Page 1 of 1

Bagaimana Hukumnya Mengkreditkan Barang?

Posted: Mon Jan 10, 2011 1:44 am
by kalangkilang
Pertanyaan

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Ustadz, bagaimana hukumnya mengkreditkan barang? Karena ada tetangga minta dibelikan sepeda motor. Tetangga tersebut membayar kepada kami dengan cara mengangsur (kredit) dengan keuntungan yang sudah disepakati bersama.

Wiji Santoso


Jawaban

Wa'alaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh
Semoga Allah SWT merahmati kita semua

1.Mengkreditkan barang pada dasarnya boleh asal memenuhi syarat
- Jelas berapa harga kreditnya
- Jelas waktu kreditnya
- Tanpa ada embel-embel jika terjadi keterlambatan maka akan naik harganya atau cicilannya.

2.Ini yang disebut dengan murobaha, atau bai' bittaqsit
copas : http://www.republika.co.id/berita/dunia ... kan-barang

setahu saya,,,sistem kredit menggunakan koefisien bunga uang sebagai alat pengali nilai waktu dari uang dan keuntungan dari transaksi tersebut. Nah, saudara-saudara muslimku yang terhormat,,,pak ustad kita dari republika ini, tidak menjawab secara tuntas pertanyaan di atas. Bagaimana dengan riba/bunga uang yang melekat pada sistem kredit tersebut, padahal islam mengharamkan riba/bunga uang sehingga memunculkan ide bank syariah atau ekonomi syariah.
mohon ditanggapi oleh saudara-saudara muslim yang terhormat dan dipersilahkan kaum murtadin dan non muslim untuk memperdebatkan perihal tersebut.
Monggo dimulai..

Re: Bagaimana Hukumnya Mengkreditkan Barang?

Posted: Mon Jan 10, 2011 11:40 pm
by I__Muslim
@TS

Kalau topik ini bau - baunya mengarah ke bank syariah, silahkan ke thread yang bersangkutan.

indonesia.faithfreedom.org/forum/bank-syariah-ciri-cara-berpikir-muslim-yang-absurd-t41425/

Saya menggunakan hp, jadi maaf ya. Di copas sendiri.

Re: Bagaimana Hukumnya Mengkreditkan Barang?

Posted: Tue Jan 11, 2011 12:58 am
by kalangkilang
I__Muslim wrote:@TS

Kalau topik ini bau - baunya mengarah ke bank syariah, silahkan ke thread yang bersangkutan.

indonesia.faithfreedom.org/forum/bank-syariah-ciri-cara-berpikir-muslim-yang-absurd-t41425/

Saya menggunakan hp, jadi maaf ya. Di copas sendiri.
trims bro...

tambahan pembahasan terdahulu tentang bank atau sistem ekonomi syariah :
http://indonesia.faithfreedom.org/forum ... it=syariah
http://indonesia.faithfreedom.org/forum ... age20.html
http://indonesia.faithfreedom.org/forum ... ah-t22056/
http://indonesia.faithfreedom.org/forum ... ah#p115478

Re: Bagaimana Hukumnya Mengkreditkan Barang?

Posted: Wed Jan 12, 2011 2:52 pm
by lapis legit
Jumhur ulama membolehkan praktik jual beli kredit (bai’ bit Taqsith) tanpa bunga, diantaranya adalah Imam Al-Khathabi dalam Syarh Mukhtashar Khalil (IV/375), Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ah Fatawa (XXIX/498-500), Imam Syaukani dalam Nailul Authar (V/249-250), Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni dengan menukil pendapat Thawus, Hakam dan Hammad yang membolehkannya (IV/259).

Demikian pula ulama mutakhirin seperti Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah dalam majalah al-Iqtishad al-Islami, I/42 no. 11 th. 1402H dimana beliau mengatakan: “Saya pernah ditanya tentang hukum jual-beli sekarung gula pasir dan sebagainya, yang dicicil sampai pada waktu yang telah ditentukan dengan ketentuan harga yang lebih tinggi daripada kontan. Maka saya jawab, mu’amalah ini sah. Sebab jual-beli kontan berbeda dengan jual-beli kredit, sementara seluruh umat Islam mengamalkan mu’amalah ini.

Jadi, mereka telah sepakat atas bolehnya jual-beli ini.” Syekh Abdul Wahhab Khallaf seperti dimuat dalam majalah Liwa’ul Islam, no. 11 hlm. 122 juga memandangnya halal.

