Sekedar berbagi
Posted: Tue May 21, 2013 5:05 am
Halo semua,
Saya sebenarnya sudah mengenal website ini semenjak dulu. Dulu kebetulan saya memergoki seorang teman kantor non-muslim yang membuka website ini. Saya dulu tidak suka dengan website ini karena isinya hanyalah hujatan-hujatan dan hinaan-hinaan tidak bermutu yang mengedepankan emosi. Akan tetapi saya merasa berkewajiban berbagi pengalaman "rohani" saya kepada dunia. Saya melihat begitu marak di media-media tentang artis mualaf dan bagaimana masyarakat menyambut mereka dan menganggap nya sebagai berkah. Atau secara terang2an misalnya di majalah2 atau di website2 tertentu sampai ada kolom: Mualaf. Saya hanya ingin berbagi bahwa banyak juga di luar sana sebenarnya muslim muslim yang sudah tidak meyakini lagi agamanya sendiri akan tetapi mereka tidak mau pusing tentang hal itu dan lebih memilih untuk menyimpannya secara private.
Saya ingin berbagi pengalaman tentang kemurtadan saya. Alasan awal adalah sederhana saja, saya adalah seorang homoseksual. Saya dibesarkan dari keluarga dengan pehaman agama yang kuat. Sedari kami kecil kami diwajibkan untuk mendalami Al-Quran bahkan dengan mendatangkan guru agama private ke rumah kami seminggu dua kali. Beranjak remaja pertanyaan tentang keyakinan mulai muncul, bagaimana bisa Tuhan bisa membenci mahkluk yang diciptakannya sendiri. Saya mengerti tentang kebencian Tuhan terhadap manusia jahat, tetapi mengenai orang seperti saya apakah bisa dikategorikan jahat?
Beranjak usia kuliah pergolakan akan keyakinan semakin bertambah. Keingintahuan dan kehausan akan jawaban mengenai Tuhan, takdir dan hidup semakin bergelora. Saya menghabiskan berjam-jam waktu di warung internet untuk membaca artikel2 keagamaan. Saya juga bersahabat dengan seorang yang memiliki pehaman Islam yang kuat. Bersama dia kami mengikuti pengajian2, workshop2 dan kadang2 menghabiskan waktu untuk bertasawuf di mesjid.
Sampai suatu saat saya menemukan suatu milis tentang homoseksual muslim. Saat itu saya merasa menemukan oase di tengah2 kebingungan hidup saya. Karena saya merasa saya bisa mempertahankan keyakinan saya dan disaat yang sama bisa juga menjadi diri saya sendiri. Mereka meyakinkan saya dengan ayat2 yang menyatakan bahwa sebenarnya homoseksualitas itu tidak dilarang oleh Al-Quran. Meski dalam hati kecil saya, sepertinya kami hanya mencari pembenaran. Disamping itu ayat2 Quran sangatlah bias dan rentan menimbulkan multitafsir.Akan tetapi tak lama kemudian milis tersebut mendapatkan ancaman dari para fundametalis dan menyatakan bahwa seluruh pengikut milis tersebut kafir. Bahkan admin dan moderator mendapatkan ancaman mati.
Disaat yang sama saya juga mempelajari Injil. Akan tetapi saya merasa Injil adalah versi lebih memusingkan dari Al-Quran. Ditambah lagi setelah tahu bahwa Injil yang beredar sekarang telah mengalami "filter" dari Roma saya menjadi tidak tertarik mempelajari lebih jauh.
Akhirnya setelah tamat kuliah saya melepaskan diri dari ikatan agama. Saya tidak lagi menjalankan ibadah dan berusaha mungkin utk tidak berurusan lagi dengan kegiatan keagamaan.Saya memang masih tidak bisa terbuka di keluarga atau di kelompok teman2 tertentu. Biasanya saya menjalankan "political" shalat atau bersembahyang hanya biar mereka tidak ribut.Di mata teman2 saya, saya adalah seorang muslim yang hanya malas sholat saja.
