah karya-karya yang berasal dari Barat. Selain, data-data yang disajikan sangat lengkap, analisisnya pun cukup tajam, serius, dan mendalam.
Padahal, dulu peradaban Timur, khususnya Islam jauh lebih kaya dan lengkap dalam khzanah peradabanya. Mulai dari masa Rasul SAW, Khalifah Ar-Rasidun, Bani Umayyah dan Abasiyyah sampai Turki Usmani. Pelbagai tokoh sekaligus penemu ilmu pengetahuan pun bermunculan. Sebut saja, al-Jabar, Ibn Sinna, Ibn Rusyd, Al-Ghazalie, Al-Kindi dll.
Kini, semuanya tinggal kenangan dan terkubur dalam ingatan umat Islam. Lantas apa penyebab utama kemunduran peradaban tersebut.

Menilik persolan itu, kita bisa melacak akar keterbelakagan budaya timur dalam buku Budaya Barat dalam Kacamata Timur; Pengalaman dan Hasil Penelitian Antropologis di Sebuah Kota di Jerman, (2006) menyebutkan semua lebih disebabkan karena faktor lemahnya tradisi penelitian atau akademik dari orang-orang Timur sendiri. Termasuk juga lemahnya pendanaan, baik dari universitas maupun lembaga donatur, terhadap seorang peneliti.
Harus diakui atau tidak peradaban barat bukan karena lebih superior kedigjayaannya daripada Timur atau Barat lebih dulu mengenal tradisi akademik jika dibandingkan dengan Timur.
Meskipun kata Zamaahsari A Ramza, mahasiswa Fisipol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menjelaskan bila ada penelitian di negara Barat yang dilakukan ilmuwan (Antropolog) Timur merupakan salah satu terobosan baru dalam dunia akademik. Inilah yang telah dicoba dilaksanakan oleh beberapa mahasiswa Jurusan Antropologi Fakultas Budaya UGM bekerja sama dengan Jurusan Antropologi Fakultas Filsafat Universitas Freiburg, di Jerman. Fokus penelitian adalah Kota Freiburg, sebuah kota yang terletak di Jerman Selatan.(Media Indonesia, 25/07)
Di sana yang diteliti berkenaan dengan identitas, budaya, fesyen, kawin campur, sepeda sebagai gaya hidup masyarakat Freiburg, makna bir bagi mahasiswa Freiburg (Jerman), pasar tradisional sebagai identitas lokal dan lain-lain. Pendek kata, semua hasil penelitian itu terangkum dalam buku penting berjudul Budaya Barat dalam Kaca Mata Timur ini.

Dengan demikian meneliti menjadi keharusan bagi suatu kemajuan bangsa. Terlebih lagi, tradisi menulis merupakan tanda suatu masyarakat beradab.
Selain itu, dengan menyemarakan budaya tulisan daripada lisan. Paling tidak kita termasuk dalam kategori. Pertama, dengan melakukan penelitian pada budaya lain (asing), selain bisa memperoleh pengetahuan tentang the other, juga dapat meningkatkan sensitivitas budaya, yang kemudian memiliki implikasi dalam cara memahami kebudayaan sendiri.
Kedua, dapat memberikan suatu pola hubungan baru yang sinergis dan egaliter antara peneliti Barat dan peneliti Timur karena kemitraan (partnership) di antara keduanya terjalin dengan baik.
Dengan sendirinya akan melahirkan mutual respect dari setiap keragaman budaya yang diteliti.
Ketiga, memperkuat penelitian tentang dinamika budaya di Barat dan di Timur akan menghindari benturan (clash) di antara kedua peradaban.

Sudah tentu, bila kita tetap mempertahnkan sekaligus menjadikan tradiri menulis sebagai modal utama umat islam, niscaya pelbagai anggapan Barat lebih superior dan Timur inferior dengan sendirinya akan menghilang. Pasalnya, dengan tetap melanggengkan stereotip-stereotip seperti itu, hanya akan menciptakan kebencian berlebih-lebihan antar kedua budaya tersebut.
Pendek kata, upaya memerangi peradaban barat dengan mengangkat pena jauh lebih berarti dan tak ternilai harganya ketimbnga hanya mampu berteriak atau aksi unjuk rasa dalam menyikapi pelbagai kemiskina, keterbelakangan pendidikan dan ketertinggalan ilmu pengetahuan.
Akhir kata, jangan mudah mengeluh dan menyerah dalam membiasakan coretan. Apalagi merasa takut tulisanya tak di baca dan di publikasikan orang atau penerbit. Semua rasa kecemasan itu buang jauh-jauh. kalau perlu coret kata tidak bisa dalam kamus kehidupan kita. Namun, tumbuh kembangkan budaya tulis, tulis, dan tulis, begitu Pram berpesan kepada kita sebelum ajal menjemputnya. [Ibn Ghifarie]

Cag Rampes, 31/07;23.58 wib
Post Reply