Page 1 of 1

Misi Ke Bulan Amerika Mengguncang Iman Muslim

Posted: Sun Oct 10, 2010 4:12 am
by kuta bali
Sumber:
http://sejarah.kompasiana.com/2010/10/1 ... merika/-12

Orang ini gak punya otak, misalnya Amerika gak pernah ke bulan sekalipun, Rusia pernah mendarat kebulan juga walaupun cuma tanpa awak, bahkan beberapa kali:

http://www.russianspaceweb.com/spacecra ... lunar.html

Beritanya:

Siapa yang tidak kenal Neil Amstrong, manusia pertama dan satu-satunnya yang menginjakan kaki dibulan. Anehnya hampir 40 tahun lebih amerika tidak mengirimkan astronotnya kembali ke bulan, untuk menulang keberhasilannya. Dengan adanya manusia yang bisa kebulan menyebabkan ramai orang islam yang sedikit goyang aqidahnya. ini kerana bertentangan dengan hadith nabi SAW tentang isra’ dan mi’raj, hadith Baginda SAW tentang kedudukan bulan yang berada di langit ketiga! yang mana mustahil manusia akan sampai ke sana.

Akan tetapi akhirnya kebohongan itu mulai terkuak satu demi satu, dan tidak akan membohongi anak cucu kita dimasa depan. Tragedi 11 September (ground zero) ,KATANYA para teroris mengambil alih empat pesawat, nah ini saya copy dari salah satu blog yang membahas tentang 11 september, ada beberapa kejanggalan yang terjadi didalam tragedy tersebut. Sayangnya saya tidak dapat lagi meng akses foto-foto yang ada karena udah dihapus oleh adminnya.

1. Bush Saja Hanya Santai pukul 8.45 WTC diserang. Sedangkan Bush sedang asik memberikan dongeng seekor kambing kepada anak TK hingga pukul 9.05 bahkan menyempatkan diri untuk foto bareng dengan para murid dan guru dulu.
2. Yang anehnya lagi, logo CNN seolah sedang menutupi sesuatu dari ledakan itu. Perhatikan logo CNN ditempatkan di titik yang akan ditabrak pesawat. Sepertinya kamera sudah tahu lebih dulu target pesawat dan sedang meng-sniper target yang akan ditabrak pesawat. Untuk ukuran sebuah TV seperti CNN ini merupakan keteledortan yang ganjil.
3. Tidak ada Bangkai pesawat. Di Indonesia memang banyak terjadi kecelakaan pesawat, mulai dari yang jatuh di air, menabrak gunung, hingga kecelakaan akibat gagal landing atau take off tapi dari semua kecelakaan, pesawat yang menabrak gunung sekalipun (bukan gedung), pasti memiliki bangkai. Anehnya di TKP tragedi WTC, tidak ada bangkai pesawat. Pesawat seperti meledak berkeping-keping. Menurut konfirmasi dari pemerintah Amerika, itu terjadi karena panas akibat ledakan telah melelehkan bangkai pesawat. Anehnya, jika baja dan titanium yang merupakan badan pesawat saja hangus, mengapa para pembajak pesawat masih utuh untuk diketahui pelakunya. ???
4. Baja yang meleleh dietemukan baja yang meleleh dengan tingkat kepasanan 500 derajat fahrenheit. Pesawat yang meledak tidak akan punya suhu sepanas ini. Dan uniknya panas itu tetap ada berminggu setelah ledakan. Ini menandakan jika bagian dari gedung itu sengaja di hancurkan (di buktikan oleh lelehan benda tersebut) untuk menjatuhkannya secara lurus kebawah seperti yang banyak terlihat di TV.
5. Menurut teori kospirasi, pesawat tidak akan mampu menghancurkan seluruh gedung. Hancurnya gedung WTC disebabkan building demolition.
6. waktu diotopsi tidak ada orang arab yang ditemukan. Hal ini disampaikan menurut.http://www.physics911.net/olmsted

hal ini diperkuat oleh pendapat-pendapat pakar dari amerika antara lain yakni Pertama, Prof Dr Morgan Reymonds (guru besar pada Texas University, USA) menyatakan “belum ada bangunan baja dapat ambruk hanya oleh kobaran api “

Kedua, Michael Meacher (mantan Menteri Lingkungan Inggris, 1997 – 2003) berpendapat ”…perang melawan terorisme… dijadikan…tabir kebohongan guna mencapai tujuan-tujuan strategis geopolitik AS”.

Ketiga,Prof Dr Steven E Jones (guru besar fisika pada Birgham Young University, USA) membeberkan hasil risetnya ”…bahan-bahan peledak telah diletakkan…di bangunan WTC”.

Profesor Steven E. Jones dari Brigham Young University, Utah, yang melakukan penelitian dari sudut teori fisika mengatakan bahwa kehancuran dahsyat seperti yang dialami Twin Tower serta gedung WTC 7 hanya mungkin terjadi karena bom-bom yang sudah dipasang pada bangunan-bangunan tersebut.

Dari dua masalah diatas memberikan gambaran dari kita, apakah kita menelan mentah-mentah informasi yang telah tersetting sedemikian rupa.

-------

Lihat kata2 yang saya bold:

Dengan adanya manusia yang bisa kebulan menyebabkan ramai orang islam yang sedikit goyang aqidahnya. ini kerana bertentangan dengan hadith nabi SAW tentang isra’ dan mi’raj, hadith Baginda SAW tentang kedudukan bulan yang berada di langit ketiga! yang mana mustahil manusia akan sampai ke sana.

Ada yang tahu bunyi hadisnya?
Jelas2 Amerika sudah ke Mars yang ratusan kali lebih jauh dari bulan, tapi dianggap gak bisa. Gak cuma amerika, rusia juga pernah kesana.


Jadi!!!


HADIS SEKALI LAGI MELAKUKAN KESALAHAN!!!!!

Re: Misi Ke Bulan Amerika Mengguncang Iman Muslim

Posted: Wed Oct 13, 2010 10:03 am
by saksang
katanya neil armstrong mualaf, mendengar teriakan auuooo di bulan , sekarang ceritanya lain :lol:

Re: Misi Ke Bulan Amerika Mengguncang Iman Muslim

Posted: Wed Oct 13, 2010 10:17 am
by kucinggarong
kuta bali wrote: HADIS SEKALI LAGI MELAKUKAN KESALAHAN!!!!!

:green: Lebih tepatnya bukan Hadis yang error, tapi otak Muhammad yang emang sudah korslet dari sononya.