Seiring waktu berjalan, semakin banyak kejadian di sekeliling kita, semakin membuka mata saya bahwa keputusan saya meninggalkan Islam yang tadinya karena ke-gay-an saya adalah benar. Misalnya semakin maraknya terorisme, fundamentalis yang semakin ingin berambisi untuk menghijaukan Indonesia sampai melanggar hak hak kebebasan beragama di Indonesia, mediskreditkan perempuan bahkan inti dari ajaran Islam itu sendiri seperti:
1. Halal darahnya apabila seseorang keluar dari Islam. Hal ini menurut saya sangatlah berbahaya mengingat bagaimana orang yg terlahir di keluarga muslim dan tidak sependapat dengan nilai2 Islam seperti saya. Saya tidak memilih untuk terlahir di keluarga muslim dan memilih Islam sebagai agama saya dan tidak diberi kesempatan untuk memilih agama yang sesuai utk saya.
2. Hukum berzinah, apabila dilakukan oleh orang tanpa ikatan pernikahan apa salahnya bila dilakukan atas dasar suka sama suka.
3. Hukum menutup aurat bagi perempuan yang menurut saya sangat bias.
4. Pemisahan laki2 dan perempuan untuk menghindari nafsu. Apakah mereka tidak tau bahwa bagi kaum homoseksual justru hal ini adalah sebaliknya? :)
Menginjak dunia profesionalisme, saya cukup beruntung berkesempatan untuk bekerja di Eropa. Di sini saya secara terang2an menyatakan bahwa saya tidak beragama terhadap semua orang. Sebenarnya bagi orang Eropa hal ini tidaklah dan bukan hal yang penting. Saya baru menyadari bahwa pertanyaan seperti "agama kamu apa?" atau "kamu lebaran apa natalan?" itu adalah pertanyaan yang sangat Indonesia.
Saya semakin terbuka dengan teman-teman saya, bahkan dengan teman2 indonesia dulu dan teman kuliah saya sudah secara terang2an menyatakan bahwa saya tidak beragama. Berbagai tanggapan dari mereka seperti "apakah kamu tidak merasa kehilangan pegangan?" atau "lalu apa tujuan hidup kamu sekarang?" atau "kamu mungkin marah terhadap Tuhan karena keadaan kamu" . Terus terang awal2 dulu ketika saya melepaskan Tuhan, saya merasa kesepian yang sangat dalam di awal-awal. Bisa dibayangkan ketika kita terbiasa dari kecil memiliki sosok Tuhan yang akan selalu bersama kita disetiap saat harus dihadapkan terhadap keyakinan baru. Disatu sisi lain saya merasa bahagia terlepas dari ikatan dogma. Mengenain tujuan hidup, saya rasa hal ini sangatlah sederhana. Saya ingin menjadi orang yang berguna bagi manusia sekitar saya dengan berbagi kasih terhadap sesama. Saya tidak memerlukan Tuhan untuk berbuat baik untuk sekeliling kita. Saya tidak marah terhadap Tuhan karena saya pikir saya mengenal Tuhan tapi ternyata saya tidak mengenal Tuhan. Saya merasa lebih kenal terhadap ibu saya dibanding kepada Tuhan. Saya ingin bertanya adakah diantara kita yang memang pernah berbicara terhadap Tuhan? Bagaimana kita bisa mengklaim bahwa kita merasa dekat dengan Tuhan apabila kita belum pernah bertemu dengan sosoknya? Oleh karena itu saya tidak benci Tuhan karena memang saya tidak meyakini dia ada.
Di perantauan, saya juga bertemu dengan orang2 Indonesia yang ternyata mereka murtad dari Islam. Mereka hanya berani menyatakan keyakinan mereka terhadap saya setelah saya bercerita tentang pengalaman saya bahwa mereka juga sebenarnya sama. Mereka bukan homoseksual. (Bagi saya, sangatlah masuk akal apabila seorang gay terus menjadi atheis) Akan tetapi orang2 yang saya temui ini bukanlah dari orang seperti saya. Juga mereka adalah orang2 yang jenius di bidangnya.
