end final wrote:
mau bukti ?
Alkitab
Imamat 18:23 Janganlah engkau berkelamin dengan binatang apapun, sehingga engkau menjadi najis dengan binatang itu. Seorang perempuan janganlah berdiri di depan seekor binatang untuk berkelamin, karena itu suatu perbuatan keji.
sekarang tunjukkan ayat alquran yang melarang ngesex dgn binatang. (bukan hadits atau dalil2 ulama. saya minta bukti ayat alquran)
silakan...........
Hahahaha kalau gitu sampeyan tentu setuju kalau segala sesuatu itu mesti harus ada larangan dari kitab dulu? Jadi jika sesuatu tindakan yang tidak ada larangan didalam kitab maka itu boleh dikerjakan?
Q 33:50
Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba2 wanita yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu.
SQ. 70:29-30: Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.
mengenai ayat di 33 dan 70 ayng sampeyan kutip, sepintas betul. Namun seandainya kita dibenarkan untuk mencari penfsiran/pemahaman yang tidak bertentangan dengan ruh Qur'an itu sendiri, maka saya melihatnya penyebutan "milkul yamiin" terpisah dari "azwaaj" yang berarti "pasangan-pasangan" (bukan hanya isteri-isteri), sekedar untuk memperjelas statusnya sebagai "mantan budak". Artinya, sebagimana saya jelaskan, bahwa penyebutan ini sebenarnya jangan lagi difahami sebagai budak, melainkan seseorang yang telah dimiliki secara sah dengan proses pernikahan. Sebab jika difahami bahwa mereka adalah budak, maka bagaimana sampeyan memahami kata "azwaaj" itu sendiri. Di mana kata ini diperuntukkan untuk kaum lelaki sekaligus untuk kaum wanita.
Nah, jika yang dimaksud menjaga kemaluannya adalah kaum wanita, lalu siapa milkul yamiinnya? Maka sampeyan bakalan Rumit memahaminye seperti saat ini.
Oleh sebab itu, diperlukan penafsiran dengan konteks Qur'ani. Penafsiran yang tidak hanya terbatas pada ayat itu sendiri, melainkan penafsiran yang mengakomodasi konteks Qur'an secara syamil.
Q 23:5
kecuali terhadap isteri2 dan budak2 wanita yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.
Konteks kalimat ini (yang tidak dikutip sepenuhnya) menjelaskan secara detail bahwa para pria Muslim diperbolehkan untuk melakukan hubungan seksual dengan para istri dan budak2 wanita.
Salah Copas nih ayat Bunyi 23:5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
Isi ayat yang lo copas udah gwa jawab diatas noh:
Q 24:33
Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu.
Kata budak disini juga sama dengan ayat yang sampeyan copas diatas, tetap menggunakan kata azwad, jadi jelas maksud ayat yang saya bold diatas adalah menjelaskan bahwa budak dari kaum laki-laki dan perempuan berhak untuk mengadakan perjanjian tentang kemerdekaan mereka, jadi mereka punya hak untuk membayar diri mereka supaya menjadi manusia merdeka, dan perjanjian itu adalah hasil uang yang diberikan majikan atas bantuan para budak, maka budak akan menabungkan uang-uang pemberian tuannya untuk menebus dirinya, dan ayat ini dilanjutkan dengan larangan menjadikan budak sebagai pekerja sek untuk mendapatkan uang agar budak wanita bisa menjadi orang merdeka.
Hadis2 Sahih Bukhari Vol. 7-#137
Dikisahkan oleh Abu al-Khudri:
"Kami mendapatkan tawanan2 wanita dari penjarahan perang dan kami melakukan coitus interruptus (pengeluaran sperma di luar tubuh wanita) dengan mereka. Maka kami menanyakan pada Rasul Allah tentang hal itu dan dia berkata,”Apakah kalian benar2 melakukan itu?” dan mengulangi pertanyaan ini tiga kali, “ Jika jiwa ditakdirkan untuk tidak ada, maka jiwa ini tidak akan menjelma menjadi ada, sampai di Hari Kebangkitan.’”