Fatwa Muktamar pertama al-Mashraf al-Islami di Dubai yang dihadiri oleh 59 ulama internasional, fatwa Direktorat Jenderal Riset, Dakwah dan Ifta’ serta Komisi Fatwa Kementrian Waqaf dan Urusan Agama Islam Kuwait semua sepakat bahwa tidak ada larangan bagi penjual menentukan harga secara kredit lebih tinggi daipada ketentuan harga kontan. Penjual boleh saja mengambil keuntungan dari penjualan secara kredit dengan ketentuan dan perhitungan yang jelas. (Majalah asy-Syari’ah Kuwait, Rajab 1414, hlm.264, Majalah al-Iqtishad al-Islami, I/3 th 1402, hlm. 35, Majalah al-Buhuts al-Islamiyah, no. 6 Rabi’ Tsani, 1403H, hlm.270)

Dalil syari’ah dalam membolehkan akad jual-beli kredit (bai’ bit taqsith) diambil dari dalil-dalil al-Qur’an yang menghalalkan praktik bai’ (jual-beli) secara umum, diantaranya firman Allah: “Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba” (al-Baqarah:275) “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” (al-Baqarah:282)

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.” (QS. An-Nisa’:29)

Namun para ulama ketika membolehkan jual-beli secara kredit dengan ketentuan selama pihak penjual dan pembeli mengikuti kaidah dan syarat-syarat keabsahannya sebagai berikut:

1. Harga barang ditentukan jelas dan pasti diketahui pihak penjual dan pembeli.
2. Pembayaran cicilan disepakati kedua belah pihak dan tempo pembayaran dibatasi sehingga terhindar dari parktik bai’ gharar, ‘bisnis penipuan’.

3. Harga semula yang sudah disepakati bersama tidak boleh dinaikkan lantaran pelunasannya melebihi waktu yang ditentukan, karena dapat jatuh pada praktik riba.

4. Seorang penjual tidak boleh mengeksploitasi kebutuhan pembeli dengan cara menaikkan harga terlalu tinggi melebihi harga pasar yang berlaku, agar tidak termasuk kategori bai’ muththarr, ‘jual-beli dengan terpaksa’ yang dikecam Nabi saw.

Menganai pertanyaan tentang jual-beli mobil secara kredit yang banyak dilakukan orang dengan bunga tertentu, fatwa direktorat jenderal riset, dakwah dan ifta’ menjelaskan bahwa jika dalam jual-beli kredit terdapat kenaikan harga (bunga) lantaran terlambatnya pelunasan dari pihak pembeli, maka menurut ijma’ ulama tidak sah, karena di dalamnya terkandung unsur riba jahiliyah yang diharamkan Islam. (Majalah al-Buhuts al-islamiyah, no. 6 Th. 1403, hlm 270)

Kalaupun terpaksa harus membeli secara kredit dari penjual barang yang memberlakukan sistem bunga ini, maka pembeli realitasnya harus yakin mampu mencicil dan melunasinya tepat waktu tanpa harus terjerat pembayaran bunga tunggakan, agar terhindar dari laknat rasulullah karena membayar uang riba.

Kartu kredit pada hakekatnya sebagai sarana mempermudah proses jual-beli yang tidak tergantung kepada pembayaran kontan dengan membawa uang tunai yang sangat riskan. Status hukumnya menurut fiqih kontemporer adalah sebagai objek atau media jasa kafalah (jaminan). Perusahaan perbankan dalam hal ini yang mengeluarkan kartu kredit (bukti kafalah) sebagai penjamin (kafil) bagi pengguna kartu kredit tersebut dalam transaksi jual beli. Oleh karena itu berlaku di sini hukum masalah ‘kafalah’.

Para ulama membolehkan sistem dan praktik kafalah dalam mu’amalah berdasarkan dalil al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’. Allah berfirman: “dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.” (QS. Yusuf:72)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata “za’im” dalam ayat tersebut adalah “kafil”. Sabda Nabi saw.: “az-Za’im Gharim” artinya; orang yang menjamin berarti berutang (sebab jaminan tersebut). (HR. Abu Dawud, Turmudzi, Ibnu Hibban). Ulama sepakat (ijma’) tentang bolehnya praktik kafalah karena lazim dibutuhkan dalam mu’amalah. (Lihat, Subulus Salam, III/62, Al-Mabsuth, XIX/160, Al-Mughni, IV/534, Mughnil Muhtaj, II/98).