Saya dulu termasuk orang yang penuh kebencian dan muak apabila sudah dihadapkan dengan kedangkalan berfikir orang2 yang memiliki agama dan berkeyakinan bahwa Tuhan, Allah atau Jesus itu ada. Saya merasa bahwa pikiran mereka terkekang dengan imajinasi dan delusi bahwa Tuhan itu memang ada dan berangan2 bahwa mereka terselamatkan dan akan masuk surga. Saya merasa terganggu dengan "perasaan berkewajiban" mereka untuk "mengembalikan" orang2 yang tidak beragama terhadap jalan mereka. Saya justru merasa berfikiran sebaliknya. Saya justru merasa berkewajiban untuk membangunkan mereka dari mimpi indah mengenai surga dan pahala dan ironisnya mereka hanya berbuat baik demi mendapatkan hal hal tersebut.
Akan tetapi suatu waktu ada kejadian yang unik. Di satu siang ketika menunggu kereta saya didekati seorang gelandangan. Saya sudah hendak beranjak menghindari dia akan tetapi dia bilang kepada saya bahwa dia tidak lah berbahaya dia hanya ingin memiliki teman bicara. Saya mengurungkan niat saya utk pergi dan bertanya mengenai kabarnya. Dia bercerita bahwa dia adalah seorang mantan drug addict yang kehilangan segalanya dalam hidup dia. Cita-cita dan harapan. Umur dia baru 30 awal dan bagi dia belumlah terlambat bagi dia utk berubah dan dia ingin memperbaiki itu. Saya bertanya sama dia, apa sebenearnya hal utama yang membuat kamu berubah ingin bersih? Dia bilang sederhana saja, dia ingin menjadi orang baik karena orang baik itu masuk surga.
Di dalam kereta ucapan dia terus terngiang-ngiang dalam telinga saya. Saya berkesimpulan bahwa agama itu masihlah diperlukan diatas dunia ini karena kemampuan berfikir manusia itu berbeda-beda satu sama lain. Agama, baik buruknya, setidaknya dapat menyetir orang menjadi insan yang baik mendorong manusia utk melakukan kebaikan karena agama memiliki unsur harapan. Saya memang prihatin terhadap orang2 yang memiliki blind faith, tapi mereka juga melakukannya atas dasar harapan. Islam, Kristen, Budha atau apalah itu menurut saya adalah bagian dari evolusi pemikiran manusia.
Satu hal yang saya ingin tekankan dari ketidak-beragamaan saya. Saya bahagia.
Salam sejahtera,
M
Saya sebenarnya sudah mengenal website ini semenjak dulu. Dulu kebetulan saya memergoki seorang teman kantor non-muslim yang membuka website ini. Saya dulu tidak suka dengan website ini karena isinya hanyalah hujatan-hujatan dan hinaan-hinaan tidak bermutu yang mengedepankan emosi. Akan tetapi saya merasa berkewajiban berbagi pengalaman "rohani" saya kepada dunia. Saya melihat begitu marak di media-media tentang artis mualaf dan bagaimana masyarakat menyambut mereka dan menganggap nya sebagai berkah. Atau secara terang2an misalnya di majalah2 atau di website2 tertentu sampai ada kolom: Mualaf. Saya hanya ingin berbagi bahwa banyak juga di luar sana sebenarnya muslim muslim yang sudah tidak meyakini lagi agamanya sendiri akan tetapi mereka tidak mau pusing tentang hal itu dan lebih memilih untuk menyimpannya secara private.
Saya ingin berbagi pengalaman tentang kemurtadan saya. Alasan awal adalah sederhana saja, saya adalah seorang homoseksual. Saya dibesarkan dari keluarga dengan pehaman agama yang kuat. Sedari kami kecil kami diwajibkan untuk mendalami Al-Quran bahkan dengan mendatangkan guru agama private ke rumah kami seminggu dua kali. Beranjak remaja pertanyaan tentang keyakinan mulai muncul, bagaimana bisa Tuhan bisa membenci mahkluk yang diciptakannya sendiri. Saya mengerti tentang kebencian Tuhan terhadap manusia jahat, tetapi mengenai orang seperti saya apakah bisa dikategorikan jahat?
Beranjak usia kuliah pergolakan akan keyakinan semakin bertambah. Keingintahuan dan kehausan akan jawaban mengenai Tuhan, takdir dan hidup semakin bergelora. Saya menghabiskan berjam-jam waktu di warung internet untuk membaca artikel2 keagamaan. Saya juga bersahabat dengan seorang yang memiliki pehaman Islam yang kuat. Bersama dia kami mengikuti pengajian2, workshop2 dan kadang2 menghabiskan waktu untuk bertasawuf di mesjid.
