KALBAR : Mualaf Tionghoa yang Terbuang dari Keluarga

Pembelaan bahwa Islam adalah ajaran dari Tuhan.
Post Reply
Laurent
Posts: 6083
Joined: Mon Aug 14, 2006 9:57 am

KALBAR : Mualaf Tionghoa yang Terbuang dari Keluarga

Post by Laurent »

08/10/07 20:46
Mualaf Tionghoa yang Terbuang dari Keluarga

Oleh Andilala

Tidak terlintas sedikit pun dalam benak A Meng alias Parlan (28) yang menjadi muslim sejak 2002 akan dikucilkan, bahkan tidak diakui oleh orangtua, sanak keluarga dan oleh lingkungan etnis Tionghoa.

Rongrongan demi rongrongan datang dari orang tua dan sanak keluarga ketika dirinya harus memutuskan akan keluar dari kepercayaan sebelumnya. Tetapi dengan keteguhan dan kemantapan yang ia yakini akhirnya dia memutuskan menjadi mualaf.

Meskipun harus "terbuang", terusir dari keluarga besarnya dan lingkungan sekitar yang tidak lagi menganggap A Meng yang dulu lagi, melainkan sosok manusia yang berubah setelah memeluk agama Islam menurut pandangan etnis Tionghoa.

Tetapi hari demi hari ia lewati dengan penuh duka. Berbekal baju "sehelai sepinggang", ia meninggalkan rumah dan sanak keluarga yang berada di Wajok Hilir, Kecamatan Siantan, Kabupaten Pontianak, Kalbar, yang berjarak belasan kilometer dari Ibu Kota Pontianak.

Ketika itu ia masih belum membina rumah tangga, sehingga sempat hidup terlunta-lunta tanpa tahu kemana hendak menjejakkan langkah kakinya untuk menyongsong masa depan.

"Saya waktu itu sempat tidur di sebuah masjid di kawasan Wajok Hilir dalam beberapa minggu, yang terkadang makan satu atau dua kali dalam sehari itu pun atas belas kasihan warga yang prihatin melihat kondisi saya," kata Parlan yang kini sudah mempunyai dua anak buah hati pernikahannya dengan Sumiati (25).

Karena ada warga yang prihatin melihat kondisinya, maka ia ditawarkan bekerja di sebuah perusahaan kayu, PT Liberty, di Wajok Hilir. Setelah mendapat pekerjaan, kondisinya lambat laun mulai membaik.

Hari demi hari ia lalui dengan penuh suka-cita sambil memperdalam agama Islam. Hingga tibalah ujian yang kedua yang ia alami yaitu ketika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran oleh pemilik perusahaan pada tahun 2005.

Ia salah satu dari ratusan karyawan yang terkena PHK, akibatnya Parlan harus banting stir untuk meneruskan hidupnya. Dalam masa sulit itulah ia bertemu dengan Sumiati yang kini menjadi pendamping hidupnya.

"Setelah saya kawin, lantas membuka usaha jual goreng pisang di kawasan Siantan, karena usaha yang ditekuni berjalan lancar, hingga kini saya masih berjualan goreng pisang, dan Alhamdulillah bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari," katanya.

Menurut dia, kisah etnis Tionghoa mualaf seperti yang ia alami, hampir terjadi di kebanyakan warga Tionghoa yang menjadi muslim. Karena itu, pengalaman pahitnya, hendaknya tidak dialami oleh orang lain yang memutuskan akan memeluk agama Islam.


Bagai berlian Kecil Tapi Berharga

Sementara menurut Chau Joe Him alias Amin Andika (43), mualaf Tionghoa hendaknya bisa menjadi berlian. "Walau pun kecil namun berharga di mata kaum muslim dan kalangan Tionghoa non-muslim.

Amin adalah sosok mualaf yang sangat berperan aktif dalam memberikan motivasi kepada para mualaf lain yang hidup dalam kesusahan akibat terbuang dari keluarga dan lingkungan karena berpindah keyakinan.

"Kami mualaf dari Tionghoa minoritas dari minoritas. Tetapi dari jumlah yang sedikit itu saya berharap bisa seperti berlian, biar kecil tetapi berharga di mata kaum muslim itu sendiri serta di kalangan Tionghoa yang non-muslim," kata Amin Andika, yang juga Ketua Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Kalimantan Barat.

Ia menjelaskan, para mualaf Tionghoa harus bisa membuktikan bahwa dengan berpindah keyakinan, bukan berarti putus segalanya. Melainkan lebih mempererat tali silaturahmi antarkeluarga yang tidak mungkin bisa dipisahkan.

