RENUNGAN ISLAM - DULU SEBELUM MURTAD (1/5)

Kumpulan semua pengakuan murtadin situs ini, FFIndonesia, yang meninggalkan Islam.
Locked
suara_hati
Posts: 199
Joined: Fri Feb 01, 2008 11:13 pm

RENUNGAN ISLAM - DULU SEBELUM MURTAD (1/5)

Post by suara_hati »

Tulisan berikut saya bagi dalam 5 bagian. Ini adalah yang pertama. Berikutnya adalah sebagai berikut:
2. Kehidupan Keluarga Nabi Muhammad
3. Dua Wajah Islam
4. Nabi Muhammad dan Musuh Pribadinya
5. Nasikh Mansukh dalam Al-Qur’an


Bagian 1

Banyak sekali pertanyaan dalam pikiran saya. Sudah lama saya berhenti sholat karena saya merasa seperti robot. Saya berhenti pergi sholat jumat karena terlalu sering mendengar khotbah “permusuhan” terutama dengan Yahudi dan AS/Barat. Seolah-olah khotbah itu untuk “menanamkan” kebencian dalam hati saya terhadap yahudi dan AS. Saya tidak mengerti kenapa teroris yang mengatas-namakan Islam samasekali tidak merasa bersalah telah membunuh dan menyengsarakan banyak orang. Ironisnya, mereka merasa bahwa semua itu mereka lakukan untuk Allah, dan mereka lakukan dengan menyebut “Allahuakbar”.

Saya tidak bisa bicara apa-apa atau berkomentar karena saya sendiri tidak tahu apa-apa tentang Islam. Saya tidak pernah membaca Quran, Sahih Hadiths ataupun Sirat (sejarah) Nabi. Pada intinya saya tidak pernah benar-benar melaksanakan rukun islam, kecuali mengaku bahwa saya orang Islam. Saya hanya yakin bahwa semua agama adalah baik, selalu mengajarkan kebaikan. Dalam pikiran saya, kalau merasa seperti robot pada waktu sholat, itu karena saya belum tahu apa-apa tentang Islam. Saya selalu beranggapan bahwa teroris itu salah dalam pemahaman mereka tentang Islam. Saya merasa bahwa tidak mungkin agama mengajarkan hal seperti itu. Juga para Imam yang memberi khotbah Jumat, yang menyebarkan kebencian.

Mayoritas orang muslim adalah baik. Aa Gym, dia orang baik (menurut saya walaupun kemudian agak terganggu setelah mendengar keputusannya untuk kawin lagi dengan menggunakan alasan-alasan agama). Pada waktu mendengarkan ceramahnya, hati saya merasa jadi lebih baik. Dia memancarkan kebaikan. Pesan-pesannya sangat menyentuh, bermoral. Dan dia bilang bahwa itu semua dia dapat dari pemahaman dia pada ajaran Nabi, Quran dan Hadiths. Sangat bertentangan dengan pemahaman para teroris. Saya bilang Aa Gym adalah cerminan Islam yang benar dan teroris Islam itu salah. Pandangan saya ini bukan karena saya mengerti Islam, tapi semata-mata karena hati saya cenderung mengatakan itu. Apa yang saya anggap benar itu semata-mata bersumber dari suara hati saya.

Saya beranggapan bahwa siapapun yang belajar agama (apapun) seharusnya akan menjadi manusia yang lebih baik terhadap sesama, lebih toleran terhadap orang lain, intinya lebih bermoral. Kalau sebaliknya yang terjadi, saya merasa pasti ada yang salah. Fanatisme selalu ada dalam setiap agama. Sebagai orang yang mengaku Islam, tentu saja saya merasa bahwa jalan yang benar adalah Islam. Buat pemeluk yang lain tentu agama mereka yang benar. Keyakinan ini tidak seharusnya menjadi sumber permusuhan. Seperti yang saya tahu Islam mengajarkan “tidak ada pemaksaan dalam agama”. Prinsipnya saling menghormati.

Saya merasa sangat terganggu dengan tayangan TV bertema Islam yang sering menggambarakn ancaman Allah yang sengat kejam. Saya mengerti bahwa tayangan itu dimaksudkan untuk menambah keimanan Islam kita. Yang saya tidak mengerti kenapa penggambarannya selalu dengan hukuman Allah yang begitu kejam. Semua dengan khotbah ayat-ayat Quran sebagai penutup acara.

Waktu Aa Gym kawin lagi, saya sangat terpukul. Saya tidak setuju tapi tidak bisa berkomentar banyak. Saya merasa ada yang salah. Penilaian saya semata-mata hanya karena suara hati saya mengatakan demikian. Poligami selalu menjadi perdebatan. Ada yang setuju ada yang tidak. Semua argumennya didasarkan pada Quran, hadiths. Apa nabi menganjurkan poligami ?

Saya benar-benar tidak tahu apa-apa tentang Islam. Ulama bicara macam-macam bahkan bisa berseberangan. Semua merasa apa yang mereka sampaikan bersumber dari Quran, hadiths dan Sirat Nabi. Saya merasa yang sesuai dengan suara hati itulah yang betul dan yang tidak itu salah. Pendapat saya ini aneh karena tidak saya dasarkan pada pengetahuan saya sendiri akan Islam. Kalau saya mendengar ajaran Islam dari Ulama tertentu yang tidak sesuai dengan suara hati, saya menolak. Selalu saya akan mencari pembenaran sendiri bahwa tidak mungkin seperti itu.

Begitu banyak pertanyaan dalam pikiran saya yang sulit untuk saya ungkapkan. Ini semua mendorong saya untuk ingin tahu lebih banyak tentang Islam, dengan membaca sendiri Quran, Tafsir, Hadiths, dan Sirat Nabi. Saya ingin tahu lebih banyak supaya saya bisa menjalankan kehidupan agama saya, keluarga saya, istri dan anak-anak saya dengan sebaik-baiknya. Saya tidak bisa menjalankan sesuatu yang saya tidak pahami betul. Saya tidak bisa berpura-pura. Saya tahu orang tua saya sangat menginginkan saya untuk menjalankan islam saya dengan sebaik-baiknya, sholat, puasa, zakat, dan naik haji. Semuanya untuk kebaikan hidup dunia dan akhirat.

Saya ingin tahu sendiri bagaimana sejarah Nabi dari sumber-sumber Islam, saya ingin tahu Quran, saya ingin baca sendiri Hadiths yang dianggap sahih. Dengan demikian saya tidak terombang-ambing oleh orang lain. Bukankah Islam itu rahmat untuk semua manusia ?

Buku-buku tentang Islam banyak sekali. Buku tentang sejarah nabi, tafsir Quran banyak sekali. Saya harus mulai dari mana? Begitu mulai saya tahu bahwa ternyata tidak mudah bahkan untuk mencari sumber-sumber yang bisa dipercaya. Kalau kita membaca tulisan Islam yang bicara baik-baik, kita akan langsung setuju dan tidak pernah mau tahu sumbernya dari mana. Sekalipun mungkin ceritanya absurd. Sebaliknya kalau ada tulisan yang negatif kita akan bilang bahwa itu rekayasa, palsu, sekalipun tulisan itu memberikan sumbernya. Tafsir juga macam-macam. Buku-buku Islam modern sangat beragam. Masing-masing mengandung opini dari penulisnya. Kadang kita setuju kadang tidak. Jadi sangat sulit. Dengan kondisi semacam ini, saya ingin kembalikan ke sumber awalnya. Saya cari buku-buku Islam awal yang banyak menjadi rujukan penulis-penulis modern.

Beberapa yang paling utama adalah buku biografi nabi paling awal “Sirat Rasul Allah” oleh Muhammad Ibn Ishaq (th.768) yang kemudian dikumpulkan dan “disaring” olah Ibn Hisham (th 833) dan diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh A. Guillaume. Kisah perang nabi dengan judul “Kitab al-Maghazi” ditulis oleh Al-Waqidi (th 823). Kemudian muridnya Ibn Sa’d (th 845) dengan bukunya “Kitan al-tabaqat al-Kabir (the great book of classes), yang menguraikan kualitas nabi dan misi-misinya. Kemudian Al-Tabari (th 923) dengan bukunya yang dianggap monumental “Tarikh al-Rusul wa’l Muluk” (History of the Apostles and the Kings) dan juga buku tafsirnya. Tafsir Quran Al-Tabari, Az-Zamakhshari (d.1144), Ibn Kathir (th1373), Al-Qurtubi, Jalalayn, Muhammad Abduh (d.1905). Juga buku-buku Kamus Islam, atau tulisan-tulisan Islam lainnya. Sahih hadiths Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Malik Muwatta, Hadiths Qudsi.

Saya juga mulai mengenal biografi nabi oleh penulis modern seperti Muhammad Haekal, Saifur Rahman al-Mubarakpuri (bukunya berjudul “The Sealed Nectar” yang memperoleh pengahargaan pertama olah dunia muslim dalam kompetisi mengenai tulisan sejarah nabi di Mekkah th 1979). Saya juga mulai membaca beberapa Quran terjemahan Indonesia: Depag, HB Yassin) dan Inggris (Yusuf Ali, Shakir, Pickthall, Palmer, Muhsin Khan, Syed Abu-Ala' Maududi). Dan banyak lagi.

Saya mulai mengenal sumber-sumber tersebut, ada yang sudah saya baca secara keseluruhan, ada juga yang saya baca perbagian sesuai dengan apa yang ingin saya ketahui. Banyak sekali buku-buku tersebut yang sekarang sudah on-line terutama dari web-site muslim. Kalau beli harganya lumayan mahal. (Suatu hari saya ke Gn. Agung mencari buku sejarah nabi. Saya ketemu karangan Haekal dengan pengantar Hamka. Saya tertarik. Saya beli, kalau tidak salah harganya lebih dari 350 rb. Pada waktu saya cari di internet, saya dapat bukunya, sama persis bahkan saya juga bisa dapat yang terjemahan inggris. “Gratis”, ongkos download aja). Saya juga beli hadiths Bukhari dan muslim yang tidak komplit, habis lebih dari 500rb. Ternyata saya cari di internet saya malah dapat yang komplit, gratis lagi. Begitu juga quran, tafsir, dsb.

Saya mulai banyak membaca diskusi-diskusi Islam. Seolah-olah hari-hari saya, sampai saat ini, hampir semuanya tercurah untuk mengenal lebih banyak tentang islam. Kapan saja ada waktu, pasti saya berkutat disini. Bisa dari bangun tidur, sampai malam mau tidur. Non-stop. Banyak sekali yang saya ingin tahu.

Kaget dan shock. Itu yang saya dapat. Gambaran yang saya dapat dari sumber-sumber itu mengenai sejarah nabi, para sahabat (kalifa dan sahaba), istri-istri nabi, sejarah islam “seolah-olah” bertentangan dengan yang saya yakini selama ini. Setiap saya baca sesuatu yang tidak pas dengan pemahaman saya, saya selalu berusaha menolak. Ada yang berkomentar mungkin sumber yang saya baca palsu, hasil propaganda yahudi, barat, orientalis. Mungkin pemahaman saya salah, diluar konteks. Mungkin saya seharusnya membaca Quran dalam bahasa Arab, dsb.

Justru karena saya menolak hal-hal negatif yang saya baca tentang Islam, saya berusaha sangat berhati-hati untuk mencoba memahaminya. Saya pastikan bahwa sumber yang saya baca asli dari sumber muslim dan sama dengan yang dibaca oleh para ulama dan kalangan muslim. Saya berusaha mengerti benar konteksnya. (Sebaliknya untuk pernyataan yang sifatnya positif, tentu saya tidak perlu meragukan keasliannya meskipun pernyataan tsb tidak pernah memberikan sumbernya dari mana, bahkan konteksnya sekalipun).

Tuntunan saya suara hati dan akal. Saya sering merenung tentang moral. Di masyarakat Inuit (orang yang tinggal didaerah dekat kutub utara), orang akan menawarkan istrinya untuk ditiduri tamunya. Apakah ini bermoral ? Kalau tidak kenapa itu dilakukan oleh masyarakat itu? Tentu menurut masyarakat tsb tidak ada yang salah dengan hal itu. Dengan begitu menurut ukuran mereka tindakan itu bermoral? Bagaimana menilainya? Kalau kita yang disuruh menilai tindakan itu, tentu kita akan bilang itu tidak bermoral. Apa dasarnya? Agama? Jadi apakah moralitas datangnya dari ajaran agama? Apakah dengan begitu orang yang tidak beragama tidak bermoral atau akan mudah kehilangan moralnya? Apakah moralitas hasil dari agama?

Kalau misalnya saya tanyakan ada orang yang secara seksual bernafsu terhadap ibu atau saudara kandungnya (incest), apakah itu bermoral? Kita bisa bilang dengan pasti bahwa orang itu gila dan tidak bermoral. Kenapa? Pendapat kita ini hasil dari mana? Apakah dari agama?

Saya merasa bahwa sebagian besar moralitas kita berasal dari instinct kita, suara hati kita (sebagian besar percaya bahwa suara hati adalah suara Ilahi). Sebagai contoh incest tadi dianggap tidak bermoral oleh setiap masyarakat, baik itu beragama maupun tidak. Tentu saja ada orang cacat mental yang mau melakukan itu.

Jadi bagaimana ukuran moral? Apakah moral berubah-ubah sesuai perkembangan jaman, dan budaya masyarakatnya? Bagaimana dengan poligami, poliandri?

Apakah mempertontonkan anggota badan kita bermoral? Di hutan Amazon, beberapa suku telanjang bulat. Orang bali jaman dulu memperlihatkan payudaranya. Apakah ini bermoral? Di beberapa negara muslim, perempuan muslim diharuskan memakai burka. Apakah ini bermoral? Kalau jawabannya ya, tentu orang yang tidak memakai burka dianggap tidak bermoral? Bagaimana dengan yang mengenakan Jilbab. Atau orang yang mengenakan bikini di pantai? Apakah mereka tidak bermoral? Banyak yang berpendapat bahwa itu tergantung dari siapa kita dan bagaimana standard pribadi kita mengenai moral.

Saya pribadi yakin bahwa yang namanya moral sifatnya abadi, tidak dibatasi waktu dan tempat. Apakah moral berubah-ubah sesuai perkembangan jaman? Apakah tidak bermoral disuatu tempat bisa bermoral ditempat lain? Saya tidak tahu definisinya. Kadang kita mencampur adukan moral dengan etika. Saya tidak tahu mana yang sifatnya lebih tinggi. Yang saya ingin sampaikan adalah bahwa ada suatu nilai yang sifatnya abadi. Suara hati kita bilang mencuri itu salah, tidak bermoral. Memperkosa orang itu tidak bermoral. Membunuh itu salah. Intinya:
Jangan melakukan sesuatu yang kamu tidak mau orang lain melakukannya terhadapmu.
Saya bilang ini “golden rule”. Jangan menyakiti orang kalau kamu tidak mau disakiti. Jangan melanggar hak orang kalau hak kamu tidak mau dilanggar. Kamu tidak mau diperkosa, maka jangan memperkosa orang. Kamu tidak mau diperbudak, maka jangan memperbudak orang (harus dibedakan dengan pembantu: pembantu adalah pekerjaan yang sifatnya timbal balik, sesuai persetujuan. Sebaliknya budak itu seperti barang, komoditi, dimiliki dan bisa diperjual belikan).

Perbudakan pada jaman dulu dinggap praktek yang normal. Saya bilang bahwa itu tidak bermoral, baik kita mengukurnya pada jaman dulu atau sekarang. Kalau orang dulu menganggap bahwa praktek itu normal, itu bukan berarti bahwa itu bermoral. Saya yakin pasti ada orang orang jaman dulu yang masih punya hati menganggap bahwa praktek ini tidak bermoral meskipun itu umum dilakukan. Kalau kita lihat film perang jaman dulu, serdadu yang menang ada yang membunuh anak-anak dan perempuan biasa bahkan memperkosa mereka, mengambil harta benda mereka, kita bilang bahwa serdadu itu tidak bermoral. Buat saya perbuatan itu tidak ada justifikasinya meskipun itu jaman perang. Tawanan perang yang dijadikan budak seks apakah itu bermoral? (Contoh serdadu Jepang yang menjadikan tawanan perempuan sebagai budak seks mereka, kapanpun kita menilainya, kita bisa bilang itu tidak bermoral). Hitler membunuh banyak orang Yahudi, termasuk perempuan maupun anak-anak. Kita bilang dia tidak bermoral. Buat pengikutnya, dia adalah pahlawan.

Manusia selalu punya dua sisi, baik dan jahat. Penipu seringkali berbicara sangat sopan, diluar kelihatan sangat baik, kata-katanya manis tapi perbuatannya samasekali berlawanan. Orang bisa berkhotbah yang baik-baik, manganjurkan kita berbuat baik tapi kalau dia sendiri melakukan hal-hal yang berlawanan dengan anjurannya, integritasnya perlu kita pertanyakan. Semua tindakan kita selalu ada alasannya. Diri kita dinilai dari kata-kata dan perbuatan, tapi perbuatan memberi bobot yang lebih besar. “Actions speak louder than words”. Begitu istilah populernya.

Banyak orang yang mengaku nabi sebelum dan setelah nabi Muhammad. Muslim tidak mengakui orang-orang seperti Baha'ullah (Bahais, mengakaui Nabi Muhammad, tetapi mengaku mendapat wahyu sebagai Nabi baru sebagai penerus Nabi Muhammad), Joseph Smith (pendiri mormons, tidak ada hubungannya dengan isalm), Mirza Ghulam Ahmad (Ahmadiyya, mengaku dirinya sebagai reformer/pembaharu tidak tidak dengan wahyu baru). Mereka pada umumnya hidup menderita karena klaim mereka itu. Orang muslim marah karena menganggap Lia Aminudin, juga Ahmadiyah menyebarkan fitnah. Tapi bagaimana kita tahu mereka nabi palsu? Tentu karena kita percaya bahwa tidak akan ada nabi lagi setelah nabi muhammad. Verifikasi kita didasarkan iman islam kita?

Ada yang mengatakan “Dalam iman jangan menggunakan akal karena kalau kamu melakukannya kamu akan jadi ateis”. Apakah dengan demikian Akal dan Iman bertolak belakang? Seperti yang saya pahami iman adalah percaya sesuatu tanpa bukti, tanpa kita mengetahuinya. Konsep surga dan neraka adalah salah satu contohnya. Ini diluar akal manusia. Tapi kita percaya. Ini Iman. Apakah dengan begitu kita percaya saja tanpa lagi perlu berpikir? Saya yakin bahwa banyak hal di dunia yang tidak terjangkau akal manusia. Tapi apakah ini kemudian juga berarti bahwa hal-hal yang bisa kita cerna dengan akal terus kita abaikan hanya karena Iman?

Bukankah bisa kita bilang bahwa “mengabaikan” akal dan hati itu yang terjadi pada banyak penganut aliran kepercayaan (dan penganut agama?). Sederhananya, kita sebagai orang muslim tidak bisa mengerti bagaimana orang-orang (pandai sekalipun) bisa masuk dalam aliran kepercayaan tertentu, atau misalnya jadi pengikut Lia Aminudin. Atau pendeta yang mengatas-namakan Tuhan-nya untuk membenarkan semua tindakkannya. Dan ironisnya, pengikutnya percaya. Menurut saya, begitu para pengikut itu percaya hal-hal absurd yang disampaikan pemimpinnya berdasarkan iman tadi, maka apapun yang disampaikan pemimpinnya dipercayai kebenarannya. Jadi tidak heran kalau misalnya orang yang mengaku utusan Tuhan bilang bahwa dia mendapatkan perintah Tuhan untuk menikahi anak pengikutnya yang masih kecil, pengikutnya akan dengan senang hati menerima keputusan itu. Atau kalau pemimpinnya minta mereka membunuh orang yang dianggap pemimpinnya melawan perintah Tuhannya, pengikutnya akan dengan senang hati melakukanya karena merasa bahwa dengan menuruti perintah itu dia akan mendapat pahala di surga. Bahkan untuk bunuh diri sekalipun. Absurd, tapi tetap percaya. Pikiran dan hatinya mati. Dengan fakta seperti ini, apakah saya bisa bilang bahwa orang dari agama lain akan memandang saya seperti saya memandang mereka? Apakah menurut mereka “Pikiran dan hati saya mati”.

Orang yang dilahirkan sebagai Hindu dan dibesarkan dalam lingkungan Hindu lebih banyak akan tetap menjadi Hindu. Demikian juga untuk agama atau aliran kepercayaan lain. Menurut mereka itulah keyakinan yang paling betul. Dan ironisnya tanpa mereka pernah memverifikasinya sendiri. Semuanya “given”, turun temurun. Mereka yakin orang tua mereka tidak akan menyesatkan mereka. Jadi bagaimana orang bisa berubah? Tentu harus dengan pencarian dan pemahaman sendiri. Apapun hasilnya, orang yang mau belajar akan jauh lebih baik dalam menjalankan hidupnya. Ini tidak mudah. Keyakinan yang ditanamkan kepada kita sejak kecil seringkali tanpa kita sadari selalu tertanam dalam benak kita sampai dewasa. Konsekuensinya adalah bahwa kita seringkali ingin membuat fakta apapun yang dijumpai yang tidak rasional sekalipun menjadi sesuai dengan keyakinan kita. Manusia dibekali Allah dengan hati dan pikiran tapi ironisnya begitu hal itu berkaitan dengan keyakinan agama seringkali mereka tidak mau menggunakannya meskipun misalnya jelas-jelas hati dan akalnya mengatakan sebaliknya.

Bagi kita Nabi adalah contoh moral yang sempurna. Quran diturunkan Allah lewat Jibril kepada nabi Muhammad. Bagaimana kita tahu itu? Karena Quran yang mengatakan itu. Tapi siapa yang menyampaikan Quran kepada kita? Nabi Muhammad. Bagaimana kita tahu bahwa apa yang disampaikan Nabi itu betul? Ya karena Nabi adalah utusan Allah. Siapa yang bilang itu? Quran. Jawabannya berputar. Intinya, adalah kita percaya, itu saja. Bagaimana dengan pemeluk agama lain atau aliran kepercayaan? Bukankah hal yang sama terjadi?

Kalau ada orang mengaku sebagai nabi, yang membenarkan islam, yahudi, kristen (seperti Bahaisme) kita tidak percaya. Banyak orang muslim yang memusuhi mereka, menganggap gila dsb. Kalau Lia Eden mengaku sebagai nabi, pada umumnya orang muslim marah. Mereka dianggap menyebarkan fitnah. Apa itu fitnah? Mungkin kita ingat ajaran islam yang mengatakan bahwa “fitnah adalah lebih kejam dari pembunuhan”. Jadi kalau orang melakukan fitnah, maka membunuh orang itu adalah adil? Mesjid orang Ahmadiyah di Jawa Timur dibakar, pengikutnya diusir, dimusuhi. Saya tidak setuju, tapi sebagai orang muslim bisa mengerti kenapa mereka marah.

Coba kita bayangkan. Ada orang yang mengaku nabi yang bilang bahwa dia hanya menyampaikan kebenaran berdasarkan wahyu Allah, yang mengaku-aku seperti Bahaisme itu. Dia mulai punya pengikut beberapa diantaranya orang-orang muslim. Orang muslim tentu akan marah dan menganggap orang ini menyebarkan fitnah. Orang ini dianggap gila, dihina dicaci maki, kalau perlu dibunuh. Tapi orang ini tetap saja pada keyakinannya, tetap saja mengajarkan keyakinannya. Dia bilang bahwa dia hanya menyampaikan kebenaran saja. Kalau percaya silahkan, kalau tidakpun Ok. Tidak ada pemaksaan. Apapun termasuk kekayaan tidak mempan untuk meminta dia menghentikan kegiatannya. Bertahun-tahun berlalu. Pengikutnya bertambah, tapi tidak banyak. Karena dikucilkan masyarakat, mereka akhirnya merasa terusir dari tempatnya. Mereka pergi ketempat lain yang bisa lebih menerima mereka. Hidup miskin karena semua sudah ditinggalkan. Untuk hidup, pemimpin ini mulai membenarkan apapun selama dilakukan untuk kepentingan keyakinannya, termasuk menyerang dan merampas kekayaan orang-orang yang berseberangan dengan mereka dan yang dulu mereka anggap mengusir mereka. Ajarannya sama sekali sudah berubah. Yang tidak sepaham dengan dia adalah musuhnya. Akhirnya mereka menjadi sangat kuat. Orang-orang yang menghina mereka dan yang berseberangan dengan mereka akhirnya bisa ditaklukan. Tidak semua dibunuh asalkan mereka percaya dengan apa yang disampaikan. Orang-orang yang dulu dianggap keterlaluan menentang dibunuh. Dia mengajarkan persaudaraan diantara pengikutnya. Saling membantu. Diluar pengikutnya adalah musuh. Mereka membenarkan kekerasan yang mereka lakukan dengan alasan bahwa merakalah yang lebih dulu menganiaya mereka. Merekalah yang dulu menyerang, menghina mereka padahal mereka ini hanya mengajarkan “kebenaran” yang disampaikan Tuhannya.

Cerita diatas khayalan saja. Kalau kita disuruh menilai tentu kita bilang orang ini tidak betul. Kenapa? Bukankah mereka (kita sebut saja “A”) ini hanya ingin mengajarkan keyakinannya tanpa paksaan? Kita jawab: Iya, itu dulu sebelum “A” punya kekuatan. Tapi bukankah orang-orang (kita sebut saja “B”) yang menyakiti, menghina dia ini yang salah? Saya jawab: tentu “B” juga salah. Tapi “B” bilang bahwa justru “A” lah yang menyerang mereka dulu, yang menyebarkan fitnah, yang menghina keyakinan “B” sehingga mereka merasa perlu membalas dan menghentikan apa yang dilakukan “A”. “B” bilang kalau “A” berhenti menyerang, tentu perkaranya selesai. Kalau “A” dulu bilang hanya mau memberi peringatan, mengajarkan keyakinan yang dia anggap benar, kenapa sekarang “A” menyerang kita, merampas harta kita, memaksa kita untuk mengakui keyakinan “A”? Bukankah itu balas dendam? Bukankah itu pemaksaan?

Pada waktu saya membaca quran, tafsir, hadiths, sirat, saya jumpai banyak sekali hal yang bertentangan dengan keyakinan saya. Saya tidak percaya, tapi itu yang saya ketemukan dari sumber-sumber islam. Tulisan berikut saya sarikan dari apa yang saya baca. Mungkin pemahaman saya salah. Saya ingin diluruskan kalau saya salah.

Berikut kutipan artikel (sebagian) dari Jakarta Post (online; Opinion and Editorial) tgl. 20 April 2007 yang menceritakan pengalaman seorang kakak yang adiknya menjadi sangat intoleran setelah memperdalam islam (saya terjemahkan secara bebas).

Jangan Salahkan Mereka yang tidak percaya Muslim
Mohammad Yazid, Jakarta

Untuk lebih memperdalam pemahaman Islam, orangtua saya mengijinkan adik saya untuk ikut dalam acara-acara diskusi dan pembacaan Quran. Setelah beberapa bulan, dia mulai memprlihatkan perubahan positif seperti menjalankan sholat secara teratur, dan zikir, yang sebelumnya jarang dia lakukan.

Meskipun demikian, kurang lebih 1 th kemudian, dia mulai menunjukkan sikap yang berbeda. Dia mulai memperdebatkan interpretasi ayat-ayat Quran dan hadiths, juga dengan orangtua saya. Dia secara aktif mendorong teman-temannya untuk bergabung dalam groupnya, seringkali dengan mengabaikan bisnis kecil-kecilan yang telah diusahakannya beberapa tahun setelah SMA.

Sebagai akibat dari pemahaman adik saya yang “tidak biasa” atas ajaran-ajaran Islam, seperti penolakannya dalam melakukan ritual sholat wajib dan puasa ramadhan dengan mengatakan bahwa “waktu yang tepat belum tiba”, ayah saya, seorang pengikut Muhamadiyah , merasa sulit untuk menerima sikap adik saya tsb, meskipun dia berusaha sangat keras untuk mengerti.

Yang sangat disayangkan, diluar kenyataan itu adalah bahwa adik saya menjadi tidak toleran terhadap pandangan orang lain setelah hampir dua tahun mengikuti grupnya itu, tanpa pernah mengatakan siapa gurunya atau menceritakan apa tujuan grupnya. Tanpa berat hati, dia mencap mereka yang tidak sepaham dengan pendapatnya sebagai kafir. Pandanganya yang tertutup dan keyakinannya yang eksklusif mengakibatkan ketegangan di rumah. Akhirnya dia memutuskan untuk meninggalkan rumah tanpa mengatakan apa-apa, dan menutup bisnisnya. Pada tahap ini, dia bahkan menolak untuk menemui anggota keluarganya.

“Mengapa studi agamanya membawa ke perpecahan keluarga dan pengetahuan agamanya yang meningkat menghasilkan kebencian?” adalah sesuatu yang saya pertanyakan…


versi Bahasa Inggrisnya:
Don't blame those who don't trust Muslims
Opinion and Editorial - April 20, 2007
Mohammad Yazid, Jakarta

In a bid to enhance his understanding of Islam, my parents allowed my younger brother to participate in Koranic recitation and discussion sessions. After a few months, he began to make positive changes such as performing regular evening prayers, and zikir (chanting verses in praise of Allah), which he had rarely done before.
However, about a year later, he started to demonstrate a different attitude. He began to argue about the interpretation of the Koranic verses and hadiths (words and sayings of the Prophet Muhammad), also with my parents. He actively encouraged his friends to join his group's recitations, frequently neglecting the small business he had been developing for some years after high school.
As a result of my brother's peculiar take on Islamic teachings, such as his refusal to perform obligatory prayers and Ramadhan fasting rituals by asserting that "the right time has not yet come", my father, a Muhammadiyah follower, found it difficult to accept my brother's attitude, although he tried hard to understand.
Most regrettably, though, my brother grew intolerant of other people's views after almost two years attending the recitation group, without ever telling us who his teacher was or describing what the group got up to. Without any hesitation, he branded those not sharing his opinions as infidels. His closed viewpoint and exclusive beliefs also created tension within the family. He finally decided to leave home without saying anything, and closed up his business. By this stage, he was even refusing to see family members.
"Why have his religious studies led to a family rift and his increased religious knowledge resulted in hatred?" was what I found myself asking.


Nabi adalah panutan umat. Itu yang saya tahu. Seperti kutipan berikut dari ceramah Aa Gym:
"Makhluk yang paling mulia ini (Muhammad SAW) juga dinamakan Ahmad, Musthafa, Abdullah, Abul-Qasim, dan juga bergelar Al Amin—yang terpercaya. Setiap nama dan gelar yang dimilikinya mengungkapkan suatu aspek wujud yang penuh berkah. Ia adalah, sebagaimana makna etimologis yang dikandung dalam kata Muhammad dan Ahmad, yang diagungkan dan dipuji; ia adalah musthafa (yang terpilih), abdullah (hamba ALLOH yang sempurna) dan terakhir, sebagai ayah Qasim. Ia bukan hanya Nabi dan utusan (rasul) ALLOH, tetapi juga kekasih ALLOH dan rahmat yang dikirimkan ke muka bumi, sebagaimana disebutkan di dalam Al Quran, "Dan tidaklah kami utus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi sekalian alam." (S.21:107).

Jadi Nabi adalah contoh manusia yang sempurna dan kita sebagai orang muslim diperintahkan untuk menjalankan dan mangamalkan apa yang diajarkan nabi. Allah memerintahkan ini dalam Quran. Salah satunya dalam ayat berikut:

(8:24) Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya lah kamu akan dikumpulkan.

Dengan seruan itu sewajarnya kita berusaha belajar mengenal Nabi secara lebih dalam, dari buku-buku sajarah Nabi. Bagaimana sebenarnya kehidupan Nabi, sikap Nabi? Apa kandungan Quran, apa yang ada dalam Hadiths. Tulisan saya berikut hanya berkaitan dengan hal-hal yang saya pertanyakan karena saya beranggapan apa yang saya baca ini tidak sesuai dengan “pemahaman saya” selama ini mengenai Quran, Nabi dan Islam secara keseluruhan.

(...DILANJUTKAN KE 2/5)
Last edited by suara_hati on Sat Feb 02, 2008 6:10 pm, edited 2 times in total.
suara_hati
Posts: 199
Joined: Fri Feb 01, 2008 11:13 pm

RENUNNGAN ISLAM-DULU SEBELUM MURTAD (2/5a)

Post by suara_hati »

Bagian-2A
KEHIDUPAN KELUARGA NABI


Aa Gym dalam khotbahnya menyatakan hal berikut:

ALLOH SWT menjelaskan dalam firman-Nya, "Dan sesungguhnya Rasul ALLOH itu menjadi ikutan (tauladan) yang baik untuk kamu dan untuk orang yang mengharapkan menemui ALLOH di hari kemudian dan yang mengingati ALLOH sebanyak-banyaknya." (Q.S. Al Ahzab [33]: 21). Seakan ayat ini menyatakan bahwa tidak usah kita melakukan apapun kecuali ada contohnya dari Rasulullah.

Ketika misalnya, rumah tangga keluarga kita berantakan, maka solusi terbaiknya adalah dengan mencontoh Rasul dalam mengemudikan bahtera rumah tangganya. Subhanallah, siapapun yang mampunyai referensi Rasulullah dalam perilaku sehari-harinya, maka hidupnya seperti seorang yang punya katalog yang sangat mudah di akses, segalanya serba tertuntun.

Sepeninggal Khadijah (istri pertama Nabi), Nabi menikah lagi dengan banyak istri. Antara usia 50th~58th, Nabi menikahi paling tidak 7 istri. Usia istri Nabi bervariasi antara 6th (Aisha, dinikahi dalam umur 6th tapi baru berumahtangga dengan Nabi dalam usia 9th) sampai dengan 50th. Pada usia 59th, Nabi masih menikah lagi paling sedikut dengan 4 istri lagi yang usianya antara 17th (Safiyah) s/d 36th (Maimunah).

Catatan istri Nabi bervariasi. Buku-buku biografi Nabi paling awal (Ibn. Ishaq, Tabari) menyebutkan jauh lebih banyak dari pada yang disebutkan dalam biografi yang ditulis penulis-penulis modern. Berikut saya kutip/terjemahkan dari “The Sealed Nectar” (oleh Saif-ur-Rahman al-Mubarakpuri; tersedia online)

1. Khadijah Bint Khuwailid: Menikah di Mekah sebelum Hijra. Nabi berusia 25th dan Khadijah (janda) 40th. Merupakan istri nabi satu-satunya sampai Khadijah meninggal. Dari Khadijah, Nabi memiliki anak perempuan dan laki-laki. Semua anak laki-lakinya meninggal waktu masih kecil. Anak perempuannya bernama: Zainab, Ruqaiya, Umm Kulthum dan Fatimah.

Zainab menikah dengan sepupunya bernama Abu Al-‘As bin Al-Rabi‘ (sebelum hijra). Ruqaiya dan Umm Kulthum keduanya menikah dengan ‘Uthman bin ‘Affan (sahabat nabi, kalifa ke 3) (Umm Kulthum menggantikan Ruqaiya setelah kakaknya meninggal).

Fatimah menikah dengan Ali bin Abi Talib (jadi Ali sepupu Nabi) pada periode anatra perang Badr dan Uhud. Anak-anak Ali/Fatimah adalah Al-Hasan, Al-Husain, Zainab and Umm Kulthum.

2. Sawdah bint Zam‘a (Janda): Dinikahi dibulan shawal pada tahun kesepeluh masa kenabian Muhammad (berarti kurang lebih usia nabi 50th), beberapa hari setelah Khadijah meninggal.

3. ‘Aishah bint Abu Bakr (Abu Bakr adalah sahabat Nabi dan merupkana kalifa 1): Dinikahi pada tahun kesepuluh masa kenabian nabi, satu tahun setelah pernikahannya dengan Sawdah (usia Nabi +/- 51th), dan +/- 2th 5 bulan sebelum Hijra. Pada saat itu Aisha berusia 6th, dan baru masuk kedalam rumah tangga Nabi pada usia 9th, +/- 7bulan setelah hijra (usia Nabi 53th) di Medina. Aisha satu-satunya perawan yang dinikahi Nabi dan istri yang paling dicintai Nabi.

4. Hafsah bint ‘Umar bin Al-Khattab (Umar sahabat Nabi, kalifa 2): Janda dari Khunais bin Hudhafa As-Sahmi (meinggal dalam perang Uhud). Dinikahi Nabi pada tahun ke-3 AH (usia Nabi +/- 55th).

