ALQURAN - KITAB SUCI PALSU
Posted: Mon Dec 28, 2009 11:37 pm
Catatan:
Tulisan ini saya posting di forum MyQuran untuk menanggapi sebuah topik yang berjudul "Pemalsuan Bibel, ....dst..dst..."
Setelah tulisan ini tidak mendapat respons atau bantahan selama berhari-hari pada akhirnya (10 Desember 2009) saya mendapatkan pesan bahwa saya di-banned di forum tersebut.
Maaf EENS, Anda dikucilkan dari penulisan ataupun pengiriman pesan pribadi pada forum ini.
Tidak masalah, itu hak mereka.
--------------------------------------------------
Membaca judul thread ini sebenarnya saya agak geli, 'Pemalsuan Bibel...'.
Apa yang ada di otak naif TS saat memberi judul?
Oh ya, sebuah tipikal prasangka muslim yang ditanamkan dengan kuat selama berabad-abad: kitab-kitab suci sebelumnya (Taurat. Zabur/Mazmur, dan Injil) sudah diselewengkan, ditambah-tambah dan diubah sedemikian rupa sehingga sudah kehilangan keasliannya sebagai Sabda Tuhan. Dengan kata lain kitab-kitab tersebut sudah dipalsukan.
Sebenarnya cukup dengan akal sehat kita akan tahu bahwa tuduhan semacam ini hanyalah sebuah fitnah yang tidak bertanggung jawab, yang memang perlu dilancarkan agar manusia mau menerima sebuah 'kitab suci' baru bernama Alquran. Nanti di artikel lain akan saya jelaskan mengapa tuduhan semacam ini tidak bisa tidak hanyalah sebuah fitnah yang berlandaskan pada pemikiran yang sesat. Ya betul, dasar pemikirannya adalah ajaran sesat.
Sekarang saya ingin berkonsentrasi pada apa itu kitab palsu?
Banyak orang yang terlalu mudah menerima begitu saja definisi pemalsuan kitab suci yang diberikan oleh golongan muslim: apabila kitab tersebut sudah mengalami perubahan, apapun itu, maka itu artinya dipalsukan. Padahal tidak sesederhana itu.
Bukan Teks Tapi Substansi Makna
Perkembangan peradaban niscaya juga mengakibatkan perkembangan bahasa. Konsekuensinya, suatu teks yang ditulis berabad-abad sebelumnya akan mengalami pergeseran makna sehingga memerlukan penyesuaian-penyesuaian jika ingin menampilkan makna yang sama seperti yang dimaksudkan penulis teks asli. Maka dari itu perubahan-perubahan teks yang dilakukan dengan maksud seperti ini sama sekali bukanlah pemalsuan. Yang penting bukanlah otentisitas teks, tetapi otentisitas makna atau substansi dari teks tersebut. Sejauh substansi dari teks-teks kitab suci tersebut tetap terjaga maka perubahan teks bukanlah suatu masalah.
Bukan Teks Tapi Manusia
Jadi dari sudut ini keutuhan teks itu sendiri sesungguhnya tidak mampu menjamin dan menjaga keutuhan substansi isi karena adanya perkembangan bahasa. Ini fakta ilmiah. Menyerahkan keutuhan substansi pada keaslian teks (seperti pada Alquran, misalnya) menjadi sesuatu yang konyol dan absurd. Lalu kepada siapakah keutuhan substansi ini dipercayakan penjagaannya?
Ketika kita berbicara substansi kitab suci berupa Sabda Tuhan maka satu-satunya yang layak dipercaya untuk menjaga keutuhannya adalah justru manusia, bukan teks. Sejarah keselamatan telah menunjukkan bahwa Tuhan mempercayakan keutuhan substansi isi kitab suci ini kepada manusia, bukan kepada teks-teks. Berkali-kali teks kitab suci hilang, rusak atau mengalami perubahan, namun substansi Sabda Tuhan tetap terjaga utuh sampai akhir jaman. Dalam hal menjaga keutuhan substansi Sabda Tuhan, tentunya Tuhan sendiri lebih percaya kepada manusia ciptaan-Nya daripada kepada hasil budaya manusia (teks dan kertas). Setidaknya begitulah menurut akal sehat. Dan dalam kenyataannya, manusia tidak hanya dipercaya untuk menjaga Sabda Tuhan tapi juga untuk menyampaikan Sabda Tuhan.
Menyatakan otentisitas substansi kitab suci dipercayakan pada teks dan bukan kepada manusia sama saja dengan menghina Tuhan karena menganggap ciptaan Tuhan lebih buruk dan lebih tidak layak dipercaya dari pada ciptaan manusia.