Kafalah pada dasarnya adalah akad tabarru’ (suka rela) yang bernilai ibadah bagi penjamin karena termasuk kerjasama dalam kebajikan (ta’awun ‘alal birri), dan penjamin berhak meminta gantinya kembali kepada terutang, sepantasnyalah ia tidak meminta upah atas jasanya tersebut, agar aman/jauh dari syubhat. Tetpi kalau terutang sendiri yang memberinya sebagai hadiah atau hibah untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya, maka sah sah saja.

Tetapi jika penjamin sendiri yang mensyaratkan imbalan jasa (semacam uang iuran administrasi kartu kredit dan sebagainya) tersebut dan tidak mau menjamin dengan sukarela, maka dibolehkan bagi pengguna jasa jaminan memenuhi tuntutan tersebut bila diperlukan seperti kebutuhan yang lazim dalam perjalanan studi, bisnis, kegiatan sosial, urusan pribadi dan sebagainya.

Hal itu berdasarkan kaedah fiqih: “al-Hajah Tunazzal Manzilah Adz-Dzarurah” (kebutuhan dikategorikan sebagai suatu darurat). Bilamana keharusan uang jasa kafalah merupakan suatu kelaziman transaksi bisnis yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah, maka hal itu dibolehkan sesuai dengan kaedah; “Al-Ma’ruf Bainat Tujjar kal Masyruthi bainahum”; sesuatu yang lazim dikalangan bisnis merupakan suatu persyaratan yang harus ditepati. (al-Burnu, al-Wajiz, hlm. 306,242)

Tetapi bisnis jasa kartu kredit tersebut boleh selama dalam prakteknya tidak bertransaksi dengan sistem riba yaitu memberlakukan ketentuan bunga bila pelunasan hutang kepada penjamin lewat jatuh tempo pembayaran atau menunggak. Disamping itu ketentuan uang jasa kafalah tadi tidak boleh terlalu mahal sehingga memberatkan pihak terutang atau terlalu besar melebihi batas rasional, agar terjaga tujuan asal dari kafalah, yaitu jasa pertolongan berupa jaminan utang kepada merchant, penjual barang atau jasa yang menerima pembayaran dengan kartu kerdit tertentu. (Lihat, DR. Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, vol. V/130-161)

Dengan demikian dibolehkan bagi umat Islam untuk menggunakan jasa kartu kredit (credit card) yang tidak memakai sistem bunga. Namun bila terpaksa atau tuntutan kebutuhan mengharuskannya menggunakan kartu kredit biasa yang memakai ketentuan bunga, maka demi kemudahan transaksi dibolehkan memakai semua kartu kredit dengan keyakinan penuh menurut kondisi finansial dan ekonominya mampu membayar utang dan komitmen untuk melunasinya tepat waktu sebelum jatuh tempo agar tidak membayar hutang.

Hal itu berdasarkan prinsip fiqih ‘Saddudz Dzari’ah’, artinya sikap dan tindakan prefentif untuk mencegah dari perbuatan dosa. Sebab, hukum pemakan dan pemberi uang riba adalah sama-sama haram berdasarkan riwayat Ibnu Mas’ud bahwa: “Rasulullah saw melaknat pemakan harta riba, pembayar riba, saksi transaksi ribawi dan penulisnya.” (HR.Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah).


XiXiXi sekali-kali jadi Ustadz Copy paste buku ah.... :lol:
gpp ya bang momod buat jelasin pertanyaan diatas.. :heart: :heart:

Re: Bagaimana Hukumnya Mengkreditkan Barang?

Posted: Thu Jan 13, 2011 10:44 am
by kalangkilang
@atas..trims anda yang penjelasan anda lumayan juga.
lapis legit wrote: .....
Demikian pula ulama mutakhirin seperti Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah dalam majalah al-Iqtishad al-Islami, I/42 no. 11 th. 1402H dimana beliau mengatakan: “Saya pernah ditanya tentang hukum jual-beli sekarung gula pasir dan sebagainya, yang dicicil sampai pada waktu yang telah ditentukan dengan ketentuan harga yang lebih tinggi daripada kontan. Maka saya jawab, mu’amalah ini sah. Sebab jual-beli kontan berbeda dengan jual-beli kredit, sementara seluruh umat Islam mengamalkan mu’amalah ini.
.......
Namun para ulama ketika membolehkan jual-beli secara kredit dengan ketentuan selama pihak penjual dan pembeli mengikuti kaidah dan syarat-syarat keabsahannya sebagai berikut:

1. Harga barang ditentukan jelas dan pasti diketahui pihak penjual dan pembeli.
2. Pembayaran cicilan disepakati kedua belah pihak dan tempo pembayaran dibatasi sehingga terhindar dari parktik bai’ gharar, ‘bisnis penipuan’.

