Bagaimana Muslim Membela Islam

Mengungkapkan cara berpikir Muslim pada umumnya dan Muslim di FFIndonesia pada khususnya.
Post Reply
anne
Posts: 502
Joined: Wed Sep 21, 2011 9:52 pm

Bagaimana Muslim Membela Islam

Post by anne »

http://www.islam-watch.org/authors/163- ... -mind.html

Bagaimana Muslim Membela Islam
Part 1: Memahami Pikiran Muslim!


Sunday, 30 June 2013 09:03 Abid Ali

“Tujuan Pendidikan adalah untuk menanamkan budaya pada individu dan mengembangkan kapasitasnya hingga maksimal”-- Bertrand Russell (Pendidikan dan Tatanan Sosial)

“Pendidikan terbangun dari pembudidayaan penalaran dan penilaian, bukan memanipulasinya.” -- Bertrand Russell (Mengenai Pendidikan)


Ketakutan terbesar Muslim adalah takut kehilangan kepercayaan (‘Imaan’) mereka. Ini karena ketakutan tersebut ditanamkan di diri mereka sejak kecil, yakni bahwa informasi apapun yang tidak sesuai dengan teori-teori dan hukum Islam adalah salah dan dapat merusak iman mereka.

Hal ini justru menyuburkan tahyul-tahyul agama yang mereka puja dan agung-agungkan. Kebenaran tidak memiliki rasa takut. Namun, saat mereka begitu ketakutan kehilangan kepercayaan, apa yang dapat diperbuat dengan kepercayaan seperti itu? Yang tidak memiliki dasar yang kuat? Tidak lebih dari tahyul b0doh.

Sejak kecil, muslim didorong untuk memegang erat kepercayaan mereka, memperkuat ‘imaan’, agar tidak ada yang menggoyahkan kepercayaan mereka pada Islam dan integritas Muhammad. Ini hanyalah suatu cara menanamkan keyakinan dan ide-ide seseorang ke orang lain, dan tidak membiarkan mereka belajar berdasarkan bukti dan penalaran. Tidak lebih dari ‘pencucian otak.’ Pelatihan terhadap otak anak-anak yang rentan ini merupakan cara sempurna untuk mengubah mereka menjadi keras kepala terhadap bukti, membutakan mereka terhadap argumen yang masuk akal.

Pendidikan tidak perlu dijejalkan pada seseorang. Pendidikan diperoleh melalui kekuatan realisasi dan mengevaluasi premis berdasarkan integritas dan hati nurani. Dikala penalaran seorang anak meningkat, ia sendiri yang akan memutuskan apa yang benar dan apa yang salah. Ini adalah hak istimewa yang dirampas dari anak-anak muslim. Muslim hidup di dalam sejenis suasana masyarakat yang sakit, dimana pendidikan disensor, pengetahuan dikekang dari kemungkinan mengetahui sebanyak-banyaknya, pendekatan serta pengalaman kehidupan nyata dimanipulasi agar sesuai ideologi Islam!

Jika Allah sedemikian senang dengan ketidaktahuan dan kebodohan ilahiah, maka pengetahuan yang terverifikasi dan pendidikan yang teruji pasti dianggap dari Setan , bukan?

Muhammad mengajarkan para pengikutnya untuk percaya buta pada segala omong kosongnya, bukannya mengajarkan pentingnya kecerdasan, nalar, pikiran terbuka dan meragukan. Ia tidak pernah menganjurkan para pengikutnya untuk hebat dalam kreativitas, seni, inovasi, pengetahuan, sains, pendidikan, disiplin dan integritas. Sebaliknya ia justru memerintahkan untuk menikah dan memiliki anak sebanyak mungkin. Ia ingin jumlah pengikut yang banyak, bukan berkualitas, agar mereka dapat dimanipulasi dan dilibatkan dalam perang untuk mewujudkan maksud tersembunyinya yang hina dan tercela. Muslim selalu berkata bahwa sains tidak sempurna dan tidak memiliki semua jawaban. Ini sejenis fallacy lain yang mereka suka lakukan. Kegagalan suatu hal tidak menjadikan hal lain sukses. Ia harus membuktikan klaimnya sendiri.