Sampai suatu saat saya menemukan suatu milis tentang homoseksual muslim. Saat itu saya merasa menemukan oase di tengah2 kebingungan hidup saya. Karena saya merasa saya bisa mempertahankan keyakinan saya dan disaat yang sama bisa juga menjadi diri saya sendiri. Mereka meyakinkan saya dengan ayat2 yang menyatakan bahwa sebenarnya homoseksualitas itu tidak dilarang oleh Al-Quran. Meski dalam hati kecil saya, sepertinya kami hanya mencari pembenaran. Disamping itu ayat2 Quran sangatlah bias dan rentan menimbulkan multitafsir.Akan tetapi tak lama kemudian milis tersebut mendapatkan ancaman dari para fundametalis dan menyatakan bahwa seluruh pengikut milis tersebut kafir. Bahkan admin dan moderator mendapatkan ancaman mati.
Disaat yang sama saya juga mempelajari Injil. Akan tetapi saya merasa Injil adalah versi lebih memusingkan dari Al-Quran. Ditambah lagi setelah tahu bahwa Injil yang beredar sekarang telah mengalami "filter" dari Roma saya menjadi tidak tertarik mempelajari lebih jauh.
Akhirnya setelah tamat kuliah saya melepaskan diri dari ikatan agama. Saya tidak lagi menjalankan ibadah dan berusaha mungkin utk tidak berurusan lagi dengan kegiatan keagamaan.Saya memang masih tidak bisa terbuka di keluarga atau di kelompok teman2 tertentu. Biasanya saya menjalankan "political" shalat atau bersembahyang hanya biar mereka tidak ribut.Di mata teman2 saya, saya adalah seorang muslim yang hanya malas sholat saja.
Seiring waktu berjalan, semakin banyak kejadian di sekeliling kita, semakin membuka mata saya bahwa keputusan saya meninggalkan Islam yang tadinya karena ke-gay-an saya adalah benar. Misalnya semakin maraknya terorisme, fundamentalis yang semakin ingin berambisi untuk menghijaukan Indonesia sampai melanggar hak hak kebebasan beragama di Indonesia, mediskreditkan perempuan bahkan inti dari ajaran Islam itu sendiri seperti:
1. Halal darahnya apabila seseorang keluar dari Islam. Hal ini menurut saya sangatlah berbahaya mengingat bagaimana orang yg terlahir di keluarga muslim dan tidak sependapat dengan nilai2 Islam seperti saya. Saya tidak memilih untuk terlahir di keluarga muslim dan memilih Islam sebagai agama saya dan tidak diberi kesempatan untuk memilih agama yang sesuai utk saya.
2. Hukum berzinah, apabila dilakukan oleh orang tanpa ikatan pernikahan apa salahnya bila dilakukan atas dasar suka sama suka.
3. Hukum menutup aurat bagi perempuan yang menurut saya sangat bias.
4. Pemisahan laki2 dan perempuan untuk menghindari nafsu. Apakah mereka tidak tau bahwa bagi kaum homoseksual justru hal ini adalah sebaliknya? :)
Menginjak dunia profesionalisme, saya cukup beruntung berkesempatan untuk bekerja di Eropa. Di sini saya secara terang2an menyatakan bahwa saya tidak beragama terhadap semua orang. Sebenarnya bagi orang Eropa hal ini tidaklah dan bukan hal yang penting. Saya baru menyadari bahwa pertanyaan seperti "agama kamu apa?" atau "kamu lebaran apa natalan?" itu adalah pertanyaan yang sangat Indonesia.