3. Harga semula yang sudah disepakati bersama tidak boleh dinaikkan lantaran pelunasannya melebihi waktu yang ditentukan, karena dapat jatuh pada praktik riba.

4. Seorang penjual tidak boleh mengeksploitasi kebutuhan pembeli dengan cara menaikkan harga terlalu tinggi melebihi harga pasar yang berlaku, agar tidak termasuk kategori bai’ muththarr, ‘jual-beli dengan terpaksa’ yang dikecam Nabi saw.
yang saya bold dan warnai : apa dasar dan pertimbangan dari sang ulama sehingga, harga cicilan lebih tinggi dari harga kontan.?? .


kalangkilang wrote:
..........sistem kredit menggunakan koefisien bunga uang (interest) sebagai alat pengali nilai waktu dari uang dan keuntungan dari transaksi tersebut. -------. Bagaimana dengan riba/bunga uang yang melekat pada sistem kredit tersebut, padahal islam mengharamkan riba/bunga uang sehingga memunculkan ide bank syariah atau ekonomi syariah.
...........
.

Re: Bagaimana Hukumnya Mengkreditkan Barang?

Posted: Thu Jan 13, 2011 1:15 pm
by lapis legit
kalangkilang wrote:yang saya bold dan warnai : apa dasar dan pertimbangan dari sang ulama sehingga, harga cicilan lebih tinggi dari harga kontan.?? .
Mohon dibaca lagi..
kalangkilang wrote:“Saya pernah ditanya tentang hukum jual-beli sekarung gula pasir dan sebagainya, yang dicicil sampai pada waktu yang telah ditentukan dengan ketentuan harga yang lebih tinggi daripada kontan
bukan harga cicilan lebih tinggi dari harga kontan tapi akumulasi cicilan setelah lunas lebih tinggi dari kontan..

Re: Bagaimana Hukumnya Mengkreditkan Barang?

Posted: Mon Jan 17, 2011 1:19 am
by kalangkilang
lapis legit wrote: bukan harga cicilan lebih tinggi dari harga kontan tapi akumulasi cicilan setelah lunas lebih tinggi dari kontan..
kenapa akumulasi harga cicilan lebih tinggi dari harga kontan??? apa dasar pemikiran atau dasar pertimbangannya menurut syariah ISLAM atau menurut hukum ISLAM..
lapis legit wrote:Jumhur ulama membolehkan praktik jual beli kredit (bai’ bit Taqsith) tanpa bunga, ---

Namun para ulama ketika membolehkan jual-beli secara kredit dengan ketentuan selama pihak penjual dan pembeli mengikuti kaidah dan syarat-syarat keabsahannya sebagai berikut:

1. Harga barang ditentukan jelas dan pasti diketahui pihak penjual dan pembeli.
2. Pembayaran cicilan disepakati kedua belah pihak dan tempo pembayaran dibatasi sehingga terhindar dari parktik bai’ gharar, ‘bisnis penipuan’.

3. Harga semula yang sudah disepakati bersama tidak boleh dinaikkan lantaran pelunasannya melebihi waktu yang ditentukan, karena dapat jatuh pada praktik riba

4. Seorang penjual tidak boleh mengeksploitasi kebutuhan pembeli dengan cara menaikkan harga terlalu tinggi melebihi harga pasar yang berlaku, agar tidak termasuk kategori bai’ muththarr, ‘jual-beli dengan terpaksa’ yang dikecam Nabi saw.

Menganai pertanyaan tentang jual-beli mobil secara kredit yang banyak dilakukan orang dengan bunga tertentu, fatwa direktorat jenderal riset, dakwah dan ifta’ menjelaskan bahwa jika dalam jual-beli kredit terdapat kenaikan harga (bunga) lantaran terlambatnya pelunasan dari pihak pembeli, maka menurut ijma’ ulama tidak sah, karena di dalamnya terkandung unsur riba jahiliyah yang diharamkan Islam. (Majalah al-Buhuts al-islamiyah, no. 6 Th. 1403, hlm 270)

Kalaupun terpaksa harus membeli secara kredit dari penjual barang yang memberlakukan sistem bunga ini, maka pembeli realitasnya harus yakin mampu mencicil dan melunasinya tepat waktu tanpa harus terjerat pembayaran bunga tunggakan, agar terhindar dari laknat rasulullah karena membayar uang riba.