Para Penjaga dan Pembawa Sabda Tuhan
Demikianlah dapat kita simpulkan bahwa yang paling layak dalam menjaga otentisitas substansi Sabda Tuhan adalah manusia, bukan yang lain. Maka jika Tuhan menurunkan Sabda-Nya tentu Dia juga HARUS menyediakan manusia-manusia pilihan yang dipercaya untuk menjaga dan menyampaikan Sabda-Nya, tidak mungkin tidak. Tentunya yang dimaksud adalah manusia-manusia pilihan yang mendapatkan karunia dan anugerah khusus dari Tuhan. Inilah yang di sepanjang sejarah PL kita kenal sebagai nabi-nabi, raja-raja, imam-imam dan banyak orang pilihan lainnya yang PASTI disiapkan Tuhan untuk mewartakan sekaligus menjaga keutuhan Sabda-Nya.
Dalam era PB, manusia pilihan penjaga dan pembawa Sabda Tuhan ini diserahkan pada para rasul, dan seluruh hirarki Gereja yang kita kenal sebagai Tradisi Suci. Dengan demikian apapun yang telah disetujui dan diakui Tradisi Suci (hirarki Gereja) sebagai Sabda Tuhan sudah pasti merupakan Sabda Tuhan yang otentik. Jadi kalau kita ingin mengetahui Kitab Suci yang otentik maka yang perlu kita lakukan adalah mengetahui Kitab Suci yang diakui secara sah oleh Tradisi Suci, bukan yang lain.
Kitab-kitab Palsu
Saya akan memberi ilustrasi sederhana sebagai berikut:
BI adalah otoritas yang dapat menerbitkan uang di negeri ini. Uang apapun, berapapun nilainya seperti apapun bentuk dan gambarnya sepanjang BI menetapkannya sebagai uang yang resmi maka uang tersebut berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Jika beberapa waktu kemudian BI menerbitkan uang dengan bentuk atau desain yang berbeda, uang tersebut bukanlah uang palsu, itu uang asli dan nilainya tidak berubah sama sekali.
Tapi jika ada orang lain (yang tidak berhak) menerbitkan uang yang bentuknya sama, meski segala sesuatunya mirip, uang tersebut adalah uang palsu. Bukan karena bentuknya tapi karena uang tersebut diterbitkan oleh otoritas yang tidak berhak menerbitkannya.
Dari ilustrasi sederhana di atas kita bisa mengambil analoginya untuk masalah kitab suci dan menyimpulkan bahwa palsu atau tidaknya suatu Kitab Suci sangat ditentukan oleh pengakuan dari otoritas yang berhak, bukan oleh hal-hal lain atau pertimbangan pihak-pihak lain. Harus saya ingatkan bahwa otoritas ini PASTI ADA karena Tuhan sendiri menghendakinya sebagai penjaga dan pewarta Sabda-Nya. Dalam konteks Gereja Katolik, otoritas ini ada di tangan hirarki Gereja yang kita kenal sebagai Tradisi Suci.
Nah, sekarang situasinya jadi terbalik.... dari sudut ini malah kita bisa mengatakan bahwa justru Alquran adalah kitab palsu yang sesungguhnya. Jika Alquran hanya membuat kisah tentang Muhamat saja maka hal itu mungkin bukan masalah, orang Arab sah-sah saja menyebutnya sebagai kitab suci tentang Muhamat. Itu urusan mereka. Tapi ketika Alquran mengambil dan mengklaim kisah-kisah nabi-nabi PL dan juga kisah-kisah tentang Yesus dalam kitabnya maka persoalannya menjadi lain. Selain kisah tersebut secara substansi berbeda dengan aslinya, Muhamat sama sekali tidak punya otoritas apapun untuk mengangkat kisah-kisah nabi PL dan kisah tentang Yesus di dalam Alquran. Kira-kira seperti Malaysia yang mengaku-aku batik atau reog. Kita bisa katakan batik atau reog versi Malaysia tentunya adalah batik dan reog yang palsu. Jadi dari sudut ini kita bisa menyatakan bahwa Alquran adalah kitab suci yang palsu.
Ketika orang Islam berteriak-teriak soal pemalsuan kitab suci sebelumnya, itu seperti MALING BERTERIAK MALING.
Soal ini Rasul Paulus sudah mengingatkan:
Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia. (Gal.1:6-9)
Ini adalah sebuah nubuat yang sangat meyakinkan dan akurat tentang Muhamat (rasul palsu) yang mengaku mendapat bisikan Jibril (malaikat palsu) dan memberitakan tentang Injil palsu, yaitu kisah tentang Yesus yang diputarbalikkan dan berbeda dengan yang diajarkan dan diberitakan Gereja. Terkutuklah dia, kata Paulus.