Amin Andika lantas mempertanyakan, mengapa jika pindah agama selain Islam, bisa diterima di kalangan keluarga? Tetapi ketika berpindah ke agama Islam, ditolak keras oleh keluarga dan lingkungan. "Bahkan tidak sedikit dari kami yang tidak diakui sebagai anak oleh orangtuanya," kata pria berkulit putih tersebut.

Atas pertimbangan adanya penolakan dari keluarga dan sahabat itulah, PITI dibentuk sejak tahun 1986 di Kalbar. Misinya, tak lain adalah menggalang keutuhan beragama di kalangan mualaf dari Tionghoa yang memang sangat membutuhkan pertolongan dari kaumnya.

"Apalagi 95 persen dari sekitar 14 ribu mualaf dari Tionghoa adalah kalangan kelas sosial masyarakat menengah ke bawah. Ekonomi lemah atau miskin, karena kebanyakan yang masuk Islam diusir dari keluarga tanpa membawa harta benda," katanya.

Menurut pria yang memiliki kegemaran memelihara ikan hias itu, peranan PITI sangat dibutuhkan untuk membimbing para mualaf yang kehidupannya di bawah garis kemiskinan, sehingga mereka bisa memegang teguh pilihan yang telah mereka tentukan untuk masa depannya.

"Kondisi mualaf Tionghoa saat ini masih banyak yang hidup memprihatinkan, kita berharap mereka tidak dikucilkan dari keluarga hanya karena perbedaan aqidah," katanya pria dengan tiga putra itu.

Amin menyatakan, anggota PITI Kalbar saat ini sudah berjumlah 14 ribu umat. Sementara etnis Tionghoa berjumlah sekitar 12 persen dari total penduduk Kalbar yang mencapai 5 juta jiwa.

Ketua PITI yang juga seorang pengusaha ikan hias kelahiran Pontianak, 1964 silam, itu menaruh harapan besar agar teman-temannya, sesama Tonghoa muslim, kini mendapat tempat yang layak di lingkungan keluarga mereka.

Demi meningkatkan taraf kehidupan mualaf Tionghoa, Amin kini juga mempunyai berbagai usaha yang diperuntukkan bagi mualaf Tionghoa yang tergolong tidak mampu.

Bersama seorang istri, Sri Lianti (38) yang setia mendampingi, di usia yang memasuki setengah abad, Amin Andika, menyebarkan agama Islam di kalangan Tionghoa dan keluarga. Bersama tiga buah hatinya, Rihat Andika (17), Malsul Vernanta Andika (15), dan Insarel Andika (12), mereka tinggal di Jl Parit Haji Husin II, Kecamatan Pontianak Selatan.

Ia menceritakan, bagaimana pengalamannya ketika akan berpindah agama, yaitu dengan melakukan pendekatan kepada keluarga dan memberikan pengertian, dengan kepindahannya tidak akan merusak hubungan keluarga yang selama ini sudah terbina

"Saya berharap mualaf Tionghoa bisa diterima di kalangan etnis Tionghoa, sehingga tidak ada perbedaan di antara kita," katanya penuh harap.

Tidak Berbeda

Menanggapi ungkapan para mualaf Tionghoa itu, Ketua Majelis Adat Budaya Tionghoa (MABT) Kalbar, Erick S. Martio mengatakan, perbedaan kepercayaan merupakan kekayaan yang tidak ternilai harganya. Jangan sampai masyarakat memandang perbedaan kepercayaan dalam satu rumah tangga menjadi perpecahan, tetapi jadikanlah sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

Ia mengatakan, pandangan bahwa Tionghoa yang memutuskan memeluk agama Islam harus dikucilkan, suatu pandangan yang salah besar, karena tidak sedikit dijumpai saat ini, Tionghoa yang memeluk agama Islam.

"Bahkan tidak sedikit pengurus MABT yang beragama Islam. Semua agama sama yang penting bagaimana seseorang membawa dan mengamalkannya sehingga berguna bagi diri sendiri dan orang lain," kata Erick.

Sejak MABT didirikan tahun 2004, keanggotaannya memang dari kalangan Tionghoa, tetapi tidak ada batasan agama, siapa saja boleh masuk anggota asal dia dari etnis Tionghoa. "Kita tidak membedakan agama, bahkan MABT membantu salah satu kegiatan sosial PITI dalam memberikan bantuan sembilan bahan pokok bagi masyarakat tidak mampu," katanya.

Ia menyatakan, adalah penilaian yang salah besar kalau banyak orang memandang mualaf dari Tionghoa harus dikucilkan, bahkan agama Islam pertama kali dibawa ke Indonesia oleh Tionghoa.

