Re: saya anak kyai ndeso..... nantamg smua atheis di sini
Posted: Fri Oct 02, 2009 5:42 am
by kuwotkuwotan
Abdul, terima kasih atas perhatiannya..Alhamdulillah, aku nggak babak belur khok. Orang itu kalau babak belur bisanya hanya ngumpat ngalor ngidul sak karepe dewe. Dan Alhamdulillah juga mukaku memang pernah merah2…tapi kalau kena lipstick he..he… Kalau karena forum ini..insha Allah yaa enggak lah. Udah biasa kok Dul menghadapi situasi seperti ini. Asal tahu saja, tahun 80-an sampai 90-an aku pernah ngurusi pasien-pasien RSJ. Jadi ya nggak kaget lah..
Oke teman-teman..sebenarnya saya sibuk banget ngopeni anak-anak didik..Tapi baiklah..demi membantu kesembuhan kalian..aku sempatkan diri untuk menjawab tanggapan-tanggapan kalian.
Bismillahirrahmaanirrahiem. Alhamdulillahi Robbil ‘aalamien. Allahumma sholli wa sallim ala sayyidinaa Muhammadin wa’ala aalihi wa shohbihi wa baarik wa sallam…
Ada dua hal yang nampaknya kalian kurang faham. Pertama adalah norma kebenaran. Dan kedua adalah persepsi social. Maksud saya dengan Norma kebenaran ini adalah perangkat nilai untuk menentukan sesuatu dianggap benar. Berdasarkan sumber-sumber Hukum Islam, maka norma-norma dasar kebenaran terumuskan dengan 6 hal yang saya sebutkan di atas. Artinya, sesuatu jika tidak masuk dalam enam katagori di atas, mestilah ia tidak perlu di salahkan. Tidak membahayakan agama, tidak membahayakan nyawa dst. Dan ini berlaku universal setiap masa dan tempat. Sedangkan persepsi social adalah tanggapan individu atau kelompok tertentu kepada sebuah obyek bukan berdasarkan pada nilai benar atau salah, tapi pada “pantas” atau “tidak pantas”. Karena itulah, persepsi social ini bersifat tidak universal. Hanya berlaku untuk sebuah kelompok atau individu tertentu. Atau pada era tertentu.
Misalnya, di lingkungan saya, jika seseorang ditawari makanan kemudian ia langsung menerima dan memakannya, maka perilaku ini dianggap tidak etis. Karena dalam persepsi kami, hal ini menunnjukkan sifat serakah dan suka makan. Tapi kami tidak menganggapnya sebagai sebuah kesalahan. Karena kami tahu, persepsi ini adalah persepsi subyektif. Sebaliknya, di tempat-tempat tertentu, jika seseorang menolak tawaran untuk makan, hal ini dianggap sebagai sikap yang tidak menghargai. Tapi bisa jadi mereka tidak menganggap itu sebagai sebuah kesalahan. Apa yang kalian sampaikan setelah saya menyampaikan 6 kriteria kesalahan di atas hanyalah perspsi social kalian .
Jika kalian mengatakan bahwa pernikahan seseorang yang dewasa dengan wanita berusia 9 tahun atau belasan tahun tidak lazim untuk era sekarang dan ditempat kalian, saya katakan benar. Demikian juga orang-orang Arab pada masa lalu. Mereka menganggap membiarkan wanita hingga berusia di atas 17 tahun sebagai sesuatu yang tidak lazim. Karena itulah, mereka menikahkan anaknya pada usia-usia yang sangat muda. Dan ini bukan hanya terjadi di dalam lingkup kebudayaan Arab. Saya pernah melihat foto Patih Bali yang memimpin perlawanan terhadap Belanda ( kalau nggak salah di gatra atau tempo tahun 90-an ) dengan istrinya yang berusia sekitar 10-an tahun. Nenek saya dulu menikah dalam usia 13 tahun. Dan saat itu sangat umum dalam tradisi jawa. Karena itulah, sangat arogan jika kita mengatakan apa yang mereka lakukan sebagai sebuah kesalahan.