Dan lebih gawatnya 1.5 milyar manusia Zombie tidak sadar mereka sedang mengikuti nabi sakit jiwa yang harusnya dipasung gara-gara schizoprenia.

Bukannya menyalahkan quran dan hadits dalam cerita manusia ke bulan ini, eh malah nyalahin CNN kantor berita terbesar di dunia. Dasar manusia geblek semua...

Re: Misi Ke Bulan Amerika Mengguncang Iman Muslim

Posted: Wed Oct 13, 2010 11:01 pm
by Saif.Bahar
Hehehe...siapa brani bilang bulan di langit ke 3..

Langit cuma 1..yaitu alam raya inilah langit jika dilihat dari tempat brpijak di satu planet..

KaLau anda2 salah mengira islam mbok ya ngukur diri di hadapan mu'tazilah...

Hehehe..tahu apa anda2 soal hadist..

Re: Misi Ke Bulan Amerika Mengguncang Iman Muslim

Posted: Sat Oct 16, 2010 10:19 am
by Akukomkamu
Saif.Bahar wrote:Hehehe...siapa brani bilang bulan di langit ke 3..

Langit cuma 1..yaitu alam raya inilah langit jika dilihat dari tempat brpijak di satu planet..

KaLau anda2 salah mengira islam mbok ya ngukur diri di hadapan mu'tazilah...

Hehehe..tahu apa anda2 soal hadist..
Nasehati saja srd2 seukuwah kamu itu ya...berani ga km ? ](*,)



Pisss... :heart:

Re: Misi Ke Bulan Amerika Mengguncang Iman Muslim

Posted: Tue Oct 19, 2010 9:58 am
by iluvboy.blogspot
sumber muslim:

Risalah Sekitar Berita Manusia Singgah Di Bulan
Senin, 5 April 2010 15:34:32 WIB

RISALAH SEKITAR BERITA MANUSIA SINGGAH DI BULAN

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin


Segala puji hanya untuk Allah k Rabb semesta alam, sholawat dan salam semoga selalu tercurah kehadirat baginda nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarganya dan shahabatnya serta orang-orang yang selalu mengikuti mereka dengan kebaikan sampai hari kiamat.

Telah mutawatir berita singgahnya pesawat antariksa di daratan bulan, setelah percobaan yang berulang-ulang yang mencurahkan kemampuan pemikiran, materi dan tekhnologi selama bertahun-tahun. Dan berita ini telah menimbulkan berbagai pertanyaan dan diskusi di antara manusia.

Ada yang mengatakan bahwa hal itu bertentangan dengan al-Qur’an. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa hal itu benar, bahkan al-Qur’an pun telah menguatkannya.

Orang-orang yang menyangka bahwa berita itu menyelisihi al-Qur’an mengatakan: “Bahwa Allah telah memberitakan bahwa bulan itu berada di langit. Allah berfirman:

تَبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَآءِ بُرُوجًا وَجَعَلَ فِيهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُّنِيرًا

“Maha suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan padanya matahari dan bulan yang bercahaya”.[(Al-Furqan:61]

Dan Dia juga berfirman:

وَجَعَلَ الْقَمَرَ فِيهِنَّ نُورًا وَجَعَلَ الشَّمْسَ سِرَاجًا

"Allah menjadikan padanya bulan sebagai cahaya, dan menjadikan matahari sebagai pelita” [Nuh :16]

Apabila bulan itu berada di langit maka tidak mungkin mencapai ke sana, karena Allah telah menjadikan langit sebagai atap bumi yang dijaga. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai makhluk yang paling mulia, dan bersamanya malaikat yang paling mulia, yaitu Jibril, (harus) meminta izin dan minta dibukakan pada tiap-tiap langit pada malam mi’raj. Mereka berdua tidak bisa langsung masuk kecuali setelah dibukakan untuk keduanya. Maka bagaimana mungkin hasil karya manusia bisa singgah di daratan bulan, padahal bulan itu berada di langit yang dijaga.

Sedangkan orang-orang yang beranggapan bahwa al-Qur’an menguatkan berita tersebut, mereka mengatakan: Bahwa Allah berfirman:

يَامَعْشَرَ الْجِنِّ وَاْلإِنسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَن تَنفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ فَانفُذُوا لاَتَنفُذُونَ إِلاَّ بِسُلْطَانٍ

"Wahai jama’ah jin dan manusia jika kamu sanggup menembus/melintasi penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak akan bisa menembusnya melainkan dengan sulthan (kekuatan)." [Al-Rahman: 33]

Sulthan (kekuatan) yang dimaksud pada ayat di atas adalah ilmu. Sedangkan mereka mampu melintasi penjuru dunia dengan ilmu, maka perbuatan mereka ini sesuai dengan Al-Qur’an dan tafsirnya.

Jika memang terbukti kebenaran berita yang telah mutawatir tentang turunnya pesawat ruang angkasa di daratan bulan, maka yang nampak bagiku adalah bahwa al-Qur’an tidak mendustakannya dan tidak membenarkannya. Tidak ada nash yang jelas di dalam al-Qur’an yang menyelisihinya, sebagaimana tidak ada di dalam al-Qur’an yang membenarkannya dan menguatkannya.

A). Adapun bahwa al-Qur’an tidak menyelisihi berita tersebut, sebab al-Qur’an adalah firman Allah Azza wa Jalla yang ilmuNya meliputi segala sesuatu.
Allah mengetahui perkara-perkara yang lampau, maupun perkara-perkara yang sedang terjadi, dan perkara-perkata yang akan datang, baik yang dilakukan oleh Allah sendiri maupun yang dilakukan oleh makhlukNya. Maka setiap yang telah terjadi atau akan terjadi, di langit atau di bumi, dari perkara yang kecil sampai perkara yang besar, yang nampak atau pun yang tidak nampak, sesungguhnya Allah mengetahui segalanya, dan perkara itu tidak akan tejadi kecuali dengan kehendak dan perintahNya, tidak lagi perdebatan dalam masalah itu.

Apabila demikian, sedangkan al-Qur’an adalah kalam Allah, dan Allah yang paling benar perkataanNya, dan siapakah perkataannya yang lebih benar dari perkataan Allah? Dan perkataanNya adalah sebaik-baik perkataan, dan paling nyata penjelasannya, dan siapakah perkataannya yang lebih baik dari perkataanNya? Maka tidaklah mungkin selamanya firmanNya yang berasal dari ilmuNya, yang merupakan puncak kebenaran dan penjelasan, bertentangan dengan kenyataan yang bisa dibuktikan. Demikian juga tidak mungkin selamanya ada kenyataan yang bisa dibuktikan bertentangan dengan nash al-Qur’an yang nyata.