Sebagai contoh bentuk kepedulian itu, ia wujudkan dengan ikut sertanya dalam kegiatan buka puasa bersama. "Saya tidak terusik dengan bulan Ramadan bagi umat muslim. Malah saya sering mengikuti buka bersama yang diselenggarakan oleh teman-teman mualaf," katanya.

Cerminan toleransi beragama juga sangat terasa di Pontianak saat ini. Sejumlah tokoh Tionghoa membuat acara khusus mengundang rekan, kolega, dan relasi untuk berbuka puasa bersama. Suasana sejumlah tempat makan di Kota Pontianak juga mewujudkan toleransi itu dengan memasang tabir penutup, sehingga tidak menyinggung warga yang sedang berpuasa.

Erick mengajak adanya warna-warni perbedaan itu sebagai kekayaan. Dan jangan melihatnya sebagai perbedaan yang pada akhirnya menjadi perpecahan. "Jadikanlah perbedaan sebagai wujud kebersamaan untuk membangun Kalbar di masa mendatang," katanya. (*)

Copyright © 2007 ANTARA

http://www.antara.co.id/arc/2007/10/8/m ... -keluarga/
User avatar
wachdie.jr
Posts: 1675
Joined: Tue Sep 20, 2005 8:19 am

Post by wachdie.jr »

kasian ya...nasib nya..hik..hik.hik, sampe ana mewek ni..

Ana boleh tau cerita dari sudut pandang keluarga nya ndak kenapa sampe dia diusir? :lol: :lol: :lol:
Apa gara-gara si A Meng pengen kawin ama si Sumiati ya?


Ana boleh tau apa yang telah dilakukan si A Meng sampe dia ditendang keluar dari daftar keluarga? Setau ana sistem kekeluargaan cina kuat sekaleee... walo satu orang pindah agama selama dia masih tetap memegang "budaya leluhur" ndak bakal sampe di usir...

Boleh dong jika ada cerita A Meng- A Meng yang laen...mo denger ne...
User avatar
babenya muhammad
Posts: 1788
Joined: Sun Jan 21, 2007 11:08 am

Post by babenya muhammad »

ya bgt lah kalo ud terjebak perempuan muslim.....

semoga si ameng bisa mengawini lagi 3 istri lainnya

Ana boleh tau cerita dari sudut pandang keluarga nya ndak kenapa sampe dia diusir? Laughing Laughing Laughing
Apa gara-gara si A Meng pengen kawin ama si Sumiati ya?
kalo ud masuk islam, ud past kebudayaan lama mesti ditinggalkan, pakai kebudayaan arab, belum tau gw sejarahnya islam toleransi dgn kebudayaan lain selain arab ?

kalau imlek harus mengucapkan selamat kepada ayah ibu, klo ud muslim, halam...
ditradisi china, keluarga adalah no 1, diislam keluarga boleh dibunuh demi islam
gimana gak diusir ???
NoeMoetz
Posts: 1372
Joined: Fri Dec 08, 2006 9:32 am
Location: Indonesia

Post by NoeMoetz »

wachdie.jr wrote: kasian ya...nasib nya..hik..hik.hik, sampe ana mewek ni..

Ana boleh tau cerita dari sudut pandang keluarga nya ndak kenapa sampe dia diusir? :lol: :lol: :lol:
Apa gara-gara si A Meng pengen kawin ama si Sumiati ya?


Ana boleh tau apa yang telah dilakukan si A Meng sampe dia ditendang keluar dari daftar keluarga? Setau ana sistem kekeluargaan cina kuat sekaleee... walo satu orang pindah agama selama dia masih tetap memegang "budaya leluhur" ndak bakal sampe di usir...

Boleh dong jika ada cerita A Meng- A Meng yang laen...mo denger ne...
Ameng melarang keluarganya buat makan babi....
Image
Laurent
Posts: 6083
Joined: Mon Aug 14, 2006 9:57 am

Post by Laurent »

bgm dgn yg ini

Imlek dan Eksistensi Muslim Tionghoa
Indonesia Media/ SUARA PEMBARUAN DAILY

Menghadirkan suasana dan budaya Tionghoa di dalam lingkungan masjid, bukan perkara yang mudah. Berbagai upaya termasuk penelitian ilmiah dan kajian budaya dilakukan untuk mendudukkan perayaan Imlek sebagai salah satu tradisi kebudayaan di Indonesia.