5. Zainab bint Khuzaimah: Dia berasal dari bani Bani Hilal bin ‘Amir bin Sa‘sa‘a. Zainab adalah janda dari Abdullah bin Jahsh, yang meninggal dalam perang Uhud. Dinikahi Nabi pada tahun ke-4 AH (Usia Nabi 56th). Zainab meninggal 3~4 bulan setelah pernikahnnya dengan Nabi.

6. Umm Salamah Hind bint Abi Omaiyah: Janda Abu Salamah yang meninggal di Jumada Al-Akhir, pada th ke-4 AH (Usia Nabi 56th). Dinikahi Nabi pada tahun yang sama.

7. Zainab bint Jahsh bin Riyab: Dia dari Bani Asad bin Khuzaimah dan adalah sepupu Nabi. Dia sebelumnya menikah dengan anak angkat nabi yang bernama Zaid bin Haritha. Dinikahi Nabi pada tahun ke 5 AH (usia nabi +/-57th)

8. Juwairiyah bint Al-Harith: Al-Harith adalah pemimpin Bani Al-Mustaliq dari Khuza‘ah. Juwairiyah merupakan tawanan dari “booty” yang jatuh ketangan Muslim dari Bani Al-Mustaliq. Juwairiyah tadinya bagian “booty” dari Thabit bin Qais bin Shammas’. Nabi membebaskannya dan menikahinya pada tahun ke 6 AH. (usia nabi +/- 58th).

9. Umm Habibah: anak dari Abu Sufyan dan janda dari Ubaidullah bin Jahsh. Dinikahi Nabi pada tahun ke 7 AH (Usia Nabi +/- 59th).

10. Safiyah bint Huyai bin Akhtab: Yahudi, merupakan booty yang jatuh ketangan muslim dari perang Khaibar. Nabi membebaskannya dan menikahinya pada tahun ke-7 AH. (Usia Nabi 59th).

11. Maimunah bint Al-Harith: Anak Al-Harith dan saudara Umm Al-Fadl Lubabah bint Al-Harith. Dinikahi Nabi setelah umrah pada th-7 AH. (usia nabi 59th).

Diatas adalah kesebelas istri Nabi. Dua meninggal lebih dulu dari Nabi (Khadijah dan Zainab bint Khuzaimah). Sembilan yang lain masih hidup sewaktu Nabi meninggal. Adu dua istri lagi yang dinikahi Nabi tapi tidak masuk dalam rumah tangga Nabi yaitu satu dari Bani Kilab dan satunya lagi dari Bani Kindah yang bernama Al-Jauniyah.
Disamping istri-istri tersebut, Nabi juga memiliki dua “Concubines” (wanita simpanan).

Yang pertama adalah Mariyah (orang kristen dari Mesir) yang merupakan hadiah dari Al-Muqauqis, pejabat/penguasa Mesir. Dengan Mariyah, Nabi memperoleh anak laki-laki bernama Ibrahim yang meninggal pada saat masih kecil di Medina pada th 10AH.

Yang kedua adalah Raihanah bint Zaid An-Nadriyah atau Quraziyah, tawanan dari Bani Quraiza (yahudi). Beberapa penulis menyebutkan bahwa ddia adalah salah satu istri Nabi. Abu ‘Ubaidah menyebutkan Nabi memiliki dua lagi Concubines, salah satu adalah tawanan perang dan satunya lagi budak wanita pemberian Zainab bint Jahsh. [Za'd Al-Ma'ad 1/29].

Kenapa Nabi memiliki begitu banyak istri bahkan simpanan? Kalau kita membaca Al-Tabari, istri-istri dan simpanan Nabi jauh lebih banyak dari itu. Bagaimana ulama menjelaskan ini. Semua ada justifikasinya. Intinya yang saya tahu adalah semua itu dilakukan untuk kepentingan penyebaran Islam bukan karena nafsu seksual. Apakah demikian? Bagaimana ceritanya? Bagaimana sikap Nabi terhadap istri-istrinya?

Quran membatasi muslim untuk memiliki istri maksimal 4 orang.

(S. 4:3, diturunkan di Medinah +/- th-3 AH, setelah perang UHUD, yang menewaskan 70 orang muslim)
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

Dalam beberapa hadiths diceritakan bahwa setelah turunnya ayat itu, Nabi memerintahkan orang muslim yang memiliki lebih dari 4 istri untuk menceraikan kelebihannya.

Bagaimana dengan Nabi sendiri. Pada waktu Nabi menikahi Zainab bekas istri anak angkatnya, Nabi sudah memiliki istri 4 orang (semestinya 6 orang, yang dua sudah meninggal yaitu Khadijah dan Zainab bint Khuzaimah). Padahal Quran S 4:3 membatasi jumlah istri maksimal-4. Lebih-lebih, Zainab adalah bekas istri anak angkat Nabi yang bernama Zaid. Pada waktu itu, orang arab memperlakukan anak angkat seperti anak kandungnya sendiri, yang memperoleh hak (harta warisan, nama dsb) dan kewajiban sama dengan anak kandung. Menikahi bekas istri anaknya (meskipun anak angkat) dianggap sebagai tabu. Jadi ada beberapa isu disini. Pertama mengenai jumlah istri, kedua mengenai masalah anak angkat dan ketiga menikahi istri bekas anak angkatnya.


Pernikahan Nabi dengan Zainab bint Jash

Surat 33 (Al Ahzab, diturunkan di Medinah pada tahun 5AH), menghapus praktek adopsi anak bagi orang islam dan memberikan kebebasan kepada Nabi mengenai jumlah istri yang boleh dimiliki Nabi.

(S 33:4) Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). (5) Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Hal ini diturunkan berkaitan dengan Zaid bin Harithah, bekas budak Nabi yang sudah dibebaskan dan diangkat anak oleh Nabi sebelum masa kenabian. Dan saat itu Zaid biasa dipanggil dengan sebutan Zaid Bin Muhammad. Allah ingin menghapus praktek ini yang biasa dilakukan orang arab jaman itu. Dengan ayat ini praktek adopsi jaman itu dihapus dalam Islam.

Dan juga ayat berikut:

(S 33:40) Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Dengan dirurunkannya ayat ini, tidak boleh lagi memanggil Zaid dengan nama Zaid bin Muhammad karena Nabi Muhammad bukan ayahnya. Sejak turunnya ayat itu Zaid dipanggil Zaid bin Harithah.

Kemudian dalam ayat berikut Allah menetapkan pernikahan Nabi dengan Zainab bekas istri anak angkatnya

(S 33:37)
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.

Kemudian ayat berikut memberikan pengecualian kepada Nabi berkaitan dengan kehidupan perkawinannya yang tidak diberikan kepada umat islam, termasuk diantaranya pembebasan kepada Nabi untuk memiliki istri lebih dari 4.

(S 33:50) Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (51) Kamu boleh menangguhkan (menggauli) siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (istri-istrimu) dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki. Dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang telah kamu cerai, maka tidak ada dosa bagimu. Yang demikian itu adalah lebih dekat untuk ketenangan hati mereka, dan mereka tidak merasa sedih, dan semuanya rela dengan apa yang telah kamu berikan kepada mereka. Dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. (52) Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan-perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu.

Berikut lebih jauh cerita mengenai perkawinan Zaid dan Zainab yang saya kutip dari sumber Islam:

Quran S 33:37 menyatakan ketetapan Allah mengenai perkawinan Nabi dan Zainab bekas anak angkatnya dengan alasan supaya Nabi bisa memberikan contoh kepada orang mukmin untuk bisa mengawini bekas istri anak-anak angkat mereka.

(S 33:37)
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.

Berikut berdasarkan tafsir Ibn Kathir:

<Dan> Disini Allah mengatakan apa yang dikatakan Nabi kepada Zaid. <"Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah"> Ini perkataan Nabi kepada Zaid untuk tidak menceraikan Zainab. Kemudian Allah mengatakan: <sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti.> Allah mengingatkan Nabi untuk tidak menyembunyikan didalam hatinya apa yang Allah akan menyatakannya dan supaya Nabi tidak takut kepada manusia karena Allah yang lebih berhak ditakuti. Ibn jarir menarasikan bahwa Aisha berkata “Jika Muhammad perlu untuk menyembunyikan sesuatu yang diturunkan kepada dia dalam kitab Allah, dia pasti akan menyembunyikan ayat berikut: <sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti.>


Tafsir Jalalain (terjemahan Indonesia, dijual di dalam CD di Jakarta):

(Dan ketika) ingatlah ketika (kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya) yakni nikmat Islam (dan kamu juga telah memberi nikmat kepadanya,) dengan memerdekakannya, yang dimaksud adalah Zaid bin Haritsah, dahulu pada zaman jahiliah dia adalah tawanan kemudian ia dibeli oleh Rasulullah, lalu dimerdekakan dan diangkat menjadi anak angkatnya sendiri ("Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah") dalam hal menalaknya (sedangkan kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya) akan membeberkannya, yaitu perasaan cinta kepada Zainab binti Jahsy, dan kamu berharap seandainya Zaid menalaknya, maka kamu akan menikahinya (dan kamu takut kepada manusia) bila mereka mengatakan bahwa dia telah menikahi bekas istri anaknya (sedangkan Allahlah yang lebih berhak untuk kamu takuti) dalam segala hal dan dalam masalah menikahinya, dan janganlah kamu takuti perkataan manusia. Kemudian Zaid menalak istrinya dan setelah idahnya habis, Allah swt. berfirman, ("Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya) yakni kebutuhannya (Kami kawinkan kamu dengan dia) maka Nabi saw. langsung mengawininya tanpa meminta persetujuannya dulu, kemudian beliau membuat walimah buat kaum Muslimin dengan hidangan roti dan daging yang mengenyangkan mereka (supaya tidak ada keberatan bagi orang Mukmin untuk mengawini istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu) apa yang telah dipastikan oleh-Nya (pasti terjadi.")

Al-Tabari (The History of Al-Tabari: The Victory of Islam, diterjemahkan oleh Michael Fishbein [State University of New York Press, Albany, 1997], Volume VIII) memberikan latar belakang sejarah berkaitan dengan S33:37 sbb:
Rasul Allah datang kerumah Zayd b. Harithah (Zayd biasa dipanggil Zayd b. Muhammad) Mungkin Rasul Allah tidak bertemu dengannya saat itu, sehingga bertanya,”Dimana Zaid?” Dia datang ke rumahnya untuk mencarinya tetapi tidak menemukan Zayd. Zainab bt. Jash, istri Zayd, bangkit menemuinya. Karena dia hanya berpakaian seadanya, Rasul Allah memalingkan muka darinya. Dia (Zainab) berkata:”Dia tidak ada disini, Rasul Allah. Silahkan masuk, Anda sudah anda sudah sedekat ayah dan ibu saya!”. Rasul Allah menolak masuk. Zainab berpakian secara terburu-buru pada waktu dia diberitahu bahwa “Rasul Allah ada di depan pintu.”Dia melompat dengan tergesa-gesa dan membuat terkesan Rasul Allah, sehingga dia berbalik sambil mengucapkan sesautu yang sulit agak susah dimengerti. Meskipun demikian, dia kelihatannya mengatakan : “Kemuliaan untuk Allah! Kemuliaan untuk Allah, yang menyebabkan hati berpaling!”
Pada waktu Zaid pulang ke rumah, istrinya mengatakan padanya bahwa Rasul Allah tadi datang kerumah. Zaid berkata,”Mengapa kamu tidak memintanya masuk?” Dia menjawab,”Saya memintanya tapi dia menolak”. “Apakah kamu mendengar dia mengatakan sesuatu?” dia bertanya. Zainab menjawab,”Sewaktu dia berbalik pergi, saya mendengar dia berkata:”Kemuliaan untuk Allah! Kemuliaan untuk Allah, yang menyebabkan hati berpaling!”
Maka Zayd pergi, dan setelah bertemu Nabi, dia berkata:”Rasul Allah, saya mendengar anda datang ke rumah saya. Mengapa anda tidak masuk, anda sudah sedekat ayah dan ibu saya? Rasul Allah, mungkin Zainab telah menarik hati anda, maka jika begitu saya akanberpisah dari dia.” Zayd tidak tahu lagi bagaimana cara mendekati Zainab setalah hari itu. Dia akan datang kepada Nabi dan mengatakan hal ini, tetapi Rasul Allah akan mengatakan kepada dia, “Tahan istrimu.” Zaid memisahkan diri dari dia dan meninggalkannya, dan dia menjadi bebas.
Pada waktu Rasul Allah bercakap-cakap dengan Aisha, dia menjadi pingsan. Pada waktu Rasul Allah sadar, dia tersenyum dan berkata,”Siapa yang akan pergi kepada Zainab untuk memberitahu dai kabar baik, katakan bahwa Allah telah menikahkan dia kepada saya?” Kemudian Rasul Allah mengucapkan:”Dan ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus istrimu”-dan seluruh bagiannya.
Menurut Aisha, yang berkata:”Saya menjadi tidak enak karena apa yang kami dengar tentang kecantikannya dan hal lainnya, hal-hal hebat dan menakjubkan-yang telah Allah lakukan untuk dia dengan memberikannya dalam pernikahan. Saya katakan dia akan menyombongkan hal ini kepada kami.”

versi bahasa Inggrisnya:
The Messenger of God came to the house of Zayd b. Harithah. (Zayd was always called Zayd b. Muhammad.) Perhaps the Messenger of God missed him at that moment, so as to ask, "Where is Zayd?" He came to his residence to look for him but did not find him. Zaynab bt. Jash, Zayd’s wife, rose to meet him. Because she was dressed only in a shift, the Messenger of God turned away from her. She said: "He is not here, Messenger of God. Come in, you who are as dear to me as my father and mother!" The Messenger of God refused to enter. Zaynab had dressed in haste when she was told "the Messenger of God is at the door." She jumped up in haste and excited the admiration of the Messenger of God, so that he turned away murmuring something that could scarcely be understood. However, he did say overtly: "Glory be to God the Almighty! Glory be to God, who causes the hearts to turn!"
When Zayd came home, his wife told him that the Messenger of God had come to his house. Zayd said, "Why didn't you ask him to come in?" He replied, "I asked him, but he refused." "Did you hear him say anything?" he asked. She replied, "As he turned away, I heard him say: ‘Glory be to God the Almighty! Glory be to God, who causes hearts to turn!’"
So Zayd left, and having come to the Messenger of God, he said: "Messenger of God, I have heard that you came to my house. Why didn’t you go in, you who are as dear to me as my father and mother? Messenger of God, perhaps Zaynab has excited your admiration, and so I will separate myself from her." Zayd could find no possible way to [approach] her after that day. He would come to the Messenger of God and tell him so, but the Messenger of God would say to him, "Keep your wife." Zayd separated from her and left her, and she became free.
While the Messenger of God was talking with 'A'isha, a fainting overcame him. When he was released from it, he smiled and said, "Who will go to Zaynab to tell her the good news, saying that God has married her to me?" Then the Messenger of God recited: "And when you said unto him on whom God has conferred favor and you have conferred favor, ‘Keep your wife to yourself .’"- and the entire passage.
According to 'A'isha, who said: "I became very uneasy because of what we heard about her beauty and another thing, the greatest and loftiest of matters - what God had done for her by giving her in marriage. I said she would boast of it over us."


Beberapa kutipan hadiths berikut memberikan informasi tambahan mengenai hal ini:

Sahih Al-Bukhari, Volume 9, Book 93, Number 516
Dinarasikan oleh Anas:
Zaid bin Haritha datang kepada Nabi mengeluh tentang istrinya. Nabi terus berkata (kepadanya),”Takutlah kepada Allah dan tahanlah istrimu.” Aisha berkata,”Jika Rasul Allah perlu menyembunyikan sesuatu (dari Quran) dia pasti akan menyembunyikan hal ini,”Zainab biasa menyombongkan didepan istri-istri Nabi dan biasa berkata,”Kamu dinikahkan kepada Allah oleh keluargamu, sedangkan saya dinikahkan (kepada Nabi) oleh Allah di surga ke tujuh.” Dan Thabit mengucapkan, “Ayat ini-Tetapi(O Muhammad) kamu sembunyikan dalam hatimu yang Allah akan menyatakanNya, kamu takut akan orang-orang-(33:37) diturunkan dalam kaitannya dengan Zainab dan Zayd bin Haritha.”

versi bahasa Inggrisnya:
Narrated Anas:
Zaid bin Haritha came to the Prophet complaining about his wife. The Prophet kept on saying (to him), "Be afraid of Allah and keep your wife." Aisha said, "If Allah’s Apostle were to conceal anything (of the Quran) he would have concealed this Verse." Zainab used to boast before the wives of the Prophet and used to say, "You were given in marriage by your families, while I was married (to the Prophet) by Allah from over seven Heavens." And Thabit recited, "The Verse:-- ‘But (O Muhammad) you did hide in your heart that which Allah was about to make manifest, you did fear the people,’ (33.37) was revealed in connection with Zainab and Zaid bin Haritha."


Sahih Al-Bukhari, Volume 9, Book 93, Number 517
Dinarasikan oleh Anas bin Malik:
Ayat Al-Hijab (jilbab) diturunkan dalam kaitannya dengan Zainab bint Jahsh. (Pada hari pernikahannya dengan dia) Nabi memberikan banquet pernikahn dengan roti dan daging; dan dia (Zainab) biasa menyombongkan didepan istri-istri Nabi yang lain dan biasa berkata,”Allah menikahkanku (kepada Nabi) di surga.”

versi bahasa Inggrisnya:
Narrated Anas bin Malik:
The Verse of Al-Hijab (veiling of women) was revealed in connection with Zainab bint Jahsh. (On the day of her marriage with him) the Prophet gave a wedding banquet with bread and meat; and she used to boast before other wives of the Prophet and used to say, "Allah married me (to the Prophet) in the Heavens."

Sahih Muslim, Book 008, Number 3330
Anas melaporkan:Ketika Idda Zainab berkahir, Rasul Allah berkata kepada Zayd untuk menyebutkan kepada dia tentang dia. Zayd pergi sampai dia bertemu Zainab dan dia sedang meragi/memuaikan tepungnya. Dia (Zaid) berkata: Ketika saya melihat dia, saya merasa dalam hati saya ada pikiran mendalam mengenai “kehebatannya”sehingga saya tidak berani melihat dia (semata-mat karena adanya kenyataan) bahwa Rasul Allah telah menyebut sesuatu tentang dia. Maka saya membalikkan badan..Dan saya membelakanginya, dan berkata:Zainab, Rasul Allah telah mengirim saya dengan pesan untukmu. Dia berkata:Saya tidak lakukan apapun sampai saya meminta ijin Allah. Maka dia (Zainab) berdiri ditempat sembahyangnya dan (ayat) Quran (mengenai pernikahannya) diturunkan, dan Rasul Allah datang kepada dia tanpa permisi…
versi bahasa Inggrisnya:
Anas (Allah be pleased with him) reported: When the ‘Iddah of Zainab was over, Allah's Messenger (may peace be upon him) said to Zaid to make a mention to her about him. Zaid went on until he came to her and she was fermenting her flour. He (Zaid) said: As I saw her I felt in my heart an idea of her greatness so much so that I could not see towards her (simply for the fact) that Allah's Messenger (may peace be upon him) had made a mention of her. So I turned my back towards her. And I turned upon my heels, and said: Zainab, Allah’s Messenger (may peace be upon him) has sent (me) with a message to you. She said: I do not do anything until I solicit the will of my Lord. So she stood at her place of worship and the (verse of) the Qur’an (pertaining to her marriage) was revealed, and Allah’s Messenger (may peace be upon him) came to her without permission…

Perkawinan Nabi dengan Zainab, bekas istri anak angkatnya ini, menjadi pembicaraan orang-orang Yahudi dan arab waktu itu. Ayat-ayat tsb diturunkan untuk menjawab kritik itu dan bahwa apa yang dilakukan Nabi adalah sesuai ketetapan Allah. Ayat diatas menyatakan bahwa Nabi menyembunyikan dalam hatinya mengenai apa yang akan dinyatakan Allah. Pemahaman saya adalah bahwa bahkan sebelum perceraian Zainab dan Zaid terjadi, Nabi telah mengetahui ketetapan Allah yang akan menikahkan beliau dengan Zaid.

Dari hadiths juga disebutkan bahwa Zainab biasa menyombongkan perkawinannya dengan Nabi dihadapan istri-istri Nabi yang lain bahwa Allah menikahkan dia dengan Nabi di “surga”

Beberapa hal saya pertanyakan disini. Pertama adalah islam berdasarkan S33:4-5 diatas telah menghapus praktek adopsi yang biasa dilakukan orang-orang arab jaman dulu. Kedua, dalam S33:37 Allah menyatakan bahwa ayat ini diturunkan untuk muslim supaya pada waktu yang akan datang, tidak akan menjadi masalah jika seorang muslim ingin menikahi istri anak angkatnya. Untuk itu, Allah sendiri menikahkan Nabi dengan Zainab yang bekas istri Zayd, anak angkatnya. (Kalau praktek adopsi sudah tidak dikenal lagi, bukankah secara otomatis sudah tidak ada yang namanya anak angkat lagi? Bukankah dengan demikian ayat S33:37 mengenai ijin Allah bagi muslim untuk menikahi istri bekas anak angkatnya tidak ada maknanya lagi karena adopsi sudah dihapus? ). Dan kenapa Allah harus menghapus praktek adopsi? Bukankah untuk kasus-kasus tertentu, adopsi bisa dikatakan merupakan perbuatan yang mulia?


Pernikahan Nabi dengan Aisha

Bagaimana pernikahan Nabi dengan Aisha. Dari sahih Hadiths maupun biografi Nabi disebutkan bahwa Aisha masih anak-anak berumur 6th pada waktu Nabi menikahinya dan masuk kedalam rumah tangga Nabi pada waktu Aisha berumur 9th. Aisha adalah anak Abu bakr (sahabat dan kalifa 1).

Beberapa hadiths berikut saya kutip untuk memberikan gambaran mengenai hal ini:

Sahih Muslim Book 008, Number 3310:
Aisha melaporkan: Rasul Allah menikahi saya ketika saya berumur 6 tahun dan dibawa hidup berumahatngga pada waktu saya berumur 9 tahun.
versi bahasa Inggrisnya:
'A'isha (Allah be pleased with her) reported: Allah's Apostle (may peace be upon him) married me when I was six years old, and I was admitted to his house when I was nine years old.

Sahih Bukhari Volume 7, Book 62, Number 64
Dinarasikan oleh Aisha:bahwa Nabi menikahinya ketika dia berumur 6tahun dan berumahtangga ketika dia berumur 9tahun, dan kemudian dia hidup bersamanya selama 9tahun (sampai meninggalnya Nabi).
versi bahasa Inggrisnya:
Narrated 'Aisha:
that the Prophet married her when she was six years old and he consummated his marriage when she was nine years old, and then she remained with him for nine years (i.e., till his death).


Sahih Bukhari Volume 7, Book 62, Number 65
Dinarasikan oleh Aisha: bahwa Nabi menikahinya ketika dia berumur 6tahun dan berumahtangga ketika berumur 9tahun. Hishan berkata: Saya diberitahu bahwa Aisha hidup bersama Nabi selama 9 tahun (sampai meninggalnya Nabi). “apa yang kamu tahu tentang Quran (dengan hati)”.
versi bahasa Inggrisnya:
Narrated 'Aisha:
that the Prophet married her when she was six years old and he consummated his marriage when she was nine years old. Hisham said: I have been informed that 'Aisha remained with the Prophet for nine years (i.e. till his death)." what you know of the Quran (by heart)'

Sahih Bukhari Volume 7, Book 62, Number 88
Dinarasikan oleh Ursa: Nabi menulis (kontrak perkawinan) dengan Aisha ketika dia berumur 6tahun dan berumahtangga dengannya pada waktu dia berumur 9 tahun dan dia hidup bersamanya selama 9tahun (sampai meninggalnya Nabi)
versi bahasa Inggrisnya:
Narrated 'Ursa:
The Prophet wrote the (marriage contract) with 'Aisha while she was six years old and consummated his marriage with her while she was nine years old and she remained with him for nine years (i.e. till his death).


Beberapa Ulama mengatakan bahwa pernikahan ini semata-mata untuk kepentingan Islam. Yang jadi pertanyaan adalah mengenai usia Aisha yang masih anak-anak. Dalam Hadiths disebutkan bahwa Nabi meminta Abu Bakr untuk memberikan Aisha kepada Nabi untuk dinikahi. Abu Bakr bilang “Tapi saya suadaramu” Nabi menjawab: “Kamu adalah saudaraku dalam Islam dan Aisha halal untuk saya nikahi”

Sahih Bukhari 7.18
Dinarasikan oleh Ursa:
Nabi meminta Abu Bakr untuk menikahi Aisha. Abu Bakr berkata “Tetapi saya saudaramu.” Nabi berkata, “Kamu saudara saya dalam agama Allah dan kitabNya, tetapi dia (Aisha) secara hukum syah untuk saya nikahi”

versi bahasa Inggrisnya:
Narrated 'Ursa:
The Prophet asked Abu Bakr for 'Aisha's hand in marriage. Abu Bakr said "But I am your brother." The Prophet said, "You are my brother in Allah's religion and His Book, but she (Aisha) is lawful for me to marry."
Abu Bakr dan Nabi sudah seperti saudara sendiri. Abu Bakr juga menjadi salah satu orang paling awal yang memeluk Islam. Dalam hal ini Aisya sudah seperti keponakannya sendiri.


Dalam hadiths berikut Nabi mengutarakan kepada Aisya bahwa dia telah diperlihatkan kepada Nabi dalam mimpi Nabi sebelum Nabi menikahinya dan Nabi menyatakan bahwa kalau hal itu dari Allah pasti terjadi.

Sahih Bukhari 9.140
Dinarasikan oleh Aisha:
Rasul Allah berkata kepadaku,”Kamu diperlihatkan kepadaku dua kali (dalam mimpiku) sebelum saya menikahimu. Saya melihat malaikat menbawamu dalam balutan kain sutera, dan saya berkata kepadanya,”Bukalah (dia),” dan lihat, itu kamu. Saya berkata (kepada diri saya sendiri), “Jika itu dari Allah, maka itu pasti terjadi” Kemudian kamu diperlihatkan kepada saya, malaikat sedang membawamu dalam balutan kain sutera, dan saya berkata ,”Bukalah (dia),” dan lihat, itu kamu. Saya berkata (kepada diri saya sendiri), “Jika itu dari Allah, maka itu pasti terjadi”

versi bahasa Inggrisnya:
Narrated 'Aisha:
Allah's Apostle said to me, "You were shown to me twice (in my dream) before I married you. I saw an angel carrying you in a silken piece of cloth, and I said to him, 'Uncover (her),' and behold, it was you. I said (to myself), 'If this is from Allah, then it must happen.' Then you were shown to me, the angel carrying you in a silken piece of cloth, and I said (to him), 'Uncover (her), and behold, it was you. I said (to myself), 'If this is from Allah, then it must happen.' "

Beberapa hadiths berikut memberikan gambaran lebih detail mengenai usia Aisha pada saat Nabi menikahinya.


Sahih Bukhari 5.236.
Dinarasikan oleh ayah Hisham:
Khadija meninggal tiga tahun sebelum Nabi pergi ke Medina. Dia tinggal 3 atau 2 tahun atau sekitar itu dan kemudian dai menikahi Aisha ketika dia berumur 6tahun, dia berumahtangga dengannya pada waktu dia berumur 9 tahun.

versi bahasa Inggrisnya:
Narrated Hisham's father:
Khadija died three years before the Prophet departed to Medina. He stayed there for two years or so and then he married 'Aisha when she was a girl of six years of age, and he consumed that marriage when she was nine years old.


Sahih Bukhari 5.234
Dinarasikan oleh Aisha:
Nabi mengikat saya ketika saya berumur 6tahun. Kami pergi ke Medina dan tinggal di rumah Bani-al-Harith bin Khazraj. Kemudian saya jatuh sakit dan rambut saya rontok. Pada waktu kemudian, rambut saya tumbuh (lagi) dan ibuku, Um Ruman, datang kepadaku ketika saya sedang bermain ayunan dengan beberapa teman-teman perempuanku. Dia memanggil saya, dan saya menemuinya, tidak tahu apa yang dia ingin lakukan kepada saya. Dia menangkap saya dengan tangannya dan mendirikan saya di depan pintu rumah. Saya kehabisan napas saat itu, dan ketika kembali normal, dia mengambil air dan menyeka muka dan kepalaku. Kemudian dia membawa saya masuk ke rumah. Di dalam rumah itu saya melihat beberapa perempuan Ansari yang berkata,”Semoga bahagia dan Restu Allah dan semoga berhasil.” Kemudian dia menyerahkan saya pada mereka dan mereka menyiapkan saya (untuk pernikahan).
Tanpa diduga Rasul Allah datang menemuiku sebelum tengah hari dan ibuku memberikan saya kepadanya, dan pada saat itu saya berumur 9 tahun.

versi bahasa Inggrisnya:
Narrated Aisha:
The Prophet engaged me when I was a girl of six (years). We went to Medina and stayed at the home of Bani-al-Harith bin Khazraj. Then I got ill and my hair fell down. Later on my hair grew (again) and my mother, Um Ruman, came to me while I was playing in a swing with some of my girl friends. She called me, and I went to her, not knowing what she wanted to do to me. She caught me by the hand and made me stand at the door of the house. I was breathless then, and when my breathing became Allright, she took some water and rubbed my face and head with it. Then she took me into the house. There in the house I saw some Ansari women who said, "Best wishes and Allah's Blessing and a good luck." Then she entrusted me to them and they prepared me (for the marriage). Unexpectedly Allah's Apostle came to me in the forenoon and my mother handed me over to him, and at that time I was a girl of nine years of age.


Sunan Abu-Dawud Book 41, Number 4915, juga Number 4916 and Number 4917
Dinarasikan oleh Aisya, Ummul Muminin:
Rasul Allah menikahiku ketika saya berumur 7 atau 6 tahun. Ketika kami datang ke Median, beberapa perempuan datang, menurut versi Bishr: Umm Ruman (ibu Aisya) datang kepadaku ketika saya sedang bermain ayunan. Mereka mengambil saya, mempersiapkan dan merias saya. Saya kemudian dibawa kepada Rasul Allah, dan dia hidup sebagai suami istri dengan saya ketika saya berumur 9 tahun. Dia menahan saya dipintu dan pecahlah tawa saya.

versi bahasa Inggrisnya:
Narrated Aisha, Ummul Mu'minin:
The Apostle of Allah (peace_be_upon_him) married me when I was seven or six. When we came to Medina, some women came. according to Bishr's version: Umm Ruman came to me when I was swinging. They took me, made me prepared and decorated me. I was then brought to the Apostle of Allah (peace_be_upon_him), and he took up cohabitation with me when I was nine. She halted me at the door, and I burst into laughter.


Saya tahu bahwa apapun perbuatan Nabi, selalu ada justifikasinya. Beberapa kalangan bilang bahwa pernikahan semacam ini adalah hal biasa. Masyarakat zaman itu tidak memprotes hal ini. Orang sekarang bisa bilang macam-macam, dan menganggap pernikahan semacam itu tidak pada tempatnya, “Bagaimana mungkin Nabi yang sudah berusia diatas 51th mau menikah dengan anak-anak 6th (9th)? Bagaimana mungkin Nabi yang sudah berusia, menikah dengan Aisha yang waktu itu masih mainan ayunan? Dan juga seperti Zainab, Aisha telah diperlihatkan kepada Nabi dalam mimpi sebelum Nabi menikahinya dan waktu itu Nabi berkata bahwa kalau itu ketetapan Allah pasti terjadi. Terserah bagaimana kita memahaminya. Yang saya tahu bagi orang muslim hal ini tidak jadi masalah.

Seperti yang saya sampaikan, apapun yang dilakukan Nabi adalah baik. Nabi adalah panutan umat. Kita tidak boleh menilai Nabi berdasarkan kriteria kita sendiri, berdasarkan hati kita. Tapi bukankah itu yang terjadi terhadap semua pemeluk agama dan aliran kepercayaan? Di zaman modern sekarangpun hal ini masih terjadi. Di Bandung kita pernah dengar orang yang mengaku utusan Tuhan dan para pengikutnya mempercayai apapun yang dia sampaikan maupun yang dia minta. Bahkan untuk memberikan anaknya sendiri untuk dinikahi walaupun misalnya tahu bahwa itu tidak normal. Atau di Jepang misalnya ada orang pemimpin aliran kepercayaan yang meminta pengikutnya untuk bunuh diri dan mereka dengan senang hati melakukannya. Kita bertanya-tanya: Bagamana mungkin bisa terjadi? Kita sebagai orang Muslim yang tidak percaya mereka, dengan mudah bilang bahwa mereka keliru, pikiran dan hati mereka buta. Apa dasarnya kita bilang begitu? Iman kita pada Islam atau akal dan hati kita yang mengatakan itu? Atau kedua-duanya? Para pengikut aliran semacam itu (yang sebagai muslim kita tidak percaya) juga mempunyai semua pembenaran akan keyakinannya itu. Salah menurut pandangan kita benar menurut mereka. Itulah Iman.


Pernikahan Nabi dengan Juwairiyah

Setelah Zainab bint Jash, Nabi menikah dengan Juwairiyah. Dia adalah anak al-Harith, pemimpin Bani Al-Mustaliq (arab yahudi). Dia merupakan tawanan muslim setelah bani al-Mustaliq jatuh ketangan pasukan muslim pada th-6 AH. Pada waktu pembagian booty (rampasan perang), Juwairiyah diberikan ke seorang serdadu muslim yang bernama Thabit bin Qais bin Shammas. Thabit meminta tebusan untuk pembebasan Juwairiyah tapi harga yang diminta dianggap terlalu tinggi bagi Juwairiyah. Juwairiyah akhirnya menemui Nabi untuk meminta bantuan supaya harga tebusannya diturunkan. Yang terjadi kemudian adalah seperti yang diceritakan Aisya (istri Nabi) “segera setelah saya melihat wanita cantik ini dibawa menemui Nabi, saya kuatir karena saya tahu bahwa Nabi akan melihat dia seperti saya melihat dia”. Begitu Juwairiyah bertemu Nabi, dia minta bantuan Nabi mengenai harga tebusan untuk pembebasannya, Nabi bilang “Apakah kamu mau yang lebih baik dari itu ? Saya akan membayar tebusanmu dan menikahimu”. Mendengar ini Juwairiyah setuju. Dari beberapa sumber juga disebutkan bahwa Nabi membebaskan 100 tawanan lain sebagai kompensasi atas pernikahan Nabi dengan Juwairiya.

Bani al-Mustaliq adalah arab Yahudi yang makmur. Mereka tinggal dipinggiran luar kota Medina. Mereka dianggap musuh Islam. Nabi menyerang mereka setelah mendengar dan memastikan kabar bahwa Al-Harith (ayah Juwairiyah) telah memobilisasi orang-orangnya, bersama beberapa orang arab, untuk menyerang Medina. Nabi menyerang bani al-Mustaliq secara mendadak pada waktu mereka tidak waspada dan unta-unta mereka sedang diberi minum.

Berikut cuplikan dari Hadiths Bukhari mengenai serangan muslim ke bani al-Mustaliq:

Bukhari Volume 3, Book 46, Number 717:
Dinarasikan oleh Ibn Aun:
Saya menulis surat kepada Nafi dan Nafi menulis menjawab surat saya tsb bahwa Nabi secara mendadak menyerang Bani Mustaliq tanpa pemberitahuan dahulu ketika mereka tidak waspada dan unta-unta mereka sedang diberi minum. Para petarung mereka dibunuh dan perempuan dan anak-anak mereka ditawan; Nabi memperoleh Juwairiya pada hari itu. Nafi berkata bahwa Ibn Umar telah mengatakan kepadanya cerita itu dan bahwa Ibn Umar ada dalam pasukan itu.”

versi bahasa Inggrisnya:
"Narrated Ibn Aun:
I wrote a letter to Nafi and Nafi wrote in reply to my letter that the Prophet had suddenly attacked Bani Mustaliq without warning while they were heedless and their cattle were being watered at the places of water. Their fighting men were killed and their women and children were taken as captives; the Prophet got Juwairiya on that day. Nafi said that Ibn 'Umar had told him the above narration and that Ibn 'Umar was in that army.”


(Cerita yang sama dinyatakan dalam Bukhari Book 019, Number 4292.)