Maka barang siapa yang memahami bahwa di dalam al-Qur’an ada sesuatu hal yang meyelisihi kenyataan, atau bahwa ada kenyataan yang bisa dibuktikan menyelisihi al-Qur’an, maka pemahamannya itu salah fatal.

Sedangkan ayat-ayat yang dianggap oleh sebagian orang menunjukkan keberadaan bulan di langit, maka pada ayat-ayat itu tidak ada penjelasan nyata yang menunjukkan bahwa bulan menempel dengan langit, yang langit itu sebagai atap bumi yang dijaga.

Memang, zhahir perkataan menunjukkan bahwa bulan berada di langit, akan tetapi jika telah nyata sampainya pesawat ruang angkasa di daratan bulan, maka hal tersebut sebagai bukti bahwa bulan tidak berada di langit bumi, yang merupakan atap bumi yang dijaga, akan tetapi bulan itu berada di orbit (garis edar) nya, yang terletak di antara langit dan bumi. Sebagaimana firman Allah:

وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ الَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ

"Dan Dialah yang menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan, masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya”. [Al-Anbiya’ 33]

Pada ayat lain Allah berfirman :

لاَالشَّمْسُ يَنبَغِي لَهَآ أَن تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلاَالَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ

"Tidaklah mungkin bagi matahari untuk mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang, dan masing-masing beredar pada garis edarannya" [Yasin:40]

Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu berkata: “Semua itu beputar sebagaimana alat tenun berputar pada tempat berputarnya.”

Ats-Tsa’laby dan Al-Mawardi menyebutkan dari Hasan al-Basry bahwa ia pernah berkata: “Matahari, bulan dan bintang berada pada orbitnya masing-masing yang terletak di antara langit dan bumi, tidak menempel pada langit, kalaulah menempel dengannya maka tidak mungkin bisa berputar”. Al-Qurthubi menyebutkan dari keduanya pada tafsir surat Yasin.

Perkataan bahwa matahari dan bulan berada orbitnya yang terletak antara langit dan bumi, hal ini tidak bertentangan dengan apa yang dikahabarkan oleh Allah bahwa keduanya berada di langit. Karena perkataan langit terkadang berarti setiap sesuatu yang tinggi. Ibnu Qutaibah berkata: “Setiap yang ada di atasmu disebut langit”. Jadi arti matahari dan bulan berada di langit, yaitu berada di ketinggian, atau di arah langit. Dan ada juga kata “langit” di dalam al-Qur’an dengan arti ketinggian. Sebagaimana di dalam firman Allah Azza wa Jalla:

وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَآءِ مَآءً مُبَارَكًا

"Dan Kami turunkan air yang membawa berkah dari langit (ketinggian)". [Qaf: 9]

Yang dimaksudkan adalah hujan, dimana hujan turun bukan dari awan yang dijalankan di antara langit dan bumi.

Apabila memang benar apa yang mereka sebutkan tentang mendaratnya (pesawat ruang angkasa di) bulan, maka hal itu menambahkan ilmu kepada kita tentang ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan) Allah yang agung ini. Yaitu bahwa planet bulan yang besar ini, juga planet lain yang lebih besar, berputar pada orbitnya yang terletak antara langit dan bumi sampai waktu yang Allah tentukan, dimana ia tidak berubah, tidak maju dan tidak mundur dari perjalanan yang telah ditetapkan padanya oleh yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
Dan bersamaan dengan itu, kadang-kadang bulan menyinari dengan sempurna sehingga menjadi bulan purnama, dan kadang-kadang sebagiannya saja yang bersinar sehingga menjadi bulan biasa atau bulan sabit, yang demikian itu merupakan ketetapan yang Maha Kuasa lagi Maha Mengetahui.

Sedangkan perkara yang tersebar bahwa bulan berada di langit bumi, bintang merkuri berada di langit ke dua, venus berada di langit ketiga, matahari berada di langit ke empat, planet Mars berada di langit ke lima, Yupiter berada di langit ke enam, dan Saturnus berada di langit ke tujuh, maka sesungguhnya hal ini diambil dari para ilmuwan astronomi, yang tidak ada hadits yang shahih dari Rasul n . Yang hal itu ditunjukkan oleh perkataan Ibnu Katsir –yang beliau mempunyai wawasan yang luas- ketika mengomentari masalah matahari berada pada langit ke empat, beliau berkata: “Tidak ada di dalam syari’at yang menafikan hal itu, bahkan penglihatan –yaitu di waktu terjadi gerhana- menunjukkan tentang hal itu.”

Perkataan beliau: “Tidak ada di dalam syari’at yang menafikan”, dan pengambilan dalil yang beliau lakukan tentang kebenaran hal di atas berdasarkan penglihatan menunjukkan bahwa tidak ada di dalam syari’at sesuatu yang menetapkan bahwa matahari berada pada langit ke empat. Wallah a’lam.

B). Adapun keadaan al-Qur’an yang tidak menunjukkan sampainya pesawat antariksa ke bulan, karena orang-orang yang menyangka hal itu berdalil dengan firman Allah:

يَامَعْشَرَ الْجِنِّ وَاْلإِنسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَن تَنفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ فَانفُذُوا لاَتَنفُذُونَ إِلاَّ بِسُلْطَانٍ

"Wahai Jin dan manusia jika kamu sanggup menembus penjuru langit dan bumi maka lintasilah, kamu tidak akan dapat melintasinya melainkan dengan sulthan (kekuatan)". [ar-Rahman: 33]

Mmereka menafsirkan kata sulthan (kekuatan) pada ayat tersebut dengan ilmu.

Pengambilan dalil ini tertolak dari berbagai segi:
1. Bahwa rangkaian ayat di atas menunjukkan bahwa tantangan ini akan terjadi pada hari kiamat nanti. Dan hal itu akan nampak jelas bagi siapa saja yang membaca surat tersebut dari awal. Karena pada awal surat ini Allah menyebutkan permulaan penciptaan jin dan manusia dan apa-apa yang ada di penjuru langit dan bumi yang Allah tundukkan terhadap para hambaNya. Kemudian Allah menceritakan akan binasanya apa saja yang ada padanya. Kemudian Allah berfirman:

سَنَفْرُغُ لَكُمْ أَيُّهَ الثَّقَلاَنِ

"Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepadamu hai manusia dan jin". [Ar-Rahman : 31]

Makna dari ayat di atas adalah perhitungan Allah terhadap makhlukNya (jin dan manusia), kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala menantang makhlukNya dari golongan jin bahwa tidak ada tempat pelarian buat mereka, baik dari penjuru langit maupun dari penjuru bumi. Maka mereka tidak akan bisa lari, dan mereka tidak memiliki kekuatan untuk saling menolong sehingga selamat dari hukuman Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan kemudian Allah mengiringinya dengan menyebutkan balasan untuk orang yang berbuat jelek dengan balasan yang setimpal, dan untuk orang yang berbuat kebaikan dengan apa yang mereka harapkan.