Re: Bagaimana Hukumnya Mengkreditkan Barang?

Posted: Mon Jan 17, 2011 7:54 am
by lapis legit
kalangkilang wrote:kenapa akumulasi harga cicilan lebih tinggi dari harga kontan??? apa dasar pemikiran atau dasar pertimbangannya menurut syariah ISLAM atau menurut hukum ISLAM..
Dimana-mana orang jualan ya cari untung tong... kalau nyicil ama kontan sama orang mending nnyicil aja. yang rugi yang jual, modalnya seret ga muter-muter. tapi cicilannya udah disepakati dari awal ga pake pinalti alias bunga berbunga.

Re: Bagaimana Hukumnya Mengkreditkan Barang?

Posted: Tue Jan 18, 2011 1:53 pm
by kalangkilang
kalangkilang wrote:kenapa akumulasi harga cicilan lebih tinggi dari harga kontan??? apa dasar pemikiran atau dasar pertimbangannya menurut syariah ISLAM atau menurut hukum ISLAM..
lapis legit wrote: Dimana-mana orang jualan ya cari untung tong... kalau nyicil ama kontan sama orang mending nnyicil aja. yang rugi yang jual, modalnya seret ga muter-muter. tapi cicilannya udah disepakati dari awal ga pake pinalti alias bunga berbunga.
apakah jawaban dari bro lapis legit ini adalah menurut syariah ISLAM atau hukum ISLAM???? atau hanya opini/klaim saja???? supaya diskusi lebih enak...

Re: Bagaimana Hukumnya Mengkreditkan Barang?

Posted: Wed Jan 19, 2011 7:50 am
by lapis legit
kalangkilang wrote:apakah jawaban dari bro lapis legit ini adalah menurut syariah ISLAM atau hukum ISLAM???? atau hanya opini/klaim saja???? supaya diskusi lebih enak..
Ini jawaban menurut syariat Islam:
lapis legit wrote:Namun para ulama ketika membolehkan jual-beli secara kredit dengan ketentuan selama pihak penjual dan pembeli mengikuti kaidah dan syarat-syarat keabsahannya sebagai berikut:

1. Harga barang ditentukan jelas dan pasti diketahui pihak penjual dan pembeli.
2. Pembayaran cicilan disepakati kedua belah pihak dan tempo pembayaran dibatasi sehingga terhindar dari parktik bai’ gharar, ‘bisnis penipuan’.

3. Harga semula yang sudah disepakati bersama tidak boleh dinaikkan lantaran pelunasannya melebihi waktu yang ditentukan, karena dapat jatuh pada praktik riba.

4. Seorang penjual tidak boleh mengeksploitasi kebutuhan pembeli dengan cara menaikkan harga terlalu tinggi melebihi harga pasar yang berlaku, agar tidak termasuk kategori bai’ muththarr, ‘jual-beli dengan terpaksa’ yang dikecam Nabi saw.
ini jawaban gw
lapis legit wrote:Dimana-mana orang jualan ya cari untung tong... kalau nyicil ama kontan sama orang mending nnyicil aja. yang rugi yang jual, modalnya seret ga muter-muter. tapi cicilannya udah disepakati dari awal ga pake pinalti alias bunga berbunga.
Dari pertanyaan **** yang ga ngerti pernyataan diatas:
kalangkilang wrote:kenapa akumulasi harga cicilan lebih tinggi dari harga kontan??? apa dasar pemikiran atau dasar pertimbangannya menurut syariah ISLAM atau menurut hukum ISLAM..
Bocah ingusan juga ngerti kaleeee....

Re: Bagaimana Hukumnya Mengkreditkan Barang?

Posted: Wed Jan 19, 2011 9:19 am
by cendol
bocah ingusan siapa?
Kok aku jadi ingat Aisyah ya?
Sori OOT

Re: Bagaimana Hukumnya Mengkreditkan Barang?