Tapi jika kalian mengatakan sebagai sebuah kesalahan hanya karena tidak sama dengan persepsi social kalian, maka saya katakan ini adalah sebuah arogansi persepsi dan pandangan yang tidak berdasar. Karena dalam hal ini anda telah menjadikan persepsi anda sebagai “hakim” dengan tanpa memperhatikan dan menghargai persepsi lain. Untuk memutuskan dan menilai sesuatu itu “salah’, maka harus dijelaskan kerugian apakah yang timbul dari suatu tindakan. Tentang keputusan MUI dan Depag yang membatasi usia pernikahan, saya katakana bahwa dalam Islam sesuatu yang bessifat “mubah” ( boleh ) diizinkan untuk dibatasi jika ada alas an-alasan social tertentu. Misalnya, seseorang sebenarnya secara hukum boleh bergaya hidup mewah. Namun karena alas an-alasan social tertentu, misalnya agar tidak menimbulkan kecemburuan social, maka pemerintah boleh untuk membatasi pola hidup seseorang. Seperti yang dilakukan Khalifah Umar bin Khaththab terhadap para pejabatnya. Demikian juga dengan usia pernikahan. Walaupun secara agama boleh, namun karena pertimbangan-pertimbangan social ( seperti masalah perizinan sekolah ), kebolehan tersebut bisa dibatasi. Gitu dulu yaah..Semoga Allah membimbing kalian menuju jalan yang diridhoiNya. Washollallohu ‘ala Sayyidinaa Muhammadin wa ‘alaa aalihi washohbihi wa baaroka wa sallam..Walhamdulillahi robbil alamiin….
Re: saya anak kyai ndeso..... nantamg smua atheis di sini
Posted: Sun Oct 04, 2009 1:32 am
by MasTom
MasTom wrote:
aisyah nggak mungkin bertubuh raksasa - sydnrome gigantilis
karena terbukti ada hadis-hadis yang menunjukkan kecerdasannya
satu kemungkinan lainnya adalah
muhammad bertubuh kuntet, 150 cm atau kurang
agar serasi dengan tinggi aisyah
seng-su wrote:
HMMMMM...
Jadi ini tho alasan seorang kakek berusia 53 thn ngincer anak kecil umur 6 thn...
ada lagi kok alasan kawin sama anak kecil -
ITUNYA MUHAMMAD PENDEK DAN KECIL
menderita sindrom TIDAK PERCAYA DIRI
terlalu sering dibuat malu diketawain sama perempuan gedhe (dewasa) dhi bekas nyonya besarnya khadijah
maklum status sebelumnya khan "piaraan" khadijah
setelah khadijah meninggal, terbuka kesempatan untuk menunjukkan EGO-nya
sehingga untuk memupuk kepercayaan diri
muhammad kawin banyak-banyak, perkosa banyak-banyak
untuk menunjukkan dirinya masih perkasa
bukti itunya kecil adalah dan tak percaya diri adalah:
1. suka nyiumin dan ngelus-elus "itunya" istrinya yang lagi haid ketimbang main dengan isteri lainnya
2. dengan isteri-isteri baru tidak berhasil bikin anak, kecuali dengan perempuan berstatus budak (lebih PD dengan budak)
Re: saya anak kyai ndeso..... nantamg smua atheis di sini
Posted: Sun Oct 04, 2009 5:02 pm
by kuwotkuwotan
Assalaamu ‘alaa manittaba’al hudaa…!
Bismillahirrohmaanirrohiim. Alhamdulillahirobbil ‘alamien ‘ala jamii’in ni’am. Wash sholaatu wassalaamu ‘alaa Sayyidina wa Nabiyyina Muhammad..ArsalahuLloohu rohmatan li jamii’il anaam wa ‘alaa aalihi wasallam .
Pertama saya menyampaikan simpati dan penghargaan kepada Mas Daniel 99 dan Mbak Jameela..Anda menunnjukkan sikap santun dan saya yakin..anda orang berpendidikan. Yang pasti anda bukan termasuk orang yang layak masuk RSJ…Sekali lagi terimalah salam hangat saya..
