suara_hati wrote:HF,
Mengenai “mencungkil mata” dalam qisas, saya rasa teman kita Silancah tidak sebodoh itu. ... deleted....Hukuman Muhammad ini jauh lebih barbar dibanding hukum Allah yang juga barbar untuk kasus itu seperti di nyatakan di Q5:33. Di hukum Allah ini, tidak ada “mencungkil mata”. Juga tidak ada “memotong kedua tangan dan kedua kaki secara bersamaan”.
dari tulisan kau di atas, nampaknya kau tdk mengerti bahwa Quran 5:33 turun setelah eksekusi terjadi. sepertinya kau beranggapan Muhammad tdk memperdulikan ayat tsb dan lebih condong menghukum dgn hukuman selera beliau.
benar begitu ? ... silakan jelaskan supaya saya ga salah terka.
Q 5 :33 memang tidak bicara hukum Qisos, akan tetapi hukum Memerangi Allah dan rasul Nya. Q 5:33 menjelaskan bahwa kasus banu Ukl adalah bukan kasus Qisos atau pidana umum akan tetapi kasus peperangan, shg tidak ada yg namanya potong tangan (hingga maksimal tangan dan kaki), cukil mata balas cukil mata, serta bunuh balas bunuh. yang ada 4 opsi hukuman spt tercantum dalam ayat tsb.
hanya saja yang coba saya tekankan adalah Muhammad menjatuhi hukuman pada banu ukl bukan tanpa dasar, Muhammad hanya salah menganggap perbuatan banu ukl itu sbg pidana umum, padahal menurut Allah bukan demikian, akan tetapi sbg memerangi Allah dan Rasul.
Bukankah saya hanya minta Silancah untuk membandingkan Allah dan Muhammad di 5:33/38 itu dengan apa yang dinyatakan di 5:28?
Apa anda ingin bilang bahwa Muhammad memang jauh dibawah standard Habil?
Komentar-komentar anda itu menunjukkan betapa “holistik”nya pemahaman anda dalam menyikapi suatu isu.
sorry, tapi saya memang tidak melihat korelasi ayat tsb dgn apa yag sedang dibahas. apa dalam cerita habil ada unsur perbuatan pidana dan hukuman bagi terpidana ?? ... buat perbandingan itu dgn yang sederajat kasusnya.
Qisas adalah hukum barbar.
Anda tentu mengenal arti kata “memaafkan”. Saya tahu gampang ngomongnya, tapi sulit melaksanakannya, apalagi untuk memaafkan perbuatan biadab.
Mampu “memaafkan” itulah benchmarknya. Itu yang seharusnya kita, manusia tuju. Kalau ada perbuatan orang gila kita balas dengan perbuatan gila, sama saja kita menjadi gila seperti mereka.
kalo masalah memaafkan, Allah juga mengiming-imingi keluarga korban dgn ampunan dosa atau keutamaan jika sanggup melakukannya. tetapi memaafkan itu pilihan bukan kewajiban, pada dasarnya hak manusia jika HAK nya diambil dia berhak mengambilnya kembali setara dgn apa yg telah diambil. itulah Qisos. kalo HAK itu ente tiadakan maka tidak ada keadilan di sana. sederhananya "orang boleh ambil hak hidup kita, tapi kita tak boleh ambil hak kita yang terambil".
hukum harus bersifat universal. ente boleh bersuka hati thd orang yang dianiaya kemudian memaafkan penganiayanya, dan itu bisa dihitung jari, bagaimana dgn orang yang menuntut hak balas yang bisa gue jamin mayoritas manusia begitu ..
Hukum Allahmu melegalkan itu, mengijinkan manusia untuk melampiaskan “sifat” setannya.
Saya yakin anda tidak akan segila itu untuk memilih “jiwa untuk jiwa, mata untuk mata, hidung untuk hidung dsb” jika di beri pilihan qisas. Ada pilihan untuk memaafkan. “Barangsiapa yang melepaskan (hak) nya, maka melepaskan hak itu penebus dosa baginya”. Sekali lagi, Inilah benchmarknya. Bagi orang gila, biadab, kejam, tentu akan sangat sulit memilih "memaafkan". Dan hukum Allahmu ini memberi peluang bagi mereka untuk mengumbar kebiadaban, untuk menyalurkan rasa sakit hati mereka.
betul, tepat sekali memaafkan atau tidak adalah PILIHAN keluarga korban. memaafkan bukan kewajiban. apa ente setuju memaafkan bukan kewajiban ?
HAK MEMBALAS itu bisa mensuggesti manusia untuk TIDAK bertindak sewenang-wenang thd HAK ORANG LAIN. spt hak hidup, hak tidak dianiaya dsb.
dan rupanya anda mulai mengerti bahwa putusan eksekusi jadi atau tidak jadi bukan kehendak Hakim atau pemerintah akan tetapi kehendak keluarga korban. tugas hakim ataua pemerintah hanya menjalankan apa yang menjadi keinginan keluarga korban, meminta haknya kembali yg direnggut atau memaafkannya. dan dalam hal ini Nabi saw bukanlah keluarga korban, dia hanya hakim dan pemerintah saat itu.
Head Fixer wrote:sekarang saya ingin tau ente yg ngaku pejuang perikemanusia, bagaimana cara ente bicara dgn keluarga korban ..
Kalau mereka muslim, saya akan menyarankan mereka untuk melepaskan hak qisasnya. Sesederhana itu.
kok menyarankan ?... kalo menyarankan masih terbuka peluang keluarga korban tidak menerima saran sodara. yg tegas donk. misalkan mengharamkan membalas. bagaimana ?
atau mensuggesti orang2 untuk mengulangi tindakan2 serupa, karena tindakan kejam mereka tak akan dibalas.
banyak pakar hukum berkata "hukuman yang ringan menyebabkan tindakan kejahatan serupa terulangi"
hukum yang baik adalah hukum yang memberi efek jera dan takut berbuat... lagi2 ini alasan kenapa Gue melihat kehebatan Islam