Kedua, alasan muslim percaya buta apa yang dikatakan pada mereka tentang Islam adalah karena mereka tidak pernah membaca Sunnah—perkataan dan perbuatan Muhammad, nabi Islam yang memproklaim sendiri kenabiannya. Kebenaran tentang Muhammad tercantum dalam Sunnah. Masalah pada muslim adalah, mereka secara total tidak mampu berpikir bagi diri mereka sendiri. Tidak ada muslim yang berani menentang Quran atau mempertanyakan integritas Muhammad. Segalanya yang mereka pelajari tentang Quran dan Sunnah terutama dari kata orang lain. Dan disanalah terletak penyebab semua masalah dalam Islam. Muslim diperintah dalam Quran untuk menjadikan Muhammad sebagai suri tauladan mereka. Muhammad dianggap ‘teladan’ sempurna dan penerima kuasa ilahiah dalam Islam. Karena perkataan dan perbuatan Muhammad hanya ditemukan dalam Sunnah, sangat penting muslim membaca Sunnah tersebut. Hanya sedikit muslim yang membaca Sunnah, bahkan Quran, dalam bahasa yang mereka pahami. Mereka percaya apapun yang dikatakan kepada mereka oleh imam/ulamanya.

Ketiga, dalam budaya Islam anak-anak diinstruksikan untuk percaya apapun yang dikatakan dan dilakukan Muhammad, serta mencintai dan menghormatinya melebihi keluarga mereka, suatu hal yang Muhammad sendiri perintahkan agar dilaksanakan para pengikutnya. Mereka sama sekali tidak pernah boleh meragukan pesan Quran dan Hadist. Seumpama seorang anak, sejak usia yang sangat dini telah diajarkan bahwa dua tambah dua sama dengan 5, dan hingga dewasa, semua orang di sekitarnya—guru, pendakwah, ayah, ibu, paman atau bibi, dsbnya—membenarkan dan mengatakan hal serupa, maka anak tersebut, bahkan setelah usia lanjut, tidak akan mampu menyadari bahwa dua tambah dua sebenarnya empat. Malah, ia akan menganggap klaim tersebut salah atau tidak logis.



Muslim menganggap Quran itu mukjizat dan inspiratif, karena memvalidasi dan memperkuat ide-ide yang sudah terbentuk sebelumnya: kebencian, aturan-aturan dan gagasan-gagasan yang tidak masuk akal, berbagai keb0dohan mengenai Allah, Muhammad, orang beriman, kafir, surga dan neraka. Muslim mendapati kebenaran Quran, karena isinya mengkonfirmasi segala irasionalitas, opini tidak manusiawi, serta absurditas yang mereka terima dari orangtua, guru dan kerabat. Ini seperti seorang anak muslim yang diberitahu sejak kecil bahwa Yahudi kotor dan jahat, maka setelah mereka remaja atau dewasa dan membaca Quran, isinya mengkonfirmasi keyakinan yang telah ditanamkan sejak kecil bahwa Yahudi kotor dan jahat. Selanjutnya, ajaran masa kecil tersebut menetap di dirinya hingga mereka meninggal.



Inilah bagaimana kepercayaan muslim yg tak tergoyahkan pada setiap absurditas dan ketol0lan Quran tetap terpelihara. Seseorang yang duduk di mobil yang sedang bergerak tidak dapat merasakan gerakan mobil lain yang bergerak sejajar dengan kecepatan yang sama. Sama halnya, ketika seseorang dibesarkan dengan kesalahan sejak usia dini dan dikemudian hari menemukan isi kitab yang dipenuhi dengan kesalahan serupa, ia gagal untuk melihat kesalahan tsb. Bahkan jika buku tersebut mencantumkan beberapa kebijaksanaan, hal itu tidak harus menjadikannya buku ilahiah, karena kita harus melihat karakter si pembicara/penulis, karena begitu mudah menjiplak kebijaksanaan tersebut dari buku-buku lain, namun sangat sulit untuk menyamai tokoh suci atau nabi sesungguhnya. Lagipula, bahkan sebuah jam rusakpun bisa menunjukkan waktu yang tepat dua kali sehari.

