Saudara Suara_Hati ….
Paparan dan uraian Anda yang begitu mendalam dan detil sungguh mengagumkan saya. Begitu mengagumkannya sampai-sampai saya heran bagaimana bisa, seseorang yang pada awalnya mengaku sebagai muslim yang biasa-biasa saja, sekedar menjalankan agama sebagai syariat rutinitas, lalu tiba-tiba punya energi yang sedemikian besar, punya daya pikir yang sedemikian kritis, dan tata bahasa yang begitu rapi, mengupas banyak hal tentang figure Muhammad SAW. Sayangnya energi itu, pikiran itu, akal itu, dan kemampuan tata bahasa itu anda arahkan untuk mencari sisi negative dan kelemahan Muhammad SAW. Bila kemudian akhirnya anda murtadz, ya itu adalah konsekuensi yang semestinya…Orang bilang Energi negative akan bertendensi kepada hal-hal yang negative.
Andai saja energi itu, daya pikir itu, dan kepintaran itu anda gunakan untuk mencari ‘kebenaran’ secara obyektif, mempelajari Islam secara kaffah, anda baca dan pahami isi dan makna Quran, lalu [paling tidak] anda pahami hadits2 Rosul dalam himpunan kutubusshittah, maka tentunya anda akan sadar, atau setidaknya berpikir bahwa Muhammaad, terlepas dengan kelebihan dan kekurangannya, adalah sosok yang begitu lengkap dan luar biasa mengajarkan banyak hal yang sangat jauh ke depan dibanding umat di zamannya. Tak heran bila ummatnya hingga kini miliaran jumlahnya dan tetap ada setelah ratusan tahun ditinggalkannya.
Islam tidak sekedar mengajarkan tentang apa yang anda sampaikan. Tidak sekedar tentang sholat dan berzakat, tak hanya tentang panduan halal haram, baik dan buruk. Dalam Islam diajarkan tentang etika/adab pergaulan, sesuci, bagi waris, bagaimana mengasihi sesama, tentang perdagangan dan ekonomi syariah, kesehatan, pendidikan, motivasi mencari ilmu, strategi perang, kisah2 para nabi, dan semua aspek kehidupan, yang sepertinya tak ada dari siapapun orangnya dan bahkan para nabi sebelumnya yang mampu menyampaikannya secara sistematis dan komprehensif seperti itu. Rasanya sulit bagi orang yang beriman untuk mengiyakan bahwa semua itu hanyalah karangan Muhammad, sementara masyarakat dan lingkungan bangsa Arab saat itu sebagian besar masih sangat sangat terbelakang. Bahkan sebagian kalangan Muhammad pada dasarnya seorang ‘ummiyyin’, orang yang tidak pandai baca tulis.
Anda katakana bahwa suara hati adalah suara Tuhan. Suara hati adalah kebenaran. Itu hanyalah ungkapan perasaan saja. Padahal dalam firman dijelaskan, bahwa apa yang menurut anda benar belum tentu menurut Tuhan benar, begitu sebaliknya. Karena dalam diri Anda, terdapat 2 pengaruh, baik dan jahat. Siapa yang dominant menguasai, maka disitulah suara hati bertendensi. Kebenaran ada pada kitab suci dan para nabi yang memang telah dijaga Tuhan dari dosa dan salah. Meskipun dalam beberapa kasus mereka pernah melakukan kesalahan, yang kemudian ditegur dan diluruskan Tuhan.
Anda merasa tak cocok dengan tabiat nabi yang berpoligami. Tapi anda tahu bahwa sebagian besar para rosul hidup berpoligami. Daud beristerikan 99 wanita, Sulaeman, bahkan Ibrohim, Bapaknya para nabi pun beristerikan lebih dari satu. Dan mereka memang memiliki previlage dari Tuhan, yakni hak istimewa yang diberikan Tuhan melebihi hamba-hamba-Nya yang lain. Dan mereka adalah kebenaran yang berjalan. Bukankah itu wajar, teman? Mereka adalah orang pilihan, dan punya tanggungjawab besar di muka bumi ini. Kalau previlage itu anda artikan sebagai sesuatu yang tidak konsisten, ya silakan saja.
Terkait masalah manshuh nansheh, memang dalam salah satu ayat juga dijelaskan bahwa adanya ayat manshuh nansheh ini menjadi cobaan bagi umat Muhammad SAW. Bagi yang ditaqdir kufur atau ingkar, adanya ayat manshuh tersebut akan makin menjauhkan dirinya dari iman. Mereka akan bilang agama kok gak konsisten. Persisi seperti yang anda bilang saat ini. Dulu, Abu Jahl dan Abdullah bin Ubay pun bilang demikian. Dan bagi yang ditaqdir iman, maka adanya ayat manshuh nansheh tersebut akan makin menambah imannya pada kuasa Tuhan. Bahwa Tuhan akan terus melihat dan menjaga firman dan agama-Nya, dan coba menengar apa yang dirasakan hamba-hamba-Nya. Tuhan dalam banyak hal sangat akomodatif dengan hamba-Nya. Jadi bila kemudian anda akhirnya murtadz, ya emang sudah lumrah saja. Sejak zaman dulu pun ada orang-orang seperti Anda.