Tidak ada keraguan bahwa susunan (rangkaian) perkataan itu menjelaskan dan menentukan arti. Mungkin ada kalimat yang sesuai pada satu tempat akan tetapi tidak sesuai (maknanya) pada tempat yang lain.

Anda mungkin kadang melihat satu kalimat yang mempunyai dua makna yang saling bertentangan, tetapi maksudnya dapat ditentukan dari keduanya berdasarkan rangkaian/susunan perkataan. Sebagaimana hal itu dikenal pada kata-kata yang memiliki arti yang bertentangan di dalam bahasa (Arab).

Kalau dimungkinkan ayat yang mulia tersebut merupakan berita tentang apa yang akan terjadi di dunia, tetapi sesungguhnya ayat tersebut pada posisi ini tidak sesuai sebagai berita tentang apa yang terjadi di dunia, bahkan telah pasti -berdasarkan rangkaian yang mendahului dan menyusul ayat tersebut- bahwa ayat tersebut merupakan ancaman dan pernyataan tidak mampu yang akan terjadi pada hari kiamat.

2. Sesungguhnya seluruh ahli tafsir menyebutkan bahwa ayat tersebut merupakan ancaman dan pernyataan tidak mampu (terhadap para jama’ah jin dan manusia), dan mayorits ahli tafsir menyatakan bahwa hal itu akan terjadi pada hari kiamat.

Syaikh Muhammad al-Amin as-Syanqity berkomentar tentang ayat ini di dalam surat al-Hijr pada firman Allah:

وَلَقَدْ جَعَلْنَا فِي السَّمَآءِ بُرُوجًا وَزَيَّنَّاهَا لِلنَّاظِرِينَ

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit) dan Kami telah menghiasi langit bagi orang-orang yang memandanginya". [Al Hijr:16-17]

Syaikh Muhammad al-Amin as-Syanqity mensifati orang yang menganggap bahwa ayat itu mengisyaratkan (manusia) dapat mencapai ke langit sebagai orang yang tidak mempunyai ilmu terhadap kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala.

3. Sesungguhnya jikalau ayat tersebut merupakan berita tentang apa yang akan terjadi, maka makna ayat itu adalah: “Wahai jama’ah jin dan manusia sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi kecuali dengan ilmu”. Kalau demikian, maka itu merupakan sesuatu yang sudah nyata (tidak perlu diberitakan). Karena sesungguhnya segala sesuatu tidaklah bisa dicapai kecuali dengan mengilmui sebab-sebab untuk mencapainya dan mampu untuk melaksanakannya.

Maka arti tersebut menghilangkan keindahan dari makna dan posisi ayat. Karena ayat itu dimulai dengan peringatan yang keras, yaitu dengan firman Allah:

سَنَفْرُغُ لَكُمْ أَيُّهَ الثَّقَلاَنِ

"Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepadamu hai manusia dan jin". [ar-Rahman :31]

Kemudian diiringi dengan ancaman yang keras di dalam firmanNya:

يُرْسَلُ عَلَيْكُمَا شُوَاظٌ مِّن نَّارٍ وَنُحَاسٌ فَلاَ تَنتَصِرَانِ

"Kepadamu (jin dan manusia) dilepaskan nyala api dan cairan tembaga, maka kamu tidak dapat menyelamatkan diri(daripadanya)". [Ar-Rahman : 35]

4. Nampak sekali bahwa ayat ini menunjukkan tentang tantangan ( Allah Subhanahu wa Ta'ala terhadap jin dan manusia). Karena:
a). Rangkaian ayat, baik sebelum ataupun sesudahnya.
b). Bahwa disebutkannya jama’ah jin dan manusia bersama-sama sebagai satu jama’ah, hal itu semisal firman Allah Subhanhu wa Ta'ala :

قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ اْلإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَن يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْءانِ لاَيَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْكَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا

"Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain". [Al-Israa:88]

c). Bahwa firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : إِنِ اسْتَطَعْتُمْ (Jika kamu sanggup), nyata sebagai tantangan (Allah Subhanahu wa Ta'ala terhadap/kepada jin dan manusia ), apalagi ayat itu menggunakan kata (إنْ), bukan dengan kata إذا karena إذا menunjukkan kemungkinan terjadinya syarat, berbeda dengan kata إنْ

5. Sesungguhnya jika arti dari ayat tersebut sebagai berita, maka menngandung pujian bagi mereka, dimana mereka bisa mengerjakan dan menyelidiki apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala cemoohkan mereka, sehingga mereka dapat singgah di bulan. Sedangkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya tidak bisa menggapainya, padahal mereka adalah orang-orang yang paling cepat mengerjakan perintah yang diserukan oleh Qur’an.

6. Sesungguhnya hukum di dalam ayat yang mulia mencakup jin dan manusia, padahal telah maklum bahwa ketika turunnya al-Qur’an jin mampu melintasi dari penjuru bumi menuju ke penjuru langit, sebagaimana Allah l menceritakan tentang mereka:

وَأَنَّا لَمَسْنَا السَّمَآءَ فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيدًا وَشُهُبًا وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَن يَسْتَمِعِ اْلأَنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَّصَدًا

"Dan sesungguhnya kami (para jin) telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api yang mengintai ( untuk membakarnya)" [Al-Jin: 8-9]

Kalau demikian, maka bagaimana Allah menyatakan mereka lemah terhadap sesuatu yang mereka mampu melakukannya (melintasi penjuru bumi dan langit). Apabila ada yang berkata: “Sesungguhnya mereka tidak bisa (melintasi penjuru langit dan bumi) setelah diutusnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka kami katakan bahwa ini menunjukkan bahwa maksud ayat itu untuk menyatakan mereka lemah, bukan sebagai berita.