Saya sulit untuk bisa memahami pernikahan Nabi dengan Juwairiya ini. Setelah bani al-Mustaliq dikalahkan, semua tawanan dan kekayaan mereka diambil muslim dan dibagikan ke Nabi dan pasukan muslim. Tawanan ini umumnya dijadikan budak seperti kebiasaan waktu itu. Allah dalam Quran membenarkan kebiasaan ini dengan membagikan booty kepada Nabi dan pasukannya (lebih jauh saya tulis dibawah). Dalam pemahaman saya, Nabi dan muslim pada waktu itu boleh menyerang siapapun yang dianggap musuh, yang menyebarkan fitnah dan merintangi perkembangan Islam, dan merampas harta kekakayaannya dan menjadikan tawanan sebagai budak (dan budak perempuan sebagai pemuas nafsu pasukan muslim)

Seperti saya sampaikan semua tindakan Nabi selalu ada justifikasinya dan tidak ada yang salah. Kita tidak bisa menilainya apalagi dengan ukuran sekarang. Semua itu adalah untuk perkembangan Islam. Nabi se-olah-olah “terpaksa” melakukan itu. Pilihannya “diserang dan kalah” atau “menyerang dan menang”. Tentu saya bisa paham kalau kita bicara dalam konteks pemimpin perang atau raja-raja dan bukan dalam konteks Nabi.

(...DILANJUTKAN KE 2/5B)
suara_hati
Posts: 199
Joined: Fri Feb 01, 2008 11:13 pm

RENUNGAN ISLAM-DULU SEBELUM MURTAD (2/5B)

Post by suara_hati »

(Bagian 2/5B)

Pernikahan Nabi Dengan Safiyah

Cerita pernikahan Safiyah hampir tidak berbeda dengan Juwariyah. Safiyah (17 th) wanita cantik istri Kinana, pemimpin yahudi di Khaibar yang makmur. Yahudi khaibar juga diserang Nabi dan pasukannya secara mendadak. Orang tua, suami dan banyak saudaranya dibunuh dalam serangan ini. Serangan ke Khaibar ini terjadi tidak lama setelah perjanjian Hudaybiyya.

Berikut cerita mengenai pernikahan Nabi dengan Safiyah dari Hadiths:
Sahih Al-Bukhari, Volume 1, Book 8, Number 367
Anas berkata: “Pada waktu Nabi menyerang Khaibar, kami melakukan shalat subuh disana dan saat itu masih gelap.Nabi mengendarai kuda dan juga Abu Talha dan saya mengendarai kuda dibelakang Abu Talha. Nabi melewati tepi Khaibar dengan cepat….Pada waktu Nabi masuk kota, beliau berkata, “Allahu Akbar! Khaibar hancur. Setiap saat kami mendekati bangsa (yang jahat)(untuk bertempur) maka setan akan menjadi pagi hari bagi mereka yang telah diperingatkan.”. Nabi mengulang ini tiga kali. Orang-orang keluar untuk bekerja dan beberapa dari mereka berkata, “Muhammad (telah datang).” (beberapa dari teman kami menambahkan, “dengan serdadunya”). Kami menaklukan Khaibar dan mengambil para tawanan, dan booty (rampasan perang) dikumpulkan. Dihya datang dan berkata, “O Nabi! Beri saya budak dari para tawanan.” Nabi berkata, “Pergi dan ambil budak perempuan manapun.” Dia mengambil Safiya’ bint Huyai. Seorang laki-laki datang menghadap Nabi dan berkata, “O Nabi! Anda memberikan Safiya bint Huyai kepada Dihya dan dia adalah ibu dari Bani Quraiza dan an-Nadir dan dia hanya pantas untuk anda.” Maka Nabi berkata, “Bawa dia bersama dengan Safiya.” Kemudian Dihya datang bersama Safiya dan pada waktu Nabi melihat Safiya, Nabi berkata kepada Dihya, “Ambil budak perempuan dari para tawanan selain Safiya.” Anas menambahkan: Nabi kemudian membebaskan dan menikahinya.”
Thabit bertanya kepada Anas, “O Abu Hamza! Apa yang Nabi bayarkan kepada Safiya (untuk Maharnya)?” Dia berkata, “Safiya sendiri adalah maharnya karena Nabi membebaskannya dan kemudian menikahinya.” Anas menambahkan, “Dalam perjalanan, Um Sulaim merias Safiya untuk (acara) pernikahan dan pada malam hari dia memberikan Safiya sebagai mempelai perempuan untuk Nabi. Jadi Nabi adalah mempelai laki-laki dan beliau berkata,”Siapapun yang memliki (makanan) harus dibawa kesini.”Dia menghamparka sehelai kulit (untuk makanan) dan beberapa membawa kurma beberapa cooking butter. (Saya pikir dia (Anas) menyebut As-Sawiq). Maka mereka menyiapkan makanan Hais. Dan itu adalah Walrma (banquate pernikahan) Nabi.”


versi bahasa Inggrisnya:
Narrated 'Abdul 'Aziz:
Anas said, 'When Allah's Apostle invaded Khaibar, we offered the Fajr prayer there early in the morning) when it was still dark. The Prophet rode and Abu Talha rode too and I was riding behind Abu Talha. The Prophet passed through the lane of Khaibar quickly and my knee was touching the thigh of the Prophet. He uncovered his thigh and I saw the whiteness of the thigh of the Prophet. When he entered the town, he said, 'Allahu Akbar! Khaibar is ruined. Whenever we approach near a (hostile) nation (to fight) then evil will be the morning of those who have been warned.' He repeated this thrice. The people came out for their jobs and some of them said, 'Muhammad (has come).' (Some of our companions added, "With his army.") We conquered Khaibar, took the captives, and the booty was collected. Dihya came and said, 'O Allah's Prophet! Give me a slave girl from the captives.' The Prophet said, 'Go and take any slave girl.' He took Safiya bint Huyai. A man came to the Prophet and said, 'O Allah's Apostles! You gave Safiya bint Huyai to Dihya and she is the chief mistress of the tribes of Quraiza and An-Nadir and she befits none but you.' So the Prophet said, 'Bring him along with her.' So Dihya came with her and when the Prophet saw her, he said to Dihya, 'Take any slave girl other than her from the captives.' Anas added: The Prophet then manumitted her and married her."
Thabit asked Anas, "O Abu Hamza! What did the Prophet pay her (as Mahr)?" He said, "Her self was her Mahr for he manumitted her and then married her." Anas added, "While on the way, Um Sulaim dressed her for marriage (ceremony) and at night she sent her as a bride to the Prophet. So the Prophet was a bridegroom and he said, 'Whoever has anything (food) should bring it.' He spread out a leather sheet (for the food) and some brought dates and others cooking butter. (I think he (Anas) mentioned As-Sawiq). So they prepared a dish of Hais (a kind of meal). And that was Walrma (the marriage banquet) of Allah's Apostle."


Sahih Al-Bukhari, Volume 5, Book 59, Number 522
Dinarasikan oleh Anas bin Malik:
Kami tiba di Khaibar, dan pada waktu Allah membantu Nabi mengalahkan Khaibar, kecantikan Safiya bint Huyai bin Akhtaq yang suaminya telah terbunuh saat Safiya menjadi istrinya, diberitahukan kepada Nabi. Nabi memilih Safiya untuk diri beliau dan membawanya, dan pada waktu kami mencapai tempat yang bernama Sidd-as-Sahba, Safiya telah bersih dari menstruasinya kemudian Nabi menikahinya. Hais (sejenis makanan Arab) disiapkan di sebuah alas kulit kecil. Kemudian Nabi berkata kepada saya, “Saya undng orang-orang disekitarmu.” Maka itu menjadi banquet pernikahan Nabi dan Safiya. Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Medina, dan saya melihat Nabi sedang membuat semacam bantalan untuk Safiya dengan kerudungnya dibelakangnya (di unta beliau). Beliau kemudian duduk disamping untanya dan memberikan lutunya untuk pijakan Safiya menaiki unta.


versi bahasa Inggrisnya:
Narrated Anas bin Malik:
We arrived at Khaibar, and when Allah helped His Apostle to open the fort, the beauty of Safiya bint Huyai bin Akhtaq whose husband had been killed while she was a bride, was mentioned to Allah's Apostle. The Prophet selected her for himself, and set out with her, and when we reached a place called Sidd-as-Sahba,' Safiya became clean from her menses then Allah's Apostle married her. Hais (i.e. an 'Arabian dish) was prepared on a small leather mat. Then the Prophet said to me, "I invite the people around you." So that was the marriage banquet of the Prophet and Safiya. Then we proceeded towards Medina, and I saw the Prophet, making for her a kind of cushion with his cloak behind him (on his camel). He then sat beside his camel and put his knee for Safiya to put her foot on, in order to ride (on the camel).


Kutipan berikut dari Haekal “Sejarah Hidup Muhammad”.

Shafia bt. Huyayy b. Akhtab dari Banu Nadzir termasuk salah seorang tawanan yang oleh kaum Muslimin diambil dari benteng Khaibar. Dia isteri Kinana bin'l-Rabi'. Setahu pihak Muslimin, di tangan Kinana inilah harta-benda Banu Nadzir itu disimpan. Ketika Nabi menanyakan harta itu kepadanya, ia bersumpah-sumpah bahwa dia tidak mengetahui tempatnya. "Kalau kami dapati di tempatmu, mau kamu dibunuh?" tanya Muhammad.

"Ya," jawab Kinana.

Salah seorang dari mereka ini pernah melihat Kinana sedang mundar-mandir pada sebuah puing, dan hal ini disampaikan kepada Nabi. Oleh Nabi diperintahkan supaya puing itu digali dan dari dalam puing itulah harta simpanan itu dikeluarkan. Kinana akhirnya dibunuh karena perbuatannya itu.

Sekarang Shafia berada ditangan Muslimin sebagai salah seorang tawanan perang.

"Shafia adalah ibu Banu Quraidza dan Banu Nadzir. Dia hanya pantas buat tuan," demikian dikatakan kepada Nabi.

Setelah wanita itu dimerdekakan kemudian ia diperisteri oleh Nabi seperti biasanya dilakukan oleh orang-orang besar yang menang perang. Mereka kawin dengan puteri-puteri orang-orang besar guna mengurangi tekanan karena bencana yang dialaminya dan memelihara pula kedudukannya yang terhormat.

Kuatir akan timbulnya dendam kepada Rasul dalam hati wanita - yang baik ayahnya, suaminya atau pun golongannya sudah terbunuh itu - maka semalaman itu dalam perjalanan pulang dari Khaibar Abu Ayyub Khalid al-Anshari dengan membawa pedang terhunus berjaga-jaga di sekitar kemah tempat perkawinan Muhammad dengan Shafia itu dilangsungkan. Pagi harinya, setelah Rasul melihatnya, ia ditanya: "Ada apa?"

"Saya kuatir akan keselamatan tuan dari perbuatan wanita itu," katanya, "karena ayahnya, suaminya dan golongannya sudah dibunuh sedang belum selang lama dia masih kafir."


Lebih ironis lagi cerita mengenai kematian Kinana, suami Safiya. Nabi menanyakan harta bani Nadir yang disembunyikan oleh Kinana. Nabi berkata: "Kalau kami dapati di tempatmu, mau kamu dibunuh?" Harta bani Nadir akhirnya diketemukan dan Kinana dibunuh. Dia mati oleh ancaman Nabi karena terbukti menyembunyikan harta milik Bani Nadir.

Kebanyakan penulis modern tidak menulis bagaimana Kinana dibunuh. Buku sejarah Nabi paling awal yang ditulis oleh Ibn Ishaq atau juga buku al-Tabari menceritakan kejadian ini dengan lebih detail.

("Sirat Rasulallah" — "Life of the Prophet of Allah". Buku ini ditulis oleh Ibn Ishaq, dan kemudian disarikan oleh Ibn Hisham. Ini ditulis sbelum buku-buku hadiths utama. Dianggap sebagai sumber paling asli mengenai sejarah hidup Nabi. Buku ini kemudian diterjemahkan dalam bhs Inggris oleh A. Guillaume as "The Life of Muhammad"). Kutipan berikut diambil dari edisi bhs Inggris (hal 515):

“Kinana al-rabi, orang yang menyimpan (menjaga) harta Bani Nadir, dibawa menghadap Nabi yang menanyakan kepadanya mengenai harta itu. Dia menyangkal mengetahui keberadaan harta itu. Seorang Yahudi datang (Tabri bilang orang Yahudi ini “dibawa”) menghadap Nabi dan berkata bahwa dia melihat Kinana mondar mandir pada suatu puing setiap fajar. Pada waktu Nabi berkata kepada Kinana “Kamu tahu kalau kami menemukan bahwa kamu memiliki harta itu saya akan bunuh kamu?” Dia berkata “Ya”. Nabi memerintahkan puing itu untuk digali dan beberapa harta itu diketemukan. Pada waktu Nabi menanyakan mengenai harta lainnya dia menolak memberitahunya, sehingga Nabi memerintahkan al-Zubayr Al-Awwam. “Siksa sampai dia bicara apa yang dia miliki.” Maka dia menyalakan api dengan batu api (flint) dan besi kedalam dadanya sampai dia hampir mati. Kemudian Nabi menyerahkan dia kepada Muhammad b. Maslama dan dia memenggal kepalanya. Sebagai balasan untuk saudaranya Mahmud.”

versi bahasa Inggrisnya:
"Kinana al-Rabi, who had the custody of the treasure of Banu Nadir, was brought to the apostle who asked him about it. He denied that he knew where it was. A Jew came (Tabari says "was brought"), to the apostle and said that he had seen Kinana going round a certain ruin every morning early. When the apostle said to Kinana, "Do you know that if we find you have it I shall kill you?" He said "Yes". The apostle gave orders that the ruin was to be excavated and some of the treasure was found. When he asked him about the rest he refused to produce it, so the apostle gave orders to al-Zubayr Al-Awwam, "Torture him until you extract what he has." So he kindled a fire with flint and steel on his chest until he was nearly dead. Then the apostle delivered him to Muhammad b. Maslama and he struck off his head, in revenge for his brother Mahmud."

Banyak sekali cerita mengenai pernikahan Nabi dengan Safiya dan serangan ke Khaibar yang dapat dijumpai di sumber-sumber Islam. Saya hanya kutip beberapa saja. Tentu saja biasa saja dalam pandangan kita sebagai Muslim membaca cerita mengenai Khaibar dan Safiya ini. Mereka kan musuh Nabi dan Islam. Mereka kan yang selalu mencari-cari kesalahan. Walaupun demikian sulit bagi saya untuk memahami bagaimana bisa seorang wanita yang suami, orang tua dan suadara-saudaranya mati dibunuh oleh pasukan Nabi (dan atas perintah Nabi), hartanya dirampas dan kemudian saat itu juga Nabi mengambil Safiya sebagai tawanan untuk dirinya, membebaskannya dan kemudian menikahinya? Pernikahan itu terjadi cuma dalam hitungan hari setelah serangan Khaibar, setelah suaminya disiksa dan dibunuh dengan sangat kejam? Saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Safiya saat itu? Apakah dia punya pilihan lebih baik dari pinangan Nabi setelah semua kejadian itu?

Bagaimana dengan perintah Allah dalam Quan mengenai “Idah” (waktu menunggu seorang janda untuk bisa nikah lagi). Bukankah Safiya baru saja menjadi janda karena suaminya mati dibunuh?

(Quran S 2:234)
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis idahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (235) Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis idahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.


Nabi Muhammad dan Mariyah

Buku biografi Nabi “Sealed Nectar” oleh penulis modern (oleh Saif-ur-Rahman al-Mubarakpuri) menyatakan bahwa Nabi memiliki wanita simpanan bernama Mariyah yang merupakan hadiah dari pejabat/penguasa Mesir waktu itu. Dengan Mariyah, Nabi memperoleh anak laki-laki bernama Ibrahim yang meninggal pada saat masih kecil di Medina pada th 10AH. Banyak catatan mengenai kehidupan Nabi dengan Mariyah ini. Mungkin kita bertanya-tanya bagimana mungkin Nabi memiliki hubungan dengan orang yang bukan istrinya sampai memiliki anak? Buku yang sama kemudian menyatakan bahwa Mariyah akhirnya menjadi istri Nabi setelah kelahiran Ibrahim. Jadi sebelum kelahiran Ibrahim, Nabi berhubungan dengan Mariyah bukan dalam status sebagai suami istri.

Nabi suatu saat berhubungan dengan Mariyah di rumah Hafsa (istri Nabi, anak Umar, kalifa ke-2) pada waktu Hafsa tidak ada di rumah. Hal ini menimbulkan kecemburuan yang sangat besar bagi Hafsa. Menyadari kecemburuan Hafsa, Nabi bersumpah tidak akan melakukan hal ini lagi supaya Hafsa tidak menceritakan kejadian ini ke istri Nabi yang lain.

Berikut kutipan dari penulis modern Muhammad H. Haykal dalam buku “Sejarah Nabi Muhammad” mengenai kejadian ini:

Pernah terjadi ketika pada suatu hari Hafsha pergi mengunjungi ayahnya dan bercakap-cakap di sana, Maria datang kepada Nabi tatkala ia sedang di rumah Hafsha dan agak lama. Bila kemudian Hafsha kembali pulang dan mengetahui ada Maria di rumahnya, ia menunggu keluarnya Maria dengan rasa cemburu yang sudah meluap. Makin lama ia menunggu, cemburunya pun makin menjadi. Bilamana kemudian Maria keluar, Hafsha masuk menjumpai Nabi.

"Saya sudah melihat siapa yang dengan kau tadi," kata Hafsha. "Engkau sungguh telah menghinaku. Engkau tidak akan berbuat begitu kalau tidak kedudukanku yang rendah dalam pandanganmu."

Muhammad segera menyadari bahwa rasa cemburulah yang telah mendorong Hafsha menyatakan apa yang telah disaksikannya itu serta membicarakannya kembali dengan Aisyah atau isteri-isterinya yang lain. Dengan maksud hendak menyenangkan perasaan Hafsha, ia bermaksud hendak bersumpah mengharamkan Maria buat dirinya kalau Hafsha tidak akan menceritakan apa yang telah disaksikannya itu. Hafsha berjanji akan melaksanakan. Tetapi rasa cemburu sudah begitu berkecamuk dalam hati, sehingga dia tidak lagi sanggup menyimpan apa yang ada dalam hatinya, dan ia pun menceritakan lagi hal itu kepada Aisyah….”


Akibat kejadian ini Nabi mendiamkan istri-istrinya selama satu bulan. Sehubungan dengan ini Allah menurunkan Sura Tahrim S 66:1~5 (tidak semua sependapat dalam mengkaitkan sura ini dengan cerita Hafsa dan Mariya, lihat tulisan di bawah).

(1) Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

(2) Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu; dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

(3) Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafshah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Hafshah dengan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafshah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafshah dan Aisyah) lalu Hafshah bertanya: "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab: "Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal".

(4) Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula.

(5) Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.



Dalam buku yang sama Muhammad H. Haykal menambahkan hal berikut berkaitan dengan cerita Hafsa dan Mariya dan kaitannya dengan S 66:1~5.

Apa yang sudah saya ceritakan tentang Muhammad yang sudah meninggalkan isteri-isterinya dan menyuruh mereka supaya memilih, peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudah ditinggalkan serta beberapa kejadian yang sebelum itu dan akibatnya, menurut hemat saya itulah cerita yang sebenarnya mengenai sejarah kejadian ini. Cerita ini saling menguatkan satu sama lain, seperti yang ada dalam kitab-kitab tafsir dan kitab-kitab hadis. Demikian juga adanya keterangan-keterangan di sana-sini mengenai diri Muhammad dan isteri-isterinya dalam pelbagai buku biografi itu. Sungguhpun begitu tiada sebuah juga buku-buku sejarah itu yang membawa peristiwa ini atau mengemukakan peristiwa-peristiwa sebelumnya serta kesimpulan-kesimpulan yang diambilnya seperti yang saya kemukakan dalam buku ini. Dalam menghadapi kejadian seperti ini oleh buku-buku sejarah Nabi itu kebanyakan dilewati begitu saja tanpa ditelaah lebih lanjut; seolah-olah ini dilihatnya sebagai barang yang kesat dipegang dan takut sekali mendekatinya. Ada lagi yang menelaah soal madu dan maghafir, tanpa sepatah kata juga menyebut-nyebut soal Hafsha dan Maria.

Sebaliknya oleh pihak Orientalis - soal Hafsha dan Maria, soal Hafsha yang membuka rahasia kepada Aisyah - hal yang dijanjikan kepada Nabi akan dirahasiakan - dijadikannya pangkal sebab semua kejadian itu. Dengan demikian mereka berusaha hendak menambah hal-hal baru untuk meyakinkan pembacanya tentang diri Nabi, bahwa dia laki-laki yang senang kepada wanita dengan cara yang tidak bersih. Menurut hemat saya, penulis-penulis sejarah dari kalangan Muslimin sendiri tidak punya alasan akan mengabaikan kejadian-kejadian ini dengan segala artinya yang sangat dalam itu seperti sudah sebagian kita kemukakan soalnya. Sedang pihak Orientalis, yang dalam hal ini sudah terpengaruh oleh nafsu ke-kristenannya, mereka sudah menyalahi cara-cara penelitian sejarah. Terhadap siapa pun lepas dari orang besar seperti Muhammad - kritik sejarah yang murni tidak dapat menerima bahwa pengungkapan Hafsha kepada Aisyah karena ia telah menemui suaminya dalam rumahnya dengan hamba sahayanya yang sudah menjadi haknya itu dan dengan demikian ia halal baginya - akan dijadikan suatu sebab kenapa Muhammad sampai meninggalkan semua isteri selama sebulan penuh, serta mengancam mereka semua akan diceraikan. Juga kritik sejarah yang murni tidak dapat menerima bahwa cerita madu itu telah juga dijadikan sebab adanya perpisahan dan ancaman itu.

Apabila orang itu orang besar seperti Muhammad, lemah-lembut seperti Muhammad, berlapang dada, tahan menderita, orang berwatak dengan segala sifat-sifat yang ada pada Muhammad, yang sudah sepakat diakui pula oleh semua penulis sejarah hidupnya, maka menggambarkan salah satu dari kedua peristiwa itu an sich sebagai sebab ia memisahkan diri dan mengancam hendak menceraikan isteri, adalah suatu hal yang kebalikannya, jauh daripada suatu cara kritik sejarah. Sebaliknya, kritik yang akan dapat diterima orang dan sejalan pula dengan logika sejarah ialah apabila peristiwa-peristiwa itu mengikuti jejak yang sebenarnya, yang akan membawa kepada kesimpulankesimpulan yang sudah pasti tidak bisa lain akan ke sana. Maka dengan demikian ia akan menjadi masalah biasa, masuk akal dan secara ilmiah dapat diterima. Dan apa yang sudah kita lakukan ini menurut hemat saya adalah langkah yang wajar dalam peristiwa itu, yakni yang sesuai dengan kebijaksanaan Muhammad, dengan segala kebesarannya, keteguhan hati serta pandangannya yang jauh.

Tafsir Jalalain mengatakan hal yang sama mengenai alasan turunnya surat At-Tahrim S66:1-5
001. (Hai nabi! Mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu) mengenai istri budak wanitamu, yakni Mariyah Qibtiah; yaitu sewaktu Nabi saw. menggaulinya di rumah Hafshah, sedangkan pada waktu itu Siti Hafshah sedang tidak ada di rumah. Lalu datanglah Siti Hafshah, dan ia merasa keberatan dengan adanya hal tersebut yang dilakukan oleh Nabi saw. di dalam rumahnya dan di tempat tidurnya. Lalu kamu mengatakan, dia (Siti Mariyah) haram atas diriku (kamu mencari) dengan mengharamkannya atas dirimu (keridaan istri-istrimu) kerelaan mereka terhadap dirimu. (Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) Dia telah mengampunimu atas tindakan pengharamanmu itu.
002. (Sesungguhnya Allah telah mewajibkan) telah mensyariatkan (kepada kamu sekalian membebaskan diri dari sumpah kalian) artinya kalian melepaskan diri dari sumpah yang telah kalian katakan dengan cara membayar kifarat sebagaimana yang telah disebutkan di dalam surat Al-Maidah. Dan termasuk di antara sumpah-sumpah itu ialah mengharamkan budak wanita. Apakah Nabi saw. membayar kifarat? Muqatil mengatakan, bahwa Nabi saw. telah memerdekakan seorang budak sebagai kifaratnya yang telah mengharamkan Siti Mariyah atas dirinya. Akan tetapi Hasan mengatakan, bahwa Nabi saw. tidak membayar kifarat, karena sesungguhnya ia telah mendapat ampunan dari Allah (dan Allah adalah Pelindung kalian) yang menolong kalian (dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana).
003. (Dan) ingatlah (ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya) yakni kepada Siti Hafshah (suatu pembicaraan) tentang mengharamkan Siti Mariyah atas dirinya, kemudian Nabi saw. berkata kepada Siti Hafshah, "Jangan sekali-kali kamu membuka rahasia ini." (Maka tatkala menceritakan peristiwa itu) kepada Siti Aisyah, ia menduga bahwa hal ini tidak dosa (dan Allah memberitahukan hal itu) Dia membukanya (kepadanya) yakni kepada Nabi Muhammad tentang pembicaraan Siti Hafshah kepada Siti Aisyah itu (lalu dia memberitahukan sebagiannya) kepada Siti Hafshah (dan menyembunyikan sebagian yang lain) sebagai kemurahan dari dirinya terhadap dia. (Maka tatkala dia, Muhammad, memberitahukan pembicaraan itu, lalu Hafshah bertanya, "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab, "Telah diberitahukan kepadaku oleh Yang Maha Mengetahui lagi Maha Waspada") yakni Allah swt.
004. (Jika kamu berdua bertobat) yakni Siti Hafshah dan Siti Aisyah (kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong) cenderung untuk diharamkannya Siti Mariyah, artinya, kamu berdua merahasiakan hal tersebut dalam hati kamu, padahal Nabi saw. tidak menyukai hal tersebut, dan hal ini adalah suatu perbuatan yang berdosa. Jawab Syarat dari kalimat ini tidak disebutkan, yakni jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka tobat kamu diterima. Diungkapkan dengan memakai lafal quluubun dalam bentuk jamak sebagai pengganti dari lafal qalbaini, hal ini tiada lain karena dirasakan amat berat mengucapkan dua isim tatsniah yang digabungkan dalam satu lafal (dan jika kamu berdua saling bantu-membantu) lafal tazhaahara artinya bantu-membantu. Menurut qiraat yang lain dibaca tazhzhaharaa bentuk asalnya adalah Tatazhaaharaa, kemudian huruf ta yang kedua diidgamkan ke dalam huruf zha sehingga jadilah tazhzhaaharaa (terhadapnya) terhadap Nabi saw. dalam melakukan hal-hal yang tidak disukainya, yakni membuat susah Nabi saw. (maka sesungguhnya Allah adalah) lafal huwa ini merupakan dhamir fashl (Pelindungnya) maksudnya, yang menolongnya (dan begitu pula Jibril dan orang-orang mukmin yang saleh) seperti Abu Bakar dan Umar r.a. Lafal ini diathafkan secara mahall kepada isimnya inna, yakni begitu pula mereka akan menjadi penolongnya (dan selain dari itu malaikat-malaikat) yaitu sesudah pertolongan Allah dan orang-orang yang telah disebutkan tadi (adalah penolongnya pula) maksudnya mereka semua menjadi penolong Nabi terhadap kamu berdua.
005. (Jika Nabi menceraikan kalian, boleh jadi Rabbnya) maksudnya, jika nabi menceraikan istri-istrinya (akan memberi ganti kepadanya) dapat dibaca yubdilahu dan yubaddilahu (dengan istri-istri yang lebih baik daripada kalian) lafal azwaajan ini menjadi khabar dari lafal 'asaa sedangkan jumlah an yubdilahu dan seterusnya menjadi jawab syarath. Di sini tidak ada badal karena apa yang disebutkan pada syarat tidak terjadi, yakni perceraian itu tidak pernah terjadi (yang patuh) artinya mengakui Islam (yang beriman) yakni ikhlas hatinya kepada Islam (yang taat) mereka taat (yang bertobat, rajin beribadat, rajin berpuasa) yakni gemar melakukan puasa atau yang berhijrah (yang janda dan yang perawan)


Seperti diceritakan diatas, beberapa kalangan mengkaitkan sura 66:1~5 dengan masalah soal madu dan maghafir, tanpa sepatah kata juga menyebut-nyebut soal Hafsha dan Maria meskipun cerita ini dinyatakan di berbagai biografi Nabi dan tafsir Quran yang lain. (Ibn Kathir mengkaitkan S 66:1~5 dengan peristiwa madu dan maghafir). Disini perlu dicatat bahwa penolakan kaitan antara S 66: 1~5 ini tidak dengan sendirinya menghilangkan cerita mengenai Hafsa dan Maria.

Dari cerita ini kita melihat bahwa Nabi berhubungan dengan Mariyah (yang waktu itu masih berstatus budak wanita) tanpa ikatan perkawinan. Tentu saja bagi banyak muslim hal ini tidak menjadi masalah karena kita tidak bisa mengukur kejadian ini dengan kriteria kita sekarang. Saya bertanya : Mengapa demikian? Bukankah Nabi adalah panutan umat, dulu, sekarang, maupun sampai akhir zaman. Saya lebih kaget lagi bahwa apa yang dilakukan Nabi diijinkan Allah seperti dinyatakan dalam Quran. Bukankah Quran menyatakan bahwa hukumnya syah, halal bagi setiap muslim untuk berhubungan badan dengan budak perempuan miliknya tanpa ikatan perkawinan? Bahwa muslim boleh memuaskan nafsunya dengan budak perempuan berapapun yang diingini?

Ayat berikut menunjukkan bahwa orang muslim diijinkan untuk berhubungan badan dengan budak-budak perempuan yang mereka miliki tanpa ikatan perkawinan.

(S 70:22) kecuali orang-orang yang mengerjakan salat, (23) yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya, (24) dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, (25) bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), (26) dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan, (27) dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. (28) Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya). (29) Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, (30) kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

Ayat berikut menyatakan hal yang sama.

(S23:5) dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, (6) kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

Ayat berikut mengijinkan muslim untuk memuaskan dirinya dengan budak-budak perempuannya:

(S4:3) Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

(Tafsir Ibn Kathir)…<Kemudian> Ayat ini memerintahkan, jika kamu takut tidak dapat berlaku adil antara istri-istrimu jika menikah lebih dari satu, maka nikahilah seorang saja atau puaskan dirimu dengan budak-budak wanita yang kamu miliki, karana dalam hal ini tidak menjadi keharusan untuk memperlakukan mereka secara adil.

Dan Tafsir Jalalain sbb:

(S4:3) (Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim) sehingga sulit bagi kamu untuk menghadapi mereka lalu kamu takut pula tidak akan dapat berlaku adil di antara wanita-wanita yang kamu kawini (maka kawinilah) (apa) dengan arti siapa (yang baik di antara wanita-wanita itu bagi kamu dua, tiga atau empat orang) boleh dua, tiga atau empat tetapi tidak boleh lebih dari itu. (kemudian jika kamu tidak akan dapat berlaku adil) di antara mereka dalam giliran dan pembagian nafkah (maka hendaklah seorang saja) yang kamu kawini (atau) hendaklah kamu batasi pada (hamba sahaya yang menjadi milikmu) karena mereka tidak mempunyai hak-hak sebagaimana istri-istri lainnya. (Yang demikian itu) maksudnya mengawini empat orang istri atau seorang istri saja, atau mengambil hamba sahaya (lebih dekat) kepada (tidak berbuat aniaya) atau berlaku lalim.

Ayat berikut menyatakan larangan bagi muslim untuk mengawini wanita yang bersuami kecuali budak yang mereka miliki.

(4:24) dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Konteks ayat diatas diterangkan dalam Hadiths Muslim, Book 008, Number 3432 berikut:
Abu Sa’id al Khudri melaporkan bahwa dalam perang Hanain Nabi mengirim pasukan ke Autas dan mejumpai lawan dan beretempur dengan mereka. Setelah mengalahkan mereka dan menangkap tawanan, sahabat Nabi kelihatan menahan diri untuk berhubungan badan dengan tawanan wanita karena suami tawanan itu seorang polytheists. Kemudian Allah, Most High, menurunkan ayat berkaitan dengan hal ini: “Dan perempuan-perempuan yang sudah menikah, kecuali budak-budak perempuan (ayat 4:24)” (yaitu mereka halal bagi muslim setelah masa idda-nya berakhir)

versi bahasa Inggrisnya:
Abu Sa'id al-Khudri (Allah her pleased with him) reported that at the Battle of Hanain Allah's Messenger (may peace be upon him) sent an army to Autas and encountered the enemy and fought with them. Having overcome them and taken them captives, the Companions of Allah's Messenger (may peace te upon him) seemed to refrain from having intercourse with captive women because of their husbands being polytheists. Then Allah, Most High, sent down regarding that:" And women already married, except those whom your right hands possess (iv. 24)" (i. e. they were lawful for them when their 'Idda period came to an end).

Tafsir Jalalain menerangkan ayat tsb sbb:

024. (Dan) diharamkan bagimu (wanita-wanita yang bersuami) untuk dikawini sebelum bercerai dengan suami-suami mereka itu, baik mereka merdeka atau budak dan beragama Islam (kecuali wanita-wanita yang kamu miliki) yakni hamba-hamba sahaya yang tertawan, maka mereka boleh kamu campuri walaupun mereka punya suami di negeri perang, yakni setelah istibra' atau membersihkan rahimnya (sebagai ketetapan dari Allah) kitaaba manshub sebagai mashdar dari kata dzaalika; artinya telah ditetapkan sebagai suatu ketetapan dari Allah (atas kamu, dan dihalalkan) ada yang membaca uhilla bentuk pasif ada pula ahalla bentuk aktif (bagi kamu selain yang demikian itu) artinya selain dari wanita-wanita yang telah diharamkan tadi (bahwa kamu mencari) istri (dengan hartamu) baik dengan maskawin atau lainnya (untuk dikawini bukan untuk dizinahi) (maka istri-istri) dengan arti faman (yang telah kamu nikmati) artinya campuri (di antara mereka) dengan jalan menyetubuhi mereka (maka berikanlah kepada mereka upah mereka) maksudnya maskawin mereka yang telah kamu tetapkan itu (sebagai suatu kewajiban. Dan kamu tidaklah berdosa mengenai sesuatu yang telah saling kamu relakan) dengan mereka (setelah ditetapkan itu) baik dengan menurunkan, menambah atau merelakannya. (Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui akan ciptaan-Nya (lagi Maha Bijaksana)) dalam mengatur kepentingan mereka.

Ayat berikut menghalalkan Nabi untuk berhubungan dengan budak-budak perempuan.

(33:50) Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, …

<dan> artinya “budak-budak wanita yang kamu dapat dari tawanan perang diijinkan untukmu.” Nabi memiliki Safiyah dan Juwayriyah, kemudian Nabi membebaskan dan menikahi mereka, dan Nabi memiliki Rayhanah bint Sham’un An-Nadariyyah dan Mariyah Al-Qibtiyyah, ibu dari anak laki-lakinya yang bernama Ibrahim… (Tafsir Ibn Kathir)


Hubungan Nabi dengan Sawdah bint Zam‘a

Dalam ayat berikut Allah memberikan aturan mengenai suami yang “mengabaikan” istrinya:

(4:128) Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir, Dan jika kamu bergaul dengan istrimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (129) Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri- istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (130) Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana.

Tafsir Jalalain menerangkan sbb:
128. (Dan jika seorang wanita) imra-atun marfu' oleh fi'il yang menafsirkannya (takut) atau khawatir (dari suaminya nusyuz)) artinya sikap tak acuh hingga berpisah ranjang daripadanya dan melalaikan pemberian nafkahnya, adakalanya karena marah atau karena matanya telah terpikat kepada wanita yang lebih cantik dari istrinya itu (atau memalingkan muka) daripadanya (maka tak ada salahnya bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenarnya). Ta yang terdapat pada asal kata diidgamkan pada shad, sedang menurut qiraat lain dibaca yushliha dari ashlaha. Maksud perdamaian itu ialah dalam bergilir dan pemberian nafkah, misalnya dengan sedikit mengalah dari pihak istri demi mempertahankan kerukunan. Jika si istri bersedia, maka dapatlah dilangsungkan perdamaian itu, tetapi jika tidak, maka pihak suami harus memenuhi kewajibannya atau menceraikan istrinya itu. (Dan perdamaian itu lebih baik) daripada berpisah atau dari nusyuz atau sikap tak acuh. Hanya dalam menjelaskan tabiat-tabiat manusia, Allah berfirman: (tetapi manusia itu bertabiat kikir) artinya bakhil, seolah-olah sifat ini selalu dan tak pernah lenyap daripadanya. Maksud kalimat bahwa wanita itu jarang bersedia menyerahkan haknya terhadap suaminya kepada madunya, sebaliknya pihak laki-laki jarang pula yang memberikan haknya kepada istri bila ia mencintai istri lain. (Dan jika kamu berlaku baik) dalam pergaulan istri-istrimu (dan menjaga diri) dari berlaku lalim atau aniaya kepada mereka (maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu lakukan) hingga akan memberikan balasannya.
129. (Dan kamu sekali-kali takkan dapat berlaku adil) artinya bersikap sama tanpa berat sebelah (di antara istri-istrimu) dalam kasih sayang (walaupun kamu amat menginginkan) demikian. (Sebab itu janganlah kamu terlalu cenderung) kepada wanita yang kamu kasihi itu baik dalam soal giliran maupun dalam soal pembagian nafkah (hingga kamu tinggalkan) wanita yang tidak kamu cintai (seperti bergantung) janda tidak bersuami pun bukan. (Dan jika kamu mengadakan perjanjian) yakni dengan berlaku adil dalam mengatur giliran (dan menjaga diri) dari berbuat kecurangan (maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun) terhadap kecenderungan yang terdapat dalam hatimu (lagi Maha Penyayang) kepadamu dalam masalah tersebut.

