Walaupun mungkin posnya kurang tepat di sini, tapi link berikut mungkin berguna buat umat islam introspeksi diri :
http://polhukam.kompasiana.com/2009/11/ ... hadap-ham/
Korban sipil konflik di Sudan: Omar Bashir
membunuh sekurangnya 300,000 warga sipil di Sudan
selatan, dan tidak ada protes berarti dari dunia Islam.
Bayangkan jika pelaku konflik tersebut adalah AS atau Israel.
JIKA kita intens menyimak konflik Israel-Palestina, atau konflik di timur tengah pada umumnya, akan muncul satu pertanyaan yang cukup mengganggu yaitu: apakah kecaman dunia Islam terhadap agresi Israel atas Palestina, atau invasi AS terhadap Irak dan Afghanistan disebabkan karena kepedulian umat Islam terhadap HAM? Kalau jawabannya adalah YA, maka akan muncul pertanyaan selanjutnya: kenapa mereka cenderung tidak peduli terhadap aneka pelanggaran HAM yang banyak juga dilakukan oleh negara-negara Muslim?
Memang menggelikan, ketika sejumlah Muslim memprotes kebijakan pemerintah Perancis yang melarang pemakaian simbol-simbol agama -termasuk jilbab- di sekolah-sekolah negeri, hampir tidak ada kelompok Muslim yang intens memprotes kebijakan pemerintah Saudi yang melarang pendirian gereja di negaranya. Serangan Israel ke jalur Gaza yang menewaskan sekian ratus warga sipil Palestina, dapat membuat jalan-jalan di Jakarta menjadi macet akibat demonstrasi. Namun, genosida yang dilakukan Presiden Omar Bashir, yang menewaskan lebih dari 300.000 warga sipilnya sendiri di Sudan selatan, tidak pernah sampai membuat umat Muslim sudi untuk berdemonstrasi secara intens, apalagi sampai mengerahkan massa hingga memacetkan jalan-jalan protokol.
Contoh aktual yang terjadi baru-baru ini adalah protes sejumlah pemuda Muslim di Alexandria, Mesir, terhadap Jerman. Pasalnya, seorang perempuan Muslim asal Mesir, Marwa Sherbini, dibunuh oleh seorang pemuda rasis di Jerman. Demonstran tersebut bahkan bersumpah bahwa Jerman adalah musuh Allah yang harus diperangi. Anehnya, di manakah demonstran itu pada Desember 2005, saat sejumlah polisi Mesir menyerbu kamp pengungsi di pusat Kairo, untuk “membersihkan” 2,500 pengungsi Muslim asal Sudan, memukuli hingga tewas 28 orang, termasuk di dalamnya wanita dan anak-anak?
Sikap-sikap yang demikian tentunya menimbulkan sebuah pertanyaan: apakah dunia Islam serius dengan persoalan HAM, atau menjadikan HAM hanya sebagai “norma” ketika hendak mengkritik kaum kafir saja?
****
Dalam analisa yang sederhana, terlihat kecenderungan bahwa dunia Islam baru memiliki kepedulian yang begitu intens terhadap konflik kemanusiaan jika itu melibatkan “non-Muslim” -terutama Yahudi dan Kristen- sebagai pelakunya, dan umat Muslim sebagai korbannya. Kecenderungan ini terlihat jelas hampir di manapun komunitas Muslim berada, termasuk Indonesia.
Walid Shoebat, mantan mujahid Palestina.