Tulisan ini saya posting di forum MyQuran untuk menanggapi sebuah topik yang berjudul "Pemalsuan Bibel, ....dst..dst..."
Setelah tulisan ini tidak mendapat respons atau bantahan selama berhari-hari pada akhirnya (10 Desember 2009) saya mendapatkan pesan bahwa saya di-banned di forum tersebut.
Maaf EENS, Anda dikucilkan dari penulisan ataupun pengiriman pesan pribadi pada forum ini.
Tidak masalah, itu hak mereka.
--------------------------------------------------
Membaca judul thread ini sebenarnya saya agak geli, 'Pemalsuan Bibel...'.
Apa yang ada di otak naif TS saat memberi judul?
Oh ya, sebuah tipikal prasangka muslim yang ditanamkan dengan kuat selama berabad-abad: kitab-kitab suci sebelumnya (Taurat. Zabur/Mazmur, dan Injil) sudah diselewengkan, ditambah-tambah dan diubah sedemikian rupa sehingga sudah kehilangan keasliannya sebagai Sabda Tuhan. Dengan kata lain kitab-kitab tersebut sudah dipalsukan.
Sebenarnya cukup dengan akal sehat kita akan tahu bahwa tuduhan semacam ini hanyalah sebuah fitnah yang tidak bertanggung jawab, yang memang perlu dilancarkan agar manusia mau menerima sebuah 'kitab suci' baru bernama Alquran. Nanti di artikel lain akan saya jelaskan mengapa tuduhan semacam ini tidak bisa tidak hanyalah sebuah fitnah yang berlandaskan pada pemikiran yang sesat. Ya betul, dasar pemikirannya adalah ajaran sesat.
Sekarang saya ingin berkonsentrasi pada apa itu kitab palsu?
Banyak orang yang terlalu mudah menerima begitu saja definisi pemalsuan kitab suci yang diberikan oleh golongan muslim: apabila kitab tersebut sudah mengalami perubahan, apapun itu, maka itu artinya dipalsukan. Padahal tidak sesederhana itu.
Bukan Teks Tapi Substansi Makna
Perkembangan peradaban niscaya juga mengakibatkan perkembangan bahasa. Konsekuensinya, suatu teks yang ditulis berabad-abad sebelumnya akan mengalami pergeseran makna sehingga memerlukan penyesuaian-penyesuaian jika ingin menampilkan makna yang sama seperti yang dimaksudkan penulis teks asli. Maka dari itu perubahan-perubahan teks yang dilakukan dengan maksud seperti ini sama sekali bukanlah pemalsuan. Yang penting bukanlah otentisitas teks, tetapi otentisitas makna atau substansi dari teks tersebut. Sejauh substansi dari teks-teks kitab suci tersebut tetap terjaga maka perubahan teks bukanlah suatu masalah.
Bukan Teks Tapi Manusia
Jadi dari sudut ini keutuhan teks itu sendiri sesungguhnya tidak mampu menjamin dan menjaga keutuhan substansi isi karena adanya perkembangan bahasa. Ini fakta ilmiah. Menyerahkan keutuhan substansi pada keaslian teks (seperti pada Alquran, misalnya) menjadi sesuatu yang konyol dan absurd. Lalu kepada siapakah keutuhan substansi ini dipercayakan penjagaannya?
Ketika kita berbicara substansi kitab suci berupa Sabda Tuhan maka satu-satunya yang layak dipercaya untuk menjaga keutuhannya adalah justru manusia, bukan teks. Sejarah keselamatan telah menunjukkan bahwa Tuhan mempercayakan keutuhan substansi isi kitab suci ini kepada manusia, bukan kepada teks-teks. Berkali-kali teks kitab suci hilang, rusak atau mengalami perubahan, namun substansi Sabda Tuhan tetap terjaga utuh sampai akhir jaman. Dalam hal menjaga keutuhan substansi Sabda Tuhan, tentunya Tuhan sendiri lebih percaya kepada manusia ciptaan-Nya daripada kepada hasil budaya manusia (teks dan kertas). Setidaknya begitulah menurut akal sehat. Dan dalam kenyataannya, manusia tidak hanya dipercaya untuk menjaga Sabda Tuhan tapi juga untuk menyampaikan Sabda Tuhan.
Menyatakan otentisitas substansi kitab suci dipercayakan pada teks dan bukan kepada manusia sama saja dengan menghina Tuhan karena menganggap ciptaan Tuhan lebih buruk dan lebih tidak layak dipercaya dari pada ciptaan manusia.