Ayat ini turun berkaitan dengan perlakuan “tidak acuh” Nabi terhadap istri beliau yang bernama Sawdah bint Zamah.

Tafsir Quran Ibn Kathir menyatakan sbb:
Mencari jalan damai adalah lebih baik daripada perceraian. Salah satu contoh mengenai perdamaian semcam ini dapat dilihat dari cerita Sawdah bint Zam’ah yang pada waktu dia menajadi tua, nabi ingin menceraikannya, tapi Sawdah minta berdamai dengan Nabi dengan menawarkan gilirannya dimana Nabi biasa menghabiskan malam dengannya untuk diberikan kepada Aisha sehingga Nabi tetap mempertahankannya sebagai istrinya. Nabi menerima tawaran ini dan tetap mempertahankan Sawdah sbg istrinya.
versi bahasa Inggrisnya:
<And>. `Ali bin Abi Talhah related that Ibn `Abbas said that the Ayah refers to, "When the husband gives his wife the choice between staying with him or leaving him, as this is better than the husband preferring other wives to her.'' However, the apparent wording of the Ayah refers to the settlement where the wife forfeits some of the rights she has over her husband, with the husband agreeing to this concession, and that this settlement is better than divorce. For instance, the Prophet kept Sawdah bint Zam`ah as his wife after she offered to forfeit her day for `A'ishah. By keeping her among his wives, his Ummah may follow this kind of settlement. …

Tafsir Quran Al-Tabari menyatakan sbb:
Umar bin Ali dan Zaid bin Ahram berkata: dari Abu Abu Dawud, berkata:dari Sulaiman bin Muath, dari Simak bin Harb, dari Ikrimah, dari Ibn Abbas, berkata: Saudah takut diceraikan Rasul Allah, maka dia berkata:Jangan ceraikan saya, dan jangan berbagi dengan saya! Dan dia lakukan, dan ayat ini diturunkan: Jika Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya.
versi bahasa Inggrisnya:
Umra bin Ali & Zaid bin Ahram said: second by Abu Dawud, said: second by Sulaiman bin Mu'ath, from Simak bin Harb, from Ikrimah, from Ibn Abbas, said: Saudah feared divorce by the messenger of Allah, so she said: Do not divorce me, and do not share with me! And he did, and this verse was revealed: And if a woman fears ill usage or desertion on the part of her husband.

Haekal dalam Sejarah Nabi Muhammad menulis,
Begitu memuncaknya keadaan mereka, sehingga pada suatu hari mereka mengutus Zainab bt. Jahsy kepada Nabi di rumah Aisyah dan dengan terang-terangan mengatakan bahwa ia berlaku tidak adil terhadap para isterinya, dan karena cintanya kepada Aisyah ia telah merugikan yang lain. Bukankah setiap isteri mendapat bagian masing-masing sehari semalam? Kemudian juga Sauda; karena melihat Nabi menjauhinya dan tidak bermuka manis kepadanya, maka supaya Rasul merasa senang, ia telah mengorbankan waktu siang dan malamnya itu untuk Aisyah. Dalam berterusterang itu Zainab tidak hanya terbatas dengan mengatakan Nabi bersikap tidak adil di antara para isteri, bahkan juga ia telah mencerca Aisyah yang ketika itu sedang duduk-duduk, sehingga membuat Aisyah bersiap hendak membalasnya kalau tidak karena adanya isyarat dari Nabi, yang membuat dia jadi tenang kembali. Akan tetapi Zainab begitu bersikeras menyerangnya dan mencerca Aisyah melampaui batas, sehingga tak ada jalan lain buat Nabi kecuali membiarkan Aisyah membela diri. Ketika itu Aisyah membalas bicara dan membuat Zainab jadi terdiam. Dengan demikian Nabi merasa senang dan kagum sekali terhadap puteri Abu Bakr itu.

Hal tsb dinyatakan di tafsir-tafsir Quran yang lain, Sahih hadiths dan sumber islam lainnya, yang terlalu banyak jika saya tuliskan disini.
Ironisnya, dalam banyak diskusi, seringkali orang-orang yang tidak setuju tentang poligami mengutip (S 4:129) “kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil” sebagai bukti bahwa Quran sebenarnya tidak membolehkan poligami. Di ayat (S 4:3), Allah menyatakan bagi muslim untuk menikah dengan seorang saja jika dia tidak bisa berlaku adil. Dengan demikian, Allah sebenarnya tidak membolehkan poligami. Begitu justifikasi mereka. (Kalau begitu kenapa Allah menurunkan S 4:3 meskipun menyatakan bahwa laki-laki tidak dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya?).

Berdasarkan konteks yang ada, ayat (4:129) ini turun dalam kaitannya dengan peristiwa Nabi dengan Sawdah. Allah menyatakan bahwa Nabi, walaupun ingin, tapi sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya. Sebagai contoh adalah hati Nabi lebih condong kepada Aisha. Sawdah yang relatif sudah berusia diabaikannya. Nabi ingin menceraikan Saudah tapi Saudah lebih memilih untuk berdamai dan memberikan gilirannya untuk Aisha.

Dalam hati saya bertanya: mengapa Allah menurunkan ayat seperti ini? Dan mengapa Nabi Muhammad bersikap seperti itu? Sawdah memang diceritakan tidak menarik selain sudah tua, tapi bukankah bisa tetap mendapatkan giliran dari Nabi tanpa berhubungan ataupun kalau misalnya tidak diberi giliran, kenapa giliran Sawdah harus diberikan hanya kepada Aisya ? Tidak cuma itu, ayat (cerita Sawdah dan Nabi) ini bahkan dijadikan contoh bagaimana seorang istri harus bersikap jika mendapat perlakuan seperti itu dari suaminya dan bukan malah memperingatkan suami untuk bersikap baik terhadap istrinya?

(...DILANJUTKAN KE 3/5)
Last edited by suara_hati on Sat Feb 02, 2008 6:06 pm, edited 1 time in total.
suara_hati
Posts: 199
Joined: Fri Feb 01, 2008 11:13 pm

RENUNGAN ISLAM-DULU SEBELUM MURTAD (3/5)

Post by suara_hati »

(Bagian 3/5)
DUA WAJAH ISLAM


Saya sering bertanya-tanya mengenai berbagai komentar tentang perilaku teroris yang mengatas-namakan islam. Pada umumnya muslim akan bilang bahwa mereka adalah kelompok ekstrim yang memiliki pemahaman keliru mengenai Islam. Mereka ini hanya kelompok kecil saja dan kelompok ekstrimis seperti ini dapat dijumpai pada setiap pemeluk agama atau keyakinan manapun.

Dalam berbagai pernyataannya, para teroris “islam” ini selalu bilang bahwa mereka hanya menjalankan apa yang diperintahkan Allah dan Nabi seperti yang dapat dibaca di Quran maupun Hadiths. Dengan pemahamannya itu, mereka memberikan seluruh hidupnya untuk Allah, dan sangat yakin bahwa apa yang mereka lakukan akan mendapat pahala surga yang bahkan lebih tinggi dari para muslim pada umumnya.
Adalah kenyataan bahwa mayoritas muslim adalah baik dan cinta damai. Mereka sering kita sebut sebagai islam moderat. Yang membedakan mereka adalah pemahaman mereka atas keyakinannya itu. Sumber keyakinannya sama (Quran dan Hadiths) hanya pemahamannya yang berbeda.

Muslim moderat dengan mudah bercampur dengan siapa saja, dari kalangan keyakinan lain manapun. Mereka percaya dan menjalankan lima pilar Islam, beberapa sholat, dan beberapa lainnya tidak. Mereka mungkin puasa selama bulan ramadan, memberikan zakat dan jika mereka mampu mereka akan pergi menunaikan ibadah haji ke Mekah paling tidak sekali selama hidupnya. Mungkin banyak juga yang mampu tapi tidak mau pergi haji.

Jika kita amati lebih dalam, kita lihat muslim yang semakin mengenal islamnya, mereka lebih tekun menjalankan ibadahnya, mereka secara berkala membaca quran, pergi ke mesjid, sangat ketat dalam memilih makanan halal, berpakaian secara islami, semakin membenci yahudi dan menganggap mereka sebagai musuh muslim.

Semakin kita amati lebih dalam, kita akan mulai temukan beberapa kelompok muslim fanatik yang sangat mengenal islamnya, yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk islam, dan seringkali kemudian mereka menjadi sangat ekstrim dan bahkan menjadi teroris. Mereka ini juga muslim. Kita seringkali tidak percaya waktu kita membaca bagaimana seorang yang sangat sederhana, sangat tekun beribadah, bergaul sangat baik di lingkungannya, bisa dengan begitu cepat menjadi fanatik, ekstrim dan berubah menjadi teroris. Apa yang merubah mereka menjadi seperti ini? Apakah pemahaman mereka akan islam yang salah? Bukankah mereka ini pada umumnya sangat mengenal Islam, mengenal Quran dan Hadiths luar dalam.

Kita sering mencap mereka sebagai bukan “Real Islam”. Sebaliknya mereka bilang justru mayoritas muslim sebagai “hypocrite”. Mereka bilang muslim mayoritas ini sebagai muslim yang tidak menjalankan perintah Allah dalam Quran dengan semestinya, yang berusaha menginterpretasikan ayat-ayatnya sesuai dengan kriterianya sendiri. Mereka bilang mayoritas muslim inilah yang bukan “Real Islam”.


Dari ajaran damai ke Militan

Saya jumpai (menurut saya) di Quran banyak sekali ayat-ayat yang “bertentangan” yang cukup membingungkan. Ambiguitas ini memungkinkan muslim untuk mempunyai “tuntunan Illahi” mereka sendiri yang didasarkan pada preferensi mereka. Mereka yang suka toleransi dan ingin memperlihatkan bahwa islam adalah agama yang toleran, dapat mengutip ayat-ayat Quran yang menganjurkan toleransi, sedangkan mereka yang fanatik, “fundamentalis”, dan bahkan terorist dapat mengutip ayat-ayat Quran yang membangkitkan kebencian dan pembunuhan “disbelievers”.

Kalau kita baca sejarah Nabi, sejak hari pertama Nabi mengajarkan Islam di Mekah, beliau mendapat penolakan yang sangat keras. Para penentang Nabi ini sangat kuat berpegang pada kebiasaan lama mereka dan lebih dari pada itu adalah bahwa ajaran Nabi menganjurkan mereka untuk meninggalkan kebiasaan mereka itu yang telah mendatangkan kekayaan dan “prestise” kepada pemuka-pemuka suku Quraisy (sebagai pengurus Kabah). Quraisy mencurahkan semua kegiatannya dalam memerangi Nabi yang dianggapnya sudah melanggar kebiasaan mereka, melanggar kepercayaan mereka dan kepercayaan leluhur mereka itu. (Pendapat saya: Sepertinya wajar ada reaksi seperti ini dari Quraisy. Kepercayaan mereka sudah mereka jalankan turun temurun. Tentunya mereka tidak ingin kepercayaan yang mereka anut dilecehkan meskipun menurut pandangan kita kepercayaan polytheist yang mereka praktekkan itu tidak betul. Lebih-lebih kalau dilihat bahwa praktek ritual (terutama dalam musim pilgrimage) yang biasa dilakukan orang arab zaman itu di Kabah, Mekah, banyak mendatangkan kekayaan bagi para pemimpin Quraisy. Muslim percaya Islam. Tapi mereka yang beragama lain, yang memiliki keyakinan lain, bisa itu Hindu, Budha, Kristen atau apapun namanya, percaya pada keyakinan mereka sendiri. Kalau ada orang Hindu mengatakan bahwa islam itu tidak betul, tentu muslim akan marah. Kita bisa lihat ini bahkan di jaman modern seperti sekarang sekalipun. Orang muslim akan bilang bahwa orang Hindu seperi itu dianggap menyebarkan fitnah. ).

Selama waktu 13 tahun Nabi berdakwah di Mekah, orang-orang yang bisa menerima Nabi tidak lebih dari 100 orang. Ajaran Nabi yang dilakukan dengan cara damai dan baik, yang mengajarkan akan ke Esa-an Allah, ataupun janji surga dan peringatannya akan hukuman neraka bagi para penyembah berhala tidak cukup memberikan penyebaran yang baik bagi Islam.

Dihadapkan pada kenyataan adanya perlawanan yang sangat keras dari para pemimpin Quraisy tsb, Nabi menyadari bahwa beliau perlu memikirkan cara dan jalan untuk mengatasi semua itu. Bahkan sebelum keputusannya untuk bermigrasi ke Medina, Nabi telah mengambil dua langkah penting untuk mengatasi tekanan Quraisy ini.

Yang pertama adalah anjuran Nabi kepada para pengikutnya untuk pergi dan menetap di Abysina dengan harapan dapat perlindungan atau bantuan dari Negus. Dengan ikutnya sepupu Nabi yang bernama Ja’far b. Abi Taleb ke Abysina, dan dari informasi yang mereka sampaikan kepada Negus mengenai tekanan/siksaan polytheist terhadap pengikut Nabi yang monotheis di Mekah, mungkin dapat dilihat bahwa ini adalah cara Nabi untuk mendapatkan bantuan dari Negus dalam mengatasi tekanan dari Quraish.

Langkah kedua adalah perjalanan Nabi seorang diri ke Taef. Setelah kehilangan pamannya dan pelindungnya, Abu Taleb dan istrinya Khadija, posisi Nabi dan pengikutnya lebih rawan terhadap serangan Quraisy dibanding sebelumnya. Nabi berharap dapat memperoleh bantuan dari Banu Thaqif. Taef, merupakan tempat musin panas bagi penduduk Mekah karena udaranya yang sejuk, dan orang-orang setempat dapat memperoleh keuntungan dari kunjungan orang-orang Mekah kesana dan juga dapat memberikan hubungan dagang. Disamping itu Taef juga merupakan pusat penyembahan berhala Lat. Kegiatan ritual disini juga memberikan keuntungan bagi penduduk Taef walaupun tidak sebesar kabah di Mekah. Banu thaqif adalah suku yang terpandang di Taef ini. Dengan pertimbangan ekonomi seperti itu, Banu Thaqif berpikir bahwa akan sangat merugikan bagi mereka jika mereka memberikan pertolongan dan perlindungan bagi Nabi Muhammad apalagi jika orang Quraisy mengetahui hal ini sehingga dapat menimbulkan perselisihan dengan mereka. Dengan pertimbangan ini, diluar harapan Nabi, Banu Thaqif tidak hanya menolak Nabi tapi bahkan menghina dan memakinya.

Disamping Taef, ada satu kota lagi di Hijaz yang menyaingi Mekah dalam kehidupan ekonomi dan sosialnya. Kota ini adalah Yathreb (Medina). Mekah, dengan Kabahnya, merupakan tempat pusat religius yang paling banyak dikunjungi suku-suku Bedoin, dan suku Quraisy sebagai pemegang Kabah dan pengurus/pensuplai semua keperluan/kebutuhan pengunjung Kabah, secara otomatis dapat mengklain sebagai suku yang paling tinggi di Arab. Tetapi, kota Oasis Yatreb, dengan pertaniannya yang maju yang tidak dimiliki Mekah, dan perdagangan yang substansial, dan penduduknya yang relatif lebih berpendidikan terutama karena adanya pengaruh penduduk tiga suku Yahudi yang menetap disana, memiliki tingkat kehidupan budaya dan sosial yang lebih tinggi dibanding Mekah. Meskipun demikian, Yathreb pada umumnya dipandang sebagai kota kedua di Hijaz setelah Mekah.

Di Yathreb, selain tiga suku Yahudi (Banu Qainuqa, Bani Nadir dan Bani Quraiza), terdapat dua suku arab yang saling bersebrangan, yaitu suku Aws dan Khazraj, masing-masing beraliansi dengan salah satu atau dua suku Yahudi yang ada di yathreb. Suku Aws dan Khazraj ini adalah Arab Qahtani yaitu arab yang berasal dari Yamani. (Suku Quraisy di Mekah merupakan Arab Adnani yaitu Arab Utara). Suku Aws dan khazraj ini tidak semakmur tetangga Yahudi mereka, dan mereka seringkali bekerja pada orang yahudi ini. Jadi disamping aliansi mereka dengan suku yahudi tertentu, mereka pada khususnya melihat superioritas ekonomi Yahudi dibanding mereka dan umumnya melihat Yahudi sebagai atasan mereka.

Berita mengenai munculnya Nabi dengan Islamnya di Mekah, dan oposisi dari pihak Quraisy telah menyebar di seluruh Hijaz juga menjadi perhatian di Medina. Laporan dari beberapa orang Yatreb yang pergi ke Mekah dan dari hasil diskusi mereka dengan Nabi mendorong beberapa pimpinan Aws dan Khazraj untuk beraliansi dengan Nabi. Mereka berpikir jika mereka bisa membawa Nabi dan pengikutnya ke Medina dan membentuk aliansi dengan Nabi, berbagai kesulitan yang mereka hadapi selama ini mungkin bisa diatasi. Aliansi bersama dengan Nabi dan pengikutnya mungkin dapat membantu suku Aws dan Khazraj untuk mengakhiri perselisihan diantara mereka yang telah berlangsung lama. Tambahan lagi melihat kenyataan bahwa Nabi membawa pesan agama baru. Jika agama ini berkembang, orang Yahudi tidak lagi akan dapat mengklain keunggulan mereka dengan dasar bahwa mereka memiliki kitab suci dan merupakan manusia pilihan Tuhan. Kolaborasi dengan Nabi dan pengikutnya dengan demikian akan dapat memperkuat suku Aws dan Khazraj dalam hubunganya dengan tiga suku Yahudi yang ada Medina.

Selama musim “pilgrimage” (perjalanan ke tempat suci atau keramat), pada tahun 620, enam orang dari Yathreb bertemu dengan Nabi dan mereka mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan Nabi. Dalam musim pilgrimage berikutnya pada th 621, 12 orang delegasi yathreb bertemu dengan mereka di Aqaba di pinggiran kota Mekah. Ditempat ini mereka menyatakan ikrar atau berjanji kepada Nabi (dikenal dengan Ikrar Aqaba pertama). Mereka berikrar kepadanya untuk tidak menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak mengumpat dan memfitnah. Setelah kembalinya mereka ke yatreb, mereka memberi tahu teman-teman mereka bahwa mereka telah menjadi muslim dan ingin membuat aliansi dengan Muhammad. Tindakan dan usulan mereka ini diterima dan mendapat persetujuan yang luas di Yathreb. Pada tahun berikutnya 622, delegasi yang lebih besar yang terdiri dari 70 orang laki-laki dan 2 perempuan pergi menemui Nabi ditempat yang sama yang kemudian menghasilkan apa yang dikenal dengan nama Ikrar Aqaba ke-2.

Ide mengenai emigrasi bukan sesuatu yang aneh dalam pikiran Nabi seperti yang dapat dibuktikan dari perginya muslim ke Abisyna, seperti dinyatakan dalam S 39:13,
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.

Ikrar Aqaba bisa dibilang merupakan jawaban dari harapan Nabi selama ini. Misi beliau di Mekah selama 13 tahun, sampai saat itu masih belum mendapat sukses. Pendekatannya kepada banu Thaqif di Taef tidak saja gagal tetapi lebih jauh membuat Quraisy semakin keras terhadap Nabi. Meskipun klan Nabi Muhammad sendiri, banu Hashim tetap melindunginya, mereka hanya melindungi beliau dari cedera badan dan tidak dapat diharapkan untuk bergabung dalam perjuangan melawan Quraisy.

Aliansi dengan Aws dan Khazraj akan memberikan prospek yang baik. Dengan dukungan mereka akan memungkinkan mengadakan perlawanan terhadap Quraishy. Pertimbangan lain adalah bahwa Yathreb dengan perdagangan dan pertaniannya akan memungkinkan emigran muslim untuk mencari kerja.

Dalam negosiasi antara Nabi dengan pemimpin Aws dan Khazraj di Aqaba, Abbas b. Abdul Mutallib yang saat itu belum menjadi muslim tetapi merupakan pelindung Nabi, mendesak mereka (aws dan kharazj) untuk secara jujur berterus terang mengenai tujuan mereka terhadap Nabi. Berikut beberapa kutipan dari Haekal mengenai ikrar Aqaba-2 ini.

"Saudara-saudara dari Khazraj!" kata 'Abbas. "Posisi Muhammad di tengah-tengah kami sudah sama-sama tuan-tuan ketahui. Kami dan mereka yang sepaham dengan kami telah melindunginya dari gangguan masyarakat kami sendiri. Dia adalah orang yang terhormat di kalangan masyarakatnya dan mempunyai kekuatan di negerinya sendiri. Tetapi dia ingin bergabung dengan tuan-tuan juga. Jadi kalau memang tuan-tuan merasa dapat menepati janji seperti yang tuan-tuan berikan kepadanya itu dan dapat melindunginya dari mereka yang menentangnya, maka silakanlah tuan-tuan laksanakan. Akan tetapi, kalau tuan-tuan akan menyerahkan dia dan membiarkannya terlantar sesudah berada di tempat tuan-tuan, maka dari sekarang lebih baik tinggalkan sajalah."

Setelah mendengar keterangan 'Abbas pihak Yathrib menjawab:
"Sudah kami dengar apa yang tuan katakan. Sekarang silakan Rasulullah bicara. Kemukakanlah apa yang tuan senangi dan disenangi Tuhan."

Muhammad menjawab:
"Saya minta ikrar tuan-tuan akan membela saya seperti membela isteri-isteri dan anak-anak tuan-tuan sendiri."

Untuk hal ini, salah satu delegasi dari Kazrajz, seorang pemimpin masyarakat dan yang tertua di antara mereka, O Al-Bara' b. Ma'rur segera mengulurkan tangan menyatakan ikrarnya seraya berkata:
"Rasulullah, kami sudah berikrar. Kami adalah orang peperangan dan ahli bertempur yang sudah kami warisi dari leluhur kami."

Tetapi sebelum Al-Bara' selesai bicara, Abu'l-Haitham ibn't-Tayyihan datang menyela:
"Rasulullah, kami dengan orang-orang itu - yakni orang-orang Yahudi - terikat oleh perjanjian, yang sudah akan kami putuskan. Tetapi apa jadinya kalau kami lakukan ini lalu kelak Tuhan memberikan kemenangan kepada tuan, tuan akan kembali kepada masyarakat tuan dan meninggalkan kami?"

Muhammad tersenyum, dan katanya:
"Tidak, saya sehidup semati dengan tuan-tuan. Tuan-tuan adalah saya dan saya adalah tuan-tuan. Saya akan memerangi siapa saja yang tuan-tuan perangi, dan saya akan berdamai dengan siapa saja yang tuan-tuan ajak berdamai."

Tatkala mereka siap akan mengadakan ikrar itu, 'Abbas b.'Ubada datang menyela dengan mengatakan:
"Saudara-saudara dari Khazraj. Untuk apakah kalian memberikan ikrar kepada orang ini? Kamu menyatakan ikrar dengan dia tidak melakukan perang terhadap yang hitam dan yang merah melawan orang-orang itu. Kalau tuan-tuan merasa, bahwa jika harta benda tuan-tuan habis binasa dan pemuka-pemuka tuan-tuan mati terbunuh, tuan-tuan akan menyerahkan dia (kepada musuh), maka (lebih baik) dari sekarang tinggalkan saja dia. Kalaupun itu juga yang tuan-tuan lakukan, ini adalah suatu perbuatan hina dunia akhirat. Sebaliknya, bila tuan-tuan memang dapat menepati janji seperti yang tuan-tuan berikan kepadanya itu, sekalipun harta-benda tuan-tuan akan habis dan bangsawan-bangsawan akan mati terbunuh, maka silakan saja tuan-tuan terima dia. Itulah suatu perbuatan yang baik, dunia akhirat."

Orang ramai itu menjawab:

"Akan kami terima, sekalipun harta-benda kami habis, bangsawan-bangsawan kami terbunuh. Tetapi, Rasulullah, kalau dapat kami tepati semua ini, apa yang akan kami peroleh?"

"Surga," jawab Muhammad dengan tenang dan pasti.

Mereka lalu mengulurkan tangan dan dia juga membentangkan tangannya. Ketika itu mereka menyatakan ikrar kepadanya. Selesai ikrar itu, Nabi berkata kepada mereka:
"Pilihkan dua belas orang pemimpin dari kalangan tuan-tuan yang akan menjadi penanggung-jawab masyarakatnya."

Mereka lalu memilih sembilan orang dari Khazraj dan tiga orang dari Aus. Kemudian kepada pemimpin-pemimpin itu Nabi berkata:
"Tuan-tuan adalah penanggung-jawab masyarakat tuan-tuan seperti pertanggung-jawaban pengikut-pengikut Isa bin Mariam. Terhadap masyarakat saya, sayalah yang bertanggungjawab."

Dalam ikrar kedua ini mereka berkata:
"Kami berikrar mendengar dan setia di waktu suka dan duka, di waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan berkata yang benar di mana saja kami berada, dan kami tidak takut kritik siapapun atas jalan Allah ini."


Ikrar Aqaba dan hijrah Nabi ke Medina merupakan titik balik dalam cara Nabi menyebarkan Islam. Di Mekah, Nabi selalu mengajarkan Islam dengan cara damai. Di Medina Nabi membolehkan cara-cara kekerasan, yang pada akhirnya menjadi faktor utama dalam penyebaran dan perkembangan Islam. Penggunaan cara kekerasan seperti ini diambil oleh Nabi setelah dicapainya ikrar Aqaba antara Nabi dan pengikutnya dengan suku-suku Medina Aws dan Khazraj (kemudian dikenal dengan nama golongan Ansar, penolong) dan setelah hijrah Nabi ke Medina. Hampir semua raids (penyerbuan/ penyerangan) yang dilakukan muslim sejalan dengan keputusan Nabi itu.

Pada awalnya kehidupan Nabi dan pengikutnya yang ikut hijrah ke Medina (biasa disebut Muhajirin) sangat sulit dan miskin. Nabi bahkan sering makan hanya dengan beberapa kurma. Kehidupan yang demikian bagi Nabi dirasakan tidak baik bagi para pengikut dan terutama untuk perkembangan Islam. Dengan keputusan Nabi yang membolehkan cara-cara kekerasan, maka mulailah muslim melakukan serangan-serangan ke Karavan pedagang (Quraisy) yang membawa barang-barang dari Damascuss ke Mekah. Beberapa serangan awal muslim terhadap karavan pedagang Quraish ini membuat khawatir orang-orang Quraisy. Setelah beberapa serangan awal itu, serangan yang terjadi di Badr memberikan sukses yang sangat besar bagi Muslim. Serangan-serangan seperti ini terus berlanjut, dan kekuatan Islam semakin besar. Target sasaran kemudian diarahkan ke suku-suku Yahudi yang ada di Medina dan daerah sekitarnya, yang relatif sangat makmur. Dengan cara ini resources/kekayaan di dapat untuk fondasi perkembangan “negara” Islam dengan Nabi sebagai pemimpinnya.

Perolehan booty (rampasan perang, termasuk semua property/kekayaan warga yang diserang, perempuan dan anak-anak, dan tawanan lain untuk menjadi budak muslim) dalam serangan-serangan yang dilakukan muslim merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan Islam. Harapan untuk memperoleh booty bagi para pengikut Nabi menjadi pendorong yang sangat kuat untuk mematuhi perintah dalam menjalankan “jihad”. Misalnya beberapa ayat berikut menggambarkan janji Allah akan Booty yang melimpah yang akan diberikan bagi para pengikut Nabi setelah perjanjian Hudaibiya di surat 48:20,
(Allah menjanjikan kepada kamu harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, maka disegerakan-Nya harta rampasan ini untukmu dan Dia menahan tangan manusia dari (membinasakan) mu (agar kamu mensyukuri-Nya) dan agar hal itu menjadi bukti bagi orang-orang mukmin dan agar Dia menunjuki kamu kepada jalan yang lurus.)

Janji untuk memperoleh booty tsb kelihatannya menjadi insentif yang lebih kuat dibanding janji surga dimana sungai mengalir dibawahnya (S 85:11)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; itulah keberuntungan yang besar.

Dengan semakin kuatnya posisi Islam, ajaran-ajaran yang disampaikan Nabi juga semakin berubah. Beberapa kutipan ayat-ayat berikut cukup dapat memperlihatkan perubahan yang terjadi dalam ajaran-ajaran yang disampaikan Nabi, dari cara damai ke cara kekerasan.
Di dalam ayat Mekah S 73:10~12, Allah memerintahkan Nabi untuk bersabar terhadap “disbelivers” dan bahwa Allah-lah yang akan bertindak terhadap mereka.
(10) Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik. (11) Dan biarkanlah Aku (saja) bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan dan beri tangguhlah mereka barang sebentar.(12) Karena sesungguhnya pada sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat dan neraka yang bernyala-nyala,

Setelah posisi Islam di Medina menjadi kuat, perintah Allah kepada Nabi untuk memerangi disbelievers turun seperti dalam ayat Medina S 2:191
Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidilharam, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.

Di dalam ayat S 6:108 yang diturunkan di Mekah disebutkan:
Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.
(catatan: waktu saya membaca ayat ini, tidak jelas apakah ini perkataan Allah kepada Nabi atau perintah Nabi ke pengikutnya. Perhatikan penggunaan kata “..Kami jadikan…” dan “..lalu Dia…” yang keduanya menunjuk ke Allah. Di ayat-ayat Quran, banyak sekali dijumpai hal seperti ini).

Di Medina, terutama selelah semakin kuatnya muslim, masalah makian ke sembahan-sembahan orang Quarish ini tidak lagi menjadi isu. Jalan damai dan ramah/sopan tidak lagi diijinkan. Dalam kata-kata di ayat Medina S 47:35,
Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yang di atas dan Allah (pun) beserta kamu dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi (pahala) amal-amalmu.

Kadang-kadang dua ayat yang saling bertentangan bisa kita jumpai di Surat yang sama, seperti misalnya yang dapat dilihat di Surat-2 (Al Baqara).

Surat-2 (Al Baqara) secara kronologis dianggap sebagai surat pertama yang diturunkan di Medina setelah Hijrah, yang tidak diturunkan sekaligus tapi dalam bagian selama 2 tahun periode awal di Medina. Dalam ayat 256, yang kelihatannya turun pada awal periode ini (beberapa menilai bahwa ayat ini adalah ayat Mekah), dinyatakan secara jelas
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Sebaliknya, pada ayat 193, yang turun setelah posisi muslim bertambah kuat, diperintahkan penggunaan kekerasan:
Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang lalim.

Di dalam surat-9 (AL Baraa) yang secara kronologis merupakan surat terakhir yang diturunkan dalam Quran, perintah penggunaan kekerasan tidak dibatasi dan harus ditaati (Surat ke-9 dikenal dengan dua nama, yang pertama adalah Al Taubah dan yang kedua adalah surat Barra):
(29) Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.

(114) Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahanam.

(74) Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahanam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.

(124) Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.

Perintah yang sama dalam penggunaan kekerasan dalam kata-kata yang sama dapat dijumpai di surat medina Al-Tahrim, S 66:9
Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahanam dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.

Nabi/Quran tidak memberikan justifikasi terhadap perbedaan-perbedaan ini dan perubahan ajaran dari “damai” ke “militant” dan dari “konsiliasi” ke “konfrontasi”. Muslim yang ingin menampilkan citra islam toleran memilih ayat-ayat “lembut“ atau yang dikenal sebagai “ayat-ayat” awal (yang diturunkan di Mekah). Sebaliknya, mereka yang garis keras memilih ayat-ayat yang bersifat “kekerasan” dan menyatakan bahwa ayat-ayat awal yang “lembut” sudah dihapus dan diganti dengan ayat-ayat yang turun kemudian (di Medinah) yang bersifat “keras”. Alasannya seperti dikemukakan oleh Al-Maudoody: “Nabi Muhammad telah menjadi cukup kuat untuk bergerak dari tahap “lemah” ke tahap “jihad”.

Muslim berpendapat bahwa cara kekerasan itu dilakukan hanya untuk “membela diri”. Sifatnya “defensif”. Juga, dikatakan bahwa apa yang dilakukan Nabi adalah untuk memerangi orang-orang yang memerangi Islam lebih dulu. Itu justifikasinya. Tapi bagaimana dengan “barbarisme” yang diperlihatkan muslim, pembunuhan-pembunuhan yang seringkali sangat kejam (seperti orang arab barbar jaman itu juga), perampasan harta, wanita, anak-anak, yang merupakan booty yang dirampas dari serangan-serangan yang dilakukan muslim, rampasan booty yang kemudian dibagi-bagikan kepada Nabi (mendapat 1/5 bagiannya, untuk kehidapan Nabi dan keluarganya dan juga untuk kebutuhan penyebaran Islam lebih jauh) dan kepada pasukan muslim, menjadikan tawanan sebagai budak bahkan tawanan perempuan boleh dijadikan sebagai pemuas nafsu mereka, pembunuhan sadis orang-orang yang menghina Nabi atas perintah Nabi, saling bunuh antara keluarga sendiri karena membela Nabi dan islam? Hijrah Nabi ke Medina adalah sebagai cara untuk melawan para penentang Nabi dan ini adalah keputusan strategis Nabi. Serangan-serangan yang dilakukan Nabi terhadap pedagang Quraisy adalah dilakukan sebagai balasan kepada Quraisy penentang Nabi ini. Muslim merasa bahwa semua ini benar. Saya merasa bahwa ini seperti pembalasan. Ironisnya adalah bahwa semua ini adalah atas perintah Allah seperti yang dinyatakan dalam Quran.
Beberapa ulama muslim mencoba memberikan memberikan penjelasan mengenai perubahan dari ajaran damai ke militan. Dr. M. Khan yang merupakan penterjemah Sahih Bukhari dan Quran dalam bhs Inggris menulis:

“Allah menurunkan dalam Sura Bara’at (Repentance, IX) [perintah untuk mengabaikan (semua) kewajiban (perjanjian dsb), dan memerintahkan muslim untuk bertempur melawan Pagan dan juga melawan “people of the Scriptures (yahudi dan kristen) jika mereka tidak memeluk Islam, sampai mereka membayar Jizya (pajak yang dikenakan kepada Yahudi dan Kristen) dengan patuh dan mereka dalam keadaan tunduk (seperti yang diturunkan dalam S 9:29). Jadi muslim tidak diijinkan untuk menghentikan “perang” melawan mereka (pagan, yahudi dan kristen) dan tidak diijinkan untuk berdamai dengan mereka dan tidak diijinkan untuk berhenti bersikap keras terhadapa mereka sampai waktu yang tidak terbatas pada waktu mereka kuat dan memiliki kemampuan untuk bertempur melawan mereka. Jadi pada awalnya, “perang” dilarang, kemudian diijinkan, dan setelah itu menjadi keharusan/kewajiban”
versi bahasa Inggrisnya:
"Allah revealed in Sura Bara'at (Repentance, IX) [the order to discard (all) obligations (covenants, etc), and commanded the Muslims to fight against all the Pagans as well as against the people of the Scriptures (Jews and Christians) if they do not embrace Islam, till they pay the Jizya (a tax levied on the Jews and Christians) with willing submission and feel themselves subdued (as it is revealed in 9:29). So the Muslims were not permitted to abandon "the fighting" against them (Pagans, Jews and Christians) and to reconcile with them and to suspend hostilities against them for an unlimited period while they are STRONG and have the ability to fight against them. So at first “the fighting” was forbidden, then it was permitted, and after that it was made obligatory” [Introduction to English translation of Sahih Bukhari, p.xxiv.]

S 9:1~5 menyatakan (Surat 9 secara kronologis merupakan surat terkahir dalam Quran, walaupun ada beberapa ayat sisipan dari periode awal Mekah) :

(1) (Inilah pernyataan) pemutusan perhubungan daripada Allah dan Rasul-Nya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrikin yang kamu (kaum muslimin) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka).

(2) Maka berjalanlah kamu (kaum musyrikin) di muka bumi selama empat bulan dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat melemahkan Allah, dan sesungguhnya Allah menghinakan orang-orang kafir.