Saya semakin terbuka dengan teman-teman saya, bahkan dengan teman2 indonesia dulu dan teman kuliah saya sudah secara terang2an menyatakan bahwa saya tidak beragama. Berbagai tanggapan dari mereka seperti "apakah kamu tidak merasa kehilangan pegangan?" atau "lalu apa tujuan hidup kamu sekarang?" atau "kamu mungkin marah terhadap Tuhan karena keadaan kamu" . Terus terang awal2 dulu ketika saya melepaskan Tuhan, saya merasa kesepian yang sangat dalam di awal-awal. Bisa dibayangkan ketika kita terbiasa dari kecil memiliki sosok Tuhan yang akan selalu bersama kita disetiap saat harus dihadapkan terhadap keyakinan baru. Disatu sisi lain saya merasa bahagia terlepas dari ikatan dogma. Mengenain tujuan hidup, saya rasa hal ini sangatlah sederhana. Saya ingin menjadi orang yang berguna bagi manusia sekitar saya dengan berbagi kasih terhadap sesama. Saya tidak memerlukan Tuhan untuk berbuat baik untuk sekeliling kita. Saya tidak marah terhadap Tuhan karena saya pikir saya mengenal Tuhan tapi ternyata saya tidak mengenal Tuhan. Saya merasa lebih kenal terhadap ibu saya dibanding kepada Tuhan. Saya ingin bertanya adakah diantara kita yang memang pernah berbicara terhadap Tuhan? Bagaimana kita bisa mengklaim bahwa kita merasa dekat dengan Tuhan apabila kita belum pernah bertemu dengan sosoknya? Oleh karena itu saya tidak benci Tuhan karena memang saya tidak meyakini dia ada.
Di perantauan, saya juga bertemu dengan orang2 Indonesia yang ternyata mereka murtad dari Islam. Mereka hanya berani menyatakan keyakinan mereka terhadap saya setelah saya bercerita tentang pengalaman saya bahwa mereka juga sebenarnya sama. Mereka bukan homoseksual. (Bagi saya, sangatlah masuk akal apabila seorang gay terus menjadi atheis) Akan tetapi orang2 yang saya temui ini bukanlah dari orang seperti saya. Juga mereka adalah orang2 yang jenius di bidangnya.
Saya dulu termasuk orang yang penuh kebencian dan muak apabila sudah dihadapkan dengan kedangkalan berfikir orang2 yang memiliki agama dan berkeyakinan bahwa Tuhan, Allah atau Jesus itu ada. Saya merasa bahwa pikiran mereka terkekang dengan imajinasi dan delusi bahwa Tuhan itu memang ada dan berangan2 bahwa mereka terselamatkan dan akan masuk surga. Saya merasa terganggu dengan "perasaan berkewajiban" mereka untuk "mengembalikan" orang2 yang tidak beragama terhadap jalan mereka. Saya justru merasa berfikiran sebaliknya. Saya justru merasa berkewajiban untuk membangunkan mereka dari mimpi indah mengenai surga dan pahala dan ironisnya mereka hanya berbuat baik demi mendapatkan hal hal tersebut.
Akan tetapi suatu waktu ada kejadian yang unik. Di satu siang ketika menunggu kereta saya didekati seorang gelandangan. Saya sudah hendak beranjak menghindari dia akan tetapi dia bilang kepada saya bahwa dia tidak lah berbahaya dia hanya ingin memiliki teman bicara. Saya mengurungkan niat saya utk pergi dan bertanya mengenai kabarnya. Dia bercerita bahwa dia adalah seorang mantan drug addict yang kehilangan segalanya dalam hidup dia. Cita-cita dan harapan. Umur dia baru 30 awal dan bagi dia belumlah terlambat bagi dia utk berubah dan dia ingin memperbaiki itu. Saya bertanya sama dia, apa sebenearnya hal utama yang membuat kamu berubah ingin bersih? Dia bilang sederhana saja, dia ingin menjadi orang baik karena orang baik itu masuk surga.
Di dalam kereta ucapan dia terus terngiang-ngiang dalam telinga saya. Saya berkesimpulan bahwa agama itu masihlah diperlukan diatas dunia ini karena kemampuan berfikir manusia itu berbeda-beda satu sama lain. Agama, baik buruknya, setidaknya dapat menyetir orang menjadi insan yang baik mendorong manusia utk melakukan kebaikan karena agama memiliki unsur harapan. Saya memang prihatin terhadap orang2 yang memiliki blind faith, tapi mereka juga melakukannya atas dasar harapan. Islam, Kristen, Budha atau apalah itu menurut saya adalah bagian dari evolusi pemikiran manusia.
Satu hal yang saya ingin tekankan dari ketidak-beragamaan saya. Saya bahagia.
Salam sejahtera,
M