Hadis Sahih Bukhari Vol. 5-#459 [Hadis ini serupa dengan Hadis di atas, tapi keterangannya lebih lengkap]. Dikisahkan oleh Ibn Muhairiz:
Aku masuk ke dalam mesjid dan melihat Abu Khudri dan lalu duduk di sebelahnya dan bertanya padanya tentang coitus interruptus. Abu berkata, “Kami pergi bersama Rasul Allah untuk Ghazwa (penyerangan terhadap) Banu Mustaliq dan kami menerima tawanan2 perang diantara para tawanan perang dan kami berhasrat terhadap para wanita itu dan sukar untuk tidak melakukan hubungan seksual dan kami suka melakukan coitus interruptus. Maka ketika kami bermaksud melakukan coitus interruptus kami berkata: “Bagaimana kami dapat melakukan coitus interruptus tanpa menanyakan Rasul Allah yang ada diantara kita?” Kami bertanya padanya tentang hal ini dan dia berkata: “Lebih baik kalian tidak melakukan itu, karena jika jiwa (dalam hal ini jiwa bayi) manapun (sampai hari Kebangkitan) memang ditentukan untuk menjadi ada, maka jiwa itu pun akan ada.’”
Tak ada satu kumpulan Hadits pun berisi kesaksian yang mendasarkan tuduhan bahwa orang islam halal memperkosa tahanan peranga tersebut. Hanya ada satu saja yang ditemui di dalam kumpulan Hadits yang diriwayatkan dari Abu Sa'd al-Khudri yang sampeyan copas diatas yang mengatakan bahwa beberapa orang di antara prajurit kaum Muslimin berniat mengikat tali perkawinan sementara dengan beberapa perempuan yang mejadi tawanan perang dan menggunakan keluarga berencana alias coitus interruptus, bahkan tidak sedikit bukti bahwa mereka melakukan itu. Riwayat Abu Sa'd tersebut memang menceritakan absahnya 'azl, yakni keluarga berencana, dan tidak sekali-kali mengatakan bagaimana perempuan Bani Mustaliq diperlakukan yang bukan-bukan. Ini fakta karena memang terjadi sebelum datangnya Islam, ikatan perkawinan sementara diperbolehkan. Qur'an Suci mengakhiri semua itu, namun semua perbaikan itu berjalan setahap demi setahap tidak secara langsung dilarangkan. Qur'an Suci menerangkan tentang perkawinan dengan para perempuan tahanan perang, dan ayat yang dikutip di bawah ini menangkis tuduhan pemerkosaan terhadap tawanan perang atau perempuan yang tidak merdeka:
"Dan barangsiapa di antara kamu tak mampu membiayai perkawinan dengan perempuan merdeka yang mukmin, (baiklah ia menikah) dengan budak perempuan kamu yang mukmin, yang dimiliki oleh tangan kamu …. Maka dari itu nikahilah mereka dengan seizin majikan mereka, dan berilah mereka maskawin dengan pantas, mereka itu suci, tak melacur dan tak pula mengambil kekasih; lalu jika mereka bersalah karena berbuat zina setelah mereka menikah, mereka akan diberi hukuman setengah dari hukuman perempuan merdeka. Ini adalah bagi siapa di antara kamu yang takut terjerumus ke dalam kejahatan. Tapi jika kamu sabar (menahan diri), ini adalah baik bagi kamu. Dan Allah itu Yang Maha-pengampun, Yang Maha-pengasih". (4:25).
Sebagai hasil merawat perempuan Bani Mustaliq khususnya, maka ada bukti sejarah yang sangat jelas di semua Kitab Hadits, yakni mereka semua dibebaskan tanpa dibebani uang tebusan sebab salah seorang dari mereka, Juwariyah, dibebaskan dan dinikah oleh Nabi Suci shalallahu 'alaihi wasslaam
Ribuan bukti yang dimaksud sudah terjawab....hihihihi