(3) Dan (inilah) suatu permakluman dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka bertobat itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.

(4) kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian) mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.

(5)“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertobat dan mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Tafsir Ibn Kathir menerangkan mengenai pengecualian atas deklarasi/permakluman dari Allah dan Nabi yang dinyatakan dalam (9:1~3) dan perintah yang ada di (9:5), kepada orang- orang-orang musyrikin yang telah memiliki perjanjian dengan Nabi. Bagi mereka yang memiliki perjanjian dengan Nabi tanpa menyebutkan waktu berakhirnya, mereka diberi batas waktu 4 bulan (yang dianggap sbg bulan haram seperti yang dinyatakan dalam 9:5). Bagi mereka ini, diberikan waktu empat bulan untuk mencari perlindungan sendiri dimanapun mereka menginginkannya seperti yang dinyatakan dalam (9:2) Selepas empat bulan ini, perintah yang ada di 9:5 bagi muslim diberlakukan terhadap mereka.

Bagi mereka yang memiliki perjanjian yang ada batas waktunya, maka batas akhirnya adalah sesuai dengan perjanjian itu. Mereka yang ada dalam kategori ini, disyaratkan untuk tidak melanggar perjanjian dan dilarang membantu non-muslim melawan muslim. Selepas ini perintah Allah di 9:5 boleh diberlakukan terhadap mereka.

Ibn Kathir menyebut Ayat 9:5 sebagai “ayat pedang “. Berikut petikan tafsir Ibn Kathir untuk ayat (9:5)

Ini adalah Ayat Pedang

Mujahid, `Amr bin Shu`ayb, Muhammad bin Ishaq, Qatadah, As-Suddi and `Abdur-Rahman bin Zayd bin Aslam berkata bahwa 4-bulan yang disebutkan di ayat ini adalah empat bulan masa tenggang yang disebutkan dalam ayat sebelumnya,

(Maka berjalanlah kamu (kaum musyrikin) di muka bumi selama empat bulan) Allah selanjutnya mengatakan,

(“Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu…), artinya, “setalah habis empat bulan yang diharamkan Allah memerangi musyrikin, dan yang merupakan masa tenggang yang Allah berikan kepada mereka, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka.” Pernyataan Allah selanjutnya,

(maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka), artinya, di bumi, kecuali di tempat-tempat suci, karena untuk hal ini Allah berkata,

(dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidilharam, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka.) (2:191) Disini Allah berkata,

(dan tangkaplah mereka.), mengeksekusi beberapa dari mereka dan menagkap mereka sebagai tawanan.

(Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian.), jangan menunggu sampai kamu menemukan mereka.) Tapi cari dan kepung mereka di tempat dan benteng mereka, cari informsi mengenai mereka di jalan-jalan atau tempat keramaian sehingga apa yang laus kelihatan lebih kecil bagi mereka. Dnan carfa ini, mereka tidak mempunyai pilihan, kecuali mati atau memeluk islam,

(Jika mereka bertobat dan mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.) Abu Bakr As-Siddiq menggunakan ayat ini dan ayat-ayat mulia lainnya sebagai bukti untuk memerangi mereka yang menolak membayar Zakat. Ayat ini mengijinkan memerangi orang-orang kecuali, dan sampai dengan, mereka memeluk islam dan mengimplementasikan aturan dan kewajiban-kewajibannya. Allah menyebutkan aspek paling Islam paling penting disini, termasuk yang kurang penting. Sudah tentu, elemen Islam yang paling tinggi setelah dua kalimat shahadat, adalah sembayang, yang merupakan hak Allah,kemudian Zakat, yang memberi manfaat bagi orang miskin dan yang butuh. Semua ini adalah tindakan yang paling mulia yang dilaksanakan mahlukNya, dan ini adalah mengapa Allah sering menyebutkan sembahyang dan Zakat secara bersamaan. Dalam dua Sahih Hadiths, dicatat bahwa Ibn Umar berkata bahwa Nabi berkata,

(Saya diperintahkan untuk memerangi orang-orang sampai mereka bersumpah bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, melaksanakan shalat dan membayar zakat) Ayat (9:5) yang mulia ini disebut sebagai Ayat Pedang, yang mana Ad-Dahhak bin Muzahim berkata, “Ayat ini menghapus semua perjanjian damai antara Nabi dan musrikin, semua perjanjian dan syarat-syaratnya.” Al-`Awfi berkata bahwa Ibn `Abbas memberi komentar: ”Tidak ada musrikin lagi yang memiliki perjanjian atau jani keamanan sejak Sura Baraah diturunkan. Empat bulan, sebagai tambahan untuk, semua perjanjian damai yang dilakukan sebelum Baraah diturunkan dan diumumkan telah berkahir pada tagl 10 bulan Rabi Al-Akhir.”

versi bahasa Inggrisnya:
This is the Ayah of the Sword

Mujahid, `Amr bin Shu`ayb, Muhammad bin Ishaq, Qatadah, As-Suddi and `Abdur-Rahman bin Zayd bin Aslam said that the four months mentioned in this Ayah are the four-month grace period mentioned in the earlier Ayah,

(So travel freely for four months throughout the land.) Allah said next,

(So when the Sacred Months have passed...), meaning, `Upon the end of the four months during which We prohibited you from fighting the idolators, and which is the grace period We gave them, then fight and kill the idolators wherever you may find them.' Allah's statement next,

(then fight the Mushrikin wherever you find them), means, on the earth in general, except for the Sacred Area, for Allah said,

(And fight not with them at Al-Masjid Al-Haram, unless they fight you there. But if they attack you, then fight them. )(2:191) Allah said here,

(and capture them), executing some and keeping some as prisoners,

(and besiege them, and lie in wait for them in each and every ambush), do not wait until you find them. Rather, seek and besiege them in their areas and forts, gather intelligence about them in the various roads and fairways so that what is made wide looks ever smaller to them. This way, they will have no choice, but to die or embrace Islam,

(But if they repent and perform the Salah, and give the Zakah, then leave their way free. Verily, Allah is Oft-Forgiving, Most Merciful.) Abu Bakr As-Siddiq used this and other honorable Ayat as proof for fighting those who refrained from paying the Zakah. These Ayat allowed fighting people unless, and until, they embrace Islam and implement its rulings and obligations. Allah mentioned the most important aspects of Islam here, including what is less important. Surely, the highest elements of Islam after the Two Testimonials, are the prayer, which is the right of Allah, the Exalted and Ever High, then the Zakah, which benefits the poor and needy. These are the most honorable acts that creatures perform, and this is why Allah often mentions the prayer and Zakah together. In the Two Sahihs, it is recorded that Ibn `Umar said that the Messenger of Allah said,

(I have been commanded to fight the people until they testify that there is no deity worthy of worship except Allah and that Muhammad is the Messenger of Allah, establish the prayer and pay the Zakah.) This honorable Ayah (9:5) was called the Ayah of the Sword, about which Ad-Dahhak bin Muzahim said, "It abrogated every agreement of peace between the Prophet and any idolator, every treaty, and every term.'' Al-`Awfi said that Ibn `Abbas commented: "No idolator had any more treaty or promise of safety ever since Surah Bara'ah was revealed. The four months, in addition to, all peace treaties conducted before Bara'ah was revealed and announced had ended by the tenth of the month of Rabi` Al-Akhir.''

Jadi dalam S 9:5 Allah memerintahkan Nabi untuk membatalkan semua perjanjian dan untuk bertempur melawan “pagan”, yahudi dan kristen. Hal ini sangat kontras dengan yang Allah perintahkan sebelumnya di S 5:82.

Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persabahatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani". Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.


Dr. Khan menambahkan:
“Para mujahidin yang bertempur melawan musuh Allah dengan tujuan supaya pemujaan harus semuanya untuk Allah (hanya Allah dan tidak ada Tuhan yang lain) dan bahwa the word is Allah’s (yaitu, tidak ada yang lebih berhak disembah selain Allah dan Agama Allah Islam) harus menjadi yang paling utama.”
versi bahasa Inggrisnya:
The "Mujahideen who fight against the enemies of Allah in order that the worship should be all for Allah (alone and not for any other deity) and that the word is Allah's (i.e. none has the right to be worshipped but Allah and His religion Islam) should be upper most."

Jadi sebelumnya “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)” (S 2:265), dan kemudian,

(S 61:10)
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (11) (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya, (12) niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga Adn. Itulah keberuntungan yang besar.

Dr. Sohby as Saleh, seorang akedemisi kontemporer, tidak melihat S 2:256 dan S 9:73 sebagai kasus penghapusan/penggantian tetapi merupakan kasus penundaan perintah untuk berperang melawan musrikin. Untuk mendukung pandangan ini dia mengutip Imam Suyuti pengarang Itqan Fi 'Ulum al- Qur'an yang menulis,
“Perintah untuk berperang melawan musrikin ditunda sampai muslim memiliki kekuatan, tapi jika mereka lemah mereka diperintahkan untuk bertahan dan sabar”
versi bahasa Inggrisnya:
“The command to fight the infidels was DELAYED UNTIL THE MUSLIMS BECOME STRONG, but when they were weak they were commanded to endure and be patient." [ Sobhy as_Saleh, Mabaheth Fi 'Ulum al- Qur'an, Dar al-'Ilm Lel-Malayeen, Beirut, 1983, p. 269.]
(9:73) Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahanam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.
(2:256) Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);…

Dalam catatan kakinya, Dr Sobhy, mendukung pendapat Zarkashi yang mengatakan:
“Allah menurunkan kepada Muhammad dalam kondisinya yang lemah apa yang sesuai dengan situasinya, karena kemurahan hati/belas kasihan Allah kepada Nabi dan pengikutnya. Karena jika Allah memerintahkan mereka untuk berperang pada waktu mereka lemah itu akan sangat memalukan dan sangat sulit bagi mereka, tetapi jika Allah memberikan kemenganan bagi Islam Allah memerintahkan pada Nabi dengan apa yang sesuai dengan situasinya, yaitu meminta people of the book (yahudi dan kriten) untuk menjadi muslim atau membayar pajak keamanan(jizha), dan meminta musrikin untuk menjadi islam atau mati. Dua opsi ini, berperang atau berdamai dilakukan sesuai dengan kekuatan dan kelemahan muslim”
versi bahasa Inggrisnya:
"Allah the most high and wise revealed to Mohammad in his weak condition what suited the situation, because of his mercy to him and his followers. For if He gave them the command to fight while they were weak it would have been embarrassing and most difficult, but when the most high made Islam victorious He commanded him with what suited the situation, that is asking the people of the Book to become Muslims or to pay the levied tax, and the infidels to become Muslims or face death. These two options, to fight or to have peace return according to the strength or the weakness of the Muslims." [ibid p. 270]

Dan Nahas menulis:
“scholars (para ahli) berbeda pendapat mengenai S 2:256 (Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Beberpa mengatakan “Ini sudah diganti [dihapus] karena Nabi memaksa orang Arab untuk memeluk Islam dan memerangi mereka dan tidak menerima alternatif lain kecuali mereka menyerah kedalam Islam. Ayat pengganti adalah S 9:73 ) Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka.)Muhammad meminta ijin Allah untuk memerangi mereka dan ijin ini diberikan. Beberapa ahli lain menengatakan S 2:256 tidak dihapus/diganti, tetapi ini memiliki aplikasi yang khusus. Ayat ini diturunkan berkaitan dengan people of the book (yahudi dan kristen); mereka tidak dapat dipaksa untuk memeluk islam jika mereka membayar Jizia. Hanya untuk musrikin (penyembah berhala) saja yang dipaksa untuk memeluk islam dan untuk mereka diberlakukan S 9:73. Ini adalah pendapat Ibn Abbas yang merupakan pendapat paling baik karena keaslian dari chain of authority-nya.”
versi bahasa Inggrisnya:
"the scholars differed concerning Q. 2:256. (There is no compulsion in religion) Some said: 'It has been abrogated [cancelled] for the Prophet compelled the Arabs to embrace Islam and fought them and did not accept any alternative but their surrender to Islam. The abrogating verse is Q. 9:73 'O Prophet, struggle with the unbelievers and hypocrites, and be thou harsh with them.' Mohammad asked Allah the permission to fight them and it was granted. Other scholars said Q. 2:256 has not been abrogated, but it had a special application. It was revealed concerning the people of the Book [the Jews and the Christians]; they can not be compelled to embrace Islam if they pay the Jizia (that is head tax on free non-Muslims under Muslim rule). It is only the idol worshippers who are compelled to embrace Islam and upon them Q. 9:73 applies. This is the opinion of Ibn 'Abbas which is the best opinion due to the authenticity of its chain of authority." [ al-Nahas, An-Nasikh wal-Mansukh, p.80. See also Ibn Hazm al-Andalusi, A-Nnasikh wal-Mansukh, Dar al-Kotob al-'Elmeyah, birute, 1986, p.42.]

Ibn Hazm al-Andalusi menulis:
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (2:190)” . Dari authority (wewenang/ahli/yang dapat diandalkan) Gafar ar-Razi dari Rabi' Ibn 'Ons, dari 'Abil-'Aliyah yang mengatakan: Ini adalah ayat pertama yang diturunkan di Medina dalam Quran berkaitan dengan berperang/bertempur. Pada waktu ayat ini diturunkan Nabi biasa berperang melawan mereka yang memerangi Nabi dan menghindari mereka yang menghindari beliau, sampai Surat-9 diturunkan. Dan demikian pula pendapat 'Abd ar-Rahman Ibn Zayd Ibn 'Aslam yang mengatakan ayat ini dihapus oleh ayat 9:5 “bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka”
versi bahasa Inggrisnya:
"Fight in the way of God with those who fight with you, but aggress not: God loves not the aggressors (2:190)" On the authority of Ga'far ar-Razi from Rabi' Ibn 'Ons, from 'Abil-'Aliyah who said: This is the first verse that was revealed in the Qur'an about fighting in the Madina. When it was revealed the prophet used to fight those who fight with him and avoid those who avoid him, until Sura 9 was revealed. And so is the opinion of 'Abd ar-Rahman Ibn Zayd Ibn 'Aslam who said this verse was cancelled by 9:5 "Slay the idolaters wherever you find them" [ bn Hazm al-Andalusi, An-Nasikh wal- Mansukh, Dar al-Kotob al-'Elmeyah, birute, 1986, P.27]

Nabi memerintahkan dari para pengikutnya untuk memerangi orang-orang bahkan termasuk keluarga sendiri. Dan untuk menjustifikasi ini Nabi berkata “Fitnah lebih kejam dari pembunuhan” (S 2:191). Al-Mubarakpuri, penulis biografi modern dalam bukunya “Sealed Nectar” menulis salah satu kejadian berkaitan dengan hal ini dalam perang Badr yang merupakan serangan besar pertama yang dilakukan muslim terhadap Quraisy:

Nabi mengingatkan kepada pengikutnya untuk melindungi nyawa orang Banu Hashim (keluarga Nabi) yang ikut pergi ke Badr bersama dengan para kafir/polytheist karena takut ancaman orang-orang mereka. Diantara mereka, Nabi menyebut Al-‘Abbas bin ‘Abdul Muttalib dan Abu Bukhtari bin Hisham. Nabi memerintahkan muslim untuk menangkap, tapi tidak membunuh mereka. Abu Hudhaifah bin ‘Utbah menjadi sangat heran dan berkomentar dengan mengatakan: “Kami membunuh ayah-ayah kami, anak-anak dan saudara-saudara satu klan kami, dan kemudian harus melindungi Al-Abbas ? Demi Allah! Jika saya berjumpa dia sudah pasti akan sayah bunuh dengan pedangku.” Mendengar hal ini, Nabi, ditujukan ke Umar bin Al-Khattab, berkata “Apakah adil muka paman Nabi dihantam pedang?” Umar menjadi marah dan mengancam akan membunuh Abu Hudhaifah. Abu kemudian menyatakan bahwa ketakutan yang amat sangat telah mencengkramnya dan merasa bahwa tidak ada yang bisa menggantikan kesalahannya ini kecuali mati martir. Dia terbunuh kemudian dalam kejadian di Al-Yamamah.”
versi bahasa Inggrisnya:
“The Prophet (Allah bless him and give him peace) advised his companions to preserve the lives of Banu Hashim who had gone out to Badr with the polytheists unwillingly because they had feared the censure of their people. Among them, he named Al-‘Abbas bin ‘Abdul Muttalib and Abu Bukhtari bin Hisham. He ordered the Muslims to capture, but not to kill them. Abu Hudhaifah bin ‘Utbah showed great surprise and commented saying: "We kill our fathers, children, brothers and members of our clan, and then come to spare Al-‘Abbas? By Allâh! If I see him I will surely strike him with my sword." On hearing these words, the Messenger of Allâh (Allah bless him and give him peace), addressing ‘Umar bin Al-Khattab, said "Is it fair that the face of the Messenger’s uncle be struck with sword?" ‘Umar got indignant and threatened to kill Abu Hudhaifah; the latter later said that extreme fear had taken firm grip of him and felt that nothing except martyrdom could expiate for his mistake. He was actually killed later on during Al-Yamamah events.”

Sebagai tambahan, dalam ayat berikut Allah memerintahkan muslim untuk menjauhkan diri dari orang-orang yang tidak percaya islam, sekalipun mereka orang-tua maupun saudara sendiri. (Kalau misalnya saya dianggap kafir oleh saudara muslim saya, oleh anak atau orang tua saya, maka wajib bagi saudara muslim saya kalau mereka mau menjalankan apa yang diperintahkan Allah dalam Quran, untuk menjauhi saya ,

(9:23) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpinmu, maka mereka itulah orang-orang yang lalim. (24) Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.

(Tafsir Ibn Kathir) Allah memerintahkan untuk menjauhkan diri dari orang-orang yang tidak percaya (disbelivers) meskipun mereka orang tua dan saudara sendiri dan melarang menjadikan mereka sebagai penyokong muslim; Jika mereka memilih disbelivers dibanding keimanan, Allah memperingatkan:

(Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai) (S 58:22) Al-Hafiz Al-Bayhaqi mencatat bahwa ‘Abdullah bin Shawdhab berkata, “Ayah Abu Ubaydah bin Al-Jarrah berulang-ulang mengucapkan syukur kedapa berhala untuk anaknya dalam perang Badr, dan Abu Ubaydah terus mengabaikan dia. Pada waktu Al-Jarrah tetap melakukan itu, anaknya Abu Ubaydah mendekatinya dan membunuhnya. Allah menerunkan ayat berikut berkaitan dengan kejadian ini.:

(Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya) (S 58:22) Allah memerintakan Nabi untuk memperingatkan mereka yang lebih menyukai keluarganya, saudara-saudara atau sukunya daripada Allah, Nabi dan berjihad di jalan Allah.

(Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah ….akan hukuman dan siksaan Allah yang akan menimpamu sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.). Imam Ahmad mencatat bahwa Suhrah bin Ma’bad berkata bahwa kakeknya bicara,”Kami bersama Nabi, pada waktu beliau memegang tangan Umar bin Al-Khtab,. Umar berkata, “Demi Allah, anda, Nabi, adalah lebih dekat kepada saya dibanding apapun, kecuali diri saya sendiri.” Nabi berkata, (Tidak ada diantara kamu yang akan mendapatkan keimanan sampai saya menjadi lebih dekat kepada dirinya dibanding bahkan dirinya sendiri.) Umar berkata, “Sesungguhnya, sekarang, anda lebih dekat kepada saya dibanding diri saya sendiri, demi Allah!’ Nabi berkata, (Sekarang, O Umar!)” Al-Bukhari juga mencatat hadiths ini. ..

Orang-orang Mekah sebelum islam adalah polytheist/penyembah berhala. Mereka secara alami toleran terhadap agama lain. Di Ka’ba saja terdapat beratus-ratus dewa sembahan, masing-masing merupakan dewa pelindung dari suku yang berbeda-beda. Disamping mereka, ada orang yahudi, kristen, sabean dan zoroastrians yang hidup di Hijaz dan tidak hanya menjalankan agamanya tapi juga berkhotbah secara bebas. Alasan orang-orang Mekah menyerang Nabi adalah bukan karena Nabi membawa agama baru, tapi karena Nabi dianggap tidak menghormati keyakinan leluhur mereka dan juga lebih-lebih karena mereka merasa terancam kehilangan pengaruh dan kekayaan yang mereka miliki dari Ka’bah. Sikap permusuhan mereka adalah sebagai reaksi dari apa yang dilakukan Nabi. Saya bisa mengerti reaksi mereka walaupun saya tidak sepaham dengan keyakinan mereka.

Sebaliknya, Nabi setelah hijra ke Medina dan muslim memiliki kekuatan, dari apa yang saya baca, kelihatannya tidak “memiliki” toleransi” pada mereka yang menghina beliau. Apa yang dilakukan Nabi terhadap orang-orang seperti itu?

(...DILANJUTKAN KE 4/5)
suara_hati
Posts: 199
Joined: Fri Feb 01, 2008 11:13 pm

RENUNGAN ISLAM-DULU SEBELUM MURTAD (4/5a)

Post by suara_hati »

(Bagian 4/5a)
NABI MUHAMMAD dan “MUSUH PRIBADINYA”


(S 5:28) "Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam."

Nabi Muhammad adalah manusia yang sempurna. Itu yang selalu tertanam dalam hati saya. Ukuran moral kita, suara hati kita tidak bisa dipakai untuk menilai contoh-contoh yang diberikan Nabi. Sekalipun ada tindakan yang dilakukan Nabi yang menurut ukuran suara hati saya tidak dapat diterima, kita sebagai muslim tidak bisa secara otomatis bilang bahwa sikap Nabi tidak betul. Apalagi yang menilai cuma seorang seperti saya. Betapapun sulitnya diterima hati dan pikiran kita, apapun yang dilakukan Nabi selalu memiliki pesan bijak.

Hukum perlu tegas. Dengan demikian, masyarakat akan jera melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Hukum potong tangan dsb bagi pencuri yang ada dalam syaria adalah hukum yang tegas. Tidak semua orang bisa menerima ini(termasuk saya), tapi ini adalah hukum Islam. Orang yang tidak bisa menerima ini tentu hanya menggunakan kriteria moralnya sendiri. Demikian juga hukuman mati. Tapi keadilan memang memerlukan hukum yang tegas. Saya bisa mengerti ini. Walaupun demikian saya tidak bisa mengerti kalau hukuman yang diberikan dilakukan dengan sangat kejam, barbar, dengan penyiksaan dsb.

Kita pada umumnya bisa menilai orang dari bagaimana mereka memperlakukan musuhnya atau memperlakukan orang-orang yang bersebrangan dengan mereka. Kalau misalnya saya membunuh orang dengan sangat kejam karena orang itu mengkritis saya, menghina, mamaki, menyebarkan fitnah, menghina keyakinan saya, saya tentu akan dinilai sebagai orang yang kejam. Kalau ada pemimpin politik yang baru berkuasa menangkapi lawan-lawan politiknya bahkan membunuhnya, kita bilang bahwa pemimpin seperti ini adalah pemimpin kejam.

Menciptakan citra pribadi yang baik sudah menjadi kebutuhan tokoh-tokoh publik. Orang seperti ini bisa saja tampil sangat manis, dermahan, sangat baik hati, semata-mata untuk menampilkan citra yang baik tadi dengan harapan mendapat simpati dari publik. Di sisi lain bisa saja tidak masalah bagi dia kalau secara sembunyi-sembunyi mereka melakukan pembunuhan, penyiksaan dsb. Jadi mereka memiliki dua sisi. Citra baik yang ditampilkan dan wajah aslinya sebagai pembuhuh yang kejam disembunyikan. Bukankah penipu kecil-kecilan juga beroperasi dengan cara seperti ini ?

Sebelumnya sudah saya sampaikan mengenai cerita pembunuhan dan penyiksaan kejam Kinana, (suami Safiyah yang diperistri Nabi setelah Kinana dibunuh) atas perintah Nabi hanya karena masalah harta. Dari biografi Nabi yang ditulis oleh orang-orang Islam kita bisa membaca bagaimana Nabi bersikap terhadap musuh-musuhnya. Berikut petikan dari sumber-sumber Islam.


Pembunuhan Ka’b bin al-Ashraf

Pada waktu Nabi hidup di Medina dan muslim semakin berkuasa, ada beberapa orang yahudi yang berseberangan dangan Nabi. Nabi memerintahkan pengikutnya untuk membunuh beberapa orang ini. Salah satunya bernama Ka’n bin al-Ashraf.

Di Medina, Nabi mulai menghadapai oposisi dari suku-suku Yahudi yang hidup disana. Pada umumnya mereka menolak ajaran Nabi dan Islam. Suku Yahudi ini memiliki perjanjian dengan Nabi, yang intinya adalah seruan untuk hidup rukun dan saling membantu. Tidak semua orang Yahudi melihat perjanjian dengan kacamata yang sama. Salah satu orang Yahudi bernama Ka’b bin al-Ashraf, secara vokal mendukung orang Mekah Qurasisy dalam melawan Muhammad. Dia secara terbuka mengkritisi Nabi dan tidak percaya bahwa Muhammad adalah seorang Nabi.

Ka’b membenci Nabi, meskipun tidak pernah mengangkat senjata untuk melawan Nabi atau muslim pada umumnya. Dia menyuarakan pendapatnya dan membuat sajak-sajak ejekan tentang wanita muslim. Nabi melihat dia sebagai ancaman bagi muslim dan karena itu memerintahkan pengikutnya untuk membunuh Ka’b.
Berikut petikan dari Hadiths Bukhari mengenai peristiwa ini:
Volume 5, Book 59, Number 369:
Nabi berkata “Siapa yang bersedia membunuh Ka’b bin-Ashraf yang telah mnyakiti Allah dan rasulnya?” Saat itu Muhammad bin Maslama berdidi sambil berkata,”O Nabi, Apakah anda ingin saya membunuhnya?” Nabi berkata, “Ya”. Maslama berkata, “Maka ijinkanlah saya untuk bicara tidak jujur (untuk mengelabui Ka’b). Nabi bilang, “Kamu boleh mengatakan itu.”

Maslama pergi menemui Ka’b dan berkata, “Orang itu (yaitu Muhammad) meminta sadaqa (zakat) dari kita, dan dia telah menyulitkan kita, dan Saya datang untuk meminjam sesuatu darimu.” Untuk itu Ka’b berkata, “Demi Allah, kamu akan bosan/kesal sama dia”. Maslama berkata, “Sekarang karena kami telah ikut dia, kami tidak ingin meninggalkan dia kecuali jika dan s/d kita lihat bagaimana dia akhirnya nanti. Sekarang kami ingin kamu meminjami kami “a camel load” atau “two of food”. Kab berkata, “Ya,(saya akan pinjami kamu), tetapi kamu harus menjaminkan sesuatu pada saya.” Maslama dan temanya berjanji kepada Kab bahwa Muhammad akan mengembalikan itu padanya. Dia datang pada malam hari bersama dengan saudara angkat Kab, Abu Naila. Kab mengundang mereka untuk datang ke rumahnya dan kemudian dia pergi menemui mereka. Istrinya bertanya, “Kemana kamu akan pergi malam begini?” Kab menjawab, “Tidak kemana-mana kecuali Maslama dan saudara angkatku Abu Naila telah datang.” Istrinya berkata, “Saya dengan kabar bahwa seolah-olah pertumpahan darah adalah dari dia.; Kab berkata,”Mereka bukan lain kecuali saudaraku Maslama dan saudara angkatku Abu Naila. Orang yang baik harus menjawab panggilan pada malam hari meskipun jika dia diundang untuk dibunuh.” Maslama pergi bersama dua orang. (beberapa narrator menyebutkan orang itu Abu bin Jabr Al Harith bin Aus dan Abbad bin Bisr). Maka Maslama pergi bersama dua orang dan berkata kepada mereka, “kalau Kab datang, saya akan pegang rambutnya dan membauinya, dan kalau kamu lihat saya telah memegang kepalanya, tebas dia. Saya akan ijinkan kamu untuk membaui kepalanya.” Kab datang menemui mereka, tertutup dalam pakiannya dan menggunakan parfum. Maslama berkata “tidak pernah mencium bau lebih baik dari ini. Kab menjawab “Saya memiliki wanita terbaik arab yang tahu menggunakan parfum high class” Maslama menita Kab “Apakah kamu kan mengijinkan saya untuk membaui kepalamu” Kab berkata “Ya” Maslama membauinya dan meminta temannya membauinya juga. Kemudian dia minta lagi kepada Kab “Bolehkah saya (membaui kepalamu)” Kab berkata “Ya” {da waktu Maslama telah memegang dia kuat-kuat, dia bilang kepada temannya, “Pukul dia!” Maka mereka membunuhnya dan pergi menemui Nabi dan membertahukannya. (Abu Rafi) terbunuh setelah Kab bin Al-Ashraf”.

versi bahasa Inggrisnya:
Narrated Jabir bin 'Abdullah:
Allah's Apostle said, "Who is willing to kill Ka'b bin Al-Ashraf who has hurt Allah and His Apostle?" Thereupon Muhammad bin Maslama got up saying, "O Allah's Apostle! Would you like that I kill him?" The Prophet said, "Yes," Muhammad bin Maslama said, "Then allow me to say a (false) thing (i.e. to deceive Kab). "The Prophet said, "You may say it." Then Muhammad bin Maslama went to Kab and said, "That man (i.e. Muhammad demands Sadaqa (i.e. Zakat) from us, and he has troubled us, and I have come to borrow something from you." On that, Kab said, "By Allah, you will get tired of him!" Muhammad bin Maslama said, "Now as we have followed him, we do not want to leave him unless and until we see how his end is going to be. Now we want you to lend us a camel load or two of food." (Some difference between narrators about a camel load or two.) Kab said, "Yes, (I will lend you), but you should mortgage something to me." Muhammad bin Mas-lama and his companion said, "What do you want?" Ka'b replied, "Mortgage your women to me." They said, "How can we mortgage our women to you and you are the most handsome of the 'Arabs?" Ka'b said, "Then mortgage your sons to me." They said, "How can we mortgage our sons to you? Later they would be abused by the people's saying that so-and-so has been mortgaged for a camel load of food. That would cause us great disgrace, but we will mortgage our arms to you." Muhammad bin Maslama and his companion promised Kab that Muhammad would return to him. He came to Kab at night along with Kab's foster brother, Abu Na'ila. Kab invited them to come into his fort, and then he went down to them. His wife asked him, "Where are you going at this time?" Kab replied, "None but Muhammad bin Maslama and my (foster) brother Abu Na'ila have come." His wife said, "I hear a voice as if dropping blood is from him, Ka'b said. "They are none but my brother Muhammad bin Maslama and my foster brother Abu Naila. A generous man should respond to a call at night even if invited to be killed." Muhammad bin Maslama went with two men. (Some narrators mention the men as 'Abu bin Jabr. Al Harith bin Aus and Abbad bin Bishr). So Muhammad bin Maslama went in together with two men, and sail to them, "When Ka'b comes, I will touch his hair and smell it, and when you see that I have got hold of his head, strip him. I will let you smell his head." Kab bin Al-Ashraf came down to them wrapped in his clothes, and diffusing perfume. Muhammad bin Maslama said. " have never smelt a better scent than this. Ka'b replied. "I have got the best 'Arab women who know how to use the high class of perfume." Muhammad bin Maslama requested Ka'b "Will you allow me to smell your head?" Ka'b said, "Yes." Muhammad smelt it and made his companions smell it as well. Then he requested Ka'b again, "Will you let me (smell your head)?" Ka'b said, "Yes." When Muhammad got a strong hold of him, he said (to his companions), "Get at him!" So they killed him and went to the Prophet and informed him. (Abu Rafi) was killed after Ka'b bin Al-Ashraf."


Berdasarkan cerita hadiths tersebut Nabi Muhammad menginginkan Kab dibunuh karena dia telah “menyakiti Allah dan Rasulnya”. Nabi tidak membunuh Kab sendiri tapi memerintahkan pengikutnya Maslama untuk membunuh. Untuk tujuan itu, Nabi mengijinkan Maslama untuk berbohong dengan cara membujuk Kab keluar dari rumahnya.

Buku biografi Nabi (Sirat Rasul Allah, Ibn Ishaq) menyebutkan latar belakang dibunuhnya Kab adalah karena setelah perang Badr, Kab bin al-Ashraf menjadi ketakutan oleh kemenangan Nabi pada perang itu dan juga karena terbunuhnya beberapa pemimpin arab. Berikut kutipan dari Sirat RasulAllah,

“Apakah benar? Apakah Muhammad benar-benar membunuh mereka yang disebutkan dua orang ini? Mereka ini adalah orang-orang mulia Arab dan kingly men; Demi Allah, jika Muhammad telah membunuh orang-orang ini, akan lebih baik mati daripada hidup.”

Pada waktu musuh Allah yakin bahwa berita tsb benar dia meninggalkan kota dan pergi ke Mekah untuk tinggal bersama al-Mutatlib yang menikah dengan Atika. Atika membawanya masuk dan menjamunya dengan ramah. Dia (Kab) mulai mencaci maki Nabi dan mengucapkan kata-kata yang meratapi orang Quraish yang dilempar kedalam parit setlah dibantai di Badr.


(…buku Sirat kemudian merinci beberapa puisi yang dibuat Kab dan lainnya...)

Kemudian dia (Kab) meyusun sajak cinta yang bernuansa mengejek mengenai wanita muslim. Nabi berkata menurut apa yang disampaikan Abdullah Burda kepada saya, “Siapa yang akan membebaskan diri saya atas Ibnul-Ashraf?” Maslama berkata, “Saya akan tangani dia untuk anda, O Nabi, Saya akan bunuh dia.” Nabi berkata:”Lakukan jika kamu bisa.” Maka Maslama kembali dan menunggu tiga hari tanpa makanan dan minum, kecuali yang benar-benar perlu. Pada waktu Nabi diberi tahu hal ini, beliau menegur dan mennyakan kepadanya kenapa dia tidak makan dan minum. Dia menjawab bahwa Nabi telah menugaskan sesuatu kepadanya dan dia tidak tahu bagaimana harus memenuhinya. Nabi berkata, “Apa yang menjadi kewajibanmu adalah bahwa kamu harus mencoba.” Dia berkata, “O Nabi, kami harus berbohong” Nabi menjawab, “Katakan apa yang kamu suka karena kamu bebas dalam hal ini.”

Selanjutnya dia dan Silkan (Abu Naila) dan Abbad, dan Harith, dan Abu ‘Abs b.Jabr melakukan konspirasi bersama-sama dan mengirim Silkan menemui musuh Allah, Kab, sebelum mereka datang menemuinya. Kemudian dia berkata, “O Ibn Ashraf, Saya datang kepadamu mengenai urusan yang ingin saya sampaikan kepadamu dan berharap bahwa kamu bisa menjaga rahasia.” “Baik”, dia menjawab. Dia melanjutkan, “Munculnya orang ini adalah cobaan yang berat bagi kami. Dia telah memprovokasi/membangkitkan pertentangan orang Arab, dan mereka semua bersama-sama melawan kami. Jalan-jalan sudah tidak dapat dilalui lagi sehingga keluarga kami dalam keadaan menderita dan kami dan keluarga kami sangat tertekan.” Kab menjawab, “Demi Allah, saya selalu katakan kepadamu, O Ibn Salama, bahwa hal yang telah saya peringatkan padamu akan terjadi” Silkan berkata kepadanya, Saya ingin kamu menjualkan makanan untuk kami dan kami akan berikan kamu janji keamanan dan kamu bersikap murah hati dalam hal ini..” Dia menjawab, “Akan kamu berikan anakmu sebagai ikatan?” Dia berkata, “Kamu ingin menghina kami. Saya punya banyak teman yang sependapat dengan saya dan saya ingin bawa mereka kepada kamu supaya kamu bisa mnjual kepada mereka dan bertindaklah murah hati, dam kami akan beri kamu cukup senjata (perlindungan keamanan?) untuk ikatan yang baik..” Keberatan Silkan adalah bahwa dia seharusnya tidak mengemukakan masalah senjata (perlindungan keamaanan) pada waktu mereka mengungkapkannya. Kab menjawab, “Senjata adalah ikatan yang baik.”

Setelah itu Silkan kembali kepada teman-temannya, dan menceritakan apa yang terjadi, dan dia meminta mereka untuk bersiap-siap. Kemudian mereka pergi dan berkumpul dengan dia dan menemui Nabi.