Kedua, saya akan menanggapi permintaan Mas Daniel 99, adakah bukti kebiasaan menikahkan gadis di bawah umur dalam tradisi Islam/sebelum Islam ? Anda bisa melihat hal ini di kitab Ahkamul Qur’an Juz I hal. 404-405, Tafsier Ibnu Katsir Juz 1 hal.554-555. Ada sebuah buku, Az Zawaaj Al Mubakkir karya Ummu Aisyah yang menyebutkan nama-nama mereka yang menikah dini sebelum dan sesudah Sayyidatinaa Aisyah RodhiaLlohu ‘anhaa.
Di samping sumber-sumber di atas, ada satu hal yang jika kita cermati akan menunjukkan bahwa pernikahan dini itu menjadi hal yang sangat umum dalam masyarakat Arab, dan kawasan sekitarnya ( Syiria/Romawi, Persia dan Habsyi/Etheopia ). Hal yang saya maksudkan adalah bahwa dalam rangka menghalangi dakwah Islam, orang Qurays menggunakan segala cara agar orang meninggalkan Islam. Di antaranya adalah mereka membuat isu berbagai macam isu untuk menghantam dakwah. Seperti mengatakan bahwa RasuluLloh shollallhohu ‘alayhi wa aalihi wa sallam dukun, tukang sihir, gila dan lain-lain. Namun satu hal yang menarik adalah bahwa mereka tidak menjadikan pernikahan dengan Aisyah RodhiaLlohu ‘anhaa sebagai amunisi untuk menghantam Islam. Sama sekali tidak ada suara miring dari kalangan Quraisy terhadap pernikahan RasuluLloh shollallhohu ‘alayhi wa aalihi wa sallam dengan Aisyah RodhiaLlohu ‘anhaa. Ini menunjukkan bahwa pernikahan tersebut di mata Bangsa Arab bukanlah sebuah aib karena hal ini biasa terjadi di kalangan mereka.
Ketika Raja Najashi dari Etheopia menampung kaum muslimin yang hijrah ke sana dalam rangka menghindari tekanan kaum Quraisy, maka kaum Quraish mengirimkan seorang diplomat yang licin bernama Amru bin Ash. Diplomat ini di hadapan Najashi berusaha meyakinkan agar kaum muslimin diusir dan dikembalikan ke Makkah. Dalam hal ini Amru mengangkat berbagai isu untuk mendiskreditkan kaum muslimin. Namun yang menarik adalah bahwa di antara banyak isu yang di angkat tersebut, tidak disebutkan isu pernikahan RasuluLloh shollallhohu ‘alayhi wa aalihi wa sallam dengan Aisyah RodhiaLlohu ‘anhaa. Ini artinya adalah bahwa isu tersebut tidak dianggap sebagai aib bagi Najashi karena hal ini lumrah dalam masyarakat Habshi/Etheopia. Kejadian ini terjadi setelah pernikahan yang anda anggap controversial tersebut ( Lihat, Rijaal hawlar Rosuul shollallhohu ‘alayhi wa aalihi wa sallam shollallhohu ‘alayhi wa aalihi wa sallam hal. 268-269 ). Ketika Abu Sufyan, yang saat itu masih menjadi musuh utama Islam, diinterogasi oleh Kaisar Heraclius tentang Islam ( kejadian ini setelah pernikahan Aishah RodhiaLlohu ‘anhaa ), ia sama sekali tidak menyebutkan isu pernikahan Aishah RodhiaLlohu ‘anhaa sebagai pintu masuk untuk mendeskriditkan Islam ( Lihat Shahih Bukhari Juz I ). Hal ini menunjukkan bahwa Abu Sufyan menyadari bahwa bahwa isu tersebut tidak dianggap sebagai aib oleh Kaisar karena hal ini lumrah dalam masyarakat Syiria/Romawi. Ketika Kaisar Persia menerima utusan Islam, mereka mencaci dan merendahkan utusan tersebut dengan menghina bangsa Arab. Namun satu pun di antara cacian Sang Kaisar yang menyebutkan kebiasaan sebagian kalangan Arab untuk menikahkan anak di usia dini ( Lihat, Umar bin Khoththob oleh Muhammad Husein Haikal ). Hal ini sekali lagi menjadi indikasi bahwa bangsa Persia menganggap pernikahan dini bukan sebagai aib. Perlu dicatat, bahwa Bangsa Romawi, Persia, dan Habsyi sudah sangat mengenal kebudayaan Arab. Di antara mereka sering terjadi kontak dagang dan gesekan politik. Bahkan Persia dan Habsyi pernah menduduki bagian dari Jazirah Arab. Sedangkan di Arab utara, Persia dan Romawi masing-masing memiliki Negara bawahan dari kalangan suku Arab.