Para Penjaga dan Pembawa Sabda Tuhan
Demikianlah dapat kita simpulkan bahwa yang paling layak dalam menjaga otentisitas substansi Sabda Tuhan adalah manusia, bukan yang lain. Maka jika Tuhan menurunkan Sabda-Nya tentu Dia juga HARUS menyediakan manusia-manusia pilihan yang dipercaya untuk menjaga dan menyampaikan Sabda-Nya, tidak mungkin tidak. Tentunya yang dimaksud adalah manusia-manusia pilihan yang mendapatkan karunia dan anugerah khusus dari Tuhan. Inilah yang di sepanjang sejarah PL kita kenal sebagai nabi-nabi, raja-raja, imam-imam dan banyak orang pilihan lainnya yang PASTI disiapkan Tuhan untuk mewartakan sekaligus menjaga keutuhan Sabda-Nya.
Dalam era PB, manusia pilihan penjaga dan pembawa Sabda Tuhan ini diserahkan pada para rasul, dan seluruh hirarki Gereja yang kita kenal sebagai Tradisi Suci. Dengan demikian apapun yang telah disetujui dan diakui Tradisi Suci (hirarki Gereja) sebagai Sabda Tuhan sudah pasti merupakan Sabda Tuhan yang otentik. Jadi kalau kita ingin mengetahui Kitab Suci yang otentik maka yang perlu kita lakukan adalah mengetahui Kitab Suci yang diakui secara sah oleh Tradisi Suci, bukan yang lain.
Kitab-kitab Palsu
Saya akan memberi ilustrasi sederhana sebagai berikut:
BI adalah otoritas yang dapat menerbitkan uang di negeri ini. Uang apapun, berapapun nilainya seperti apapun bentuk dan gambarnya sepanjang BI menetapkannya sebagai uang yang resmi maka uang tersebut berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Jika beberapa waktu kemudian BI menerbitkan uang dengan bentuk atau desain yang berbeda, uang tersebut bukanlah uang palsu, itu uang asli dan nilainya tidak berubah sama sekali.
Tapi jika ada orang lain (yang tidak berhak) menerbitkan uang yang bentuknya sama, meski segala sesuatunya mirip, uang tersebut adalah uang palsu. Bukan karena bentuknya tapi karena uang tersebut diterbitkan oleh otoritas yang tidak berhak menerbitkannya.
Dari ilustrasi sederhana di atas kita bisa mengambil analoginya untuk masalah kitab suci dan menyimpulkan bahwa palsu atau tidaknya suatu Kitab Suci sangat ditentukan oleh pengakuan dari otoritas yang berhak, bukan oleh hal-hal lain atau pertimbangan pihak-pihak lain. Harus saya ingatkan bahwa otoritas ini PASTI ADA karena Tuhan sendiri menghendakinya sebagai penjaga dan pewarta Sabda-Nya. Dalam konteks Gereja Katolik, otoritas ini ada di tangan hirarki Gereja yang kita kenal sebagai Tradisi Suci.
Nah, sekarang situasinya jadi terbalik.... dari sudut ini malah kita bisa mengatakan bahwa justru Alquran adalah kitab palsu yang sesungguhnya. Jika Alquran hanya membuat kisah tentang Muhamat saja maka hal itu mungkin bukan masalah, orang Arab sah-sah saja menyebutnya sebagai kitab suci tentang Muhamat. Itu urusan mereka. Tapi ketika Alquran mengambil dan mengklaim kisah-kisah nabi-nabi PL dan juga kisah-kisah tentang Yesus dalam kitabnya maka persoalannya menjadi lain. Selain kisah tersebut secara substansi berbeda dengan aslinya, Muhamat sama sekali tidak punya otoritas apapun untuk mengangkat kisah-kisah nabi PL dan kisah tentang Yesus di dalam Alquran. Kira-kira seperti Malaysia yang mengaku-aku batik atau reog. Kita bisa katakan batik atau reog versi Malaysia tentunya adalah batik dan reog yang palsu. Jadi dari sudut ini kita bisa menyatakan bahwa Alquran adalah kitab suci yang palsu.
Ketika orang Islam berteriak-teriak soal pemalsuan kitab suci sebelumnya, itu seperti MALING BERTERIAK MALING.
Soal ini Rasul Paulus sudah mengingatkan:
Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia. (Gal.1:6-9)
Ini adalah sebuah nubuat yang sangat meyakinkan dan akurat tentang Muhamat (rasul palsu) yang mengaku mendapat bisikan Jibril (malaikat palsu) dan memberitakan tentang Injil palsu, yaitu kisah tentang Yesus yang diputarbalikkan dan berbeda dengan yang diajarkan dan diberitakan Gereja. Terkutuklah dia, kata Paulus.