Thaur b Zaid mengatakan kepada saya, Nabi berjalam bersama mereka sejauh Gharqad. Kemudian Nabi menyuruh mereka pergi, sambil barkata, “Pergi dalam nama Allah; O Allah bantu mereka.” Setelah berkata itu, Nabi pulang kerumahnya. Saat itu malam terang bulan dan mereka pergi sampai mereka tiba di kediaman Kab, dan Abu Naila memangilnya. Dia baru saja menikah dan dia meloncat dari tempat tidurnya dan istrinya setelah akhirnya tenang berkata, “Kamu dalam perang, dan mereka yang dalam perang tidak keluar pada jam-jam seperti ini” Dia menjawab, “Itu Abu Naila. Seandainya dia tahu saya tidur dia tidak akan membangunkan saya” Dia menjawab,”Demi Allah, Saya bisa mendengar kejahatan di dalam suaranya.” Kab menjawab,”Meskipun jika panggilan itu untuk membunuh, orang yang berani harus menjawabnya”

Maka dia menemui dan bicara dengan mereka untuk beberpa lama, dan saat mereka bercakap-cakap dengannya, kemudian Abu Naila berkata, “Maukah kamu berjalan bersama kami ke Shi’b al-Ajuz, sehingga kita bisa bicara sepanjang malam?” “Jika kamu ingin”, jawab dia, maka mereka pergi berjalan bersama; dan setelah beberapa saat Abu Naila memegang tangan sampai rambut Kab. Kemudian dia membaui tangannya dan berkata; Saya tidak pernah mencium bau seenak ini” Mereka berjalan lebih jauh, dia lakukan hal yang sama sehingga Kab tidak curiga akan adanya kejahatan. Kemudian setelah yang ketiga kalinya hal itu dilakukan dan berteriak, “hantam musuh Allah!” Maka mereka menghantamnya dan pedang mereka menghantamnya tanpa akibat apa-apa. Maslama berkata, “Saya ingat pisau saya waktu saya melihat bahwa pedang kami tidak berguna, dan saya rebut. Sementara itu musuh Allah membuat suara-suara sdemikian sehingga setiap rumah disekitar kami memperlihatkan cahaya. Saya tusukkan pisau saya kebagian bawah tubuhnya, dan saya dorong kebawah sampai mencapai kemaluannya, dan musuh Allah jatuh ketanah. Harith terluka, di kepala atau di kakinya, salah satu pedang kami mengenai dia. Kami pergi, melewati Umayya dan kemudian Qurayza dan kemudian bersama-sama, sampai kami pergi ke Harra di Arayd. Teman kami Harith tertinggal jauh, semakin lemah karena kehilangan darah, jadi kami menunggunya beberapa saat sampai dia muncul, mengikuti jejak kami. Kami bopong dia menemui Nabi pada akhir malam itu. Kami memberikan salam padanya saat dia berdiri berdoa, dan dia keluar menemui kami dan kami katakan bahwa kami telah membunuh musuh Allah. Dia meludahi luka teman kami, dan bersama-sama dia dan kami kembali ke keluarga masing-masing. Serangan kami ke musuh Allah telah menciptakan ketakutan bagi orang-orang Yahudi, dan tidak ada seorang Yahudipun yang tidak takut akan keselamatan hidupnya.


versi bahasa Inggrisnya:
"Is this true? Did Muhammad actually kill these whom these two men mention? These are the nobles of the Arabs and kingly men; by God, if Muhammad has slain these people it were better to be dead than alive."
When the enemy of God became certain that the news was true he left the town and went to Mecca to stay with al-Muttalib who was married to `Atika. She took him in and entertained him hospitably. He began to inveigh against the apostle and to recite verses in which he bewailed the Quraysh who were thrown into the pit after having been slain at Badr.
The Sirat now lists some of the poems made up by Ka`b and others. The narrative continues:

Then he composed amatory verses of an insulting nature about the Muslim women. The apostle said - according to what Abdullah Burda told me, "Who will rid me of Ibnu'l-Ashraf?" Maslama said, "I will deal with him for you, O apostle of God, I will kill him." He said, "Do so if you can." So Maslama returned and waited for three days without food or drink, apart from what was absolutely necessary. When the apostle was told of this he summoned him and asked him why he had given up eating and drinking. He replied that he had given him an undertaking and he did not know whether he could fulfil it. The apostle said, "All that is incumbent upon you is that you should try." He said, "O apostle of God, we shall have to tell lies." He answered, "Say what you like, for you are free in the matter."
Thereupon he and Silkan [Abu Na'ila], and Abbad, and Harith, and Abu `Abs b. Jabr conspired together and sent Silkan to the enemy of God, Ka`b, before they came to him. He talked to him some time and they recited poetry one to the other, for Silkan was fond of poetry. Then he said, "O Ibn Ashraf, I have come to you about a matter which I want to tell you of and wish you to keep secret." "Very well", he replied. He went on, "The coming of this man is a great trial to us. It has provoked the hostility of the Arabs, and they are all in league against us. The roads have become impassable so that our families are in want and privation, and we and our families are in great distress." Ka`b answered, "By God, I kept telling you, O Ibn Salama, that the things I warned you of would happen." Silkan said to him, "I want you to sell us food and we will give you a pledge of security and you deal generously in the matter." He replied, "Will you give me your sons as a pledge?" He said, "You want to insult us. I have friends who share my opinion and I want to bring them to you so that you may sell to them and act generously, and we will give you enough weapons for a good pledge." Silkan's object was that he should not take alarm at the sight of weapons when they brought them. Ka`b answered, "Weapons are a good pledge."
Thereupon Silkan returned to his companions, told them what has happened, and ordered them to take their arms. Then they went away and assembled with him and met the apostle.
Thaur b. Zayd told me the apostle walked with them as far as Gharqad. Then he sent them off, saying, "Go in God's name; O God help them." So saying, he returned to his house. Now it was a moonlight night and they journeyed on until they came to his castle, and Abu Na'ila called out to him. He had only recently married and he jumped up in the bedsheet, and his wife took hold of the end of it and said, "You are at war, and those who are at war do not go out at this hour." He replied, "It is Abu Na'ila. Had he found me sleeping he would not have woken me." She answered, "By God, I can feel evil in his voice." Ka`b answered, "Even if the call were for a stab a brave man must answer it."
So he went down and talked to them for some time, while they conversed with him. then Abu Na'ila said, "Would you like to walk with us to Shi`b al-`Ajuz, so that we can talk for the rest of the night?" "If you like", he answered, so they went off walking together; and after a time Abu Na'ila ran his hand through his hair. Then he smelt his hand, and said, "I have never smelt a scent finer than this." They walked on farther and he did the same so that Ka`b suspected no evil. Then after a space did it for the third time and cried, "Smite the enemy of God!" So they smote him, and their swords clashed over him with no effect. Maslama said, "I remembered my dagger when I saw that our swords were useless, and I seized it. Meanwhile the enemy of God had made such a noise that every fort around us was showing a light. I thrust it into the lower part of his body, then I bore down upon it until I reached his genitals, and the enemy of God fell to the ground. Harith had been hurt, being wounded either in his head or in his foot, one of our swords having stuck him. We went away, passing by the Umayya and then the Qurayza and then both until we went up the Harra of Urayd. Our friend Harith had lagged behind, weakened by loss of blood, so we waited for him for some time until he came up, following our tracks. We carried him and brought him to the apostle OT the end of the night. We saluted him as he stood praying, and he came out to us and we told him that we had killed God's enemy. He spat upon our comrade's wounds, and both he ad we returned to our families. Our attack upon God's enemy cast terror among the Jews, and there was no Jew in Medina who did not fear for his life."


Ibn Sad memberikan keterangan tambahan mengenai kejadian ini. (Ibn Sad, Vol 1 hal 37). Berikut kutipannya:
Kemudian mereka memenggal kepalanya dan membawanya bersama mereka,…mereka letakkan kepala itu dihadapan Nabi. Nabi memuji Allah atas pembunuhan ini..
versi bahasa Inggrisnya:
Then they cut his head and took it with them. ... they cast his head before him [Muhammad]. He (the prophet) praised Allah on his being slain.

Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Nabi bisa sekejam itu? Kab menghasut musuh-musuh Nabi (orang Quraisy) dan dia membuat sajak-sajak tentang wanita muslim. Nabi tidak menyukainya dan menginginkan dia mati. Pada waktu Nabi melihat penggalan kepalanya, Nabi memuji Allah atas pembunuhan ini ?


Pembunuhan Sallam Ibn Abul Huqayq

Pada waktu pertempuran parit (yang kemudian tidak terjadi), dan masalah dengan yahudi dari suku Banu Qurayza telah selesai, urusan Sallam b Abul-Huqayq yang dikenal dengan nama Abu Rafi muncul dalam kaitannya dengan mereka yang mengumpulkan berbagai suku untuk bersama-sama melawan Nabi. Saat itu Aus (Maslama yang membunuh Kab adalah dari suku Aus), telah membunuh Kab b al-Asraf sebelum perang Uhud, maka Khazraj (suku arab Medina lainnya, yang bersama suku Aus beraliansi dengan Nabi dlm perjanjian Aqaba, dan dua suku arab medina ini disebut sbg golongan Ansar, “penolong”). Meminta dan memperoleh ijin Nabi untuk membunuh Sallam yang saat itu berada di Khaibar.

(Kutipan dari Sirat Rasul Allah)
Muhammad b. Muslim b. Shihab al-Zuhridari `Abdullah b. Ka`b b. Malik mengatakan kepada saya: Satu hal yang dilakukan Allah kepada Rasulnya adalah bahwa dua suku arab Ansar ini, Aus dan Khazraj, bersaing satu sama lain seperti stallions (kuda jantan untuk diternakkan): jika Aus melakukan sesautu untuk Nabi, Khazraj akan bilang, “Mereka tidak boleh mengungguli kita dimata Nabi dan Islam” dan mereka tidak akan tinggal diam sampai mereka dapat melakukan sesuatu yang setara.
Pada waktu Aus membunuh Kab atas permusuhannya dengan Nabi, Khazraj menggunakan kata-kata itu dan bertanya pada diri mereka sendiri orang apa yang sekasar Kab terhadap Nabi? Dan kemudian mereka ingat Sallam, yang ada di Khaibar dan bertanya dan meminta ijin Nabi untuk membunuhnya.

Lima orang dari B.Salima dari Khazraj pergi menemui dia: 'Abdullah b.`Atik; Mas`ud b. Sinan; `Abdullah b. Unays; Abu Qatada al-Harith b. Rib'i; dan Khuza`i b. Aswad, sekutu dari Aslam. Sewaktu mereka pergi, Nbi menunjuk Abdullah b.`Atik sebagai pemimpin mereka dan Nabi melarang mereka membunuh perempuan dan anak-anak. Pada waktu mereka sampai di Khaibar, mereka pergi ke rumah Sallam pada malam hari, setelah mengunci setiap pintu rumah yang tidak berpenghuni. Saat itu dia ada di ruangan atas rumahnya yang mempunyai tangga ketempat itu. Mereka menaiki tangga itu sampai didepan pintu dan meminta ijin untuk masuk. Istrinya keluar dan bertanya siapa mereka dan mereka mengatakan bahwa mereka adalah orang arab yang sedang mencari bahan-bahan (suplies). Dia mengatakan bahwa orang merka ada disini dan bahwa mereka boleh masuk. Pada waktu kami masuk, kami kunci pintu ruangan bersama istrinya takut kalau sesuatu terjadi antara kami dan Sallam. Istrinya mengerang dan memperingatkan suaminya tentang kami, sehingga kami berlari kearah dia dengan pedang kami sewaktu dia ada di tempat tidurnya. Satu-satunya yang bisa membimbing kami dalam kegelapan malam adalah putihnya Salam seperti selimut Mesir. Sewaktu istrinya merintih salah satu dari kami mengakat pedangnya keara dia, kemudian dia ingat larangan Nabi membunuh wanita dan kemudian menarik tangannya kembali; tapi karena itu kami telah menamtkan dia pada malam itu. Pada waktu kami menghantam Sallam dengan pedang kami, Abdullah b. Unays menusukkan pedangnya ke dalam perutnya, saat Sallam berkata Qatni, qatni, yang artinya ini cukup.
Kami keluar. Saat itu Abdullah b Aik tidak memiliki penglihatan yang baik dan jatuh dari tangga dan tangannya cedera sangat parah, sehingga kami membopong dia sampai kami membawa dia ke salah satu saluran air mereka dan masuk ke dalamnya. Orang-orang menyalakan “lampu” dan pergi mencari kami ke semua tempat sampai putus asa mencari kami, mereka kembali ke tuan mereka dan berkumpul disekitar dia pada waktu dia sekarat. Kami bertanya satu sama lain bagaimana kami tahu bahwa musuh Allah sudah mati, dan salah satu dari kami secar sukarela pergi untuk melihat; Jadi dia pergi dan bercampur dengan orang-orang. Dia berkata,”I lihat istrinya dan beberapa yahudi berkumpul mengelilingi dia. Istrinya membawa lampu ditangannya dan dengan ketakutan di wajahnya dan berkata kepada mereka “Demi Allah, saya benar-benar mendengar suara Abdullah b.Atik. Kemudian saya pikir saya pasti salah dan berpikir, “bagaimana Ibn Atik bisa ada disini ?” Kemudian istrinya berbalik menghadap dia, menatap matanya dan berkata, “Demi Allah orang Yahudi, dia mati!”. Tidak pernah saya mendengar kata kata lebih manis dari itu.

Kemudian dia datang kepada kami dan mengatkan kabar itu, dan kami jemout teman-teman kami dan membawanya kepada Nabi dan mengatakan bahwa kami telah membunuh musuh Allah. Kami saling berselisih dihadapan Nabi menegnai siapa yang membunuh Sallam, masing-masing dari kami merasa yang melakukan itu. Nabi meminta untuk melihat poedang kami dan poada waktu beliau melihatnya dia berkata, “Ini adalah pedang Abdullah b Unays yang membunuh Sallam; Saya dapat melihat jejak makanan di pedang ini”.

versi bahasa Inggrisnya:
Muhammad b. Muslim b. Shihab al-Zuhri from `Abdullah b. Ka`b b. Malik told me: One of the things which God did for His apostle was that these two tribes of the Ansar, Aus and Khazraj, competed the one with the other like two stallions: if Aus did anything to the apostle's advantage Khazraj would say, "They shall not have this superiority over us in the apostle's eyes and in Islam" and they would not rest until they could do something similar. If Khazraj did anything Aus would say the same.
When Aus had killed Ka'b for his enmity towards the apostle, Khazraj used these words and asked themselves what man was as hostile to the apostle as Ka'b? And then they remembered Sallam, who was in Khaybar and asked and obtained the apostle's permission to kill him.
Five men of B.Salima of Khazraj went to him: 'Abdullah b.`Atik; Mas`ud b. Sinan; `Abdullah b. Unays; Abu Qatada al-Harith b. Rib'i; and Khuza`i b. Aswad, an ally from Aslam. As they left, the apostle appointed `Abdullah b.`Atik as their leader, and he forbade them to kill women or children. When they got to Khaybar they went to Sallam's house by night, having locked every door in the settlement on the inhabitants. Now he was in an upper chamber of his to which a ladder led up. They mounted this until they came to the door and asked to be allowed to come in. His wife came out and asked who they were and they told her that they were Arabs in search of supplies. She told them that their man was here and that they could come in. When we entered we bolted the door of the room on her and ourselves fearing lest something should come between us and him. His wife shrieked and warned him of us, so we ran at him with our swords as he was on his bed. The only thing that guided us in the darkness of the night was his whiteness like an Egyptian blanket. When his wife shrieked one of our number would lift his sword against her; then he would remember the apostle's ban on killing women and withdraw his hand; but for that we would have made an end of her that night. When we had smitten him with our swords `Abdullah b. Unays bore down with his sword into his belly until it went right through him, as he was saying Qatni, qatni, i.e. it's enough.

We went out. Now `Abdullah b.`Atik had poor sight, and fell from the ladder and sprained his arm (729) severely, so we carried him until we brought him to one of their water channels and went into it. The people lit lamps and went in search of us in all directions until, despairing of finding us, they returned to their master and gathered round him as he was dying. We asked each other how we could know that the enemy of God was dead, and one of us volunteered to go and see; so off he went and mingled with the people. He said, "I found his wife and some Jews gathered round him. She had a lamp in her hand and was peering into his face and saying to them 'By God, I certainly heard the voice of `Abdullah b.`Atik. Then I decided I must be wrong and thought, "How can Ibn`Atik be in this country?"' Then she turned towards him, looking into his face, and said, 'By the God of the Jews he is dead!' Never have I heard sweeter words than those."

Then he came to us and told us the news, and we picked up our companion and took him to the apostle and told him that we had killed God's enemy. We disputed before him as to who had killed him, each of us laying claim to the deed. The apostle demanded to see our swords and when he looked at them he said, "It is the sword of `Abdullah b. Unays that killed him; I can see traces of food on it"
Hassan b. Thabit mentioning the killing of Ka`b and Sallam said:
God, what a fine band you met,
O Ibnu'l-Huqayq and Ibnu'l-Ashraf!
They went to you with sharp swords,
Brisk as lions in a tangled thicket,
Until they came on you in your dwelling
And made you drink death with their swift-slaying swords,
Despising every risk of hurt.



Pembunuhan Al-Nadr Bin Al-Harith

Dalam S 7:188, Allah memerintahkan Nabi mengatakan ini bagi para penentang Quraishy pada awal masa kenabiannya di Mekah.
(S 7:188) Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudaratan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudaratan. Aku tidak lain HANYALAH PEMBERI PERINGATAN, DAN PEMBAWA BERITA GEMBIRA BAGI ORANG-ORANGYANG BERIMAN ".

Paragraph pertama The Encyclopaedia of Islam, New Edition ( Vol. VII, 1993) memberikan gambaran mengenai orang ini.
Al-Nadr B. Al-Harith b. `Alkama b. Kalada b. `Abd Manaf b. `Abd al-Dar b. Kusayy, orang Quraisy kaya yang sebelum periode Islam, melakukan perdagangan dengan al-Hira dan Persia, dari mana dia dikatakan memperoleh buku-buku dan juga satu atau beberapa gadis-gadis budak penyanyi.

Dia mewakili Abd al-Dar dalam grup Mutimun, yaitu orang Mekah yang bertanggung jawab terhadap suplai makanan untuk orang-orang yang pergi ke Kabah, dan dia menduduki jabatan yang cukup penting di kota. Dia merupakan salah satu penentang Nabi yang gigih, memaki Nabi dan tidak mau kalah dalam bicara dan mengutarakan kejayaan raja-raja Persia sewaktu Nabi mengingatkan akan nasib sengsara bangsa-bangsa terdahulu. Secara khusus, dia menuduh Nabi menyebutkan kisah-kisah kuno dan dua ayat Quran yang menggambarkan hal ini dikatakan mempunyai kaitan secara khusus dengan dia. (S 8:31 dan S 83:13)
(S 8:31) Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami, mereka berkata: "Sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat yang seperti ini), kalau kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini, (Al Qur'an) ini tidak lain hanyalah dongengan-dongengan orang-orang purbakala".

(S 83:13) yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: "Itu adalah dongengan orang-orang yang dahulu".

Quran dikatakan bicara secara tidak langsung mengenai Al-Nadr B. al-Harith disamping musuh-musuh Nabi lainnya dalam berbagai ayat, bisa dicatat diantaranya (S 6:8~9, S 45: 6~8.)

(S 6:6) Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu), telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain. (7) Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat memegangnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang yang kafir itu berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata". (8) Dan mereka berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) seorang malaikat?" dan kalau Kami turunkan (kepadanya) seorang malaikat, tentu selesailah urusan itu, kemudian mereka tidak diberi tangguh (sedikit pun). (9) Dan kalau Kami jadikan rasul itu (dari) malaikat, tentulah Kami jadikan dia berupa laki-laki dan (jika Kami jadikan dia berupa laki-Iaki), Kami pun akan jadikan mereka tetap ragu sebagaimana kini mereka ragu.

(45:6) Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka. (7) Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang menjelaskan, berkatalah orang-orang yang mengingkari kebenaran ketika kebenaran itu datang kepada mereka: "Ini adalah sihir yang nyata". Bahkan mereka mengatakan: "Dia (Muhammad) telah mengada-adakannya (Al Qur'an)", (8) Katakanlah: "Jika aku mengada-adakannya, maka kamu tiada mempunyai kuasa sedikitpun mempertahankan aku dari (azab) Allah itu. Dia lebih mengetahui apa-apa yang kamu percakapkan tentang Al Qur'an itu. Cukuplah Dia menjadi saksi antaraku dan antaramu dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

Dia ikut bertempur di Badr di jajaran orang-orang pagan quraisy dan dia tertangkap oleh muslim. Nabi kemudian membunuhnya secara pribadi dan Ali (menantu Nabi yang juga adalah anak paman Nabi Abi Talib) memenggal kepalanya dengan satu pukulan pedangnya, tetapi siapa yang sebenarnya membunuh Nadr diperselisihkan karena hadith mengatakan bahwa orang terkutuk yang akan menderita siksa neraka adalah mereka yang telah membunuh Nabi atau mereka yang dibunuh Nabi. Versi yang paling diakui adalah dimana Ali b.Abi Talib setelah membawa mereka sebagai tawanan, mengekekusi dia dengan darah dingin diuatu tempat bernama al-Safra…

Saifur Rahman (“Sealed Neactar”) menuliskan kejadian pembuhuhan ini setelah muslim mendapat kemenangan dalam perang Badr. Kutipannya (dalam kutipan dibawah, selain terbunuhnya Nadr, juga diceritakan terbunuhnya musuh Nabi yang lain yang bernama Uqba b. Abi Mu'ait, semuanya atas perintah langsung dari Nabi):

Dalam perjalanan kembali ke Medinah, di bukit pasir yang luas, Nabi membagi-bagikan “spoils” (booty, rampasan perang) secara rata kepada para pejuang muslim setelah beliau mengambil 1/5-nya (Al-Khums, bagian booty untuk Nabi dan Allah). Sewaktu mereka mencapai As-Safra, Nabi memerintahkan dua orang tawanan untuk dibunuh. Mereka adalah An-Nadr bin Al-Harith dan Uqbah bin Abi Mauait, karena mereka telah melakukan “penganiayaan” terhadap muslim di Mekah dan menaruh kebencian terhadap Allah dan Rasulnya. Intinya, dalam istilah modern mereka adalah tawanan perang, dan eksekusi mereka merupakan pelajaran bagi para penentang. Uqbah lupa harga dirinya/kebanggaannya dan berteriak, “Siapa yang akan mengurus anak-anakku O Rasul Allah?” Nabi menjawab, “Api (neraka)”.Apakah Uqbah tidak ingat sewaktu suatu hari dia melemparkan kotoran domba ke kepala Nabi pada waktu Nabi sedang bersujud sembahyang, dan Fatimah kemudian datang dan membersihkannya ? Dia juga mencekik Nabi dengan kerudungnya seandainya tidak ada Abu Bakr yang membantu dan membebaskan Nabi. Kepala dua kriminal ini dipenggal oleh Ali bin Abi Talib.
versi bahasa Inggrisnya:
On their way back to Madinah, at a large sand hill, the Prophet (Allah bless him and give him peace) divided the spoils equally among the fighters after he had taken Al-Khums (one-fifth). When they reached As-Safra’, he ordered that two of the prisoners should be killed. They were An-Nadr bin Al-Harith and ‘Uqbah bin Abi Muait, because they had persecuted the Muslims in Makkah, and harboured deep hatred towards Allâh and His Messenger (Allah bless him and give him peace). In a nutshell, they were criminals of war in modern terminology, and their execution was an awesome lesson to oppressors. ‘Uqbah forgot his pride and cried out, "Who will look after my children O Messenger of Allâh?" The Prophet (Allah bless him and give him peace) answered, "The fire (of Hell). [Sunan Abu Da'ud with 'Aun-ul-Ma'bood 3/12]" Did ‘Uqbah not remember the day when he had thrown the entrails of a sheep onto the head of the Prophet (Allah bless him and give him peace) while he was prostrating himself in prayer, and Fatimah had come and washed it off him? He had also strangled the Prophet (Allah bless him and give him peace) with his cloak if it had not been for Abu Bakr to intervene and release the Prophet (Allah bless him and give him peace). The heads of both criminals were struck off by ‘Ali bin Abi Talib.

Haekal menuliskan hal berikut mengenai terbunuhnya Nadr.
Sementara kaum Muslimin dalam perjalanan ke Medinah itu, dua orang tawanan telah mati terbunuh, yakni seorang bernama Nadzr bin'l-Harith dan yang seorang lagi bernama 'Uqba b. Abi Mu'ait. Sampai pada waktu itu baik Muhammad atau sahabat-sahabatnya belum lagi membuat suatu peraturan tertentu dalam menghadapi para tawanan itu yang akan mengharuskan mereka dibunuh, ditebus atau dijadikan budak. Tetapi Nadzr dan 'Uqba ini keduanya merupakan bahaya yang selalu mengancam Muslimin selama di Mekah dulu. Setiap ada kesempatan kedua orang ini selalu mengganggu mereka.

Terbunuhnya Nadzr ini ialah tatkala mereka sampai di Uthail para tawanan itu diperlihatkan kepada Nabi a.s. Ditatapnya Nadzr ini dengan pandangan mata yang demikian rupa, sehingga tawanan ini gemetar seraya berkata kepada seseorang yang berada di sampingnya:

"Muhammad pasti akan membunuh aku," katanya. "Ia menatapku dengan pandangan mata yang mengandung maut."

"Ini hanya karena kau merasa takut saja," jawab orang yang di sebelahnya.

Sekarang Nadzr berkata kepada Mushiab b. 'Umair - orang yang paling banyak punya rasa belas-kasihan di tempat itu.

"Katakan kepada temanmu itu supaya aku dipandang sebagai salah seorang sahabatnya. Kalau ini tidak kaulakukan pasti dia akan membunuh aku."

"Tetapi dulu kau mengatakan begini dan begitu tentang Kitabullah dan tentang diri Nabi," kata Mushiab. "Dulu kau menyiksa sahabat-sahabatnya."

"Sekiranya engkau yang ditawan oleh Quraisy, kau takkan dibunuh selama aku masih hidup," kata Nadzr lagi.

"Engkau tak dapat dipercaya," kata Mush'ab. "Dan lagi aku tidak seperti engkau. Janji Islam dengan kau sudah terputus."

Sebenarnya Nadzr adalah tawanan Miqdad, yang dalam hal ini ia ingin memperoleh tebusan yang cukup besar dan keluarganya. Mendengar percakapan tentang akan dibunuhnya itu ia segera berkata:

"Nadzr tawananku," teriaknya.

"Pukul lehernya," kata Nabi a.s. "Ya Allah. Semoga Miqdad mendapat karuniaMu."

Dengan pukulan pedang kemudian ia dibunuh oleh Ali b. Abi Talib.

Pada waktu mereka dalam perjalanan ke 'Irq'z-Zubya diperintahkan oleh Nabi supaya 'Uqba b. Abi Mu'ait juga dibunuh.

"Muhammad," katanya, "siapa yang akan mengurus anak-anak?"

"Api neraka," jawabnya.

Lalu iapun dibunuh oleh Ali b. Abi Talib atau oleh 'Ashim b. Thabit, sumbernya berlain-lain..


Nabi menyatakan bahwa Quran adalah mukjijat dari Allah dan diturunkan untuk semua manusia dimana saja dan berlaku sepanjang masa. Pada waktu para penentang Nabi menuduh beliau bahwa “Quran adalah hanya karangan Nabi”, beliau menjawab seperti dinyatakan dalam (S 11:13, S 10:38)

(S 11:13) Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Qur'an itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surah-surah yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar".

(S 10:38) Atau (patutkah) mereka mengatakan: "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar."

Pada waktu al-Nadr bin al-Harith mengisahkan kisah-kisah kejayaan raja Persia, dia kemudian mengatakan “Muhammad tidak lebih baik dari pada saya sebagai story-teller (pencerita dongeng) dan apa yang dia sampaikan hanyalah dongengan orang dahulu; dia telah membuatnya seperti saya membuatnya”

Dua musuh Nabi ini, An-Nadr bin Al-Harith maupun Uqbah bin Abi Mauait, tidak percaya Nabi dan selalu menghina Nabi maupun ajarannya. Mereka adalah penentang Nabi yang gigih. Kita bisa melihat dari cerita diatas bahwa Nabi memerintahkan membunuh dua orang musuhnya ini. Pada awalnya Nabi hanya bilang bahwa beliau hanyalah pemberi peringatan dan seperti kita pada masa sekarang sekalipun, ada orang yang mau menerima pesan Nabi dan ada juga yang menolak. Adalah Hak Allah dan bukan Nabi untuk menghukum mereka seperti yang selalu disampaikan Nabi dalam ayat-ayat awal yang diturunkan di Mekah. Walaupun demikian, setelah Nabi memiliki kekuatan senjata, Nabi tidak lagi berpegang pada apa yang disampaikan sebelumnya dengan mengeksekusi musuh pribadinya yang telah menghina dan melawan beliau.

Bagaimana dengan pesan moral yang ada di (S 5:28) ?
"Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam."


Pembunuhan Uqba bin Abi Mu`ayt

Seperti telah diceritakan sebelumnya, dalam perjalanan Nabi dan pasukannya kembali ke Medina setelah perang Badr, Uqba yang tertangkap sebagai tawanan kemudian dibunuh dengan dipenggal kepalanya oleh Ali atas perintah Nabi. Pada waktu akan dibunuh Uqba berteriak, “Siapa yang akan mengurus anak-anakku O Rasul Allah?”
Nabi menjawab, “Api (neraka), dan kemudian Ali memenggal kepalanya.
Diceritakan bahwa Uqba pernah pergi ke Medina bersama al-Nadr b.al-Harith untuk mencari pertanyaan yang sulit yang akan ditanyakan kepada Nabi dengan tujuan untuk men-test apakah Muhammad benar-benar seorang Nabi.

Berikut kutipan dari Sirat Rasul Allah (Ibn Ishaq):
Sewaktu Al-Nadr berkata kepada mereka, mereka mengirim dia dan Uqba b.Abu Mu’ayt ke suku Yahudi yang ada di Medina dan berkata kepada mereka, “Tanyakan kepada mereka mengenai Muhammad; beri gambaran tentang Muhammad kepada mereka dan apa yang dia katakan, karena mereka adalah orang-orang pertama yang menerima kitab suci dan mempunyai pengetahuan yang kitahu tidak tahu mengenai nabi-nabi.” Mereka membawa pesannya, dan berkata kepada rabi yahudi, “Kamu adalah orang pemilik Taurat, dan kami telah kepadamu supaya kamu bisa mengatkan kepada kami bagaimana kami harus menghadapi seorang (Muhammad) dari suku kami” Rabi itu berkata, “Tanyakan pada dia tentang tiga hal yang akan kami beritahu padamu; jika dia memberi jawaban yang benar maka dia adalah benar-benar seorang Nabi, tapi jika tidak maka dia adalah penipu, jadi pikirkanlah sendiri pendapatmu mengenai dia. Tanyakan pada dia apa yang terjadi pada anak-anak muda yang hilang pada jaman dulu, karena mereka mempunyai cerita yang menakjubkan. Tanyakan pada dia mengenai seorang pengelana hebat yang mencapai kedua batas Timur dan Barat. Tanyakan pada dia mengenai apakah jiwa/spirit itu. Jika dia dapat memberikan jawabannya, maka ikutilah dia, karena dia adalah seorang Nabi. Jika tidak, maka dia adalah seorang pembual dan perlakukan dia sesukamu.” Kedua orang itu kemudian kembali ke Mekah menemuia orang-orang Quraisy dan mengatakan kepada mereka bahwa mereka sudah mempunya cara yang pasti dalam mengahadpi Muhammad, dan juga tentang tiga pertanyaan yang diberikan oleh rabi yahudi..

Mereka menemui Nabi dan meminta dia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Nabi berkata kepada mereka “Saya akan beri jawaban besok,” tetapi dia tidak mengatakan “dengan ijin Allah”. Kemudian mereka pergi; dan Nabi, seperti yang mereka katakan, menunggu selama 15 hari tanpa mendapat wahyu dari Allah mengenai hal ini, tidak juga Gabriel datang kepadanya, sehingga orang-orang Mekah mulai menyebarkan laporan-laporan jahat, yang mengatakan “Muhammad berjanji kepada kami akan memberi jawaban besok, dan sekarang adalah hari kelima belas kami menunggu tanpa jawaban.” Keterlambatan ini menyebabkan kesedihan yang mendalam pada Nabi, sampai dengan Gabril memberikan Nabi Surat-18 (Al-Kahfi, Cave), dimana Gabriel menegur mengenai kesedihan Nabi, dan mengatakan pada Nabi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mereka, tentang anak-anak muda, pengelana besar dan spirit.

versi bahasa Inggrisnya:
When Al-Nadr said that to them, they sent him and `Uqba b. Abu Mu`ayt to the Jewish rabbis in Medina and said to them, 'Ask them about Muhammad; describe him to them and tell them what he says, for they are the first people of the scriptures and have knowledge which we do not possess about the prophets.' They carried out their instructions, and said to the rabbis, 'You are the people of the Taurat, and we have come to you so that you can tell us how to deal with this tribesman of ours.' The rabbis said, 'Ask him about three things of which we will instruct you; if he gives you the right answer then he is an authentic prophet, but if he does not, then the man is a rogue, so form your own opinion about him. Ask him what happened to the young men who disappeared in ancient days, for they have a marvellous story. Ask him about the mighty traveller who reached the confines of both East and West. Ask him what the spirit is. If he can give you the answer, then follow him, for he is a prophet. If he cannot, then he is a forger and treat him as you will.' The two men returned to Quraysh at Mecca and told them that they had a decisive way of dealing with Muhammad, and they told them about the three questions.
They came to the apostle and called upon him to answer these questions. He said to them, 'I will give you your answer tomorrow,' but he did not say, 'if God will.' So they went away; and the apostle, so they say, waited for fifteen days without a revelation from God on the matter, nor did Gabriel come to him, so that the people of Mecca began to spread evil reports, saying, 'Muhammad promised us an answer on the morrow, and today is the fifteenth day we have remained without an answer.' This delay caused the apostle great sorrow, until Gabriel brought him the Chapter of The Cave, in which he reproaches him for his sadness, and told him the answers of their questions, the youths, the mighty traveller, and the spirit.


Seperti Al-Nadr, Uqba juga tidak percaya Nabi Muhammad dan seperti diceritakan bahkan pernah menaruh kotoran domba di kepala Nabi pada waktu Nabi sembahyang. :lol: Nabi menganggap dia sebagai musuh Allah dan Nabi dan memerintahkan Ali untuk membunuhnya.
Pembunuhan Abu Afak

Setelah Nabi tiba di Medina (th 622), nenerapa orang lokal mulai tidak menyukai Nabi. Banyak dari mereka adalah orang Yahudi, beberapa lagi orang pagan arab. Salah satu penentang Nabi adalah Abu Afak, kakek tua berumur 120 tahun. Kejahatan Afak adalah menghasut supaya orang-orang Medina meninggalkan Nabi.

Berikut petikan cerita ini dari Sirat RasulAllah (Ibn. Ishaq),
Abu Afak adalah salah satu dari B.Amr.b.Auf yang merupakan klan b.Ubayda. Dia menunjukkan ketidaksukaannya pada waktu Nabi membunuh al-Harith b. Suwaydb.Samit dan berkata:
“Telah lama saya hidup tapi belum pernah saya melihat
Sekelompok/sekumpulan orang-orang
Yang lebih loyal/setia pada tugas-tugasnya
Dan sekutu-sekutu mereka pada waktu dipanggil
Daripada anak-anak Qayla pada waktu mereka berkumpul,
Orang-orang yang membuang gunung-gunung dan tidak pernah tunduk
Seorang pengendara yang datang membelah mereka dalam dua bagian (dengan berkata)
“Diijinkan”, “dilarang”, atau hal-hal semacam itu.
Seandainya kamu percaya pada kejayaan atau jabatan raja
Kamu pasti telah mengikuti Tubba.
[catatan: Tubba adalah penguasa Yemen yang menyerang daerah ini yang sekarang dikenal dengan Arab Saudi; Orang Qaylites menolak mereka]

Nabi berkata, “Siapa yang akan menangani orang ini untuk saya?” Saat itu Salim b.Umayr, saudara dari B.Amr b.Auf, salah seorang “weepers”, pergi dan membunuhnya. Umama b.Muzayriya berkata mengenai hal ini:

Kamu berbohong kepada agama Allah dan pada orang bernama Ahmad (Muhammad)
Dengan dia yang merupakan ayahmu, kejahatan adalah anak yang dihasilkan!
Seorang “Hanif” menusukmu pada malam hari dengan berkata
“Bunuh itu Abu Afak tanpa melihat usia tuamu!”
Meskipun saya tahu apakah it manusia atau jin
Yang membunuhmu pada malam buta (Akan saya katakan tidak tahu).

versi bahasa Inggrisnya:
Abu Afak was one of the B. Amr b. Auf of the B. Ubayda clan. He showed his disaffection when the apostle killed al-Harith b. Suwayd b. Samit and said:
"Long have I lived but never have I seen
An assembly or collection of people
More faithful to their undertaking
And their allies when called upon
Than the sons of Qayla when they assembled,
Men who overthrew mountains and never submitted,
A rider who came to them split them in two (saying)
"Permitted", "Forbidden", of all sorts of things.
Had you believed in glory or kingship
You would have followed Tubba.
The apostle said, "Who will deal with this rascal for me?" Whereupon Salim b. Umayr, brother of B. Amr b. Auf, one of the "weepers", went forth and killed him. Umama b. Muzayriya said concerning that:
You gave the lie to God's religion and the man Ahmad! [Muhammad]
By him who was your father, evil is the son he produced!
A "hanif" gave you a thrust in the night saying
"Take that Abu Afak in spite of your age!"
Though I knew whether it was man or jinn
Who slew you in the dead of night (I would say naught).