7. Bahwa ayat yang mulia tersebut diiringi dengan firman Allah:

يُرْسَلُ عَلَيْكُمَا شُوَاظٌ مِّن نَّارٍ وَنُحَاسٌ فَلاَ تَنتَصِرَانِ

"Kepada kamu (jin dan manusia) akan dilepaskan nyala api dan cairan tembaga, maka kamu tidak dapat menyelamatkan diri dari padanya". [Ar-Rahman: 35]

Dan makna ayat tersebut adalah–Wallahu A’lam-: “Sesungguhnya kamu wahai jama’ah jin dan manusia, jika kamu berusaha melintasi langit maka Allah benar-benar akan melepaskan kepadamu nyala api dan cairan tembaga”. Padahal sudah diketahui bahwa roket-roket (pesawat-pesawat antariksa) itu tidak dikejar oleh nyala api dan cairan tembaga, maka bagaimana mungkin hal itu adalah yang dimaksudkan oleh ayat tersebut.

8. Penafsiran mereka arti dari kata “sulthan” dalam ayat tersebut dengan ilmu perlu dilihat kembali. Karena kata “sulthan” itu berarti sesuatu yang mempunyai kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang terhadap apa yang ingin dia kuasai atau dia kalahkan, sehingga maknanya berbeda sesuai dengan kedudukan/posisi. Jika berada pada posisi perbuatan dan yang semacamnya, maka yang dimaksudkan adalah kekuatan dan kekuasaan. Allah berfirman:

إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ

"Sesungguhnya syaitan itu tidak memiliki sulthan (kekuasaan) atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Rabbnya. Sesungguhnya kekuasaannya (syaithan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah" [An-Nahl : 99-100]

Kata “sulthan” pada ayat ini artinya adalah kekuasaan, tidak sesuai jika diartikan dengan “ilmu”. Demikian pula kata “sulthan” pada ayat yang sedang kita bahas, karena “melintasi” (penjuru langit dan bumi) merupakan perbuatan/pekerjaan yang membutuhkan kekuatan dan kemampuan, dengan ilmu saja tidaklah cukup. Mereka tidak akan sampai singgah ke bulan hanya dengan ilmu saja, akan tetapi dengan ilmu dan kekuatan/kemampuan serta sebab-sebab/jalan-jalan yang Allah tundukkan untuk mereka. Dan apabila kata “sulthan” digunakan di saat perdebatan, maka maksud kata itu adalah bukti dan alasan yang bisa mengalahkan musuhnya.

Allah berfirman:

إِنْ عِندَكُم مِّن سُلْطَانٍ بِهَذَآ

"Kamu tidak mempunyai sulthan (hujjah) tentang ini". [Yunus ; 68]

Sulthan di sini berarti alasan dan bukti. Dan tidak ada di dalam al-Qur’an kata sulthan dengan arti ilmu semata-mata. Bahkan akar kata sulthan menunjukkan bahwa yang dimaksudkan sesuatu yang memiliki kekuasaan, kemampuan dan kemenangan bagi seorang.

Jelas sudah bahwa ayat yang mulia tersebut tidak mengisyaratkan tentang peristiwa mendaratnyan pesawat ruang angkasa di bulan. Dan berbagai sisi yang telah kita sebutkan tadi ada yang nampak jelas, dan ada pula yang membutuhkan perenungan. Kami memperingatkan hal itu hanyalah karena khawatir dari menafsirkan kalam Allah dengan apa yang tidak dikehendaki oleh kalam Allah tersebut. Karena yang demikian itu mengandung dua bahaya:

a. Menyelewengkan kalimat-kalimat dari tempat-tempatnya, yaitu dengan mengeluarkan dari maksud arti yang sebenarnya.
b. Berkata atas Allah tanpa ilmu. Karena dia menganggap bahwa Allah menginginkan arti ini, padahal itu menyelisihi susunan ayat. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas hamba-hambaNya dari berkata atas Allah dengan apa yang ia tidak mereka ketahui.

Masalah terakhir adalah : Apabila memang benar berita tentang turunnya pesawat antariksa di daratan bulan, yang dipertanyakan adalah, apakah mungkin manusia juga dapat menetap di daratannya (hidup di bulan-red)?

Jawab:
Yang nampak dari keterangan al-Qur’an, hal semacam ini tidak mungkin terjadi, dikarenakan manusia tidaklah mungkin bisa hidup kecuali di bumi. Allah berfirman:

فِيهَا تَحْيَوْنَ وَفِيهَا تَمُوتُونَ وَمِنْهَا تُخْرَجُونَ

"Allah berfirman: "Di bumi itu kamu hidup dan di di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan". [Al-A’raf: 25]

Dalam ayat di atas Allah membatasi kehidupan, kematian dan kebangkitan adalah di bumi. Bentuk pembatasan dalam ayat ini adalah mendahulukan sesuatu yang pada dasarnya harus diakhirkan. [1] Semacam ayat ini adalah firman Allah:

مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى

"Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu, dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu, dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain". [Thaha: 55]

Yaitu Allah membatasi permulaan ciptaan dari bumi, dan bahwa ke bumi-lah kita akan dikembalikan setelah kematian, dan dari bumi pula kita akan dibangkitkan dari kematian di hari kiamat. Sebagaimana juga ada ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa bumi adalah sebagai tempat kehidupan manusia. Allah berfirman:

وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ وَمَن لَّسْتُمْ لَهُ بِرَازِقِينَ

"Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya". [Al Hijr:20]

Zhahir al-Qur’an -tanpa keraguan lagi- menjelaskan bahwa tidak ada kehidupan buat manusia kecuali di bumi ini, yang dari bumi ini manusia diciptakan, dan kepadanya ia akan dikembalikan, dan darinya ia akan di bangkitkan.

Maka kita wajib meyakini zhahir al-Qur’an tersebut, dan jangan sampai persangkaan kita di dalam mengagungkan kreasi makhluk menjauhkan kita sehingga menyelisihi zhahir al-Qur’an dengan perkiraan.

Kalau seandainya ada seorang manusia mampu turun (hidup) di daratan bulan, dan hal itu nyata dan pasti, maka dimungkinkan untuk membawa pengertian kehidupan dalam ayat tersebut ialah kehidupan yang tetap secara jama’ah seperti layaknya kehidupan manusia di bumi, sedangkan hal ini mustahil. Allah a’lam

Dan selanjutnya, bahwa pembahasan dalam masalah ini bisa jadi termasuk ilmu yang tidak diperlukan, seandainya tidak adanya pembahasan dan diskusi sehingga sebagian orang berlebih-lebihan menolak dan mengingkarinya sedangkan sebagian yang lain berlebih-lebihan di dalam menerima dan menetapkannya.