Tuhan pernah memanshuh arah qiblat dari sebelumnya arah baitul maqdis (palestina) menjadi arah masjidil haram/kaabah. Tuhan juga pernah memanshuh hukum khomr/arak, dari sebelumnya boleh menjadi makruh, lalu akhirnya haram. Dan beberapa ayat lain yang memang sengaja Tuhan ciptakan demikian adanya. Bagi mereka yang iman, hal itu ditanggapi biasa saja dan terus mengimaninya.
Apakah itu berarti tidak konsisten. Bagi kami, hal itu justru menunjukkan kebijakan hukum Tuhan, bahwa dalam rangkaian proses penginsyafan, penetapan hukuman itu dilakukan by proses, disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan umat-Nya saat itu, dan tidak radikal. Namun, semua itu selanjutnya menjadi baku dan tidak berubah lagi selamanya ketika keluar ayat pamungkas: “sungguh telah sempurna kalimat Tuhan-Mu dengan benar dan adil”. Tak ada lagi perubahan, dan tak boleh lagi siapapun menambah atau mengurangi ayat.
Masalah cara damai menjadi cara kekerasan? Anda juga menganggapnya tidak konsisten dan hal itu lantas anda nilai tidak baik. Bagi saya, jawabannya ada di paragraph sebelumnya, ketika Tuhan mewajibkan suatu amalan, Dia akan melihat kemampuan dari umat-Nya. Sebab iman itu semampu dan sekuat diri masing-masing Umat. Dakwah dan syiar itu endingnya adalah menjadikan umat sadar dan iman. Caranya bermacam-macam, dengan cara damai. Maka bila dengan cara damai ternyata tidak terwujud, maka lakukan dengan cara lain. Termasuk dengan berperang. Bagi saya hal itu biasa saja. Anda ingin tahu alasannya kenapa? Baca lagi dhong filosophi dan prinsip2 tauhidnya dalam quran dan hadits. Jangan Cuma sibuk nyari jeleknya Rosulallaah.
Saudara Suara_Hati, sebenarnya saya tahu dan bisa jawab semua cerita dan alasan Anda untuk murtadz itu. Bahkan termasuk peristiwa ‘hingar bingar’ paska kematian Muhammad SAW. Hanya saja, kalo anda memutuskan untuk murtadz, saya malah makin iman. Bukan karena ikut2an, melainkan karena ilmu dan pencerahan yang saya dapatkan. Tapi saya setuju, menetapi agama itu tidak boleh taqlid (ikut-ikutan) dan mengkultuskan individu, termasuk mengkultuskan para nabi. Mereka pada dasarnya manusia yang kebetulan mendapatkan tugas sebagai penyampai. Mereka juga pernah salah dan khilaf. Tapi sikap yang baik ketika melihat kesalahan ya segera mengingatkan. Seperti ketika Nabi salah menjalankan gerakan sholat, yang lalu diingatkan oleh para sahabatnya.
Lalu anda juga menyinggung tentang Ibrahim yang menurut anda bukanlah seorang bapak yang baik karena mengorbankan anaknya atas perintah Tuhan, dan bahkan menghujat Tuhan karena telah memerintahkan Ibrahim meyembelih anaknya. Ya, karena anda hanya mengikuti suara hati yang hasilnya adalah penilaian baik dan buruk, dan bukannya benar dan salah. Andai saja kita yakin bahwa firman Tuhan pasti benarnya dan pasti baiknya, maka mesti kita tahu secara nalar sepertinya kurang pas, thoh ketika dijalani atas dasar ketaatan dan keyakinan itu, ujung2nya adalah happy ending. Ternyata Tuhan tidaklah jahat, Tuhan hanya ingin mencoba seberapa besar iman dan kepasrahan Ibrahim akan Tuhan.
Anda seperti Musa ketika beraduargumen dan berguru kepada Nabi Haidir. Haidir minta Musa tak boleh Tanya dan banyak Tanya tentang apa yang akan diperbuatnya. Ada Terlalu banyak bertanya, penuh curiga, dan mengikuti suara hati yang belum tentu benar, karena pada dasarnya Anda gak pernah tahu akan apa yang terjadi ke depan. Masa depan adalah misteri dan kuasa Tuhan. Kita punya 2 mata, 2 telinga, dan 1 mulut. Mestinya itu jadikan peringatan bagi kita untuk lebih banyak ‘melihat/membaca’, lebih banyak ‘mendengar’, dan sedikit saja bicara.
Akhirnya, Kalo anda lalu memutuskan murtadz dari islam, lalu kemanakah anda berlabuh? Ke agama lain? Kalo anda masih mengikuti suara hati anda yang belum tentu benar itu, maka percayalah dimanapun anda berlabuh, anda akan menemukan ketidakcocokan itu. Lalu anda tidak puas dan kembali murtadz. Dalam riwayat, Yahudi telah terpecah menjadi 72 golongan, Kristen menjadi 72 golongan, dan Islam menjadi 73 golongan. Masing-masing hanya satu yang akan menjadi penghuni Syurga. Membingungkan bukan? Jangan2 saking bingungnya lalu Anda memutuskan menjadi atheis? Benarkan demikian?