Pandangan Imlek sebagai ritual keagamaan sudah melekat erat dalam benak bangsa Indonesia. Sebaliknya bagi warga keturunan Tionghoa, Imlek tidak berarti ritual keagamaan yang hanya boleh dijalankan di klenteng maupun vihara. Imlek adalah sebuah tradisi yang lebih cocok dikaitkan sebagai budaya para petani di negeri Tiongkok saat menyambut musim semi.

Kalau terus dianggap sebagai salah satu ritual keagamaan atau hanya boleh dimiliki dan dijalankan penganut Kong Hu Cu dan Taoisme, maka sebagian warga Tionghoa yang menganut agama Nasrani, bahkan Islam, harus kehilangan tradisi itu.

Begitulah pandangan H Budi Satya Graha (64) Sekretaris Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Pusat. Lantas pada 2002, saat dia menjabat Ketua PITI Yogyakarta, dimunculkan gagasan perayaan Imlek di Masjid Syuhada, Yogyakarta.

Aneka pandangan kontroversial bermunculan saat itu. Semula pesertanya hanya 40-an orang. Tahun lalu, peminat Imlek di masjid melonjak sampai 200-an orang. Budi yang mualaf sejak 1983 itu yakin, meski dia keturunan Tionghoa dari keluarga besar beragama Buddha, ke-Islam-annya tidak diragukan. Dia banyak berguru pada kiai. Istrinya, Hj Lie Sioe Fen (52), saat ini menjadi Ketua PITI Yogyakarta, juga aktivis kemanusiaan yang selalu membawa bendera Muslimat. Bagi Lie, memperingati Imlek secara Islam bukan berarti men-Tionghoa-kan masjid atau sebaliknya. Memperingati Imlek dengan cara Islam sudah dilakukan sejak ia bersama suaminya masuk Islam pada 1983.

Imlek adalah penanda berakhirnya musim dingin dan tibanya musim semi. Bagi masyarakat Tionghoa yang mayoritas petani, musim dingin amat menyedihkan karena tak bisa bercocok tanam. "Begitu musim semi tiba, mereka menyambut dengan sukacita," papar Lie.

Budaya Leluhur

Menurutnya, Imlek bisa diperingati penganut agama apa saja. DPP PITI juga berpandangan begitu: Imlek bukan milik agama tertentu. Imlek merupakan budaya leluhur etnis Tionghoa untuk bersilaturahmi dengan keluarga.


Budi berprinsip, dia dan PITI hadir untuk menjembatani warga keturunan Tionghoa Muslim dengan masyarakat Muslim pada umumnya. "Sampai sekarang, Tionghoa Muslim masih dianggap aneh. Bahkan kalau ke masjid pun masih ada yang melirik. Padahal sejarah sudah membeberkan bahwa penyebaran Islam di Nusantara, tak bisa dilepaskan dari para pedagang Tiongkok," kata Budi.

"Orang Tionghoa di Indonesia itu takut kepada orang Muslim. Ini sebenarnya stereotipe dari penguasa terdahulu yang banyak membatasi aktivitas keturunan Tionghoa. Saat ini kami tampil membawa aspirasi itu," kata Budi yang pernah terjun ke panggung politik dan sempat menjadi wakil rakyat di DPRD DIY dari FPAN.

Tertarik ke politik? "Itu harus saya lakukan, karena suara kami tidak pernah terwakili. Ya paling tidak ada satu wakil yang mau menyerukan keberadaan etnis Tionghoa di negeri ini, sebagai bagian dari masyarakat," ucapnya.

Bagi Budi, menjadi Muslim yang baik adalah barang yang berharga baginya. Seluruh syariat Islam dia jalankan termasuk berhaji, bahkan satu tahun berselang sejak dia memutuskan menjadi Muslim, dia langsung pergi ke Tanah Suci.

"Saya waktu berkonsultasi kepada para kiai, saya kan tidak hafal doa-doanya. Tapi saya mendapat jawaban bahwa para kiai pun sebenarnya tidak bisa menghafal seluruh doa di sana. Maka hati saya menjadi teguh dan jadilah saya berangkat," ucapnya.

Pada Ramadan ini, Budi sekeluarga juga menjalankan rutinitas seperti Muslim lainnya. "Berpuasa itu wajib, berzakat wajib dan beramal soleh, kami lakukan semampu kami. Karena kami hidup dari usaha dan kerja keras, maka kami tidak bisa main-main dengan peruntungan," kata Budi.