Golongan pertama menjadikan berita itu bertentangan dengan al-Qur’an, sedankan golongan lain menguatkannya dengan al-Qur’an. Maka aku ingin menulis apa yang sudah tercantum di sini dengan sebatas pemahamanku yang dangkal dan ilmuku yang terbatas.

Dan aku memohon kepada Allah supaya Ia Subhanahu wa Ta'ala menjadikannya ikhlas karena mengharap wajahNya, bermanfaat untuk hamba-hambaNya. Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala Rabb semesta alam, sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarganya dan para sahabat-shahabatnya.

[Diterjemahkan oleh Mahrus dari Risalah Haula Ash-Shu’ud Ilal Qamar, di dalam kitab Majmu’ Fatawa Wa Rasail Fadhilatus Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, V/319-327]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05//Tahun V/1422H/2001M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Yaitu semestinya adalah: “Kamu hidup di bumi itu dan kamu akan mati di di bumi itu, dan (pula) kamu akan dibangkitkan dari bumi itu, tetapi pada ayat itu kata “di bumi” diletakkan di depan, menurut kaedah bahasa Arab hal ini menunjukkan sebagai pembatas -red

Re: Misi Ke Bulan Amerika Mengguncang Iman Muslim

Posted: Tue Oct 19, 2010 11:11 am
by iluvboy.blogspot
sumber muslim:

Mencari Bukti Kesesatan Pemikiran Minardi Mursyid

oleh: Muhsin Suny M, S.S.

Pendahuluan
Drs. Minardi Mursyid, pimpinan Yayasan Tauhid Indonesia (Yatain) menulis sebuah makalah berjudul “Masyarakat Manusia di Planet Luar Bumi” di sebuah situs. Sebuah makalah yang mencoba membuktikan bahwa di planet luar bumi terdapat manusia seperti kita.

Sebelum kita lebih jauh membahas kesesatan makalah ini ada baiknya saya uraikan sedikit tentang Yatain ini. Yatain adalah sebuah yayasan yang kegiatan intinya adalah mengadakan pengajian-pengajian rutin di berbagai daerah di Solo dan sekitarnya. Secara pintas pengajian ini memang menarik karena dikemas dengan sajian teknologi tinggi. Seperti penggunaan laptop, handycam, LCD proyektor dan wall screen. Sebuah kemasan yang sangat jarang-jarang ditemukan di forum-forum pengajian di Solo.

Setiap pengajian dilaksanakan pasti direkam dan kemudian di-burn dalam CD dan dibagikan secara gratis kepada jama’ah pengajian. Sebuah kemasan pengajian yang tidak pernah dilakukan oleh siapapun, bahkan di perkuliahan magister sekalipun. Sebagaimana kita lihat dimana-mana lazimnya pengajian pasti berisi ceramah murni. Kalaupun ada yang memakai bantuan LCD pasti hanyalah beberapa. Itupun biasanya pengajian khusus yang diikuti oleh orang-orang khusus juga.

Awal saya mengenal Yatain adalah dari seorang wali murid SDIT Muhammadiyah al-Kautsar Gumpang Kartasura. Wali murid itu memberikan saya sebuah buletin yang berisi keraguan tentang kisah (mereka menyebutnya “dongeng”) Isra’ Mi’raj. Saat itu saya tidak begitu memperhatikan makalah itu, meskipun saya mempertanyakan logika-logika yang ditampilkan di dalamnya.

Akan tetapi ketika tiba-tiba pengajian itu pindah di rumah tetangga dan saya melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Mbah Min (panggilan akrab jama’ah Yatain untuk Drs. Minardi Mursyid) menyampaikan pikiran sesatnya, saya pun gerah dibuatnya. Akhirnya bersama teman-teman aktivis se-kartasura saya membubarkan pengajian itu setelah sebelumnya diadakan dialog di kelurahan dengan mediasi bapak Camat Kartasura.

Dakwah Yatain ternyata tidak hanya terbatas pada pengadaan pengajian rutin di beberapa daerah. Mereka juga berani membeli jam siar di MQ FM Solo meskipun dengan harga yang tidak murah. Akan tetapi siaran itu hanya berjalan dua kali karena mendapatkan pertentangan dari MUI Solo dengan alasan menyebarkan ajaran yang meresahkan masyarakat.

Bukti Kesesatan
Sebenarnya mudah saja untuk membuktikan bahwa ajaran Mbah Min adalah sesat. Jika kita baca makalah tersebut dari awal sampai akhir maka tidak satupun kita menemukan kutipan hadits di sana. Akan tetapi jika makalah ini dibaca oleh orang awam memang bisa menyesatkan karena ia mengemasnya dengan bumbu logika. Meski makalah tersebut berjumlah 25 halaman (58.025 karakter), tetapi semuanya memakai ayat-ayat al-Qur’an sebagai dalil.

Makalah tersebut diawali dengan cercaan mbah Min atas kelambatan umat Islam dalam merespon setiap perkembangan teknologi. Umat Islam banyak yang hanya jadi penonton atas perkembangan teknologi yang ada. Tampak jelas di makalah tersebut (dan juga dalam ceramah-ceramahnya) mbah Min menyesalkan umat Islam yang masih saja menyitir ucapan Imam al-Bukhari dan ulama-ulama “kuno” lainnya karena kehidupan mereka jauh setelah Nabi meninggal.

Ia ingin mengajak umat Islam untuk memakai akal pikirannya sendiri dan tidak terpengaruh oleh doktrin-doktrin lama. Ia mengatakan:

”Sebenarnya sejak 15 abad yang lalu Al Qur’an telah menerangkan berbagai persoalan yang ada di jagad raya ini, cuma masalahnya sistem pendidikan yang selama ini diajarkan hanyalah berupa hafalan-hafalan sehingga pada umumnya anak didik kita banyak yang tidak bisa memahami tentang sesuatu. Seringkali orang dipaksa untuk percaya begitu saja secara taklid buta walaupun kadang-kadang keterangan yang disampaikan tidak sejalan dengan pemikiran secara wajar. Ironisnya para Sarjana kitapun masih banyak yang kurang kritis dan teliti, bahkan mereka juga mengikuti pemahaman ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu, sehingga posisi kita sering selalu ketinggalan, terutama dalam hal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.”