Posted: Wed Jan 19, 2011 11:58 am
by kalangkilang
lapis legit wrote: Bocah ingusan juga ngerti kaleeee....
he..he.. [-o<

karena menurut bro lapis legit,,pengertian saya lebih rendah daripada bocah ingusan,,maka tolonglah
kalangkilang wrote:kenapa akumulasi harga cicilan lebih tinggi dari harga kontan??? apa dasar pemikiran atau dasar pertimbangannya menurut syariah ISLAM atau menurut hukum ISLAM..
dijelaskan lebih mendetail,,sertakan link atau data anda juga..he.he.
trims..

Re: Bagaimana Hukumnya Mengkreditkan Barang?

Posted: Thu Jan 20, 2011 9:03 am
by Utbahbinabuwaqqash
@rofo
Prinsipmu iku Islami gak? Dasar Islamine opo? Trus darimana tahu kalo hargane emas nanti 4 juta, dasarnya apa? Akad kreditnya kan skrg. Trus kalo harga emas nanti ga 4 juta bgmn? Kalo harga emas turun bgmn, cicilan turun?
Wis to rofo.. Auwlohmu iku suruh ngikuti cara2 kafir ae lah, lebih smart dan pasti.

Re: Bagaimana Hukumnya Mengkreditkan Barang?

Posted: Thu Jan 20, 2011 4:39 pm
by novalino
Utbahbinabuwaqqash wrote:Auwlohmu iku suruh ngikuti cara2 kafir ae lah, lebih smart dan pasti.
Caraa sing ndi toh mas.. wong amerika aja sekarang kelabakan gara2 ikut cara2 ekonomi kafir....

Jaman dulu peerasaan ga ada tuh yang namanya.. resesi, krismon, yang ada paceklik kaya di desa sampean...

:rolling:

Re: Bagaimana Hukumnya Mengkreditkan Barang?

Posted: Thu Jan 20, 2011 5:12 pm
by duren
novalino wrote:Caraa sing ndi toh mas.. wong amerika aja sekarang kelabakan gara2 ikut cara2 ekonomi kafir....
Bayangkan aja klo tumbuh dan tumbuh tanpa pernah ambruk , mau jadi apa tuh si Amrik .

Masalah masalah ekonomi itu aneh loh neng .... memang dibutuhkan keambrukan untuk memulai pertumbuhan pada tatanan baru . Contoh nya pada kasus Great depretion 1921 / 1938
novalino wrote:Jaman dulu peerasaan ga ada tuh yang namanya.. resesi, krismon, yang ada paceklik kaya di desa sampean...
muhammad bolak balik kena resesi ..
Kata ustad CS ... muhammad sampek ga sanggup ngongkosin tante Khadijah tuk ikut hijrah ke Abysina .

Re: Bagaimana Hukumnya Mengkreditkan Barang?

Posted: Thu Jan 20, 2011 10:35 pm
by kalangkilang
novalino wrote:------

Jaman dulu peerasaan ga ada tuh yang namanya.. resesi, krismon, yang ada paceklik kaya di desa sampean...

:rolling:
aduh mas,,,kalau diskusi di FFI,,jangan bawa-bawa perasaan,,ntar kalau anda sedih dan nangis kemudian merengek-rengek dibelikan permen atau es cream,,wah susah itu mas, sekarang lagi jaman susah... :rofl:
trus...jaman dulu itu,,kapan? mas?? sebelum masehikah atau tahun 2010 yang baru 1 bulan berlalu,,,

Re: Bagaimana Hukumnya Mengkreditkan Barang?

Posted: Tue May 31, 2011 8:26 am
by asal usil
duren wrote:muhammad bolak balik kena resesi ..
Kata ustad CS ... muhammad sampek ga sanggup ngongkosin tante Khadijah tuk ikut hijrah ke Abysina .
Xixixixixi.. itu mah bukan resesi om itu mah namanya ga punya duit..
sama kaya saya sekarang lagi BOKEK... ](*,)
Lagian orang jaman dulu...
kalangkilang wrote:jaman dulu itu,,kapan? mas?? sebelum masehikah atau tahun 2010 yang baru 1 bulan berlalu,,,
:green: mata uangnya pake mas ama perak bukan kertas kaya sekarang. jadi masalah moneter yang berhubungan dengan inflasi, depresi, depresiasi, mortgage bukannya ga ada.. Mohon pencerahannya tentang MAKRO EKONOMI...

Lumayan itung2 orang FFI yang ngerjain PR ogut... :green: