PENERAPAN SYARI’AT ISLAM DIANTARA KEBEBASAN DAN PEMAKSAAN

Pembelaan bahwa Islam adalah ajaran dari Tuhan.
Post Reply
H.Nadri Saaduddin
Posts: 122
Joined: Sun Jun 11, 2006 4:30 am
Location: Payakumbuh
Contact:

PENERAPAN SYARI’AT ISLAM DIANTARA KEBEBASAN DAN PEMAKSAAN

Post by H.Nadri Saaduddin »

Assalamualaikum wr.wb.

PENERAPAN SYARI’AT ISLAM DIANTARA KEBEBASAN DAN PEMAKSAAN

Bertitik tolak dari sebuah Hadits Rasulullah SAW , sebagian Ulama-Ulama
Mainstream Islam mengemukakan pendapat mereka bahwasanya rencana Allah
akan menegakkan syari’at-syaria’t Islam itu ditengah masyarakat tidak
hanya dengan perantaraan Al-Qur’an semata-mata , melainkan juga melewati
jalur suatu pemerintahan politik atau kekuasaan negara. Dengan begitu
sebagian dari mereka terutama dari kalangan fundamentalis memfatwakan kepada
orang-orang Islam bahwa merebut kekuasaan lewat jalur politik pemerintahan
haruslah menjadi tujuan utama seorang Muslim dan manakala kursi pemerintahan
itu berhasil diperoleh maka orang tersebut dengan sendirinya akan dapat
menyebarluaskan cahaya Al-Qur’an dengan menerapkan syari’at Islam dikalangan
umat manusia.

Pendapat yang dikemas bagus sebagai cita-cita Islam itu juga mendapat
dorongan dari Maulana Maududi salah seorang yang dianggap sebagai pemikir
Islam terkemuka asal Pakistan dipertengahan abad ke dua puluh , dan apa yang
menjadi cita-cita yang dianjurkan beliau itu masih saja menjadi semacam
utopia dikalangan orang-orang Islam diawal abad kita ini. Tidak terkecuali,
di Indonesia negeri kita yang tercinta ini yang penduduknya memang
mayoritas Muslim, kerinduan akan diterapkannya syariat Islam ditengah-tengah
masyarakat dalam negara kita ini masih saja mewarnai pikiran beberapa
kalangan Ulama-Ulama dan orang-orang Mainstream Islam dinegeri ini.

Namun tidaklah begitu sulit rasanya kalaulah kita mau menoleh sejenak
kebelakang , kepada kehidupan Rasulullah SAW berkaitan dengan apa yang telah
dicita-citakan mereka itu. Apabila kita lihat kehidupan Islam dimasa
Rasulullah SAW pada periode Mekah misalnya Muhammad SAW telah menerapkan
ajaran-ajaran Al-Qur’an ditengah-tengah pengikutnya padahal beliau belum
lagi memiliki kekuasaan politik sama sekali ketika itu. Semua ajaran-ajaran
Al-Qur’ an telah beliau tegakkan juga , kendatipun kebijaksanaan politik
penguasa di Mekah pada waktu itu berseberangan dengan beliau dan juga
ajaran Islam yang beliau bawa.

Kepemimpinan dan Teladan Rasulullah SAW telah sama-sama disepakati oleh
semua orang-orang Islam pada zaman dulu hingga sekarang sebagai
satu-satunya sumber cahaya atau referensi bagi mereka. Dan andaikan
sebuah Hadits dari Rasulullah SAW telah disalah artikan, diplesetkan
maksudnya oleh sebagian orang-orang dan dimaknakan bertentangan dengan apa
yang sendiri beliau lakukan atau apa yang beliau contohkan dan tegakkan
melalui amal beliau, maka meskipun jumhur ulama Islam telah ijmak dan
bersepakat mengenainya, maka sewajarnya kita orang-orang Islam tidak
mempunyai pilihan yang lain selain hadits itu haruslah ditolak.

Pemahaman yang demikian itu bisa saja dianggap sebagai interpolasi terhadap
Hadits Rasulullah SAW atau juga hanya sebuah reka-rekaan belaka (….ada
sebagian ulama-ulama Islam yang mereka-reka Hadits itu padahal Rasulullah
SAW tidak pernah bersabda demikian). Setidak-tidaknya seseorang haruslah
menolak penafsiran Hadits itu atau berupaya untuk menyelaraskan Hadits itu
dengan Sunnah Rasulullah SAW dan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai referensi yang
utama dalam pemahaman Islam.

Jadi pendapat yang mengatakan untuk menegakkan ajaran Al-Qur’an lewat
pemaksaan kekuasaan politik jelas sekali bertentangan dengan Sunnah
Rasulullah SAW dan apa-apa yang beliau praktekkan dalam kehidupan beliau
sendiri. Tidak itu saja, ayat-ayat Al-Qur’an yang fundamental juga
menyatakan “La ikraha fiddien, Tidak ada pemaksaan dalam urusan agama“(QS.
2:256) dan pada ayat Al-Qur’an yang lain kita juga diberitahukan bahwa jika
Allah Taala menghendaki tentu Dia telah memberi petunjuk kepada seluruh umat
manusia, seluruh manusia yang ada dimuka bumi ini . Namun cara yang begini
bukanlah suatu pola dalam perwujudan rencana Allah.

Sesungguhnya yang namanya keimanan tidaklah ditegakkan melalui paksaan ,
apalagi paksaan politik yang dilakukan penguasa lewat pemerintahan suatu
negara. Muhammad SAW yang didalam Al-Qur’an juga disebut sebagai “Innama
anta muzakkir . Lasta alaihim bi musaytir”….(QS. 88:21-22), jelas
menempatkan diri beliau hanya sebagai muzakkir dan bukan musaytir. Beliau
hanya sebatas pemberi peringatan dan bukan sebagi penjaga. Jika sesorang
menafsirkan Hadist menurut mereka dapat dianggap sebagai referensi dari
pemaksaan penerapan syari’at Islam sebagaimana yang mereka usulkan itu maka
ayat-ayat ini haruslah dimansukhkan (dibatalkan). Kenyataannya tak ada
satupun diantara ulama-ulama Islam yang pernah berpikir demikian dan semua
Ulama Islam menganggap ayat ini sempurna dan tidak mansukh .

Situasinya akan menjadi semakin menarik untuk diperbincangkan apakah
ayat-ayat ini perlu dimansukhkan atau tetap dibiarkan ada selamanya. Yang
namanya “Muzakkir” dan “Musaitir” tidak dapat terjadi pada satu orang secara
bersama-sama. Keduanya adalah dua tugas yang saling berbeda fungsi dan jika
yang satu ditolak maka yang lainnya harus dikukuhkan. “Innama anta
muzakkir…Lasta alaihim bi musaitir”…yang berarti Rasulullah SAW juga
memperoleh otoritas bahkan ketika beliau bukan seorang Musaitir. Artinya
wewenang ini adalah pada pelaksanaan urusan-urusan kenegaraan , namun beliau
tidak memaksakan Al-Qur’an atas diri orang lain dan sejauh hubungan
pelaksanaannya adalah urusan yang sama sekali independen dan terpisah.

bersambung 2/2
H.Nadri Saaduddin
Posts: 122
Joined: Sun Jun 11, 2006 4:30 am
Location: Payakumbuh
Contact:

PENERAPAN SYARI’AT ISLAM DIANTARA KEBEBASAN DAN PEMAKSAAN 2

Post by H.Nadri Saaduddin »

PENERAPAN SYARI’AT ISLAM DIANTARA KEBEBASAN DAN PEMAKSAAN 2/2

Sejauh berkaitan dengan urusan-urusan politik kenegaraan sebagian dari
ayat-ayat Al-Qur’an berlaku untuk urusan-urusan kenegaraan yang bisa
diterapkan memang untuk negara, yang membutuhkan hukum dan ketertiban
diantara masyarakat. Namun bagian dari ajaran Al-Qur’an yang mengatur
tentang pensucian hati manusia dan hubungan mereka dengan Tuhan dan sikap
pendirian mereka terhadap akhlak dan hal-hal lainnya dalam bagian itu sama
sekali harus diamalkan secara sukarela tanpa campur tangan pemaksaan apapun.

Siapapun akan bisa memaklumi bahwa sepanjang hubungan dengan urusan-urusan
kenegaraan yang namanya pemaksaan tidak bisa dihindari dan yang demikian itu
dilakukan didalam setiap negara diseluruh dunia ini. Namun hakikat
pemaksaan itulah yang memiliki sifat berbeda satu dengan yang lainnya.
Karenanya kebebasan adalah sesuatu yang harus dipahami terlebih dahulu
sebelum seseorang melanjutkan perbincangannya tentang pemaksaan oleh negara
itu.

Kebebasan adalah suatu term yang relatif manakala kita menerapkannya kepada
dua individu . Misalnya A bebas dan B juga bebas. Maka ketika A memukul B
nampak seolah-olah A bebas namun B tidak bebas sebab kebebasannya telah
dilanggar oleh A. Jadi manakala terjadi konflik antara dua kebebasan ,
negara haruslah campur tangan untuk menegakkan kebebasan. Dengan demikian
kebebasan haruslah ditegakkan melalui paksaan maka yang demikian itu
bukanlah suatu pemaksaan dalam sifatnya yang bertentangan dengan ayat “La
ikraha fid-ddin”.(QS. 2:256) karena pemaksaan ini adalah demi menegakkan
kemerdekaan , maka bentuk pemaksan semacam itu telah dilakukan disemua
negara dunia dan ini adalah prinsip dasar pemerintahan yang juga telah
dibenarkan oleh ajaran Al-Qur’an.

Manakala yang namanya hak-hak bila dikelompokkan baik itu secara individu
maupun kolektif dalam masyarakat dalam kasus tersebut hak-hak itu adalah
hak-hak asasi manusia dan setiap orang haruslah mampu untuk menggunakan hak
mereka itu. Ketika seseorang melanggar hak-hak orang lain , maka tindakan
orang tersebut harus dihentikan dan dalam keadaan semacam itu maka tak bisa
tidak diperlukan adanya pemaksaan. Dan karena pemaksaan adalah faktor yang
biasa dan lazim terjadi dalam pemerintahan negara manapun diseluruh dunia
ini maka hal ini bukanlah ciri khusus agama Islam saja.

Manakala dan seandainya Islam memperoleh kekuatan , maka sebagai bagian dari
tanggung jawabnya terhadap negara , ia haruslah menerapkan pemaksaan itu
untuk memelihara keamanan dan ketertiban dengan menegakkan supremasi hukum
terhadap warganegaranya. Bagian Islam yang ini hendaknya janganlah dicampur
adukkan dengan dengan bagian religinya yang tidak memerlukan pemaksaan dalam
pelaksanaannya.

Menegakkan syari’at Islam adalah kewajiban semua orang-orang Islam dan yang
namanya syari’at Islam hendaklah dibedakan dengan ketatanegaraan yang untuk
itu memang diperlukan pemaksaan. Syari’at Islam yang kita maksudkan disini
adalah akidah , pandangan dan doktrin yang untuk menegakkan hal-hal ini
Rasulullah SAW tidak pernah menggunakan kekerasan apapun baik sebelum beliau
memperoleh kekuasaan dalam pemerintahan maupun sesudahnya.