Makalah tersebut diawali dengan pembahasan tentang dunia, sama’/samawat dan dabbah. Kesesatan pertama langsung tampak pada saat ia membahas tentang dunia. Ia menyitir al-Qur’an surat al-Mulk (67): 5 sebagai berikut:

“Sesungguhnya kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat pelempar setan. Dan Kami sediakan mereka siksa Neraka yang menyela-nyala”

Inilah yang aneh, meski mbah Min menampilkan terjemahan dari tiga versi yakni dari Departemen Agama, Lembaga Percetakan Al Qur’an Raja Fahd di Madinah al Munawarah, dan terjemahan Prof. Mahmud Yunus, tetapi mbah Min menolak ketiga model terjemahan tersebut. Ia dengan sombongnya menerjemahkan sendiri ayat tersebut dengan akalnya.

Berikut terjemahan versi mbah Min:

“Dan sungguh Kami hiasi ANGKASA DUNIA = angkasanya semesta raya (langitnya semesta raya ini) dengan bintang-bintang (pelita-pelita) dan Kami jadikan dia (bintang-bintang itu) ancaman (rujuman) bagi setan-setan. Dan kami sediakan atas mereka siksa yang membakar”. (p.4)3
Selanjutnya mbah Min mengatakan: “Jika “sama’a dunya” diartikan dengan “langit yang dekat dengan Bumi” atau “langit yang hampir ke dunia” maka langit manakah yang jauh dari dunia, atau bahkan pengertian dunia seolah-olah hanyalah Bumi ini. Maka semestinya dia harus diartikan “angkasa dunia”, dia adalah angkasanya atau langitnya semesta raya ini dan bukan hanya langitnya Bumi.” (p.5)

Mbak Min ingin menegaskan bahwa langit yang ada adalah langitnya semesta alam, bukan hanya langitnya bumi. Di bagian lain mbah Min memahami bahwa langit yang dimaksud adalah seperti “longan” (kolong di bawah ranjang) yang tidak pernah diciptakan. Ia ada dengan sendirinya karena adanya bumi, sebagaimana longan yang ada karena adanya ranjang. Begitu bumi hilang, maka langit pun hilang. Sebagaimana jika ranjang hilang, maka hilanglah longan.

Barangkali mbah Min belum pernah membaca surat al-Baqarah (2): 29 bahwa langit itu diciptakan oleh Alloh.

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. Al-Baqarah (2): 29).

Atau ayat sebelumnya yang menyatakan bahwa langit itu dijadikan Alloh sebagai atap bagi manusia.

“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Alloh, padahal kamu mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah (2): 22).

Dari ayat ini jelaslah bahwa langit bukanlah longan sebagaimana kata mbah Min. Bagaimana mungkin longan bisa menjadi atap? Apalagi bisa mengeluarkan air hujan? Dan di ayat lain dijelaskan pula bahwa langit pun bisa pecah saat Hari Kiamat datang (77:9; 82:1; 84:1). Langit pun mempunyai pintu-pintu (78:19). Jika langit dikatakan seperti longan, bagaimana mungkin ia bisa terbelah, apalagi mempunyai pintu?

Mbah Min juga mempertanyakan arti “rujuman lis syayâthin” yang diartikan sebagai pelempar syetan. Mbah Min mengartikannya sebagai ancaman bagi para syetan, bukan sebagai alat pelempar. Dengan kebodohannya ia mengatakan:

“Kapan Allah pernah melempar setan dengan bintang yang sangat besar itu? Padahal keadaan bintang itu sama dengan Surya (Matahari) kita, maka setan mana yang dilempar dengan benda sebesar itu.” (p.6)
Tampak jelas bahwa ia sama sekali tidak mendahulukan iman daripada logika. Mestinya iman tidak boleh dikalahkan oleh logika. Sebagaimana peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi yang dipertanyakan oleh Mbah Min dan orang-orang Inkarus Sunnah kebanyakan. Kita mestinya mencontoh sikap sahabat Abu Bakar r.a yang dengan lantang mengatakan:

“Kalau itu (peristiwa Isra’ Mi’raj) yang mengatakan adalah Nabi, maka saya pasti percaya”

Dengan sikapnya itulah maka tidak berlebihan jika Rasulullah memberinya gelar ash-Shiddieq. Karena Abu Bakar telah mendahulukan imannya daripada akalnya. Meskipun barangkali akalnya tidak bisa mencerna peristiwa Isra’ Mi’raj, tapi beliau tetap beriman dengan peristiwa itu, sebab Nabi tidak pernah berbohong. Bagaimana mungkin seseorang yang selama 40 tahun saja tidak pernah berbohong kepada manusia, kemudian ia berbohong atas nama Alloh?

Penafsiran rujuman lis syayatin sebagai pelempar syetan sudah menjadi kesepakatan ulama. Di dalam tafsir at-Thabary dijelaskan bahwa fungsi bintang itu ada tiga: sebagai penghias langit, sebagai pelempar syetan, dan sebagai alat untuk penanda arah. Di dalam surat al-Jin (72):8 juga dijelaskan tentang penggunaan bintang sebagai pelempar syetan. Yakni para syetan yang mencoba mencuri informasi dari langit.

“Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api. Dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barangsiapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya).” (Q.S. Jin (72): 8-9

Jadi jelaslah sudah bahwa selain sebagai hiasan dan alat penanda arah mata angin, bintang juga berfungsi sebagai alat untuk melempar para syetan yang mencoba mencuri informasi dari langit. Apa yang dikatakan oleh mbah Min adalah pengawuran yang luarbiasa.
***

Pembahasan kedua yang dilakukan oleh mbah Min adalah tentang sama’/samawat. Dalam pembahasan ini kembali mbah Min mengutarakan tafsiran ngawurnya. Dia menerjemahkan lafal sama’ dengan seenak perutnya sendiri. Terkadang sama’ diartikan sebagai atmosfir, terkadang diartikan sebagai tata surya, terkadang diartikan planet-planet, dan terkadang diartikan sebagai langit. (p. 9).

Penafsiran yang tidak konsisten tentang lafal sama’/samawat ini terjadi karena sejak awal mbah Min sudah tidak percaya dengan langit. Seperti yang saya utarakan di depan bahwa langit menurut mbah Min adalah “longan” yang meliputi setiap planet yang ada. Dimana ada planet maka di situ juga ada langit. Sehingga untuk mendukung argumennya ini ia memaksakan tafsiran sama’/samawat dengan berbagai arti.

Lebih lanjut mbah Min juga tidak percaya akan adanya langit lapis tujuh. Kalau memang langit lapis tujuh itu ada, mengapa sampai sekarang belum juga ditemukan? Begitu argumen yang ia utarakan.