Berikut petikan dari Kitab Al Tabaqat Al Kabir (Book of The Major Classes, Vol-2) oleh IBN SA'D

Kemudian terjadi serangan oleh Salim Ibn Umayr al Amri terhadapa Abu Afak, Yahudi, dalam bulan Shawwal pada permulaan bulan kedua-puluh dari Hijrah Rasul Allah. Abu Afak adalah dari Banu Amr Ibn Awf, dan adalah seorang tua yang telah berusia 120 tahun. Dia seorang yahudi, dan biasa menghasut orang-orang untuk melawan Nabi, dan menyusun sajak-sajak ejekan tentang Muhammad.

Salim Ibn Umayr yang merupakan seoarang “weepers” (orang yang ditugasi berpura-pura menangis dalam suatu upacara?) yang handal dan yang ikut perang Badr, berkata, “Saya bersumpah bahwa saya akan membunuh Abu Afak atau mati sebelum dia”. Dia menunggu kesempatan sampai suautu malam yang panas datang, dan Abu Afak tidur ditempat terbuka. Salim Ibn Umayr tmengetahui itu, maka dia tancapkan pedangnya di hatinya dan menekannya sampai menembus tempat tidurnya. Musuh Allah berteriak dan orang-orang yang merupakan pengikutnya berlari kearah dia, membawanya ke rumahnya dan menguburkannya.



Pembunuhan Asma' Bint Marwan

Pembunuhan Asma Bint Marwan (perempuan) terjadi setelah terbunuhnya Abu Afak. Dia juga dibunuh pada pada malam hari pada waktu sedang tidur.

Berikut kutipan dari Sirat Rasul Allah:

Dia adalah dari B.Umayya b.Zaid. Pada waktu Abu Afak telah dibunuh dia menjukan ketidak senangannya. Abdullah b. al-Harith b. Al-Fudayl dari ayahnya berkata bahwa dia menikah dengan ornag dari B.Khatma yang bernama Yazid b. Zayd. Menyalahkan Islam dan pengikutnya dia mengatakan:
Saya membenci B. Malik dan al-Nabit
Dan Auf dan B. al-Khazraj.
Kamu mematuhi orang asing yang bukan apa-apamu
Bukan seorang Murad atau Madhhij. {1}
Apakah kamu mangharapkan kebaikan dari dia seelah membunuh pemimpinmu
Seperti orang lapar yang menunggu daging yang dimasak ?
Bukankah orang yang tidak punya harga diri yang menyerang dia dengan tiba-tiba
Dan memutuskan harapan orang-orang yang menggantungkan semuanya dari dia?

Hassan b. Thabit menjawabnya:

Banu Wail dan B. Waqif dan Khatma
Adalah lebih rendah dari B. al-Khazrahj.
Pada waktu dia meratapi kesedihannya (?) dalam tangisnya
Karena kematian akan datang
Dia menghina orang dari asal yang gemilang
Mulia dalam kepergian dan kedatangannya
Sebekum tengah malam dia mewarnainya dalam darahnya
Dan karena itu tidak ada kesalahan

Pada waktu Rasul Allah mendengar apa yang dia (Asma) katakan, dia berkata, “Siapa yang akan meningkirkan anak Marwan dari saya?” Umayr b Adiy al-Khatmi yang bersama dia mendengarnya, dan pada malam itu juga dia pergi ke rumahnya dan membunuhnya. Pagi harinya dia datang menemui Rasul dan mengatkan padanya apa yang telah dia lakukan dan dia (Muhammad) berkata, “Kamu telah menolong Allah dan Rasulnya, O Umayr!” Sewaktu dia bertanya apakah dia harus menanggung perbuatannya Nabi berkata, “dua ekor kambing tidak akan beradu kepala mengenai dia”, maka Umayr kembali ke orang-orangnya.

Hari itu ada keributan diantara B.Khatma mengenai kejadian yang menimpa bint (anak perempuan) Marwan. Dia hidup dengan lima anak laki-laki, dan pada waktu Umayr pergi ke mereka setelah bertemu Rasul dia berkata,”Say telah membunuh bint Marwan, O anak-anak Khatma. Tahan saya kalau kamu bisa; jangan membuat saya menunggu.” Itu adalah ahri pertama Islam menjadi berkuasa atas orang-orang B.Khatma; sebelum itu mereka yang muslim menembunyikan kepercayaannya. Salah satu dari mereka yang menerima Islam adalah Umayr b Adiy yang dipanggil sebagai “Pembaca”, dan Abdullah b. Aus dan Khuzayma b.Thabit. Pada hari setela Bint Marwan dibunuh laki-laki B.Khatma menjadi muslim karena mereka melihta kekuatan Islam.
(Catatan{1}: Murad atau Madhhij adalah suku Arab yang berasal dari Yemen.)

versi bahasa Inggrisnya:
She was of B. Umayyya b. Zayd. When Abu `Afak had been killed she displayed disaffection. `Abdullah b. al-Harith b. Al-Fudayl from his father said that she was married to a man of B. Khatma called Yazid b. Zayd. Blaming Islam and its followers she said:

I despise B. Malik and al-Nabit
and `Auf and B. al-Khazraj.
You obey a stranger who is none of yours,
One not of Murad or Madhhij. {1}
Do you expect good from him after the killing of your chiefs
Like a hungry man waiting for a cook's broth?
Is there no man of pride who would attack him by surprise
And cut off the hopes of those who expect aught from him?
Hassan b. Thabit answered her:
Banu Wa'il and B. Waqif and Khatma
Are inferior to B. al-Khazrahj.
When she called for folly woe to her in her weeping,
For death is coming.
She stirred up a man of glorious origin,
Noble in his going out and in his coming in.
Before midnight he dyed her in her blood
And incurred no guilt thereby.
When the apostle heard what she had said he said, "Who will rid me of Marwan's daughter?" `Umayr b. `Adiy al-Khatmi who was with him heard him, and that very night he went to her house and killed her. In the morning he came to the apostle and told him what he had done and he said, "You have helped God and His apostle, O `Umayr!" When he asked if he would have to bear any evil consequences the apostle said, "Two goats won't butt their heads about her", so `Umayr went back to his people.
Now there was a great commotion among B. Khatma that day about the affair of bint [daughter of] Marwan. She had five sons, and when `Umayr went to them from the apostle he said, "I have killed bint Marwan, O sons of Khatma. Withstand me if you can; don't keep me waiting." That was the first day Islam became powerful among B. Khatma; before that those who were Muslims concealed the fact. The first of them to accept Islam was `Umayr b. `Adiy who was called the "Reader", and `Abdullah b. Aus and Khuzayma b. Thabit. The day after Bint Marwan was killed the men of B. Khatma became Muslims because they saw the power of Islam.
{1} The note reads "Two tribes of Yamani origin."


Ibn Sa`d's Kitab al-Tabaqat al-Kabir, translated by S. Moinul Haq, volume 2,

Kemudian terjadi serangan Umayr ibn Adi Ibn Kharashah al-Khtami melawan Asma Bint Marwan, dari Banu Umayyah Ibn Zaid, sewaktu tinggal lima malam sebelum Ramadan, pada awal bulan kesembilan belas setelah hijrah Rasul Allah. Asma adalah istri Yazid Ibn Zayd ibn Hisn al-Khatmi. Dia biasa menghina Islam dan Nabi dan menghasut orang untuk melawan Nabi. Dia menulis sajak-sajak. Umayr ibn Adi datang kepadanya pada malam hari dan masuk kedalam rumahnya. Anak-anak Asma sedang tidur disamping dia. Disitu ada satu anak yang sedang dia susui. Dia mnecari Asma dengan tanganya karena dia buta, dan memisahkan anak-anak dari ibunya. Dia tusukkan pedangnya didada Asma sampai menembus punggungnya. Kemudian dai melakukan sholat subuh bersama Nabi di Medina. Rasul Allah berkata padanya:”Apakah kamu telah membunuh anak Marwan?” Dia berkata:”Ya. Adakah hal lain lagi yang harus saya kerjakan”? Dia (Muhammad) berkata:”Tidak. Dua kambing akan beradu kepala mengenai dia” Ini adalah kata pertama yang didengar dari Rasul Allah. Rasul Allah memanggilnya “Umays, “basir” (yang melihat).
versi bahasa Inggrisnya:
Then (occurred) the sariyyah of `Umayr ibn `Adi Ibn Kharashah al-Khatmi against `Asma' Bint Marwan, of Banu Umayyah Ibn Zayd, when five nights had remained from the month of Ramadan, in the beginning of the nineteenth month from the hijrah of the apostle of Allah. `Asma' was the wife of Yazid Ibn Zayd Ibn Hisn al-Khatmi. She used to revile Islam, offend the prophet and instigate the (people) against him. She composed verses. Umayr Ibn Adi came to her in the night and entered her house. Her children were sleeping around her. There was one whom she was suckling. He searched her with his hand because he was blind, and separated the child from her. He thrust his sword in her chest till it pierced up to her back. Then he offered the morning prayers with the prophet at al-Medina. The apostle of Allah said to him: "Have you slain the daughter of Marwan?" He said: "Yes. Is there something more for me to do?" He [Muhammad] said: "No. Two goats will butt together about her. This was the word that was first heard from the apostle of Allah. The apostle of Allah called him `Umayr, "basir" (the seeing).


Pembunuhan Musuh-musuh Nabi di Mekah

Berikut tulisan Haekal dalam Sejarah Hidup Nabi, setelah Nabi mengalahkan Mekah.

Kemudian ia bertanya kepada mereka:
"Orang-orang Quraisy. Menurut pendapat kamu, apa yang akan kuperbuat terhadap kamu sekarang?"

"Yang baik-baik. Saudara yang pemurah, sepupu yang pemurah." jawab mereka.

"Pergilah kamu sekalian. Kamu sekarang sudah bebas!" katanya.

Dengan ucapan itu maka kepada Quraisy dan seluruh penduduk Mekah ia telah memberikan pengampunan umum (amnesti).


Alangkah indahnya pengampunan itu dikala ia mampu! Alangkah besarnya jiwa ini, jiwa yang telah melampaui segala kebesaran, melampaui segala rasa dengki dan dendam di hati! Jiwa yang
telah dapat menjauhi segala perasaan duniawi, telah mencapai segala yang diatas kemampuan insani! Itu orang-orang Quraisy, yang sudah dikenal betul oleh Muhammad, siapa-siapa mereka
yang pernah berkomplot hendak membunuhnya, siapa-siapa yang telah menganiayanya dan menganiaya sahabat-sahabatnya dahulu, siapa-siapa yang memeranginya di Badr dan di Uhud, siapa yang dahulu mengepungnya dalam perang Khandaq? Dan siapa-siapa yang telah menghasut orang-orang Arab semua supaya melawannya, dan siapa pula, kalau berhasil, yang akan membunuhnya, akan mencabiknya sampai berkeping-keping kapan saja kesempatan itu ada!? Mereka itu, orang-orang Quraisy itu sekarang dalam genggaman tangan Muhammad, berada di bawah telapak kakinya. Perintahnya akan segera dilaksanakan terhadap mereka itu. Nyawa mereka semua kini tergantung hanya di ujung bibirnya dan pada wewenangnya atas ribuan balatentara yang bersenjatakan lengkap, yang akan dapat mengikis habis Mekah dengan seluruh penduduknya dalam sekejap mata!

“Tetapi Muhammad, tetapi Nabi, tetapi Rasulullah, bukanlah manusia yang mengenal permusuhan, atau yang akan membangkitkan permusuhan di kalangan umat manusia! Dia bukan seorang tiran, bukan mau menunjukkan sebagai orang yang berkuasa. Tuhan telah memberi keringanan kepadanya dalam menghadapi musuh, dan dalam kemampuannya itu ia memberi pengampunan.
Last edited by suara_hati on Sat Mar 22, 2008 8:35 pm, edited 1 time in total.
suara_hati
Posts: 199
Joined: Fri Feb 01, 2008 11:13 pm

RENUNGAN ISLAM-DULU SEBELUM MURTAD (4/5B)

Post by suara_hati »

(Bagian 4/5b)

KEADILAN HUKUMAN NABI

Aa Gym dalam khotbahnya berkata:

Salam sejahtera kepada penghulu segenap makhluk yang paling mulia, rakhmat bagi semesta alam, manusia paling sempurna, paling suci, dan penyempurna revolusi zaman, dialah Muhammad SAW. Dialah nabi paling pemurah, paling peramah, penuh kharisma dan kewibawaan, kesantunan, serta bergelar khatamul anbiya. Dialah jalan terang bagi gelapnya kehidupan dengan kesemarakan akhlaknya yang mulia, itulah puncak dari kebesaran dan kesempurnaannya sehingga beroleh gelar Al Amin (yang dipercaya).

Waktu mendengar khotbah Aa Gym mengenai kemuliaan Nabi saya percaya karena itulah memang pemahaman saya, meskipun waktu itu saya tidak tahu apa-apa mengenai Nabi selain yang saya dengar. Kalau saya dengar yang tidak sesuai dengan pemahaman saya akan Nabi, saya akan bilang bahwa itu ngawur.

Berikut adalah salah satu contoh yang diberikan Nabi dalam menerapkan hukuman yang adil.

Hadiths Bukhari, Volume 4, Book 52, Number 261:
Dinarasikan oleh Anas bin Malik
Sekelompok orang yang terdiri dari 8 laki-laki dari suku Ukl datang menemui Nabi dan kemudian mereka merasa iklim di Medina tidak sesuai dengan mereka. Maka, kata mereka, “O Rasul Allah! Beri kami susu.” Rasul berkata, “Saya sarankan kamu bergabung dengan pengembala unta” Maka mereka pergi dan minum kencing unta-unta itu (sebagai obat) sampai mereka sehat dan gemuk. Kemudian mereka membunuh pengembala unta itu dan membawa lari unta-untanya, dan mereka menjadi murtad (meninggalkan islam)setelah sebelumnya memeluk islam. Pada waktu Nabi diberi tahu dengan teriakan minta tolong, dia mengirim beberapa orang untuk mengejarnya, dan sebelum matahari naik tinggi, mereka diketemukan, dan Nabi memerintahkan tangan-tangan dan kaki mereka dipoting. Kemudian beliau memerintahkan untuk mencungkil mata mereka dengan paku yang dipanaskan, dan mereka ditinggalkan di Harra (yaitu tanah berbatu di Medina). Mereka minta air, dan tidak seorangpun memberikan mereka air sampai mereka mati (Abu Qilaba berkata, “mereka bersalah melakukan pembunuhan dan pencurian dan melawan Allah dan Rasulnya, dan menyebarkan kejahatan di dunia)

versi bahasa Inggrisnya:
Narrated Anas bin Malik:
A group of eight men from the tribe of 'Ukil came to the Prophet and then they found the climate of Medina unsuitable for them. So, they said, "O Allah's Apostle! Provide us with some milk." Allah's Apostle said, "I recommend that you should join the herd of camels." So they went and drank the urine and the milk of the camels (as a medicine) till they became healthy and fat. Then they killed the shepherd and drove away the camels, and they became unbelievers after they were Muslims. When the Prophet was informed by a shouter for help, he sent some men in their pursuit, and before the sun rose high, they were brought, and he had their hands and feet cut off. Then he ordered for nails which were heated and passed over their eyes, and whey were left in the Harra (i.e. rocky land in Medina). They asked for water, and nobody provided them with water till they died (Abu Qilaba, a sub-narrator said, "They committed murder and theft and fought against Allah and His Apostle, and spread evil in the land.")

(Lihat juga Bukhari Vol 2, #577, 5-505, 7-623 dan 8-797.

Cerita yang sama dapat dibaca di hadiths Muslim berikut

Hadiths Muslims, Book 016, Number 4131:
Anas reported: Eight men of the tribe of 'Ukl came to Allah's Messenger (may peace be upon him) and swore allegiance to him on Islam, but found the climate of that land uncogenial to their health and thus they became sick, and they made complaint of that to Allah's Messenger (may peace be upon him), and he said: Why don't you go to (the fold) of our camels along with our shepherd, and make use of their milk and urine. They said: Yes. They set out and drank their (camels') milk and urine and regained their health. They killed the shepherd and drove away the camels. This (news) reached Allah's Messenger (may peace be upon him) and he sent them on their track and they were caught and brought to him (the Holy Prophet). He commanded about them, and (thus) their hands and feet were cut off and their eyes were gouged and then they were thrown in the sun, until they died.

This hadith has been narrated on the authority of Ibn al-Sabbah with a slight variation of words.

(juga Hadiths Muslim Book 016, Number 4132, 4130)

Saya tidak bisa percaya bahwa Nabi Muhammad yang dalam pemahaman saya selama ini sangat mulia, bisa berbuat sekejam ini. Para pencuri itu (8 orang itu), yang murtad, yang membunuh penggembala unta miliknya, harus dihukum dengan cara seperti itu. Saya baca di beberapa tulisan lain bahwa semua ini adalah hukuman yang setimpal karena diceritakan bahwa pencuri itu juga mencungkil mata penggembala itu. Kalaupun penggembala itu begitu kejam, apakah Nabi perlu melakukan hal yang sama atau bahkan lebih kejam dari itu. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana penyiksaan yang dialami oleh orang-orang ini, yang matanya dicungkil, tangan dan kakinya dipotong, kemudian dijemur di panas matahari, dan tidak diberi air menjelang ajalnya meskipun telah meminta. Dan semua ini dilakukan atas perintah Nabi?

Berkaitan dengan kejadian ini, maka turunlah ayat Quran S 5:33-34 dimana Allah menyatakan hukuman apa yang perlu diberikan kepada para musuh Allah dan RasulNya dan bagi orang yang membuat kerusakan di muka bumi.

(5:33) Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar, (34)kecuali orang-orang yang tobat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Saya tidak bisa memahami bahwa Allah menurunkan ayat seperti ini yang memerintahkan umatnya untuk memberi balasan sekejam itu. Bukankah Allah akan menghukum dosa manusia dengan siksa neraka yang digambarkan begitu menakutkan? Mengapa Allah harus memerintahkan manusia untuk menghukum manusia lain dengan cara seperti itu? Didalam ayat itu disebutkan bahwa jenis hukumannya hanyalah sbb :
a) Dibunuh
b) Disalib
c) Dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik
d) Dibuang dari negeri tempat kediamannya.

Perhatikan bahwa ayat tsb tidak menyatakan adanya penyiksaan dengan mencungkil mata dan dijemur di panas matahari sampai mati tanpa diberi minum? Hukuman yang diperintahkan Nabi bahkan melebihi kekejaman hukuman yang ditetapkan Allah?

Ibn Kathir dalam tafsir Quran menjelaskan bahwa ayat ini pada awalnya turun berkaitan dengan kejadian diatas. Berikut kutipannya:

<Allah>(34 akhir) diturunkan berkaitan dengan idolators/orang kafir. Karena itu Ayat ini menetapkan bahwa, siapapun diantara mereka yang bertobat sebelum kamu menangkap mereka, maka kamu tidak memilik hak untuk menghukum mereka. Ayat ini tidak menyelamatkan muslim dari hukuman jika dia membunuh, menyebabkan kerusakan dimuka bumi atau mengadakan perang terhadap Allah dan RasulNya dan bergabung dengan orang-orang kafir, sebelum mereka mampu menangkap mereka. Dia masih syah untuk dihukum karena perbuatan kriminal yang dilakukan. “Abu Dawud dan An-Nasai mencata bahwa Ikrimah berkata bahwa Ibn Abas berkata bahwa Ayat:

<pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi…) diturunkan berkaitan dengan idolators, siapa saja diantara mereka yang bertobat sebelum ditangkap, mereka masih syah untuk dihukum atas perbuatan kriminal yang dilakukan. Pendapat yang benar adalah bahwa ayat ini mempunyai arti secara umum dan mencakup idolators dan semua yang bersalah melakukan perbuatan kriminal yang disebutkan dalam ayat ini. Al-Bukhari dan Muslim mencatat bahwa Abu Qilabah Abdullah bin Zayd Al-Jarmi, berkata bahwa Anas bin Malik berkata, “Delapan orang dari suku Ukl datang kepada Rasul Allah dan menyatakan masuk Islam. Iklim di Medina tidak sesuai bagi mereka dan mereka menjadi sakit dan mengeluh kepada Rasul Allah. Maka dia berkata…

<Pergi> Maka mereka pergi seperti disarankan dan setelah mereka meminum susu dan kencing unta, mereka menjadi sehat, dan mereka membunuh penggembala itu dan melarikan unta-untanya. Beritanya sampai kepada Nabi dan dia mengirim orang untuk mencari dan mereka tertangkap. Dia kemudian memerintahkan tangan dan kaki mereka (dan itu sudah dilakukan), dan mata mereka dicungkil dengan sepotong besi panas. Selanjutnya mereka dijemu di matahari sampai mereka mati.” Ini adalah kata-kata Muslim. Di narasi lain dalam Hadiths ini, disebutkan bahwa mereka ini berasal dari suku Ukl atau Uraynah. Narasi lainnya melaporkan bahwa orang-orang ini dijemur di area Harra (di Medina) dan waktu mereka minta minum, tidak ada air yang diberikan kepada mereka.
Allah berkata…

<mereka>
versi bahasa Inggrisnya:
<Allah is Of-Forgiving, Most Merciful,) "Were revealed about the idolators. Therefore, the Ayah decrees that, whoever among them repents before you apprehend them, then you have no right to punish them. This Ayah does not save a Muslim from punishment if he kills, causes mischief in the land or wages war against Allah and His Messenger and then joins rank with the disbelievers, before the Muslims are able to catch him. He will still be liable for punishment for the crimes he committed." Abu Dawud and An-Nasa'i recorded that `Ikrimah said that Ibn `Abbas said that the Ayah…

<The> "Was revealed concerning the idolators, those among them who repent before being apprehended, they will still be liable for punishment for the crimes they committed." The correct opinion is that this Ayah is general in meaning and includes the idolators and all others who commit the types of crimes the Ayah mentioned. Al-Bukhari and Muslim recorded that Abu Qilabah `Abdullah bin Zayd Al-Jarmi, said that Anas bin Malik said, "Eight people of the `Ukl tribe came to the Messenger of Allah and gave him their pledge to follow Islam. Al-Madinah's climate did not suit them and they became sick and complained to Allah's Messenger. So he said…
<Go> So they went as directed, and after they drank from the camels' milk and urine, they became healthy, and they killed the shepherd and drove away all the camels. The news reached the Prophet and he sent (men) in their pursuit and they were captured. He then ordered that their hands and feet be cut off (and it was done), and their eyes were branded with heated pieces of iron. Next, they were put in the sun until they died." This is the wording of Muslim. In another narration for this Hadith, it was mentioned that these people were from the tribes of `Ukl or `Uraynah. Another narration reported that these people were put in the Harrah area (of Al-Madinah), and when they asked for water, no water was given to them. Allah said…
<they>

Tafsir al-Jalalayn menyatakan hal berikut:

Hal berikut diturunkan sewaktu orang Arniyyun datang ke Medina menderita semacam penyakit dan Nabi memberikan mereka ijin untuk pergi dan memmeinum dari susu dan kencing unta. Saat mereka merasa sehat mereka membunuh penggembala Nabi dan mencuri unta-untanya. Sesungguhnya satu-satunya pembalasan bagi mereka yang melawan Allah dan RasulNya, dengan bertempur melawan muslim, dan berbuat kecurangan/korupsi dimuka bumi, dengan tiba-tiba (waylaying?), adalah bahwa mereka harus dibunuh, atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, yaitu tangan kanan mereka dengan kaki kiri, atau diusir dari tanah kediamannya (kata “atau” disini menunujukkan penerpan yang berbeda untuk tiap-tiap kasus; jadi, hukuman mati adalah untuk mereka yang hany membunuh; hukuman salib adalah untuk mereka yang membunuh dan mencuri; hukuman potong tangan dan kaki adalah untuk mereka yang mencuri tapi tidak membunuh; sedangkan hukuman diusir adalah untuk mereka ynag memiliki ancaman – hal ini dinyatakan oleh Ibn Abbas dan merupakan pendapat al-Shafii; Yang lebih kuat dari dua opini (al-shaffi) ini adalah bahwa penyaliban harus dilakukan untuk tiga hari setelah kematian pembunuh itu, atau juga dikatakan stidak lama sebelm dia dibunuh. Berkaitan dengan pengusiran adalah mencakup hukuman yang sama, seperti kurungan dan sejenisnya. Hukuman yang dinyatakan ini, adalah untuk penghinaan mereka di dunia; dan di akhirat mereka akan mendapat siksaan yang berat yaitu siksa api neraka.
versi bahasa Inggrisnya:
The following was revealed WHEN the 'Arniyyūn came to Medina suffering from some illness, and the Prophet (s) gave them permission to go and drink from the camels' urine and milk. Once they felt well they slew the Prophet's shepherd and stole the herd of camels: Truly the only requital of those who fight against God and His Messenger, by fighting against Muslims, and hasten about the earth to do corruption there, by waylaying, is that they shall be slaughtered, or crucified, or have their hands and feet cut off on opposite sides, that is, their right hands and left feet, or be banished from the land (the aw, 'or', is [used] to indicate the [separate] application of [each of] the cases [listed]; thus, death is for those that have only killed; crucifixion is for those that have killed and stolen property; the cutting off [of limbs on opposite sides] is for those that have stolen property but have not killed; while banishment is for those that pose a threat - this was stated by Ibn 'Abbās and is the opinion of al-Shāfi'ī; the more sound of his [al-Shāfi'ī's] two opinions is that crucifixion should be for three days after [the] death [of the killer], or, it is also said, shortly before [he is killed]; with banishment are included similar punishments, such as imprisonment and the like. That, mentioned requital, is a degradation, a humiliation, for them in this world; and in the Hereafter theirs will be a great chastisement, namely, the chastisement of the Fire.

Dalam Hadiths Abu Dawud dinyatakan bahwa Allah menegur Nabi atas hukuman yang dijatuhkan kepada kedelapan orang dari suku Ukl tsb dan Allah kemudian menurunkan ayat (5:33-34). Kutipannya:

Book 38, Number 4357:
Dinarasikan olah AbuzZinad:
Pada waktu Rasul Allah mmotong (tangan dan kaki) mereka yang mencuri unta-untanya dan mencungkil mata mereka (dengan besi yang dipanaskan), Allah menegur dia atas tindakan itu, dan Allah meurubkan: Hukuman untuk mereka yang melawan Allah dan RasulNya dan melakukan kerusakan dimuka bumi adalah eksekusi atau penyaliban.”

versi bahasa Inggrisnya:
Narrated AbuzZinad:
When the Apostle of Allah (peace_be_upon_him) cut off (the hands and feet of) those who had stolen his camels and he had their eyes put out by fire (heated nails), Allah reprimanded him on that (action), and Allah, the Exalted, revealed: "The punishment of those who wage war against Allah and His Apostle and strive with might and main for mischief through the land is execution or crucifixion."

Book 38, Number 4356:
Dinarasikan oleh Abdullah Ibn Umar:
Beberapa orang mengendarai unta-unta Nabi, membawa lari,m dan kemudian murtad. Mereka membunuh penggembala milik Nabi yang seorang muslim. Dia (Nabi_ mengirim orang untuk mencari mereka dan mereka tertangkap. Dia meotong tangan dan kaki mereka, dan mencukil mata mereka. Ayat berkaitan dengan perang melawan Allah dan RasukNya kemudian diturunkan. Mereka ini orang-orang yang dikatakan oleh Ana Ibn Malik kepada al Hajjaj pada waktu dia bertanya kepadanya.

versi bahasa Inggrisnya:
Narrated Abdullah ibn Umar:
Some people raided the camels of the Prophet (peace_be_upon_him), drove them off, and apostatised. They killed the herdsman of the Apostle of Allah (peace_be_upon_him) who was a believer. He (the Prophet) sent (people) in pursuit of them and they were caught. He had their hands and feet cut off, and their eyes put out. The verse regarding fighting against Allah and His Prophet (peace_be_upon_him) was then revealed. These were the people about whom Anas ibn Malik informed al-Hajjaj when he asked him.


(...DILANJUTKAN KE 5/5)
suara_hati
Posts: 199
Joined: Fri Feb 01, 2008 11:13 pm

RENUNGAN ISLAM - DULU SEBELUM MURTAD (5/5)

Post by suara_hati »

(Bagian 5/5)

NASIKH MANSUKH DALAM AL-QUR'AN

Dalam S 2:106, Quran secara jelas menyatakan:
Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?

Nask secara umum berarti pembatalan, penghapusan, pemindahan dan pengubahan. Kata arab “Nasikh” berarti ayat yang mengantikan/menghapus dan “Mansukh” berarti ayat yang diganti/ dihapus.

Pada waktu saya membaca ayat ini, saya bertanya-tanya mengapa Allah melakukan ini? Bukankah dinyatakan dalam Quran bahwa Quran adalah “Nazil” atau kitab yang diturunkan dari surga tanpa campur tangan manusia. Bukankah adanya Naskh dalam Quran mengandung arti bahwa Quran sebagai kitab yang tersimpan di dalam Lohmahfuz yang selalu dipelihara/dijaga juga memiliki ayat-ayat nasikh dan mansukh?

Bukankah Allah menyatakan bahwa tidak ada perubahan dalam kalimat-kalimat Allah seperti yang ada dalam
(S 10:64)
Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.

(Ibn Kathir) For them is good news, in the life of the present world, and in the Hereafter. No change can there be in the Words of Allah. This is indeed the supreme success.)

(Yusuf Ali): For them are glad tidings, in the life of the present and in the Hereafter; no change can there be in the words of Allah. This is indeed the supreme felicity.

(Pickthal): Theirs are good tidings in the life of the world and in the Hereafter - There is no changing the Words of Allah - that is the Supreme Triumph.

(Shakir): They shall have good news in this world's life and in the hereafter; there is no changing the words of Allah; that is the mighty achievement.

(Catatan, dalam terjemahan Indonesia, ada sisipan kata “(janji-janji)” setelah kata “kalimat-kalimat”. Sisipan ini merupakan tambahan dari penterjemahnya dan tidak dijumpai dalam Quran Arab. Berbagai penterjemah Quran bisa memiliki sisipan yang berbeda-beda dalam suatu ayat sesuai interpretasinya)

Atau yang juga dinyatakan dalam (S 6:34) berikut:
Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Tak ada seorang pun yang dapat merubah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu.

(Ibn Kathir) Verily, (many) Messengers were denied before you, but with patience they bore the denial, and they were hurt, till Our help reached them, and none can alter the Words of Allah. Surely, there has reached you the information about the Messengers (before you)

(Yusuf Ali) Rejected were the messengers before thee: with patience and constancy they bore their rejection and their wrongs, until Our aid did reach them: there is none that can alter the words (and decrees) of Allah. Already hast thou received some account of those messengers.

(Pickthal): Messengers indeed have been denied before thee, and they were patient under the denial and the persecution till Our succour reached them. There is none to alter the decisions of Allah. Already there hath reached thee (somewhat) of the tidings of the messengers (We sent before).

(Shakir): And certainly messengers before you were rejected, but they were patient on being rejected and persecuted until Our help came to them; and there is none to change the words of Allah, and certainly there has come to you some information about the messengers.

Jadi (S 10:64, 6:34) menyatakan bahwa “tidak ada perubahan dalam kalimat-kalimat Allah” sedangkan (S 2:106) menyatakan sebaliknya? (bahkan Allah membuat beberapa ayat untuk dilupakan?)

Mengapa Allah perlu mengganti/merubah/menghapus/membatalkan? Apakah ini berarti terdapat ketidak-sesuain atau kontradiksi dalam ayat-ayat Quran? Tetapi, bukankah Allah juga menyatakan bahwa tidak ada kontradiksi dalam ayat-ayat Quran seperti bisa dilihat dalam (S 4:82)
(S 4:82) Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.

Sebagai contoh Naskh dalam Quran, saya sumpai pernyataan Allah berkaitan dengan kemampuan bertempur seorang muslim seperti dinyatakan dalam S 8:65.

(S 8:65) Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.

Tafsir Ibn Kathir menyatakan bahwa ayat ini turun pada waktu perang Badr. Disini Allah memerintahkan bahwa (1) orang muslim untuk mengalahkan (10) orang kafir. Setelah turun ayat ini, para serdadu muslim merasa bahwa perintah Allah itu sangat sulit bagi mereka. Maka kemudian Allah mengganti/menghapus ayat ini (S 8:65) dengan ayat berikutnya (S 8:66) yang meringankan beban muslim dengan menurunkan jumlah orang kafir yang harus dikalahkan oleh (1) orang muslim dari (10) orang menjadi (2) orang.
(S 8:66) Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada di antaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang; dan jika di antaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orang dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.

Dari satu contoh Nask diatas, kita bisa melihat bahwa Allah mengganti (S 8:65) dengan (S 8:6) karena seolah-olah Allah sebelum menurunkan (S 8:65) tidak mengetahui kekuatan bertempur muslim. Ayat tersebut mengandung makna keterbatasan Allah. Bukankah keterbatasan adalah sifat manusia. Saya bisa paham kalau seorang manusia mengeluarkan pernyataan atau peraturan dan kemudian menggantinya akibat misalnya peraturannya tidak bisa diaplikasikan atau diprotes. Manusia memiliki keterbatasan. Undang-undang yang dibuat manusia selalu berubah sesuai dengan kondisi/situasi yang berkembang.

Contoh nasks ayat diatas sebenarnya biasa saja seandainya hal tsb tidak dikaitkan dengan pernyataan bahwa Quran adalah firman Allah (lihat S 4:82 diatas, dan juga S10:37).

Tidaklah mungkin Al Qur'an ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Qur'an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.

Banyak sekali contoh Nask yang dapat kita jumpai dalam Quran. Hal ini menimbulkan banyak interpretasi bagi muslim dan juga para ahli islam. Mereka bahkan bisa tidak sepaham ayat mana yang termasuk Nasikh dan mana yang Mansukh. Berapa banyak ayat yang sudah di “Nask”, Apakah hadiths bisa “menggantikan” ayat Quran? Ataukah Nask hanya untuk ayat dalam Quran? Apakah ayat yang turun sebelumnya bisa mengganti ayat yang turun sesudahnya?

Contoh lain, ketetapan Allah mengenai lamanya sembahyang yang ditetapkan dalam (S 73:1-2) diganti dengan perintah di (S 73:20).
(73:1) Hai orang yang berselimut (Muhammad), (2) bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (3) (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit,

(73:20) Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Tafsir Jalalayn (Indonesia) memberikan alasan mengenai penggantian ayat itu sbb:

(Sesungguhnya Rabbmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri, salat, kurang) kurang sedikit (dari dua pertiga malam, atau seperdua malam, atau sepertiganya) jika dibaca nishfihi dan tsulutsihi berarti diathafkan kepada lafal tsulutsay; dan jika dibaca nishfahu dan tsulutsahu berarti diathafkan kepada lafal adnaa. Pengertian berdiri atau melakukan salat sunat di malam hari di sini pengertiannya sama dengan apa yang terdapat di awal surah ini, yakni sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allah kepadanya (dan segolongan dari orang-orang yang bersama kamu) lafal ayat ini diathafkan kepada dhamir yang terkandung di dalam lafal taquumu, demikian pula sebagian orang-orang yang bersamamu. Pengathafan ini diperbolehkan sekalipun tanpa mengulangi huruf taukidnya, demikian itu karena mengingat adanya fashl atau pemisah. Makna ayat secara lengkap, dan segolongan orang-orang yang bersama kamu yang telah melakukan hal yang sama. Mereka melakukan demikian mengikuti jejak Nabi saw. sehingga disebutkan, bahwa ada di antara mereka orang-orang yang tidak menyadari berapa rakaat salat malam yang telah mereka kerjakan, dan waktu malam tinggal sebentar lagi. Sesungguhnya Nabi saw. selalu melakukan salat sunah sepanjang malam, karena demi melaksanakan perintah Allah secara hati-hati. Para sahabat mengikuti jejaknya selama satu tahun, atau lebih dari satu tahun, sehingga disebutkan bahwa telapak-telapak kaki mereka bengkak-bengkak karena terlalu banyak salat. Akhirnya Allah swt. memberikan keringanan kepada mereka. (Dan Allah menetapkan) menghitung (ukuran malam dan siang. Dia mengetahui bahwa) huruf an adalah bentuk takhfif dari anna sedangkan isimnya tidak disebutkan, asalnya ialah annahu (kalian sekali-kali tidak dapat menentukan batas waktu-waktu itu) yaitu waktu malam hari. Kalian tidak dapat melakukan salat malam sesuai dengan apa yang diwajibkan atas kalian melainkan kalian harus melakukannya sepanjang malam. Dan yang demikian itu memberatkan kalian (maka Dia mengampuni kalian) artinya, Dia mencabut kembali perintah-Nya dan memberikan keringanan kepada kalian (karena itu bacalah apa yang mudah dari Alquran) dalam salat kalian (Dia mengetahui, bahwa) huruf an adalah bentuk takhfif dari anna, lengkapnya annahu (akan ada di antara kalian orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi) atau melakukan perjalanan (mencari sebagian karunia Allah) dalam rangka mencari rezeki-Nya melalui berniaga dan lain-lainnya (dan orang-orang yang lain lagi, mereka berperang di jalan Allah) ketiga golongan orang-orang tersebut, amat berat bagi mereka hal-hal yang telah disebutkan tadi menyangkut salat malam. Akhirnya Allah memberikan keringanan kepada mereka, yaitu mereka diperbolehkan melakukan salat malam sebatas kemampuan masing-masing. Kemudian ayat ini dinasakh oleh ayat yang mewajibkan salat lima waktu (maka bacalah apa yang mudah dari Alquran) sebagaimana yang telah disebutkan di atas (dan dirikanlah salat) fardu (tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah) seumpamanya kalian membelanjakan sebagian harta kalian yang bukan zakat kepada jalan kebajikan (pinjaman yang baik) yang ditunaikan dengan hati yang tulus ikhlas. (Dan kebaikan apa saja yang kalian perbuat untuk diri kalian, niscaya kalian akan memperoleh balasannya di sisi Allah sebagai balasan yang jauh lebih baik) dari apa yang telah kalian berikan. Lafal huwa adalah dhamir fashal. Lafal maa sekalipun bukan termasuk isim makrifat akan tetapi diserupakan dengan isim makrifat karena tidak menerima takrif (dan yang paling besar pahalanya. Mohonlah ampun kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang) kepada orang-orang mukmin.

Hal diatas memberi arti bahwa sewaktu Allah menetapkan (S 73:1-2), Allah tidak mengetahui kemampuan muslim dalam melakukan sembayang malam, sehingga diceritakan bahwa kaki para sahabat Nabi sampai bengkak-bengkak karenanya. Sewaktu kemudian Allah mengetahui bahwa (S 73:1-2) sulit dilaksanakan dan sangat memberatkan, maka Allah mencabutnya dan menggantinya dengan (S 73:20).

Seorang muslim ahli islam, Ahmad Von Denffer (Ulum al Quran, An Introduction to the Sciences of the Qur'an) menyatakan hal berikut:

Apa itu Naskh?
Menurut beberapa ahli, Quran hanya “men-naskh” Quran. Mereka mendasarkan pendapatnya pada S 2:106 dan 16:101. Menurut mereka Quran tidak men-naskh sunna atau juga sunna men-naskh Quran. Pendapat seperti ini terutama dimiliki oleh Shafii.
Pendapat lainnya adalah bahwa Quran bis men-nasks Quran maupun summan. Mereka mendasarkan pendapatnya pada sura 53:34.
Juga ada pendapat bahwa terdapat empat kelompok nasks:
1. Quran men-naskh Quran
2. Quran men-naskh Sunna
3. Sunna men-nasks Quran
4. Sunna me-naskh sunna

versi bahasa Inggrisnya:
What is Abrogated?

According to some scholars the Qur'an abrogates only the
Qur'an. They base their view on suras 2: 106 and 16: 101.
According to them the Qur'an does not abrogate the sunna
nor does the sunna abrogate the Qur'an. This is, in particular,
the view held by Shafi'i. (31)

Others are of the opinion that the Qur'an may abrogate the
Qur'an as well as the sunna. They base their view on Sura 53:
34.

There is also the view that there are four classes of naskh:

1 Qur'an abrogates Qur'an.
30 Bukhari, VI, No. 54.
31 For details see Kitab al-risala, Cairo, n.d., pp.30-73; English
translation by M. Khadduri, op.cit., pp. 12345; for a brief summary
of Ash-Shafi'i's views see also Seeman, K., Ash-Shafi'is Risala,
Lahore, 1961, pp.53-85.

2 Qur'an abrogates sunna.
3 Sunna abrogates Qur'an.
4 Sunna abrogates sunna. (32)

Seperti yang dinyatakan diatas para ahli islam sendiri tidak mempunyai kesepakatan mengenai “Naskh” ini. Bagaimana dengan kita?

Berikut beberapa contoh Naskh yang lain.
Hukuman zina:
(4:15) Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya.

(24:2) Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.

Tafsir Jalalain menyatakan bahwa (4:15) dihapus oleh (24:2) sbb:
(Dan wanita-wanita yang melakukan perbuatan keji) maksudnya berzina di antara wanita-wanitamu (maka persaksikanlah mereka itu kepada empat orang saksi di antaramu) maksudnya di antara laki-lakimu yang beragama Islam. (Maka jika mereka memberikan kesaksian) terhadap perbuatan mereka itu (maka tahanlah mereka itu) atau kurunglah (dalam rumah) dan laranglah mereka bergaul dengan manusia (sampai mereka diwafatkan oleh maut) maksudnya oleh malaikat maut (atau) hingga (Allah memberi bagi mereka jalan lain) yakni jalan untuk membebaskan mereka dari hukuman semacam itu. Demikianlah hukuman mereka pada awal Islam lalu mereka diberi jalan lain yaitu digantinya dengan hukum dera sebanyak seratus kali serta membuangnya dari kampung halamannya selama setahun yakni bagi yang belum kawin dan dengan merajam wanita-wanita yang sudah kawin. Dalam hadis tersebut bahwa tatkala hukuman itu diumumkan, bersabdalah Nabi saw., "Terimalah daripadaku, contohlah kepadaku karena Allah telah memberikan bagi mereka jalan lepas!" Riwayat Muslim.

Kalau kita perhatikan, dalam ayat (24:2) Allah memerintahkan hukuman cambuk sebanyak 100 kali sebagai pengganti hukuman rumah seumur hidup seperti yang dinyatakan dalam (4:15). Dalam ayat (24:2) hukuman itu berlaku sama baik bagi laki-laki maupun perempuan, sudah kawin maupun belum kawin. Tafsir Jalalain kemudian menyatakan lebih jauh bahwa hukuman yang dinyatakan dalam (24:2) diganti dengan adanya hukuman rajam (dilempari batu) untuk wanita yang sudah kawin sesuai dengan apa yang dicontohkan Nabi dalam Hadiths. Bukankah ini berarti bahwa Hadiths mengganti ayat Quran? Bukankah perubahan-perubhan ini menunujukkan adanya ketidak-konsistenan? Kenapa mesti dirubah? Bukankah Quran menyatakan bahwa tidak ada sesuatupun yang bisa merubah kalimat-kalimat Allah?

Berikut hadiths yang menyatakan hukuman bagi orang yang berzina:

Hadith Bukhari, Vol.8, Book 82, No.816
Dinarasikan oleh Ibn Abbas:
Umar berkata, Saya takut bahwa setelah waktu yang lama berlalu, orang-orang mungkin mengatakan, “Kita tidak dapat menemukan ayat mengenai hukuman rajam (melempari batu sampai mati) di dalam Quran,” dan sebagai akibatnya mereka akan menjadi sesat dengan meninggalkan kewajiban yang Allah perintahkan. Lo! Saya sepakati bahwa hukuman rajam diberikan kepada orang yang berzina, jika dia sudah menikah dan perbuatannya dibuktikan oleh adanya saksi atau kehamilan atau pengakuan.” Sufyan menambahkan “saya telah menghapal narasi ini sesuai dengan itu.” Umar menambahkan, “Sesungguhnya Rasul Allah telah melaksanakan hukuman rajam, dan juga kami setelah dia.”

versi bahasa Inggrisnya:
Narrated Ibn 'Abbas:
'Umar said, "I am afraid that after a long time has passed, people may say, "We do not find the Verses of the Rajam (stoning to death) in the Holy Book," and consequently they may go astray by leaving an obligation that Allah has revealed. Lo! I confirm that the penalty of Rajam be inflicted on him who commits illegal sexual intercourse, if he is already married and the crime is proved by witnesses or pregnancy or confession." Sufyan added, "I have memorized this narration in this way." 'Umar added, "Surely Allah's Apostle carried out the penalty of Rajam, and so did we after him."


Hadith Muslim, Book 017, Number 4194:
Abdullah b. Abbas melaporkan bahwa Umar b. Khattab duduk di podium milik Nabi dan berkata: Sesungguhnya Allah mengirim Muhammad dengan kebenaran dan Allah menurunkan Quran padanya, dan ayat mengenai rajam termasuk apa yang diturunkan Allah padanya. Kami mengucakannya, menyimpannya dalam ingatan kami dan memahaminya. Rasul Allah memberikan hukuman melempari batu sampai mati (kepada laki-laki dan perempuan menikah yang melakukan zina) dan setelah dia kami juga memberikan hukuman rajam. Saya takut bahwa setelah sekian lama, orang (mungkin melupakannya) dan mungkin berkata: Kami tidak temukan hukuman rajam dalam Quran, dan menjadi sesat dengan mengabagikan kewajiban yang ditetapkan Allah. Hukuman rajam benar-benar ditetapkan dalam Quran untuk laki-laki/perempuan yang sudah menikah yang berzina jika buktinya diperoleh, atau ada kehamilan, atau pengakuan.
versi bahasa Inggrisnya:
'Abdullah b. 'Abbas reported that 'Umar b. Khattab sat on the pulpit of Allah's Messenger (may peace be upon him) and said: Verily Allah sent Muhammad (may peace be upon him) with truth and He sent down the Book upon him, and the verse of stoning was included in what was sent down to him. We recited it, retained it in our memory and understood it. Allah's Messenger (may peace be upon him) awarded the punishment of stoning to death (to the married adulterer and adulteress) and, after him, we also awarded the punishment of stoning, I am afraid that with the lapse of time, the people (may forget it) and may say: We do not find the punishment of stoning in the Book of Allah, and thus go astray by abandoning this duty prescribed by Allah. Stoning is a duty laid down in Allah's Book for married men and women who commit adultery when proof is established, or it there is pregnancy, or a confession.

Saya terkejut membaca hadiths ini. Sahih Hadiths diatas menyatakan ada ayat rajam dalam Quran yang kenyataannya sekarang tidak bisa kita jumpai dalam Quran? Bukankah itu berarti Apakah ayat-ayat tsb sudah hilang?

Selain itu, kenapa sebagian besar kita di Indonesia tidak mau mentaati perintah Allah mengenai hukuman rajam ini? Apa alasannya? Apakah mereka merasa memiliki hati dan pikiran yang lebih bermoral dari ketetapan Allah? Kalau tidak, kenapa kita tidak mau mengaplikasikannya? Apakah kita bilang itu tidak sesuai dengan zamannya lagi? Apakah dengan demikian Quran mempunyai keterbatas waktu? Siapa yang boleh menentukan ini?

Masih banyak ayat-ayat nasks yang bisa saya jumpai (beberapa diantaranya perubahan arah kiblat, penggunaan ayat-ayat kekerasan menggantikan ayat-ayat damai, masa idah, dsb), tapi saya rasa beberapa contoh yang saya kemukakan disini cukup untuk memberikan gambaran mengenai Nasks.

Saya sebagai manusia yang punya hati dan pikiran, tidak bisa memahami adanya Nasks seperti contoh-contoh yang saya sebutkan diatas (8:65/8:66, 73:1-2/73:20/hadiths, 4:15/24:2/hadiths) dikaitkan dengan firman Allah. Saya lebih tidak mengerti bahwa Nasks ini juga dinyatakan di ayat yang berbeda sbb:

(16:101) Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja". Bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui.

Dari ayat ini jelas bahwa Nasks membuat beberapa orang saat itupun tidak setuju dengan konsep nasks itu dalam kaitannya dengan firman Allah. Mereka mengatakan bahwa Nabi Muhammad “hanyalah orang yang mengada-adakan saja” sebagai reaksi adanya penggantian ayat yang satu dengan ayat lain yang lebih baik. Lebih mengherankan lagi bagi saya bahwa Quran dengan tegas menyatakan bahwa Allah menghapuskan atau menetapkan apapun yang Dia kehendaki seperti dinyatakan dalam (S 13:39)

(13:39) Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Umulkitab (Lohmahfuz).

(17:86) Dan sesungguhnya jika Kami menghendaki, niscaya Kami lenyapkan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, dan dengan pelenyapan itu, kamu tidak akan mendapatkan seorang pembela pun terhadap Kami,

Dalam hadiths dinyatakan bahwa Nabi lupa ayat-ayat Quran dan dingatkan oleh Allah membuat Nabi lupa akan adanya ayat-ayat yang diturunkan Allah:

Sahih al-Bukhari: book 61, volume 6
556 Dinarasikan oleh Aisha: Nabi mendengar seseoarang mengucapkan/melantunkan Quran di mesjid dan berkata, “Semoga Allah melimpahkan rahmatNya padanya, karena dia telah mengingatkan saya ayat-ayat ini-dan itu dalam suatu surat.”
versi bahasa Inggrisnya:
Narrated Aisha: The Prophet heard a man reciting the Qur'an in the mosque and said, "May Allah bestow His Mercy on him, as he has reminded me of such-and-such Verses of such a Surah."

557 Dinarasikan oleh Hisham (Hadiths yang sama, dengan penambahan): Yang saya lupa (menggantikan kata ayat-ayat)
versi bahasa Inggrisnya:
Narrated Hisham: (The same Hadith, adding): which I missed (modifying the Verses).

558. Dinarasikan oleh Aisha: Rasul Allah mendengar seseorang melantunkan Quran pada malam hari, dan berkata, “Semoga Allah melimpahkan rahmatNya padanya, karena dia telah mengingatkan saya ayat-ayat ini-dan-itu dari Surat-surat ini-dan-itu, yang saya telah dibuat melupakannya”
versi bahasa Inggrisnya:
Narrated Aisha: Allah's Apostle heard a man reciting the Qur'an at night, and said, "May Allah bestow His Mercy on him, as he has reminded me of such-and-such Verses of such-and-such Suras, which I was caused to forget."

559. Dinarasikan oleh Abdullah: Nabi berkata,”Mengapa seseorang dari orang-orang itu berkata, “Saya lupa ayat ini-dan-itu (dari Quran)” Dia, sebenarnya, dibuat (oleh Allah) untuk melupakannya.”
versi bahasa Inggrisnya:
Narrated Abdullah: The Prophet said, "Why does anyone of the people say, 'I have forgotten such-and-such Verses (of the Qur'an)?' He, in fact, is caused (by Allah) to forget."

562.Dinarasikan oleh Aisha: Nabi mendengar seorang reciter melantunkan Quran di mesjid pada malam hari. Nabi berkata, “Semoga Allah melimpahkan rahmatNya padanya, karena dia mengingatkan saya ayat-ayat ini-dan-itu dari surat-surat ini-dan-itu, yang saya lupa
versi bahasa Inggrisnya:
562. Narrated 'Aisha: The Prophet heard a reciter reciting, the Qur'an in the mosque at night. The Prophet said, "May Allah bestow His Mercy on him, as he has reminded me of such-and-such Verses of such and-such Suras, which I missed!"

(Hal yang sama dinyatakan dalam hadiths muslim, book 4, vol-1, no 1720/1721/1724/1726)

Dan yang terakhir, ayat S 22:52 berikut:
(S 22:52) Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,

Berikut tafsir Jalalain (Indonesia) berkaitan dengan ayat tsb:
(Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun) rasul adalah seorang nabi yang diperintahkan untuk menyampaikan wahyu (dan tidak pula seorang nabi) yaitu orang yang diberi wahyu akan tetapi tidak diperintahkan untuk menyampaikannya (melainkan apabila ia membaca) membacakan Alquran (setan pun, memasukkan godaan-godaan terhadap bacaannya itu) membisikkan apa-apa yang bukan Alquran dan disukai oleh orang-orang yang ia diutus kepada mereka. Sehubungan dengan hal ini Nabi saw. pernah mengatakan setelah beliau membacakan surah An-Najm, yaitu sesudah firman-Nya, "Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap Lata, Uzza dan Manat yang ketiganya ..." (Q.S. An-Najm, 19-2O) lalu beliau mengatakan, "Bintang-bintang yang ada di langit yang tinggi itu, sesungguhnya manfaatnya dapat diharapkan". Orang-orang musyrik yang ada di hadapan Nabi saw. kala itu merasa gembira mendengarnya. Hal ini dilakukan oleh Nabi saw. di hadapan mereka, dan sewaktu Nabi saw. membacakan ayat di atas lalu setan meniupkan godaan kepada lisan Nabi saw. tanpa ia sadari, sehingga keluarlah perkataan itu dari lisannya. Maka malaikat Jibril memberitahukan kepadanya apa yang telah ditiupkan oleh setan terhadap lisannya itu, lalu Nabi saw. merasa berduka cita atas peristiwa itu. Hati Nabi saw. menjadi terhibur kembali setelah turunnya ayat berikut ini, ("Allah menghilangkan) membatalkan (apa yang ditiupkan oleh setan itu, dan Dia menguatkan ayat-ayat-Nya) memantapkannya. (Dan Allah Maha Mengetahui) apa yang telah dilancarkan oleh setan tadi (lagi Maha Bijaksana) di dalam memberikan kesempatan kepada setan untuk dapat meniupkan godaannya kepada Nabi saw. Dia berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya.

Dalam tafsir ayat ini, Jalalain menyatakan bahwa Nabi Muhammad mengucapkan ayat-ayat yang dibisikkan oleh setan, dan kemudian Allah membatalkan ayat ini. (Ayat yang dibisikan oleh setan ini pernah menjadi sangat kontroversial dengan sebutan “Satanic Verses” dalam kaitannya dengan Salman Rusdie yang kemudian dibunuh oleh muslim di Belanda). Cerita mengenai ayat setan itu juga dapat dibaca diantaranya di Sirat Rasul Allah (Ibn Ishaq/Ibn Hisyam), History of Tabari, "Kitab al-Tabaqat al-Kabir" (Ibn Sad). Hadiths Bukhari menceritakan kejadian ini yaitu orang-orang pagan Quraisy semua ikut menyembah ketika Nabi mengucakan Surat An-Najm (Bintang, The Star):

Bukhari, Volume 6, Book 60, Number 385,
Dinarasikan oleh Ibn Abbas
Nabi melakukan sikap menyembah (prostation) pada waktu beliau selesai mengucapkan Surat An-Najm, dan semua muslim, pagan, dan jin dan manusia ikut melakukannya (menyembah) bersama dengan dia

versi bahasa Inggrisnya:
Narrated Ibn Abbas:
The Prophet performed a prostration when he finished reciting Surat-an-Najm, and all the Muslims and pagans and Jinns and human beings prostrated along with him.


Masih banyak sekali yang saya ingin tulis, mungkin nanti pada kesempatan lain. Salah satunya adalah fakta sejarah mengenai bagaimana sejarah islam sepeninggal Nabi, kehidupan para khalifah pertama, mulai Abu Bakr, Umar, Uthman, Ali,… Saya begitu shock mengetahui bagaimana sejak pemilihan Khalifa pertama, sudah terjadi perselisihan antara pengikut Nabi (golongan Ansar dan Muhajirin), bagaimana Ali dan Fatimah (anak Nabi istri Ali) berselisih dengan Abu Bakr, Umar, Uthman meminta harta peninggalan nabi (Fatima tidak pernah mau bicara dengan Abu Bakr sejak itu sampai meninggalnya), begaimana terpaksanya Ali yang merasa lebih berhak sebagai penerus Nabi mengakui Abu Bakr sbg khalifaf pertama, saling bunuh antara pengikut Nabi, perang yang melibatkan Aisya melawan Ali sampai dengan dibunuhnya cucu-cucu Nabi (Hasan dan Husain). Perselisihan ini yang penuh dengan darah sudah terjadi pada pengikut-pengikut utama nabi, sampai sekarang dengan perslisihan yang tidak pernah selesai antara Shiah (golongan ini adalah dari Ali-Fatimah yang merasa lebih berhak menjadi penerus Nabi-khalifa muslim) dengan Sunni.
Last edited by suara_hati on Sun Feb 03, 2008 10:02 am, edited 1 time in total.
User avatar
Adadeh
Posts: 8184
Joined: Thu Oct 13, 2005 1:59 am

Post by Adadeh »

suara_hati, selamat ya atas kemurtadanmu. Memang sebaiknya begitu: tinggalkan semua ajaran agama yang bertentangan dengan the Golden Rule.
Waktu Aa Gym kawin lagi, saya sangat terpukul.
Biarlah si Aa ini kawin lagi. Sekarang dia udah bangkrut, dimusuhi ibu2 Muslimah, pengikutnya berkurang. Lebih2 lagi, tindakannya benar2 membuktikan:
TIADA KESETIAAN TERHADAP ISTRI DALAM PERKAWINAN ISLAM.

Para pembaca Muslimah, gunakan otakmu untuk memahami agamamu. Jangan menggunakan iman buta aja. Mau tetap memeluk Islam, tapi tidak mau dipoligami. Hehehe.... you can't have your cake and eat it too, lahyaw...
Buku-buku Islam modern sangat beragam. Masing-masing mengandung opini dari penulisnya. Kadang kita setuju kadang tidak. Jadi sangat sulit. Dengan kondisi semacam ini, saya ingin kembalikan ke sumber awalnya. Saya cari buku-buku Islam awal yang banyak menjadi rujukan penulis-penulis modern.
Wadow!! Ini dia yang kunasehatkan pada lawan debatku saat ini: pak dahlanf. Pak dahlanf, jika saat ini Anda membaca tulisanku, mohon ikuti perbuatan suara_hati. Periksa langsung sejarah sang Nabi dari literatur Islam terasli. Gue jamin Anda pasti murtad, pelan2 atau cepat!

Muhammad boleh saja menjungkirbalikkan nilai2 baik dan jahat, tapi DIA TIDAK SANGGUP MENGELABUI AKAL BUDI DAN NURANI MANUSIA. Kebenaran hakiki tidak bertentangan dengan akal budi, nalar, dan nurani. Wahai kaum Muslim, pakailah nalar dan nuranimu sebab itulah satu2nya senjata yang kau miliki untuk menentukan mana yang benar dan salah.
ultimatezezs-SE
Posts: 15
Joined: Wed Aug 29, 2007 6:08 am
Location: Johor, Malaysia

Post by ultimatezezs-SE »

Adakah semua orang islam itu baik dan mengikut ajaran islam yang betul..

Kalau kalian lihat pada sdut yang salah, maka kalian akan hanya lihat yang salah sja..

Kejahatan kafir,..walau macamana baik orang kafir..tetap busuk hatinya kerana tidak mendapat rahmat.

Murtad pasal tak megerti islam,..mengapa perlu solah pun kamu tak tahu...tiba2 dah ada alasan nak murtad.

Guna akal...bukan guna perasaan dan nafsu..

Nabi muhammad nikah gadis 9 tahun,..ada sejarah ada cerita ada sebab....apa korang ingat kerana nafsu..?Apa punya **** korang ni..(maaf kerana kata korang ****!)..tapi tu hakikatnya untuk akal pendek korang tu...bye
User avatar
somad
Posts: 955
Joined: Tue Sep 20, 2005 11:25 pm
Location: Indo
Contact:

Post by somad »

Sdr ultimatezezs-SE,
Sebelumnya Saya mohon maaf bila saya tidak terlalu Faham bahasa Malaysia, bila terjadi kesalahan dalam menafsirkan istilah yang anda pergunakan mohon diluruskan.
ultimatezezs-SE wrote:Adakah semua orang islam itu baik dan mengikut ajaran islam yang betul..
Menurut saya belum tentu, untuk menilai ini sangat tergantung sudut pandang masing masing dan ini juga
bisa kita kelompokan pada norma umum atau norma agama
Kalau kalian lihat pada sdut yang salah, maka kalian akan hanya lihat yang salah sja..
Bagaimana caranya anda tau sudut pandang salah atau benar, karena sangat subjective sekali menentukan standardnya.
Kejahatan kafir,..walau macamana baik orang kafir..tetap busuk hatinya kerana tidak mendapat rahmat.
Apakah pernyataan anda ini berlandaskan fakta atau assumption
Murtad pasal tak megerti islam,..mengapa perlu solah pun kamu tak tahu...tiba2 dah ada alasan nak murtad.
Kalau boleh saya artikan orang Islam yang tidak melaksanakan salah satu ketentuan dalam Rukun Iman dan Rukun Islam adalah Murtad!
Apa solusinya?
Guna akal...bukan guna perasaan dan nafsu..
Setuju! Namun tidak semua orang mempunyai suatu standard yang baku tentang ini, jadi kitapun harus mau mengerti dari sudut pandang seseorang melihat suatu soalan!
Nabi muhammad nikah gadis 9 tahun,..ada sejarah ada cerita ada sebab....apa korang ingat kerana nafsu..?Apa punya **** korang ni..(maaf kerana kata korang ****!)..tapi tu hakikatnya untuk akal pendek korang tu...bye
Maaf saya kurang mengeri yang anda maksud!
Tolong bisakah anda jelaskan lebil detail
Thanks
Wassalam
User avatar
UmatMuhammad
Posts: 423
Joined: Mon Jan 28, 2008 3:52 am

Post by UmatMuhammad »

Suara hati, kok murtad sih? heran saya ama kamu...
tapi saya gak bisa berbuat apa apa... maaf saya juga gak bisa ngasih kamu selamat....dan juga udah gak jaman nya mengislamkan orang.... tapi ini jamannya hidup sejahtera , bahagia dan beribadah menurut agama dan kepercayaan masing2.
User avatar
gaston31
Posts: 3557
Joined: Tue Nov 21, 2006 2:17 pm

Post by gaston31 »

Masih banyak sekali yang saya ingin tulis, mungkin nanti pada kesempatan lain. Salah satunya adalah fakta sejarah mengenai bagaimana sejarah islam sepeninggal Nabi, kehidupan para khalifah pertama, mulai Abu Bakr, Umar, Uthman, Ali,… Saya begitu shock mengetahui bagaimana sejak pemilihan Khalifa pertama, sudah terjadi perselisihan antara pengikut Nabi (golongan Ansar dan Muhajirin), bagaimana Ali dan Fatimah (anak Nabi istri Ali) berselisih dengan Abu Bakr, Umar, Uthman meminta harta peninggalan nabi (Fatima tidak pernah mau bicara dengan Abu Bakr sejak itu sampai meninggalnya), begaimana terpaksanya Ali yang merasa lebih berhak sebagai penerus Nabi mengakui Abu Bakr sbg khalifaf pertama, saling bunuh antara pengikut Nabi, perang yang melibatkan Aisya melawan Ali sampai dengan dibunuhnya cucu-cucu Nabi (Hasan dan Husain). Perselisihan ini yang penuh dengan darah sudah terjadi pada pengikut-pengikut utama nabi, sampai sekarang dengan perslisihan yang tidak pernah selesai antara Shiah (golongan ini adalah dari Ali-Fatimah yang merasa lebih berhak menjadi penerus Nabi-khalifa muslim) dengan Sunni.
==========
lha ini kan politik, bkn Islam!
M-SAW
Posts: 5149
Joined: Wed Aug 23, 2006 3:59 pm
Location: :)
Contact:

Post by M-SAW »

ck ck ck ck
Makin nambah deh murtadin di FFI.
aduhh kebayang deh gimana MURKANYA muslim membaca post suara_hati.
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

gaston31 wrote:lha ini kan politik, bkn Islam !
Islam adalah politik. Islam menuntut sebuah kalifat, Islam adalah cara hidup. Islam bukan cuma menyangkut solat dgn pantat nungging keatas.

Mohamad bukan saja pemimpin agama tetapi juga pemimpin politik, seorang kalif, seorang pemimpin kalifat, pemimpin negara. Islam tidak mengakui hukum yg dibuat manusia, melainkan hukum Allah. 'Saya akan memerangi [semua] orang sampai mereka menyebut La Illaha ilalahhh,' bukankah itu mantera Mohamad yg diteruskan oleh Bin Laden sampai sekarang ?

Itu pula yg dicontohkan para penerusnya. Semua pembunuhan yg kau sebut diatas dibarengi dgn doa2 pada Allah.

Kalau kau tidak sanggup mengakui ini, yah terserah. Silahkan mengelabui dirimu sendiri, tapi tolong jangan mengelabui kita2 disini.

[Paling nggak kau mengakui sejarah berdarah Islam. Ini udah step bagus. Banyak muslim nggak percaya malah tidak mau menerima bahwa Aisyah memimpin perlawanan terhdp Ali, misalnya.]
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

UmatMuhammad wrote:Suara hati, kok murtad sih? heran saya ama kamu...
Justru kami HERAN dgn kamu ! Orang murtad KOK ditanya ???

Kalau Kristen masuk Islam elu pada teriak ALLLuuoooOOOOOOHU Akbuar ! Giliran Muslim keluar dari Islam, elu pada teriak HERAAAaaannnnn ....

Katanya Islam menjamin kebebasan beragama. Ternyata motto ini cuma bull**** khan ? Ketahuan memang ! Islam dan Muslim TIDAK menjamin kebebasan beragama, spt dibuktikan berkali2 dgn kasus2 spt Lina Joy di Malaysia dan Ahmad Hegazy di Mesir. Di Bangladesh kemarin, seorang wanita 70 thn dibakar hidup2 karena murtad.
http://www.bosnewslife.com/news/3416-ne ... rt-dies-in

Justru ini harus semakin membuktikan pada Muslim bahwa islam = aliran kejam penuh kebohongan. :wink:
Moderator 3
Posts: 516
Joined: Tue Sep 13, 2005 8:53 pm

Post by Moderator 3 »

PERINGATAN : Moderator akan menghapus segala diskusi disini yg akan mengarah pada perdebatan. Silahkan berdebat pada tempat yg sudah disediakan. Ini bukan ajang debat, hanya pengungkapan pendapat murtadin.

Terima kasih.
dahlanf
Posts: 166
Joined: Thu Dec 27, 2007 10:21 am
Contact:

Post by dahlanf »

Kalau bertanya pada murtadin boleh ya moderator?

suara_hati

Hal pertama apa yang anda ketahui yang membuat anda ragu akan kebenaran Islam, dari mana informasi tersebut, dan kira-kira kapan itu terjadi?

Itu saja. Jika memang diijinkan nanti akan saya lanjutkan pertanyaannya.
Terima kasih.
User avatar
Nurlela
Posts: 862
Joined: Wed Feb 14, 2007 8:50 am
Location: Earth

Post by Nurlela »

UmatMuhammad wrote:Suara hati, kok murtad sih? heran saya ama kamu...
tapi saya gak bisa berbuat apa apa... maaf saya juga gak bisa ngasih kamu selamat....dan juga udah gak jaman nya mengislamkan orang.... tapi ini jamannya hidup sejahtera , bahagia dan beribadah menurut agama dan kepercayaan masing2.
dahlanf wrote:Kalau bertanya pada murtadin boleh ya moderator?

suara_hati

Hal pertama apa yang anda ketahui yang membuat anda ragu akan kebenaran Islam, dari mana informasi tersebut, dan kira-kira kapan itu terjadi?

Itu saja. Jika memang diijinkan nanti akan saya lanjutkan pertanyaannya.
Terima kasih.
He..he..he Muslim-nya pada jengkel, dongkol and kebakaran jenggot melihat umat-nya Muhammad pada Murtad.

Thread ini bukan untuk ajang tanya jawab bro..., thread ini khusus untuk mengungkapkan perasaan hati para murtadin yang telah lepas dari jerat setan Islam. Gitu Lho ???
User avatar
madison
Posts: 2276
Joined: Tue Sep 25, 2007 6:01 pm
Location: pentagon

Post by madison »

[quote="suara_hati"]Kaget dan shock. Itu yang saya dapat. Gambaran yang saya dapat dari sumber-sumber itu mengenai sejarah nabi, para sahabat (kalifa dan sahaba), istri-istri nabi, sejarah islam “seolah-olahâ€
suara_hati
Posts: 199
Joined: Fri Feb 01, 2008 11:13 pm

Post by suara_hati »

dahlanf,

Terimakasih,

Saya tidak tahu kapan persisnya saya murtad. Mungkin bisa dikatakan saya benar-benar murtad satu tahun lalu setelah benar-benar yakin bahwa Quran hanyalah buatan Muhammad, yang isinya hanya ajaran barbar seperti yang dipraktekkan Muhammad, sahabat-sahabat dan keluarganya. Saya merasa suara hati dan akal saya jauh lebih baik dari apa yang diajarkan Quran dan Muhammad dalam mencintai Tuhan dan sesama manusia. Tuhan saya bukan Tuhan agama. Tuhan saya adalah Tuhan yang memberikan saya suara hati dan akal. Saya meyakini suara hati saya adalah bimbingan dari Tuhan. Dari kecil saya selalu berusaha untuk mau mendengarkan suara hati dan akal saya.

Saya dulu islam tanpa tahu banyak tentang islam, Quran, Hadiths, sira Nabi, sejarah islam. Islam saya hanya didasarkan pada ilusi saya sendiri, yang meyakini bahwa Quran adalah firman Allah dan Muhammad adalah manusia sempurna. Saya tidak percaya hal-hal jelek apapun yang dituduhkan terhadap islam. Saya dulu begitu meyakini kebenaran islam. Saya meyakininya tanpa informasi yang cukup.

Saya ikut diskusi dengan anda di ruang bedah islam dan saya melihat anda seperti saya dulu. Anda sepertinya tidak pernah benar-benar mau membaca dan merenungkan apa yang coba kami sampaikan dan lebih banyak mengabaikan hal-hal mendasar yang kami persoalkan.

Saya melihat iman islam anda sudah begitu membutakan akal dan nurani anda (anda berhak mengatakan sebaliknya terhadap saya). Di posting anda terakhir (ruang bedah islam) anda mengatakan bahwa anda akan melakukan apapun saja selama itu merupakan perintah Allah. Saya setuju dengan anda. Walaupun demikian, pernyataan ini menimbulkan isu yang sangat mendasar: Bagaimana anda, kita meyakini bahwa itu perintah Allah? Anda yakin bahwa apa yang disampaikan Muhammad adalah firman Allah sedangkan saya meyakini bahwa Quran adalah kata-kata Muhammad yang mengatasnamakan Allah.

Anda memberi contoh Ibrahim yang mau mengorbankan anaknya sebagai tanda kepatuhan total hanya kepada Tuhan, sebagai contoh moral beragama yang baik. Saya mengatakan bahwa tidak ada contoh moral apapun dalam cerita Ibrahim selain kepatuhan total yang buta nurani dan akal. Bagi saya, seorang ayah yang mau mengorbankan anaknya adalah tindakan keji, egois dan tidak bermoral. Nurani saya mengatakan bahwa seorang ayah yang bermoral akan memilih mengorbankan dirinya sendiri dibandingkan harus mengorbankan anaknya. Dan, perintah Tuhan yang meminta seorang ayah untuk mengorbankan anaknya adalah Tuhan yang keji, egois, tidak konsisten, tidak bermoral. Bagaimana bisa Tuhan yang memberi perintah ini digambarkan sebagai Tuhan yang Maha Tahu, yang melarang pembunuhan dan perbuatan keji lainnya?. (silahkan lihat lebih jauh di posting saya mengenai hal ini di forum kesaksian).

Seandainya cerita yang sama terjadi pada orang lain, anda akan dengan mudah mengatakan bahwa orang itu gila dan Tuhan yang memberikan perintah itu akan anda katakan sebagai Setan. Suara hati dan akal anda mengatakan hal itu. Tetapi iman anda memberikan kesimpulan yang lain jika itu dikaitkan dengan cerita Ibrahim. Iman anda membutakan akal dan suara hati anda.

Anda suka sekali mengajukan pertanyaan yang jawabannya sebetulnya sudah tersedia di posting saya, dan juga teman-teman FFI lainnya. Ini hanya menujukkan anda tidak mau benar-benar membaca apa yang sudah FFI dan saya sampaikan.
Locked