Kenapa ini bisa terjadi? Setidaknya ada dua hal yang bisa dipandang sebagai penyebab. Pertama, adanya kebencian laten di kalangan Muslim terhadap non-Muslim, khususnya Yahudi dan Kristen, yang ditanamkan sedemikian rupa oleh guru-guru agama dan disebarkan hampir ke seluruh masyarakat Muslim di dunia. Hal ini diperkuat oleh kesaksian Walid Shoebat, mantan mujahid Palestina yang menulis buku Why I Left Jihad, dalam sebuah wawancara di CNN. Walid menyimpulkan, rasisme terhadap Yahudi dan superioritas kearaban adalah akar konflik di timur tengah yang sesungguhnya. Itu sebabnya, kata Walid, Hasan Nasrallah tidak meminta maaf ketika roket-roket Hizbullah mengenai warga sipil Yahudi, tetapi meminta maaf ketika roket-roketnya mengenai warga sipil Arab-Muslim. Kedua, rasa persaudaraan yang sempit dan superioritas keumatan yang membuat umat Muslim “merasa tidak terlibat” jika konflik kemanusiaan tidak melibatkan Muslim sebagai korban dan non Muslim sebagai pelakunya. Dalam kasus umat Muslim yang membantai saudara seimannya sendiri, seperti kasus Omar Bashir atau Sadam Husein, dunia Islam pada umumnya tidak menaruh kepedulian serius. Ed Husain dalam bukunya The Islamist menuliskan bahwa ketika AS menginvasi Irak pada 2003 lalu, sejumlah pemuda Muslim di Suriah tergerak untuk berjihad membela rakyat Irak. Semangat “jihad” seperti itu jelas tidak dimotivasi oleh kemanusiaan, melainkan kebencian terhadap barat dan orang kafir (hal. 291). Sebab, banyaknya rakyat Irak terutama etnik Kurdi, Syiah, dan lawan politik Sadam yang ditekan, dibungkam, bahkan dibunuh semasa Sadam berkuasa (1979-2003), tidak membuat pemuda Muslim manapun tergerak untuk menumbangkan rezim Sadam.
Dari dua faktor di atas, nampak jelas kenapa umat Muslim cenderung lebih peduli dan “tergugah” hanya pada konflik-konflik kemanusiaan yang melibatkan orang kafir sebagai pelakunya dan umat Muslim sebagai korbannya. Yaitu kebencian terhadap barat dan orang kafir. Dalam kepedulian tersebut, tidak terlihat adanya motivasi HAM, selain dua faktor yang dijabarkan di atas. Sebab jika mereka benar peduli terhadap HAM, maka tentunya mereka akan bersuara imbang terhadap –contoh kecil saja- genosida warga sipil di Sudan selatan oleh Presiden Omar Bashir, atau rezim diktator Tan Shwe yang membunuhi puluhan biksu dalam sebuah demonstrasi di Myanmar.
****
Prasangka negatif yang terbentuk dalam diri umat Muslim terhadap Yahudi dan Nasrani amat kuat, bahkan tak kurang dari prasangka negatif dunia barat terhadap Islam. Ed Husain dalam The Islamist menuturkan bahwa di Arab Saudi buku-buku pelajaran Islam dipenuhi oleh ajaran kebencian terhadap orang kafir –Yahudi dan Nasrani. Walaupun hal tersebut agak berkurang setelah mendapat tekanan dari berbagai pihak pasca tragedi 9/11.
Rasa superioritas keumatan yang tinggi, dan kebencian terhadap non-Muslim, terutama Yahudi dan Kristen inilah yang nampaknya membuat umat Muslim kehilangan akal sehatnya untuk menggunakan satu standar saja dalam memandang aneka konflik di dunia. Ketika Amerika Serikat atau Israel melakukan agresi atas suatu negara Muslim, sepertinya ini justifikasi yang bagus untuk melakukan protes keras dan mengekspresikan kebencian terhadap mereka. Dalil yang digunakan sebagai dasar protes pun macam-macam, dari mulai rapalan ayat-ayat Al Quran yang menyinggung soal Nasrani dan Yahudi, hingga –bagi yang bergaya moderat- norma hak-hak azasi manusia. Tetapi jika agresi, genosida, dan aneka kezoliman itu dilakukan oleh negara-negara Muslim sendiri, maka tidak ada suara selantang itu dari dunia Islam. []