Karena itulah, sangat tidak bijaksana jika kita menjadikan persepsi social masyarakat sekarang sebagai standar untuk menilai persepsi social masyarakat pada masa yang lain. Ini selain menunjukkan kedangkalan ilmu, juga menunjukkan kepicikan cara berfikir. Karena setiap masa dan tempat mesti memiliki persepsi social masing-masing. Dan yang lebih jelas menunjukkan kepicikan seseorang adalah ketika ia menjadikan persepsi pribadinya sendiri untuk menilai benar atau salah sesuatu. Bukan dengan nalar yang sehat sebagaimana telah saya sampaikan pada 6 kriteria di atas.
Satu hal lagi yang perlu anda ingat adalah bahwa aisyah bukanlah anak imut2. Ia wanita yang memiliki postur tubuh besar untuk ukuran kita dan matang. Hal ini terlihat keterlibatan beliau dalam perang Badar ( saat Sayyidah Aisha berumur 10 thn ) dan Uhud ( saat Sayyidah Aisha berumur 10 thn ) sebagai team perawat. ( lihat, Shahih Muslim, Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab karahiyati'l- isti`anah fi'l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika
menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang
Badar, mengatakan: "ketika kita mencapai Shajarah". Dari pernyataan
ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar.
Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam
Bukhari (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab Ghazwi'l-nisa' wa
qitalihinnama` a'lrijal) : "Anas mencatat bahwa pada hari Uhud,
Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,]
Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan
sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan
tsb].". Sudah tentu, hal ini menunjukkan bahwa Aisha bukanlah wanita yang kekanak-kanakan sebagaimana sekarang.
Sebagai pelengkap uraian saya, saya sampaikan bahwa pernikahan sayyidah Aishah pada usia 9 tahun bukanlah harga mati. Artinya, riwayat ini masih simpang siur. Saya sampaikan pendapat sebagian ulama yang mengatakan bahwa Sayyidah Aisha menikah bukan pada usia 9 tahun Tapi lebih. Beberapa hadist (tradisi Nabi) yang menceritakan mengenai umur Aisyah
pada saat pernikahannya dengan Nabi, hadist-hadist tersebut sangat
bermasalah. Saya akan menyajikan beberapa pendapat dan analisa tersebut sebagai berikut,
Bukti #1: Pengujian Terhadap Sumber
Sebagian besar riwayat yang menceritakan hal ini yang tercetak di
hadist yang semuanya diriwayatkan hanya oleh Hisham ibn `Urwah, yang
mencatat atas otoritas dari bapaknya, yang mana seharusnya minimal 2
atau 3 orang harus mencatat hadist serupa juga. Adalah aneh bahwa tak
ada seorangpun yang di Medinah, dimana Hisham ibn `Urwah tinggal,
sampai usia 71 tahun baru menceritakan hal ini, disamping kenyataan
adanya banyak murid-murid di Medinah termasuk yang kesohor Malik ibn
Anas, tidak menceritakan hal ini.
Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, di mana Hisham
tinggal disana dan pindah dari Medinah ke Iraq pada usia tua.
Tehzibu'l-Tehzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi
catatan para periwayat hadist, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat : "
Hisham sangatbisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali
apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq "
(Tahzi'bu't- tehzi'b, Ibn Hajar Al-`asqala'ni, Dar Ihya al-turath
al-Islami, 15th century. Vol 11, p.50).
Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat
Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq: " Saya pernah diberi tahu
bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq"
(Tehzi'b u'l-tehzi'b, IbnHajar Al- `asqala'ni, Dar Ihya al-turath
al-Islami, Vol.11, p. 50).
Mizanu'l-ai` tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup pada
periwayat hadist Nabi saw mencatat: "Ketika masa tua, ingatan Hisham
mengalami kemunduran yang mencolok" (Mizanu'l-i` tidal, Al-Zahabi,
Al-Maktabatu' l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).
KESIMPULAN:
berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham sangatlah buruk dan
riwayatnya setelah pindah ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya,
sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak
kredibel.
KRONOLOGI: Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting
dalam sejarah Islam:
Pra-610 M: Jahiliyah (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu
610 M: turun wahyu pertama Abu Bakr menerima Islam
613 M: Nabi Muhammad mulai mengajar ke Masyarakat
615 M: Hijrah ke Abyssinia.
616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam.
620 M: dikatakan Nabi meminang Aisyah
622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Medina
623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah
Bukti #2: Meminang
Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and Ibn
Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada
usia 9 tahun.
Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: "Semua anak Abu Bakr (4
orang) dilahirkan pada masa jahiliyahh dari 2 isterinya "
(Tarikhu'l-umam wa'l-mamlu'k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50,
Arabic, Dara'l-fikr, Beirut, 1979).
Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah tangga
tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah
dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah
seharusnya dilahirkan pada 613M, Yaitu 3 tahun sesudah masa Jahiliyahh
usai (610 M).
Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat Jahiliyah.
Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah
berumur 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami
kontradiksi dalam periwayatannya.
KESIMPULAN: Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah.
Bukti # 3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah
Menurut Ibn Hajar, "Fatima dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali,
ketika Nabi saw berusia 35 tahun… Fatimah 5 tahun lebih tua dari
Aisyah" (Al-ishabah fi tamyizi'l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol.
4, p. 377, Maktabatu'l- Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978) .
Jika Statement Ibn Hajar adalah factual, berarti Aisyah dilahirkan
ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia
Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.
KESIMPULAN: Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal kontradiksi
satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia
7 tahun adalah mitos tak berdasar.
Bukti #4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma'
Menurut Abda'l-Rahman ibn abi zanna'd: "Asma lebih tua 10 tahun
dibanding Aisyah (Siyar A`la'ma'l-nubala' , Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289,
Arabic, Mu'assasatu' l-risalah, Beirut, 1992).
Menurut Ibn Kathir: "Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah]"
(Al-Bidayah wa'l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikr
al-`arabi, Al-jizah, 1933).
Menurut Ibn Kathir: "Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H,
dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut iwayat lainya, dia
meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau beberapa hari lebih dari 20
hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari
kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun"
(Al-Bidayah wa'l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr
al-`arabi, Al- jizah, 1933)
Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: "Asma hidup sampai 100 tahun dan
meninggal pada 73 or 74 H." (Taqribu'l-tehzib, Ibn Hajar
Al-Asqalani, p. 654, Arabic, Bab fi'l-nisa', al-harfu'l-alif, Lucknow).
Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua dari Aisyah
berselisih usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia
tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah
622M).
Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah
berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi,
Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada taun dimana Aisyah
berumah tangga.
Berdasarkan Hajar, Ibn Katir, and Abda'l-Rahman ibn abi zanna'd, usia
Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau
20 tahun.
Dalam bukti # 3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun dan
dalam bukti #4 Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri dengan
pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar
? 12 atau 18..?
KESIMPULAN: Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia Aisyah.
Bukti #5: Perang BADAR dan UHUD
Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr
dijabarkan dalam hadist Muslim, (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab
karahiyati'l- isti`anah fi'l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika
menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang
Badar, mengatakan: "ketika kita mencapai Shajarah". Dari pernyataan
ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar.
Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam
Bukhari (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab Ghazwi'l-nisa' wa
qitalihinnama` a'lrijal) : "Anas mencatat bahwa pada hari Uhud,
Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,]
Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan
sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan
tsb]."
Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang
Uhud dan Badr.
Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu'l-maghazi, Bab Ghazwati'l-khandaq wa
hiya'l-ahza' b): "Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak
mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu
Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15
tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb."
Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 tahun
akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perang, dan (b)
Aisyahikut dalam perang badar dan Uhud
KESIMPULAN: Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas
mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi
minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut
menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk
membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti
lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.
BUKTI #6: Surat al-Qamar (Bulan)
Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke delapan
sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah
tercatat mengatakan hal ini: "Saya seorang gadis muda(jariyah dalam
bahasa arab)" ketika Surah Al-Qamar diturunkan(Sahih Bukhari,
Kitabu'l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa'l-sa`atu
adha' wa amarr).
Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum
hijriyah(The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa
surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. jika Aisyah memulai
berumahtangga dengan Rasulullah pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M,
Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah in Arabic) pada saat Surah
Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat diatas, secara aktual tampak
bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang baru lahir
ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih suka
bermain (Lane's Arabic English Lexicon).
Jadi, Aisyah, telah menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah
berusia 6-13 tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar, dan oleh karena
itu sudah pasti berusia 14-21 tahun ketika dinikah Nabi.
KESIMPULAN: Riwayat ini juga mengkontra riwayat pernikahan Aisyah yang
berusia 9 tahun.
Bukti #7: Terminologi bahasa Arab
Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri
pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan
menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepadanya tentang
pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: "Anda dapat
menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah
(thayyib)". Ketika Nabi bertanya tentang identitas gadis tersebut
(bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah.
Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr
dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun.
Kata yang tepat untuk gadis belia yang masih suka bermain-main adalah,
seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah. Bikr disisi lain, digunakan
untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan
pengalaman dengan pernikahan, sebagaimana kita pahami dalam bahasa
Inggris "virgin". Oleh karena itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9
tahun bukanlah "wanita" (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p.
.210,Arabic, Dar Ihya al-turath
al-`arabi, Beirut).
Kesimpulan: Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist diatas
adalah "wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam
pernikahan." Oleh karena itu, menurut pendapat ini, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada
waktu menikahnya. Terlepas apapun kenyataannya, yang jelas pernikahan Sayyidah Aisyah tidaklah tepat untuk menjadikan Islam sebagai sesuatu yang "salah".
Demikian tanggapan saya. Selanjutnya, untuk duren, sebelumnya saya minta maaf, saran saya mendingan anda diam nggak usah kasih komen dari pada komen anda dijadikan ketawaan anak-anak MI. Anda Tanya deh sama anak-anak itu siapa ibunya Imam Hasan dan Imam Husain ‘alayhimassalaam. Buku yang anda jadikan referensi mendingan anda jual saja pada penjual nasi. Biar untuk bungkus. Untuk yang lain-lain, sikap kasar kalian justru menunjukkan bahwa kalian orang yang tidak berpendidikan. Malah bisa jadi mereka menilai kalian sebagai orang yang melarikan diri dari RSJ. Apa sih susahnya bersikap santun ?
Buat Mbak Jameela, tentang pertanyaan anda, saya mohon maaf karena masih ada kesibukan, kali ini belum bisa menjawab. Tapi silahkan anda menghubungi email saya di atas. Atau silahkan add saya ( Deskof Zakaria ) di FB. Semoga kita bisa saling belajar lebih baik tentang Islam. Untuk yang lain..saya cukup terbuka untuk berdialog dengan anda. Silahkan hubungi saya untuk diskusi lebih lanjut tentang Islam. Insha ALloh saya siap melayani anda, baik lewat tulisan atau tatap muka langsung. Semoga Alloh menunjukkan kita ke jalan yang diridhoinya…WashollaLlohu ‘ala Sayyidinaa Muhammadin wa ‘alaa aalihi washohbihi wa sallam…