Menghadapi hal ini sama sekali tidak ada perbedaan sikap beliau. Beliau
tetap saja Rasulullah , Muhammad SAW yang tidak berobah sedikitpun baik itu
sewaktu beliau di Mekah ataupun ketika beliau memegang kekuasaan
pemerintahan di Madinah. Jadi adalah suatu kekeliruan yang besar diantara
ulama-ulama Islam bila mereka berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW telah
menggunakan kekerasan dan pemaksaan lewat kekuasaan yang beliau miliki untuk
menegakkan akidah, pandangan dan juga doktrin Islam tersebut. Sinyalemen
mereka terhadap Rasulullah SAW jelas merupakan suatu kekeliruan, kalau tidak
tentulah tuduhan palsu yang sengaja memang mereka lemparkan kepada Muhammad
SAW.

Sejauh hubungan dengan agama (Dien) , pandangan , akidah , falsafah tidak
pernah digunakan kekerasan dan pemaksaan oleh Rasulullah SAW dan juga
Nabi-Nabi yang terdahulu , dan dalam sejarah keagamaan dan peradaban manusia
manapun. Addien dapat digambarkan sebagai sebuah gaya yang hidup dan untuk
memaksakan gaya hidup sebagai sebuah filosofi atau sebagai suatu rukun iman
yang mutlak dipercayai kepada orang lain tidaklah diperkenankan dalam agama
Islam dan Rasulullah SAW tidak pernah berbuat demikian. “Lakum dinukum
waliya diin” .( bagimu agamamu dan bagi kami agama kami) dideklarasikan di
Mekah dan tetap konsisten baik itu ketika Rasulullah SAW di Madinah maupun
di Mekkah.

Hubungan manusia dengan Tuhan, sejauh mengenai bagiannya, inipun tunduk
dibawah kategori Dien , tanpa pemaksaan dan kita tidak menyaksikan adanya
perubahan sikap dan perbedaan sama sekali dalam sunnah Rasulullah SAW dalam
kehidupan beliau di Madinah dan Mekah dalam menyikapi hubungan antara
manusia dan Tuhan. Jika seseorang bersembahyang ia tidak pernah dipaksa dan
ia tidak pernah dijatuhi hukuman atau pemukulan seandainya ia tidak
bersembahyang . Jika seseorang berpuasa ia bebas melakukannya dan tidak
seseorangpun yang memukulnya bila ia tidak melakukannnya. Tidak pernah
Rasulullah SAW melakukan pemaksaan terhadap pelaksanaan shalat, puasa
ataupun haji.

Hanya saja dalam hal pembayaran zakat pernah dilakukan pemaksaan dengan
alasan zakat adalah semacam kewajiban bagi setiap warganegara yang
didalamnya ada hak publik . Zakat adalah semacam pajak yang dikumpulkan oleh
setiap pemerintahan manapun melalui pemaksaan. Dimana Islam memperkenankan
penggunaan paksaan , dimanapun diseluruh negeri diseluruh dunia ini juga
telah menggunakan pemaksaan itu. Jadi dalam hal ini bukanlah satu-satunya
ciri yang hanya dimiliki oleh Islam. Hal ini telah dipraktekkan secara umum
dan meluas diperbagai negara , dilakukan oleh penguasa manapun, seluruh
manusia dan hampir semua manusia bisa menerimanya dimanapun diseluruh dunia
ini dan telah ditetapkan sebagai hak-hak asasi manusia dan hak-hak
pemerintah yang telah sama-sama disepakati.

Jadi kalau masih saja orang-orang mengatakan bahwa Islam memberlakukan
keyakinan melalui pemaksaan yang demikian itu adalah sama sekali tidak
benar, sebab mereka tidak dapat mengetengahkan satupun contoh dimana dunia
tidak menerapkan pemaksaan sementara Islam memperkenankan pemaksaan itu.
Kita tidak akan menemukan hal itu diseluruh dunia, dan apabila kita memahami
ketatanegaraan , dimana ia diterapkan dan juga batasan-batasannya maka
barulah kita bisa memahami hal tersebut dimana Islam adalah etika kehidupan
yang perfect , lengkap dan sempurna yang juga berbicara mengenai
urusan-urusan negara. Dan didalam ketatanegaraan dimana saja diseluruh
dunia ini kita akan menemukan sebuah elemen pemaksaan dan falsafah pemaksaan
dalam urusan-urusan kenegaraan yang juga mengandung visi kebebasan.

Untuk menegakkan kemerdekaan dan untuk menegakkan kebebasan dalam koridornya
masing-masing tak bisa tidak memang dibutuhkan adanya pemaksaan dengan
tujuan bukan untuk merampas hak-hak orang lain , melainkan untuk
mengembalikan hak-hak seseorang yang dirampas oleh orang lain. Bila hak-hak
suatu masyarakat secara kolektif telah diirampas oleh kelompok lain ataupun
orang lain, maka untuk mengembalikan kembali kepada sipemiliknya maka
diperlukan pemaksaan oleh pemerintahan suatu negara. Ketika peraturan dan
ketetapan ditentukan dengan jelas mengenai hak-hak individu dan kelompok ,
maka sejak itulah lahirnya ketatanegaraan . Dan pemaksaan itu dapat saja
nampak seperti pemaksaan dan campur tangan atas hak hak orang lain , namun
pada hakikatnya untuk menegakkan hak-hak lah pemaksaan itu digunakan, bukan
untuk merampas hak-hak.

Jadi cita-cita atau pandangan sebagian Ulama-Ulama Islam Fundamentalis bahwa
untuk penerapan syari’at Islam diperlukan pemaksaan politik menandakan
suatu kebingungan belaka atau kalau tidak tentulah mereka dengan sengaja
berbuat begitu untuk tujuan memperoleh kekuasaan atas diri orang lain dan
ingin menjadi dogmatis tanpa merasa perlu untuk bertoleransi dalam urusan
keagamaan dengan mengemukakan pandangan pribadi mereka mengenai Al-Qur’an.
Jika hal tersebut dilakukan dengan sengaja , maka tindakan demikian adalah
sangat jahat. Bagaimanapun juga apakah hal tersebut dilakukan secara
terbuka atau secara sembunyi-sembunyi , hakikatnya tetap saja bahwasanya
noda telah ditempelkan kewajah Islam oleh para Ulama itu sendiri, pada hal
yang demikian itu sama sekali sangat asing dalam Islam.

Maulana Maududi sendiri bahkan tanpa malu-malu mengatakan bahwa Rasulullah
SAW telah menggunakan apa saja yang beliau miliki melalui argumentasi ,
dengan kekuatan qudsyiah, tindakan persuasive , namun beliau SAW sama sekali
telah gagal memperoleh pengikut. Tetapi (selanjutnya argumen itu mengatakan)
, ketika beliau mengangkat pedang , beliau membuat orang mengerti , beliau
mengenyahkan keragu-raguan dan mereka mulai melihat cahaya dibawah kilauan
pedang Rasulullah SAW..( Lihat Maududi, Al- Jihad Fil Islam halaman
137-138) .

Dari keterangan Maududi ini seolah-olah yang sedang berbicara tentang
Rasulullah SAW ini adalah seorang musuh Islam. Dan gambaran Rasulullah SAW
yang seperti inilah yang sering dilukiskan oleh para Orinetalis dimana
seorang Pendiri Agama yang memegang pedang ditangan kanan dan Al-Qur’an
ditangan yang lain sembari mengumandangkan seruan .”maka berimanlah kepada
Al-Qur’an atau pedang akan bertindak dan anda akan dibuat beriman!

Konsep ini jelas benar-benar berlawanan dengan Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah SAW dan merupakan penodaan atas kesucian Islam yang dilakukan
demi kepentingan pribadi. Kebanyaakan Para Ulama melalui pendekatan dogmatis
mereka berkeinginan untuk mendapatkan kekuatan politik dan memaksakan
pandangan mereka sendiri kepada orang lain.

Naudzubillah min dzalik! Dan Mudah-mudahan tidak akan terjadi negeri kita
yang tercinta ini.

Koto nan Ompek, 4 Juli 2006
Post Reply