Di negara-negara moderat seperti India atau Bangladesh, muslim disana tidaklah seburuk saudara muslim mereka di negara-negara Afrika dan Timur Tengah. Dan muslim-muslim yang tidak begitu rusak ini berpikir bahwa apa yang mereka percaya dan laksanakan sebagai kewajiban agama mereka—seperti sholat, puasa, dan zakat—adalah ajaran Islam yang sebenarnya.

Pemikiran semacam itu tidak lahir dari pengetahuan, namun dari ketidaktahuan mereka akan Islam yang sebenarnya. Mereka tidak pernah membaca sejarah Islam, tidak pernah membaca Quran menyeluruh untuk memahami isinya, dan mereka tidak pernah membaca hadist-hadist shahih. Pengetahuan dan gagasan mereka mengenai Islam sebagian besar dibentuk oleh tradisi sosial ratusan tahun. Dan apapun yang mereka baca adalah karya-karya para ulama dan maulana kontemporer, yang berisikan pengetahuan dan ide-ide Islam yang sudah dipilah dan disajikan dalam bentuk yang dipermanis, bukan pesan dan ajaran Islam sebenarnya yg tidak terdistorsi. Dan muslim tidak pernah memverifikasi atau mengecek apa yang tertulis dalam buku-buku tersebut untuk memeriksa apakah isinya benar, apakah dilengkapi referensi otentik atau tidak.

Jika menyangkut buku-buku yang ditulis para pengkritik Islam, mereka akan langsung menolak membaca buku-buku itu. Kemudian segera mengutuk tulisan-tulisan semacam itu sebagai fitnah jahat terhadap agama tercinta mereka, bukannya membaca dan mengecek untuk memverifikasi apakah yang tertulis itu benar atau tidak. Singkatnya, mereka percaya buta dan memuji-muji tulisan yang menyanjung agama Islam, dan menolak serta mencemooh tulisan-tulisan yang menentang Islam.

Muslim begitu fanatik dan tidak toleran terkait agama dan nabi mereka, sehingga jika ada kritik pada kedua hal tsb, dengan sepenuh hati mereka tampil membela keyakinan dan nabinya dengan segudang keb0dohan, tidak perduli apakah mereka mengikuti atau tidak, bahkan ajaran-ajaran dasar Islam, atau memiliki setidaknya sedikit pengetahuan tentangnya. Mereka melakukan itu dengan harapan mendapat pahala dari Allah, yakni dengan menunjukkan cinta buta dan penghormatan total terhadap nabi dan agamanya.

Mereka tak akan melewatkan setiap peluang mendapat pahala Allah dengan cara mudah. Pemikiran mereka telah terbentuk dengan cara sedemikian rupa, sehingga rela melakukan pelanggaran apapun, bahkan kekerasan mengerikan, untuk melindungi agamanya, dengan harapan mendapat kebaikan ilahi dan pahala yang besar; bukan bertindak jujur dan rasional. Bahkan, muslim yang paling b0doh sekalipun diantara sesama muslim dan anak-anak kecil, menyerang dengan kasar para pengkritik Islam dan Muhammad, sementara para ulama dan apologis terbesar mereka gagal memberikan jawaban logis dan meyakinkan terhadap kritik-kritik tersebut. Seperti dikatakan: “The ignorant blathers on the dense issues, what the enlightened falters to speak about.”

------
bersambung...

Bagaimana Muslim Membela Islam
FFI Alternative
Faithfreedompedia
Post Reply