Menjadi Islam, lanjutnya, harus dengan kesadaran sepenuh-penuhnya. "Saya harus bisa jadi penengah. Sebenarnya orang keturunan Tionghoa itu sering ketakutan. Walau mereka sudah kehilangan identitas ke-Tionghoa-annya, namun mereka belum merasa diakui sebagai warga Indonesia," ucap Budi.

http://www.indonesiamedia.com/2007/11/e ... /Imlek.htm
wong_biasa
Posts: 376
Joined: Fri Aug 24, 2007 7:35 pm

Post by wong_biasa »

satahu gua ini iya, kalau olang tionghoa indonesia jadi muslim itu pasti ada apa-apanya tuuh.
1. bial dangangan oe lalis aaa..
2. bial oe diterima dilingkungan olang pribumi aaa...
3. bial bisa punya banyak istli aaa..hehehhehee yang atu ini enakk nii aaa
4. bial gampang ulusan administlasi ( ulus KTP/SIM/SKKB/surat Nikah)
5. takut kalo ada lampok ama tionghoa yg bukan muslim...eee
6. bial dll..aeee (gaya tukul pakai baju pampir)

tapi gua setuju ama si wachdie.jr.
Ana boleh tau cerita dari sudut pandang keluarga nya ndak kenapa sampe dia diusir?
User avatar
ndramus
Posts: 1517
Joined: Fri Nov 17, 2006 4:43 pm

Post by ndramus »

bagaimana ya tanggapan mereka ttg tragedi Mei'98 ??

ikutan mengutuk atau membela ?
GodIsGood
Posts: 21
Joined: Wed Oct 31, 2007 10:09 am
Location: somewhere on earth

Post by GodIsGood »

Kayaknya ngga pernah denger deh org nasrani yg dilarang ngerayai imlek, keluarga gw budha cuma gw ama adek gw yg kristen tp kita fun2 aja ngerayain trus dr greja2 kita juga ngga pernah ngelarang tuh ngerayain imlek, malah greja biasanya turut dihias juga buat ngerayain imlek
GodIsGood
Posts: 21
Joined: Wed Oct 31, 2007 10:09 am
Location: somewhere on earth

Post by GodIsGood »

and gw jg ada oom yg pindah ke islam and gw sempet nanya kenapa sih pindah ke islam, dia dgn jujurnya blg krn dia kerja di perpajakan, lbh gampang kl dia pindah islam biar proyek lbh gampang. ckckck..gw denger gitu sedih banget, demi duit ampe pindah ke islam.
User avatar
babenya muhammad
Posts: 1788
Joined: Sun Jan 21, 2007 11:08 am

Post by babenya muhammad »

wong_biasa wrote:satahu gua ini iya, kalau olang tionghoa indonesia jadi muslim itu pasti ada apa-apanya tuuh.
1. bial dangangan oe lalis aaa..
2. bial oe diterima dilingkungan olang pribumi aaa...
3. bial bisa punya banyak istli aaa..hehehhehee yang atu ini enakk nii aaa
4. bial gampang ulusan administlasi ( ulus KTP/SIM/SKKB/surat Nikah)
5. takut kalo ada lampok ama tionghoa yg bukan muslim...eee
6. bial dll..aeee (gaya tukul pakai baju pampir)

tapi gua setuju ama si wachdie.jr.
Ana boleh tau cerita dari sudut pandang keluarga nya ndak kenapa sampe dia diusir?
kebanyakan org cina pindah ke islam akibat ditipu daya pasanygan hidupnya.... itu ud terbukti dari bberap org yg gw tahu....

rata2 org cina gak diajarkan kefanatikan agama, dalam tradisi mereka, mereka mendidik anak jarangh di tekankan dalam agama, sehingga bial ada dr mereaka yg terjebak pasangan muslim, mereka sgt mudah di bohongin untuk mualaf.....

kasian mereka..... semoga FFI ini bisa membantu untuk tidak terjebak lingkaran setan islam
Hand15
Posts: 339
Joined: Wed Oct 05, 2005 2:40 am

Post by Hand15 »

Apa apa an ini. Orang mualaf yg diasingkan dikasih simpati. Tapi orang murtad yg diasingkan atau bahkan diancam dibunuh nggak diungkit-ungkit.
the-atheist
Posts: 1317
Joined: Mon May 28, 2007 1:36 pm

Post by the-atheist »

Tuhan udah pernah bilang, kalau suatu saat, yang ngga islam ngga akan bisa makan dan ngga bisa beli apa apa.. Karena memang sudah tabiat islam untuk menteror dan memaksa semua orang beragama islam, kalau perlu dengan sabotase, kekerasan, dan pemaksaan, kalau perlu kudeta.
Tetapi Tuhan juga bilang, kalau siapa yang tetap bertahan, akan diselamatkan Dia.
Post Reply