CRESCENT-STAR wrote:memangnya integrasi seperti apa ? ..kawin mawin ? atau seperti di kita ada kampung cina, kampung jawa, kampung arab, begitu ?
orang cina di kita juga hidup eksklusif dan berbaur hanya sesama dia kebanyakannya. demikian juga orang Arab cenderung berkelompok.
kenapa jadi ngurusin integrasi ? yg penting tidak melanggar konstitusi di negara tsb. integrasi atau tidak itu hak mereka dan itu tidak melanggar undang-undang.
Masalahnya adalah mereka tidak peduli pada negara mereka yang baru, mereka masih lebih setia pada agama mereka.
Coba kalo elo sendiri? Misalnya ada orang yang permisi minta numpang di rumah lo?
Karena kasian ya lo ijinin.
Tapi... dia... malah... gak menggubris aturan aturan rumah lo.
Lo suka nonton porno, eh dia malah protes.
Lo suka minum bir, eh dia malah protes.
Lo beribadah kristen, dia melihat elo kayak musuh.
Lo ajak dia makan bersama di meja makan, dia maunya makan di lantai pake tangan.
Lo suka bercanda dan berdiskusi apa aja, tapi dia malah gampang banget tersinggung dan marah kalo diajak diskusi (sensi, merasa 'dihina').
Trus tadinya yang numpang cuman dia sendiri, eh dia malah bawa bawa istri anaknya yang lain, dan semuanya tidak bisa bahasa setempat, dan EMANG TIDAK MAU belajar bahasa setempat.
Trus lo bilang, "hei berbaur dong ama kita! Kita berteman kan?" Eh dia malah teriak mau mengambil alih rumah lo. Sekaligus bilang lo akan dia bunuh karena elo kafir!
Kalo lo memutuskan untuk mengusirnya? Bukankah itu sangat wajar?
Orang dia sama sekali tidak peduli ama elo? Tidak menghormati elo sama sekali sebagai tuan rumah?
Kalo bertamu di Roma, berlakulah seperti orang romawi!
Jangan tiba di roma, eh malah ngotot mengubah Roma jadi Mekkah!
candra_mukti19 wrote:
Kendatipun banyak ulama dari kalangan islam "garis lembek" yang berkata "kami menyesalkan kekerasan yang terjadi terhadap warga Ahmadiyah. Dan Islam tidak mengajarkan kekerasan sedikitpun." tapi saya merasa tidak sedikitpun melihat ketulusan dan kejujuran para ulama tersebut atas pernyataan penyesalan tersebut. Karena biasanya sehabis kata penyesalan tersebut di susul dengan kalimat-kalimat yang terus menerus menyalahkan warga Ahmadiyah, menggambarkan kebencian terhadap kaum Ahmadi. Seakan-akan saya melihat mereka sedang berdusta atas statement-statement penyesalan itu. Mungkin saya telah berprasangka buruk dengan berpikir bahwa sesungguhnya mereka gembira dan bertepuk tangan saat menyaksikan warga Ahmadiyah teraniaya, tak sedikitpun bersedih dan berempati terhadap mereka.
Coba perhatikan satu hal juga: tidak peduli seberapa pun kejamnya FPI menyerang Ahmadiyah, ulama ulama itu tidak ada seorang pun yang mengutuk kekejaman kekejaman tersebut! Ya paling cuma sebatas 'menyesalkan'.
Kalo dipikir lagi, tokoh tokoh islam tidak menunjukkan empati pada kesusahan kaum yang bukan islam.
Misalnya kalo jepang kena gempa bumi? Mereka tidak menunjukkan simpati, boro boro ngebantu. Malah bilang 'ini laknat Allah pada bangsa yang bejad'. Simpati islam itu hanya pada kaumnya sendiri saja.