Yang lebih lucu lagi adalah ketika mbah Min mengartikan Q.S. Nuh (71):16 . tampak sekali bahwa mbah Min ini memang tidak paham tata bahasa Arab, sehingga ia keliru dalam mengartikan lafal fihinna. Kata fihinna adalah dlomir yang kembali kepada samawat, tetapi oleh mbah Min diartikan sebagai bulan-bulan. Perhatikan uraian ngawurnya berikut:

“Kalau kita perhatikan pada Surat Nuh (71) ayat 15 dinyatakan bahwa Allah telah menciptakan tujuh Samawat itu bertingkat-tingkat. Memang keadaan planet-planet itu bertingkat-tingkat menurut garis orbitnya masing-masing. Kemudian pada ayat 16 dinyatakan DIA jadikan BULAN-BULAN padanya (fiihinna) berarti Bulannya banyak, padahal Bulan yang ada di Bumi ini hanyalah satu. Maka Bulan yang lain adalah Bulan dari masing-masing planet itu, karena tidak mungkin langit memiliki Bulan atau dikitari Bulan, karena itu yang dikitari Bulan pastilah planet-planet itu” (p.11).
Mbah Min juga mempertanyakan tafsiran Q.S. An-Naba’ (78): 12 bahwa Alloh menciptakan tujuh yang kokoh. Menurut mbah Min, jelaslah sudah bahwa yang dimaksud tujuh yang kokoh bukanlah langit, melainkan planet seperti bumi ini. Sedangkan langit tidak mungkin kokoh.

Padahal al-Qur’an sendiri menjelaskan bahwa Alloh menciptakan langit tanpa tiang. Perhatikan ayat berikut:
“Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik”. (Q.S. Luqman (31): 10).
***
Pembahasan berikutnya yang dilakukan oleh mbah Min adalah tentang dabbah. Menurut mbah Min penafsiran dabbah dengan binatang melata adalah salah. Menurutnya dabbah tidak hanya sekedar binatang, tetapi juga manusia. Dia mempertanyakan penerjemahan yang dilakukan oleh Departemen Agama pada surat asy-Syuro (42): 29 sebagai berikut:
“Dan diantara Ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan)Nya ialah menciptakan langit dan Bumi dan makhluk-makhluk yang melata yang DIA sebarkan pada keduanya. Dan DIA maha kuasa mengumpulkan apabila dikehendakiNYA.”
Menurut mbah Min ayat tesebut sebaiknya berarti:
“Dan dari Ayat-ayatNya ialah penciptaan Samawat (planet-planet) dan Bumi, serta yang DIA kembang biakkan pada keduanya (Samawat dan Bumi) dari dabbah (makhluk berjiwa) dan DIA atas pengumpulan ketika DIA kehendaki adalah menentukan.” (p. 14).
Memang kalau kita baca tafsir Ibnu Katsir, maka arti dabbah itu meliputi malaikat, manusia, jin, dan hewan-hewan. Dalam hal ini mbah Min ada benarnya, tetapi tidak mutlak. Karena ia masih beranggapan bahwa bagaimana mungkin dabbah bisa hidup di langit? Kalau dabbah hidup di planet pasti bisa. Padahal ayat tersebut menyebutkan langit dan bumi. Jadi tidak hanya menyebutkan langit saja. Sudah pasti yang hidup di langit adalah para malaikat dan yang hidup di bumi adalah manusia, jin dan binatang melata.

Re: Misi Ke Bulan Amerika Mengguncang Iman Muslim

Posted: Wed Oct 20, 2010 7:46 am
by dajjal_
hahahah. langit ke3 itu ada ya? hahahaha... asem

kayak bocah aja deh ngeributin "Dongeng"..

Re: Misi Ke Bulan Amerika Mengguncang Iman Muslim

Posted: Sat Jun 18, 2011 12:17 pm
by tantra
:stun:

Tentang missi Apollo ke Bulan, sangat banyak hal yang disembunyikan oleh NASA. Foto-foto yang beredar di publik, semua sudah di-edit. Misalkan: Langit yang hitam kelam tanpa ada bintik bintang dan cahaya; pantulan pada kaca helm astronout nampak banyak bangunan-bangunan tegak mirip antena (bisa cari-cari di internet).
Apakah kita mau percaya begitu aja, bahwa misi Apollo dengan biaya bermilyar dollar, hanya untuk tujuan: Menancapkan bendera?


=D>

Re: Misi Ke Bulan Amerika Mengguncang Iman Muslim

Posted: Sat Jun 18, 2011 7:38 pm
by kuta bali
tantra wrote::stun:

Tentang missi Apollo ke Bulan, sangat banyak hal yang disembunyikan oleh NASA. Foto-foto yang beredar di publik, semua sudah di-edit. Misalkan: Langit yang hitam kelam tanpa ada bintik bintang dan cahaya; pantulan pada kaca helm astronout nampak banyak bangunan-bangunan tegak mirip antena (bisa cari-cari di internet).
Apakah kita mau percaya begitu aja, bahwa misi Apollo dengan biaya bermilyar dollar, hanya untuk tujuan: Menancapkan bendera?


=D>
Siapa yang menutupi, gambarnya banyak sekali kok. Di televisi juga sudah terbantah kalau tuduhan hoax itu salah.
Kenapa 100% salah, karena Neil Armstrong menaruh cermin di bulan untuk mengukur jarak bulan dari bumi dengan memancarkan sinar laser dan menunggu waktu pantulnya.



Siapa ya yang menaruh cermin itu?
Siapa pun itu yang jelas terbukti ada sesuatu dari bumi entah manusia atau robot kebulan.

Soal langit gak ada bintang, sekarang kamu coba potret kota pada saat malam, dengan latar belakang terang. Maka kamera akan mengukur diafragma pada bukaan kecil, sehingga bintang tidak tampak.
Begitu juga bulan, karena pada saat terang, maka kamera akan membuat bukaan kecil, sehingga cahaya bintang tidak tampak.

Image

Re: Misi Ke Bulan Amerika Mengguncang Iman Muslim

Posted: Sat Jun 18, 2011 7:46 pm
by kuta bali
Mana ya bintangnya????

Tidak tahu dimana bintangnya dan bagaimana tidak tampak, padahal mata kita bisa melihat, silakan tanya di www.fotografer.net.

Image

Re: Misi Ke Bulan Amerika Mengguncang Iman Muslim

Posted: Sat Jun 18, 2011 7:56 pm
by kuta bali
Soal cahaya paralel (dari matahari) tetapi terlihat seolah2 ada 2 sumber cahaya (terlihat bayangan dari 2 sudut yang berbeda).

Silakan lihat penjelasannya di: