Menyelami Dilema Sang Allah

Siapa 'sosok' Allah, apa maunya, apa tujuannya ?
User avatar
Mahasiswa98
Posts: 1480
Joined: Wed Mar 28, 2012 6:50 pm
Location: Dalam TerangNya

Re: Menyelami Dilema Sang Allah

Post by Mahasiswa98 »

@12345678901

Bro minta dung ulasan sedikit tentang Sam Bailey yang udah ane posting diatas.
gmn Bro ada tanggapan gak?
monggo
Teposeliro
Posts: 96
Joined: Wed Mar 26, 2014 1:47 am

Re: Menyelami Dilema Sang Allah

Post by Teposeliro »

Saya mau ikut nimbrung yah.
Mengenai premis 1 atheis dan yang punya agama bisa saling membantah, atheis bilang ini udah jalan dengan sendirinya tapi gimana asal muasalnya kaga bisa dijelaskan karena kita blum mampu dengan demikian salah juga, yang berdasarkan agama juga bisa dibantah kemana Tuhannya kok ga ada. Agnostik lebih baik keliatannya mereka percaya ada suatu kekuatan yang lebih dari kita yang menciptakan dsb. walau tetap bisa dibantah siapa itu? dan kenapa
premis kedua yang menarik sebenarnya. kalau kita pake patokan kitab deh yah, kan dulu kita telanjang baru kita tutupin karena "menurut Adam mereka telanjang" jadi ada yang salah dipikiran mereka saat itu, kalau lihat budaya di Bali dan banyak tempat seperti papua dsb atau bahkan di suku yang terpencil banyak yang dulu wanita itu bertelanjang dada, mereka ga malu dan merasa lumrah, orang yang baru yang datang yang mendesak mereka. Jadi Dosa itu ada dipikiran yang mengkritik orang menurut pikiran mereka sendiri. Jadi moral baru seolah ditambahkan walau moral yang itu belum tentu benar alias bisa dipandang merusak.
Nah selama desakan atau ajaran moral baru diterapkan, jadi ada pemaksaan sebenarnya. Kemudian timbul orang orang yang mempunyai pemikiran yang jauh kedepan dan mencoba menerapkan suatu moral baru yang mampu mengatur hidup manusia bertambah baik, soal hubungan dengan orang lain dan sebagai, ajaran itu berkembang menjadi kepercayaan atau bahkan agama. Umumnya kepercayaan atau agama membuat manusia yang satu menghargai manusia yang lainnya, kenapa selalu diarahkan kesana? karena para pemikir tersebut melihat kalau itu dilanggar maka akan ada chaos dan kekacauan luar biasa. Jadilah itu patokan bagi para pengikutnya.
Pada masanya ada kemungkinan bahwa ajaran tersebut disalah gunakan diplintir untuk kepentingan pribadi tertentu tapi akhirnya ajaran tersebut pasti berusaha memurnikan kembali, contoh kasus sih mungkin masa gelap di gereja katolik, nah biasanya setelah masa itu ada perkembangan dan organisasi, makanya secara sistem organisasi kebanyakan mencontoh Gereja Katolik. Saya yakin setiap ajaran ada hal seperti ini baik itu budaya jepang, confusius, Budha dan Hindu. Ajaran utama selalu taat aturan dan kebaikan.

Menyelami Dilema Sang Allah
Mirror 1: Menyelami Dilema Sang Allah
Follow Twitter: @ZwaraKafir
Faithfreedompedia static
Teposeliro
Posts: 96
Joined: Wed Mar 26, 2014 1:47 am

Re: Menyelami Dilema Sang Allah

Post by Teposeliro »

Saya lanjut yah,
yang jadi masalah ketika kita pindah ke Islam, dankita baca ternyata, ini satu satunya ajaran yang landasannya adalah kebencian terhadap golongan tertentu, dan satu satunya ajaran yang menyatukan tapi terkluster dan rawan kekacauan. kenapa? karena semua orang punya kewenangan tertentu yang orang lain bisa bantah tapi artinya perang. Mereka tidak perang dengan asas jangan ganggu saya karena saya tidak akan ganggu kamu. Masalah besar timbul ketika mereka merasa trus didiskriminasi, tapi ketika mereka besar malah mereka mendiskriminasi minoritas sambil tetap ngakunya didiskriminasi. Coba cari di ajaran yang lain maka ciri ciri ini hanya ada di orang munafik dan penjahat. Makanya semua ajaran moral selalu menyatakan dilihat dari buah orang tersebut alias ahlak orang tersebut makanya golden rule lah patokannya. masalahnya justru golden rule ga berlaku di islam. Coba deh utnuk hampir semua persoalan ga akan bisa masuk golden rule, golden rulenya hanya berlaku untuk sesama muslim yang sealiran, nah kok gitu, karena kalau sealiran itu artinya 1 pemimpin jadi tergntung pemimpin kalau bisa sekte atau aliran yah udah ga laku lagi, nah model kaya gini hanya ada di organisasi kejahatan, coba deh renungkan.

Menyelami Dilema Sang Allah
Mirror 1: Menyelami Dilema Sang Allah
Follow Twitter: @ZwaraKafir
Faithfreedompedia static
12345678901
Posts: 986
Joined: Thu Oct 31, 2013 12:06 am

Re: Menyelami Dilema Sang Allah

Post by 12345678901 »

Mahasiswa98 wrote:@12345678901

Bro minta dung ulasan sedikit tentang Sam Bailey yang udah ane posting diatas.
gmn Bro ada tanggapan gak?
monggo
sorry belon sempet nonton video lengkapnya

---

edit ... udah nonton semuanya ... bagus juga suaranya ... paling gitu tanggepannya
12345678901
Posts: 986
Joined: Thu Oct 31, 2013 12:06 am

Re: Menyelami Dilema Sang Allah

Post by 12345678901 »

angky wrote: Ane pernah tinggal cukup lama dinegara ini sehingga bisa sedikit mengenal apa yang dimaksud prinsip bushido, ajaran moral dan agama. Secara umum mereka menganut agama shinto dan budha tetapi banyak yang lebih suka di sebut agnotis. Mereka bahkan merayakan natal, tahun baru dan valentine saat ane sendiri cuek terhadap perayaan ini. kekekekeke.
Ane berikan contoh prinsip bushido dalam keseharian mereka : Suatu saat ane membeli barang dan setelah membayar, satu item barang tertinggal di counter. Ane baru sadar setelah sampai rumah. Minggu depan nya, ane kembali untuk mengambil barang tersebut. Pemilik toko tersebut, keluar sambil membungkuk kan badan meminta maaf yang sangat sangat besar karena menurut mereka, ane telah mereka kecewakan. Alhasil ane pulang bawa barang ane plus omiyage karena penyesalan mereka. Itulah budaya malu dan menyesal sebagai ajaran moral.
untuk hal ini, memang orang jepang cenderung mencapur adukan semua .. budaya kepercayaan dan agama ... makanya mereka merayakan valentine, natal, dan perayaan perayaan agama lainnya

Hammurabi law bukan golden rule, bung bisa lihat perbedaan nya bagaikan langit dan bumi. Hammurabi mungkin sedikit mirip dengan hukum qisos dan hanya memiliki 50 % dari esensi hukum musa. Jika bung ingin dalami, ane pernah diskusikan masalah ini dengan CS di forum debat, bisa disearch atau google.
hukum hamurabi itu precursornya golden rule .. karena hukum itu mengajarkan bahwa kalo orang berbuat hal yang merugikan orang laen, maka orang itu akan mendapatkan hukuman yang setimpal (colok mata orang ... mata dia sendiri juga bakalan dicolok)

The Golden Rule or ethic of reciprocity is a maxim,[1] ethical code or morality[2] that essentially states either of the following:

One should treat others as one would like others to treat oneself. (Positive form)[1]
One should not treat others in ways that one would not like to be treated (Negative form, also known as the Silver Rule).[1]

dengan adanya code of hamurrabi, maka orang jaman itu harus memperlakukan orang lain seperti apa yang ia ingin orang lain memperlakukan orang tersebut .. karena ada hukuman yang setimpal .... (an eye for an eye) .. dan engga berbuat seenaknya
sementara hukum islam .. itu engga berlaku secara universal .. hanya berlaku untuk muslim (maksudnya membela muslim)
sama dengan hukum taurat ... memang hukum musa lebih detail .... tapi ya seiring dengan perkembangan jaman, hukum akan menjadi makin kompleks
sama dengan membandingkan hukum musa dan hukum jaman sekarang


Yang harus dipertanyakan adalah sejauh mana TUHAN campur tangan dalam membentuk moral ?? apakah berjalan sendiri ataukah TUHAN sudah berikan?? Bung mengatakan dari manusia itu sendiri, menurut ane kaum eksistensialis akan gila sendiri jika menjalankan prinsip ini, sama seperti sartre. :lol:
apa yang bisa dianggap sebagai moral yang baik ?
kita lihat dari kejujuran aja dulu ..... jepang ga percaya tuhan ... banyak penduduknya agnostic .. tapi seperti pengalaman angky sendiri, mereka jujur .. ketinggalan hp di restoran .. besoknya balik ke sono tuh hp kemungkinan besar bakalan masih di situ atau disimpen sama si pemilik restoran
lalu bandingin italy ..... hp di kantong pun bisa raib (copetnya banyak loh di sono)
dan lalu liat indonesia yang katanya bermoral lebih tinggi dari negeri negeri lain ..... duit negara juga bisa disikat sampe habis

kalau tuhan mempunyai campur tangan dalam membentuk moral, bukankah seharusnya orang yang mempercayai tuhan mempunyai moral yang lebih baik daripada yang agnostik ?
rahimii
Posts: 311
Joined: Sun Mar 06, 2011 6:33 pm

Re: Menyelami Dilema Sang Allah

Post by rahimii »

Terimakasih buat semua, diskusinya semakin berkembang. Sayang, teman-teman muslim belum banyak yang terlibat. Saya akan coba tambahi.

Melandaskan moralitas sebagai hal yang subjektif, berarti meletakkan pengertian kita pada sebuah asumsi bahwa kita mengetahui immoralnya perilaku pedofil, kawin mawin seperti tikus, membunuh, merampok, dan semua tindakan yang kita anggap immoral lainnya sebagai perkembangan kesadaran yang meningkat dari ketiadaan makna atau tujuan hidup pada awalnya. Yang menjadikan moralitas sebagai hasil konvensi manusia dalam prosesnya untuk menjadi. Tetapi dalam bingkai filosofisnya, tentu ada perbedaan antara moral ontologis dan moral epistemologi. Subjektivitas moral terkait dengan epistemologi yang mempertanyakan bagaimana kita mengetahui nilai-nilai moral. Sementara objektivitas moral, dalam tataran ontologis berbicara tentang fondasi kenyataan bahwa kita memiliki nilai-nilai moral.

View dari pembela subjektivitas moral pada dasarnya akan bermuara kepada : “bukankah kita setuju, bahwa semua orang yang normal seharusnya akan selalu dapat bersikap rasional meski tidak ada tuhan?” Konsep berpikir ini rentan jatuh kepada konsekuensialisme yang meyakini bahwa nilai moral dari seluruh tindakan kita, semata-mata ditentukan oleh konsekuensi yang akan didapat dari tindakan yang kita lakukan itu. Konsep ini mengharuskan kita bertindak dan tetap dikatakan bermoral, tidak peduli bagaimana tindakan itu, jika hal tersebut membawa kebaikan secara keseluruhan dalam arti terbaik untuk kemajuan manusia. Jika menyiksa dan memperkosa seorang anak kecil membawa kebaikan manusia pada akhirnya, maka itulah kewajiban moral yang harus anda lakukan. Jika semua pencuri harus dipotong tangannya, semua mata yang berkorelasi dengan kejahatan harus dibutakan karena itu dianggap akan membawa peradaban manusia menjadi lebih baik, maka itulah kewajiban moral yang harus kita lakukan. Ini bukan golden rules. Ini adalah konsekuensialisme. Dan secara subjektif, kita memiliki perasaan bahwa nilai-nilai yang seperti itu salah.

Kemudian, lebih jauh mengasumsikan moralitas sebagai hasil konvensi atau inovasi manusia yang semakin bertambah seiring tingkat pengetahuan atau kemajuan, secara telak akan menempatkan islam dalam posisi aman. Sama dengan beberapa peradaban yang menganggap telanjang bukanlah satu hal yang memalukan secara etika dan moral, maka islam tidak dapat dikatakan sebagai ideologi yang banyak bertentangan dengan konsep moralitas karena pandangan relativisme moral seperti itu akan melahirkan pembelaan, bahwa islam pun sedang berproses menuju pengetahuan yang lebih lengkap tentang moralitas ini. Lalu apa landasannya kita kemudian dapat mengkritisi ajaran islam kalau begitu? Bukankah islam sama tidak bersalahnya dengan suku-suku primitif telanjang ditengah hutan itu? Budaya dan sosial yang berevolusi tidak dapat menjadi fondasi nilai moral, karena dari sekian banyak budaya dan peradaban yang pernah dan masih eksis di dunia ini dengan standard dan praktik moral masing-masing, tidak pernah memberi kita penjelasan yang cukup memuaskan yang mana satu yang benar dan harus diikuti sepenuhnya.

Jika manusia yang dijadikan patokan otoritas moral, masalah akan timbul saat terjadi tawar menawar preferensi moral yang memunculkan pertanyaan, opini moral siapa yang benar? Oleh karena itulah, objektivitas moral hanya dapat dilandaskan kepada sesosok tuhan dengan segala karakternya yang baik, yang menjadi dasar dalam pengetahuan kita akan baik dan salah. Manusia tidak perlu percaya kepada TUHAN ini untuk mengetahui hukum moralnya, tetapi dengan menyangkal TUHAN ini, kita kehilangan kemampuan untuk mendasarkan hukum moral objektif itu dan semua perbuatan menjadi boleh dilakukan.

Menyelami Dilema Sang Allah
Mirror 1: Menyelami Dilema Sang Allah
Follow Twitter: @ZwaraKafir
Faithfreedompedia static
User avatar
qprim
Posts: 259
Joined: Wed Nov 09, 2005 4:01 pm

Re: Menyelami Dilema Sang Allah

Post by qprim »

ikutan nimbrung ya,
rahimii wrote:Jika manusia yang dijadikan patokan otoritas moral, masalah akan timbul saat terjadi tawar menawar preferensi moral yang memunculkan pertanyaan, opini moral siapa yang benar? Oleh karena itulah, objektivitas moral hanya dapat dilandaskan kepada sesosok tuhan dengan segala karakternya yang baik, yang menjadi dasar dalam pengetahuan kita akan baik dan salah. Manusia tidak perlu percaya kepada TUHAN ini untuk mengetahui hukum moralnya, tetapi dengan menyangkal TUHAN ini, kita kehilangan kemampuan untuk mendasarkan hukum moral objektif itu dan semua perbuatan menjadi boleh dilakukan.
Bro rahimii, apakah di dunia ini ada sesuatu yang benar2x obyektif? Kalau subyektif dan obyektif adalah cara pandang manusia terhadap sesuatu, bukankah kemudian batasan antara subyektif dan obyektif menjadi sesuatu yang relatif?

Bro rahimii menyatakan bahwa TUHAN merupakan standar moral obyektif. Tapi apakah TUHAN menurunkan "manual book" yang mengatur setiap tindak tanduk dan perilaku manusia? Atau standar moral obyektif dari TUHAN baru bisa diterjemahkan di level praktis kehidupan sehari-hari lewat INTERPRETASI manusia? Kalau demikian, menurut saya yang nggak bisa 100% obyektif jadinya.
rahimii
Posts: 311
Joined: Sun Mar 06, 2011 6:33 pm

Re: Menyelami Dilema Sang Allah

Post by rahimii »

Salam bro qprim..kita coba bahas sama-sama ya..
qprim wrote:Bro rahimii, apakah di dunia ini ada sesuatu yang benar2x obyektif? Kalau subyektif dan obyektif adalah cara pandang manusia terhadap sesuatu, bukankah kemudian batasan antara subyektif dan obyektif menjadi sesuatu yang relatif?
Secara definisi, objektif berarti independen atau tidak terkait terhadap opini seseorang, termasuk opini diri sendiri. Subjektif berarti hanya berdasarkan pada opini personal. Mengatakan ada nilai moral objektif berarti mengatakan salah atau benar itu adalah kenyataan yang berdiri sendiri, tak perduli bagaimana seseorang hendak mempercayai atau memaknainya secara subjektif. Memang keputusan moral seringkali tergantung kepada situasi dimana keputusan itu dibuat. Tindakan tertentu seperti membunuh misalnya, kadang dibenarkan dalam situasi tertentu. Contohnya, orang yang membunuh penjahat demi melindungi nyawa anak atau istrinya. Lalu apakah ini berarti tidak ada suatu kebenaran moral objektif yang transenden? Saya pikir tidak. Kalau tidak ada perasaan kebenaran objektif terhadap satu tindakan, maka tidak akan ada alasan untuk menjustifikasi penyimpangan dari kenyataan itu. Adalah benar, tidak pernah bermoral membunuh tanpa alasan pembenaran yang patut. Seluruh pengalaman manusia mengkonfirmasi kebenaran ini. Tidak perduli dimana atau kebudayaan apa di seluruh dunia ini, membunuh tidak pernah dapat diterima secara moral tanpa alasan atau justifikasi yang patut. Disinilah point nya. Justifikasi dari sebuah tindakan moral, justru merupakan bukti eksistensi dari moral objektif. Kita mengetahui ada sesuatu yang salah secara objektif tentang membunuh atau memperkosa, karena itulah mengapa kita kemudian mencari pembenaran atas keharusan melakukan satu aksi tertentu, misalnya membunuh tadi. Keberadaan akan kebenaran moral objektif yang transenden ini, mau tidak mau membuat kita berpikir mendalam akan sumbernya. Kalau saya pribadi percaya sumbernya adalah TUHAN. Tapi saya juga sangat yakin, tuhan ini bukanlah tuhannya islam.
qprim wrote:Bro rahimii menyatakan bahwa TUHAN merupakan standar moral obyektif. Tapi apakah TUHAN menurunkan "manual book" yang mengatur setiap tindak tanduk dan perilaku manusia? Atau standar moral obyektif dari TUHAN baru bisa diterjemahkan di level praktis kehidupan sehari-hari lewat INTERPRETASI manusia? Kalau demikian, menurut saya yang nggak bisa 100% obyektif jadinya.
Karakter moral TUHAN diekspresikan kepada kita dalam bentuk perintah adikodrati yang menetapkan tugas serta kewajiban moral kita. Tanpa bermaksud promosi dan oot ke keyakinan tertentu, setelah mempelajari aneka paham ketuhanan dan silahkan tunjukkan bila ada ekspresi moral lain yang bisa menandingi keagungannya , keseluruhan moral conduct manusia itu sebenarnya sudah diturunkan dan dibuat seringkas mungkin tanpa membutuhkan interpretasi tambahan yang terangkum dalam perintah : kasihilah tuhan allahmu dengan segenap hatimu, segenap jiwamu, segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu seperti mengasihi dirimu sendiri. Dengan fondasi perintah ini, kita dapat mengafirmasi kebaikan dan kebenaran objektif akan cinta kasih, kemurahan, pengorbanan, persamaan, dan menolak secara objektif mementingkan diri sendiri yang salah dan jahat, kebencian, kekejaman, diskriminasi dan penindasan.
User avatar
Joe Andmie
Posts: 1761
Joined: Mon Jul 04, 2011 6:48 pm
Location: DIBAWAH POHON KELAPA SAWIT

Re: Menyelami Dilema Sang Allah

Post by Joe Andmie »

rahimii wrote:Terimakasih buat semua, diskusinya semakin berkembang. Sayang, teman-teman muslim belum banyak yang terlibat. >>>>>>>>>>>
Gimana muslim mau masuk, yang ngintip saya kira banyak.. macam saya dulu secara sembunyi2 noleh komik Kho Ping Ho.
serulah lihat kafir pada bacok bacokan, sambil pamer kekuatan.
Setelah simak tulisan Bro rahimii terakhir,mari kita hormati topik yang diutarakan dan sekaligus kita hargai misi utama dari FFI ini.
Salam untuk semua.
rahimii
Posts: 311
Joined: Sun Mar 06, 2011 6:33 pm

Re: Menyelami Dilema Sang Allah

Post by rahimii »

@joeandmie-setuju dengan pernyataan anda untuk mengembalikan trit ini ke tujuan awalnya. Mohon dimengerti ekspresi-ekspresi ketuhanan yang saya kutip, yang kebetulan menyerempet ke salah satu aliran keyakinan, bukan sebagai tindakan yang secara sadar saya lakukan untuk mengangkangi misi forum ini. Saya memposisikannya sebagai hasil olah filsafat yang paling unggul diantara filosofi para pemikir-pemikir ketuhanan lainnya. Terimakasih atas pengawasannya dan salam juga untuk anda.
User avatar
qprim
Posts: 259
Joined: Wed Nov 09, 2005 4:01 pm

Re: Menyelami Dilema Sang Allah

Post by qprim »

Terima kasih tanggapannya. Kita lanjut lagi ya.
rahimii wrote:Kalau tidak ada perasaan kebenaran objektif terhadap satu tindakan, maka tidak akan ada alasan untuk menjustifikasi penyimpangan dari kenyataan itu. Adalah benar, tidak pernah bermoral membunuh tanpa alasan pembenaran yang patut. Seluruh pengalaman manusia mengkonfirmasi kebenaran ini.
Perasaan manusia terhadap sesuatu, apapun itu, tentu ada sumbernya. Jadi rasa kebenaran obyektif mestinya juga punya sumber. Yang selalu jadi pertanyaan buat saya, dari mana? Apakah sumbernya memang berasal dari dalam diri setiap individu manusia secara otomatis? Atau bersumber dari hasil pemikiran dan refleksi atas konsekuensi dan hubungan sebab akibat dari interaksi antar manusia, yang kemudian disepakati sebagai standar kebenaran dan standar moral? Bukankah manusia adalah mahluk yang bisa berpikir dan berefleksi, dengan atau tanpa ajaran agama.
Saya pribadi sangat berharap sumber rasa kebenaran obyektif adalah dari dalam diri manusia. Jika memang demikian, akan lebih mudah untuk membuat dunia ini menjadi lebih damai.
rahimii wrote:Karakter moral TUHAN diekspresikan kepada kita dalam bentuk perintah adikodrati yang menetapkan tugas serta kewajiban moral kita. Tanpa bermaksud promosi dan oot ke keyakinan tertentu, setelah mempelajari aneka paham ketuhanan dan silahkan tunjukkan bila ada ekspresi moral lain yang bisa menandingi keagungannya , keseluruhan moral conduct manusia itu sebenarnya sudah diturunkan dan dibuat seringkas mungkin tanpa membutuhkan interpretasi tambahan
Kalau kita meyakini bahwa kebenaran obyektif adalah sesuatu yang bersifat adikodrati, maka implikasinya kita juga harus menerima bahwa ada banyak sekali cara manusia untuk mengungkapkan kebenaran obyektif. Salah satunya adalah kutipan berikut.
Dalai Lama diwawancara, Leonardo Boff, tokoh Teologi Pembebasan Amerika Latin.
Pertanyaannya: Agama apa yg terbaik didunia ini?
Dalai Lama menjawab sambil tersenyum, menatapnya secara langsung, yang mengejutkan, krn dia menyadari maksud jahat di balik pertanyaan tadi.
Beliau jawab: ”Agama yang paling baik adalah agama yang membawamu terdekat dengan Tuhan. Agama yang membuatmu menjadi orang yang lebih baik”
Untuk menutupi perasaan malu, karena jawaban yang sangat bijaksana, dia bertanya: “Apa yang membuat saya menjadi lebih baik?”
Beliau menjawab: “Apapun yang membuatmu lebih berwelas asih, lebih masuk akal, lebih
terlepas, lebih mencintai, lebih memiliki rasa kemanusiaan, lebih bertanggung jawab, lebih etis. Agama yang melakukan semua itu terhadapmu adalah agama terbaik.”
Sumber: https://yalun.wordpress.com/2012/03/13/ ... ardo-boff/

Jujur, saya tidak bisa memastikan apakah dialog di atas betul-betul pernah terjadi. Tapi saya kira isinya sangat baik. Dalai Lama kemungkinan besar tidak meyakini apa yang anda yakini, bro rahimii. Tapi toh apa yang dia yakini sebagai suatu standar moral cocok dengan keyakinan anda.
User avatar
Joe Andmie
Posts: 1761
Joined: Mon Jul 04, 2011 6:48 pm
Location: DIBAWAH POHON KELAPA SAWIT

Re: Menyelami Dilema Sang Allah

Post by Joe Andmie »

[quote="qprim"
Perasaan manusia terhadap sesuatu, apapun itu, tentu ada sumbernya. Jadi rasa kebenaran obyektif mestinya juga punya sumber. Yang selalu jadi pertanyaan buat saya, dari mana? Apakah sumbernya memang berasal dari dalam diri setiap individu manusia secara otomatis? Atau bersumber dari hasil pemikiran dan refleksi atas konsekuensi dan hubungan sebab akibat dari interaksi antar manusia, yang kemudian disepakati sebagai standar kebenaran dan standar moral? Bukankah manusia adalah mahluk yang bisa berpikir dan berefleksi, dengan atau tanpa ajaran agama.
Saya pribadi sangat berharap sumber rasa kebenaran obyektif adalah dari dalam diri manusia. Jika memang demikian, akan lebih mudah untuk membuat dunia ini menjadi lebih damai.

[/quote]
Benar bro, rasa kebenaran obyektif adalah dari dalam diri kita, tapi itu tak terjadi secara otomatis.Kita memandang suatu kebenaran, justru terlebih dulu kita diperlihatkan kebalikannya. Dulu sekolah , saya pernah ditempatkan dikelas bagian gizi, dari situ saya dapat pelajaran tentang manfaat atau yang merugikan .Tinggal kita terapkan,atau pilihan sendiri mau sehat atau tidak.
Demikian sewaktu kecil, kita dididik secara budaya masing2, budaya ini yang kelaknya menentukan karakter pribadi.
Sifat inilah jiwa pribadi yang tak bisa disimpulkan. Dari sinilah sebuah peraturan diberlakukan, setelah menginjak usia 17, kita wajib memiliki ID. dan singkatnya kita wajib tunduk pada undang2 dimana kita tercatat sebagai warga negara tersebut. Diluar itu sifat pribadi kita juga butuh peringatan,sehingga kita bisa berhati hati dalam kelakuan kita.
Terserah peringatan itu berasal dari mana, yang penting selama tidak merugikan orang lain.
Orang tua yang mau ingatkan anak2nya, minimal anaknya akan lebih bila dibandingkan orang tua yang membiarkan anaknya sekehendak hati.
Baik bro, kalau bro merasa diaolog tokoh2 yang disebut itu sangat baik, saya yakin akan membuka wawasan dan fikiran saudara.
Salam.
Teposeliro
Posts: 96
Joined: Wed Mar 26, 2014 1:47 am

Re: Menyelami Dilema Sang Allah

Post by Teposeliro »

Seperti apa yang diulas Joe,
Kebenaran objektif ada didalam kita sendiri, tentu saja itu akan terbentuk ketika kita melihat kejadian atau mengalami kejadian, maka kebenaran objektif akan memberikan jawabannya. Kemudian manusia sendiri mempunyai pilihan yang bebas untuk menentukan apakah akan mengikuti hal itu atau tidak, semakin kebenaran objektif ditekan dan hati tidak mengijinkan maka terjadi konflik batin jadi banyak pilihan disini. nah kalau kemudian pikirannya pun menekankan dan melawan dan akhirnya meniadakan kebenaran objektif tersebut maka matilah kebenaran objektif tersebut. Maka akan sulitlah orang tersebut untuk menjadi baik secara umum.
masalahnya islam ktp adalah orang yang kebenaran objektifnya ada hati memihak kebenaran objektif tapi bergtentangan dengan ajaran yang masuk ke pikiran. Nah tugas forum ini untuk menyadarkan apa yang salah dengan ajaran tersebut. Tidak ada ajaran moral yang mengajarkan hal yang sangat bertentangan dengan kebenaran objektif kecuali islam. ketika pikirannya kacau dan menganggap diri sendiri sebagai pusatnya dan semua orang harus menurut kepada mereka maka itulah Muhammad, nah kalau kita lihat bukankah itu yang terjadi dengan para habib ustad dan kawan kawannya, merasa dirinya paling benar dan jadi penuh dengan kekerasan, hanya ajaran ini yang tiap ustad atau ulama atau habib yang bisa bikin fatwa seenaknya dan tidak peduli fagtwa yang lain. begitu absurdnya hal itu, orang yang diberi akal sehat yang jernih akan melihat tersebut tapi itu tidak akan terjadi dengan islam ktp. kenapa? kalau saya lihat mereka semua merasa ustad seharusnya benar ada perasaan didalamnya yang menentang dan mengatakan itu salah tapi takut kualat. Ketakutannya lebih besar dari akal sehatnya sehingga secara jujur saya melihatnya mereka hidup dalam teror dan bukan dalam kasih sayang.bahkan yang namanya kepercayaan saja tujuannya memberikan ketenangan dan kasih sayang.
Coba tanya kepada para islam ktp kenapa banyak muslim yang melakukan bom bunuh diri pasti jawabnya yah mereka tersesat atau kesel karena amerika menyerang mereka dsbnya. ketika didesak kenapa warga sipil yang ga tahu apa yang jadi korban mereka akan malu sebenarnya, tapi ga berani.

Menyelami Dilema Sang Allah
Mirror 1: Menyelami Dilema Sang Allah
Follow Twitter: @ZwaraKafir
Faithfreedompedia static
Teposeliro
Posts: 96
Joined: Wed Mar 26, 2014 1:47 am

Re: Menyelami Dilema Sang Allah

Post by Teposeliro »

Karena teror tersebut membuat mereka tidak berani menimbang atau menggunakan akal sehatnya untuk menilai ajarannya. Ketika mencoba memahami biasanya yang timbul adalah marah kecewa ternyata Nabi dan Allahnya bukan Allah. itu yang membuat orang murtad, kebanyakan berhenti menimbang ketika takut kualat atau diazob tersebut. makanya sering kita ketemu dengan muslim yang cerdas mengerti mengenai ilmu, ilmuwan dsbnya tapi ketika bicara tentang agamanya, berhenti sampe disitu tidak berani menilai nabinya, tapi kalau membahas allahnya masih bisa tapi semua berhenti ketika bicara nabinya karena pembenaran allahnya ada dinabinya.
sama seperti semua cult atau organisasi kejahatan terpadu (hehehe) semua bisa dibicarakan kecuali godfathernya atau pemimpinnya. bahkan presiden negaranya bisa ga dipedulikan saudaranya boleh diomongin apalagi yang keliatan sedikit beda tapi ga pernah pemimpinnya coba lah cek. bedanya di organisasi tersebut bisa terjadi pemimpinnya dibunuh tapi tidak pernah diakui sebagai hasil pembunuhan oleh penggantinya, pasti bilangnya dibunuh musuhnya apalagi biasanya yang membunuh hampir pasti naik jadi pemimpinnya jadi ada yang berani? kan ngga. itulah dilema pada islam. bukankah khalifah juga kaya gitu.
sedikit oot, Dulu saya ga pernah kepikir agama islam seperti ini, ada seseorang yang kasih link tersebut trus saya mulai google baru saya nyadar pantesan kok susah banget yah. sekarang saya malah jadi ngerti pantesan mereka seperti. Saya punya saudara yang muslim juga tapi yah itu islam ktp dan saya lihat malah hidupnya lebih lurus, jujur dsbnya. beliau melakukan kesalahan saja jadi malu banget, tapi ga bisa ngomongin, dari situ saya ngerti kenapa cuma sampe disana. karena di islam tidak ada sesorang yang bereani menyatakan kebenaran dan mati karenanya. coba dicek mereka mati semua untuk pamrih. nah islam yang taat sekali dan mempelajari qurannya malah lebih gila karena semakin dipelajari, itu akan mengjungkir balikan semua akal sehat sehingga mereka jadi zombie yang hidup untuk kebutuhan tertentu saja.

Menyelami Dilema Sang Allah
Mirror 1: Menyelami Dilema Sang Allah
Follow Twitter: @ZwaraKafir
Faithfreedompedia static
Patah Salero
Posts: 2703
Joined: Tue Dec 21, 2010 12:31 am

Re: Menyelami Dilema Sang Allah

Post by Patah Salero »

rahimii wrote:Terimakasih buat semua, diskusinya semakin berkembang. Sayang, teman-teman muslim belum banyak yang terlibat. Saya akan coba tambahi.

Melandaskan moralitas sebagai hal yang subjektif, berarti meletakkan pengertian kita pada sebuah asumsi bahwa kita mengetahui immoralnya perilaku pedofil, ....
bla...bla...bla...
Brow... Tunjukkan SATU AJA..., Gw ulangi SATU AJA Teks sebelum abad 18 masehi, DARI AGAMA APAPUN, dan/atau dari kebudayaan apapun, yang melarang seorang dewasa berhubungan seks dengan anak di bawah umur.

Kalo loe bisa nunjukkan teks tersebut, baru loe bisa bilang larangan terhadap hubungan seks antara dewasa dengan anak-anak adalah kebenaran universal.
Kalo enggak ...Ya bullshit.

Monggo...
User avatar
Joe Andmie
Posts: 1761
Joined: Mon Jul 04, 2011 6:48 pm
Location: DIBAWAH POHON KELAPA SAWIT

Re: Menyelami Dilema Sang Allah

Post by Joe Andmie »

Patah Salero wrote: Brow... Tunjukkan SATU AJA..., Gw ulangi SATU AJA Teks sebelum abad 18 masehi, DARI AGAMA APAPUN, dan/atau dari kebudayaan apapun, yang melarang seorang dewasa berhubungan seks dengan anak di bawah umur.
Sobat Patah Salero...baru muncul,tapi jangan khawatir . saya salut ente cukup tahan banting.
Pegawai saya kebanyakan muslim, tak pernah saya kacau atau suruh mereka murtad. Ada beberapa yang sudah tak peduli dan bila ikut saya ,makanan apa yang saya makan ikut lahap juga.
Saya tak akan usik diskusi ente sama bro rahimii, sila lanjutkan.
User avatar
Qorma 2 biji
Posts: 202
Joined: Mon Jul 30, 2012 1:32 am

Re: Menyelami Dilema Sang Allah

Post by Qorma 2 biji »

bro PS, pembenaran anda sangat aneh. kenapa tidak sekalian menyangkal bahwa bumi ini bulat bukanlah kebenaran universal karena sebelum progress ilmu pengetahuan modern menemukannya, literatur awal sejarah lebih cenderung mengatakan bumi ini datar.
Patah Salero
Posts: 2703
Joined: Tue Dec 21, 2010 12:31 am

Re: Menyelami Dilema Sang Allah

Post by Patah Salero »

Qorma 2 biji wrote:bro PS, pembenaran anda sangat aneh. kenapa tidak sekalian menyangkal bahwa bumi ini bulat bukanlah kebenaran universal karena sebelum progress ilmu pengetahuan modern menemukannya, literatur awal sejarah lebih cenderung mengatakan bumi ini datar.
Jaka sembung, bro...

kita bicara urusan moral sekarang, bukan kebenaran ilmiah.
Ngapain loe bawa-bawa urusan bumi bulat. Apa urusannya anggapan bumi bulat apa enggak dengan moralitas seseorang ??
Orang yang mengatakan bumi itu datar termasuk manusia dogol, bukan tidak bermoral.

berbeda dengan seorang dewasa yang menyetubuhi anak-anak. katanya sih enggak bermoral, monggo silahkan dibuktiin aja.
Teposeliro
Posts: 96
Joined: Wed Mar 26, 2014 1:47 am

Re: Menyelami Dilema Sang Allah

Post by Teposeliro »

PS menulis :
Brow... Tunjukkan SATU AJA..., Gw ulangi SATU AJA Teks sebelum abad 18 masehi, DARI AGAMA APAPUN, dan/atau dari kebudayaan apapun, yang melarang seorang dewasa berhubungan seks dengan anak di bawah umur.

Kalo loe bisa nunjukkan teks tersebut, baru loe bisa bilang larangan terhadap hubungan seks antara dewasa dengan anak-anak adalah kebenaran universal.
Kalo enggak ...Ya bullshit.

Aneh sekali kalau mesti Abad 18? kan hukumnya universal yah sampe sekarang dong? logikanya dimana? atau muslim menyadari kalau islam cuma ampe abad 18 berlakunya.

silahkan bung rahimii lanjut deh saya tidak akan ganggu.
User avatar
Joe Andmie
Posts: 1761
Joined: Mon Jul 04, 2011 6:48 pm
Location: DIBAWAH POHON KELAPA SAWIT

Re: Menyelami Dilema Sang Allah

Post by Joe Andmie »

Islam KTp? Ini tidak aneh , memang dominan. tapi saya ada rasa kagum pada muslim .
Muslim diIndonesia, yang betul2 faham akan ajaran islam tak sampai 20%,tapi jangan cuba2 usik mereka, terutama kepada nabinya. Dalam sekejap mereka mudah dikordinir dan membentuk masa yang siap terjang, tidak tua muda .pria atau wanita.
Pernah ada kejadian, seorang ibu yang tak tahu apa2 ,rumahnya hampir rubuh diserang gara2 membuang alquran ketong sampah. Siibu ini yang tidak menyangka , kalau yang dibuang itu kitab suci islam, yang ditinggal pembantunya yang tak kerja lagi . Selain alquran ,ada surat Yasin, dan bacaan islam. maksud siibu yang kebetulan beragama Konghucu ini bersih2 kamar pembantunya itu .Untunglah aparat turun tangan, nyawa siibu ini selamat.
Sebagai mantan muslim , beberapa hal saya alami . Kalau membela islam, itu kewajiban utama apapun konsekwensinya.
Menghina nabi islam 2X lipat lebih berat dari menghina awlohnya.
Baru2 ini ada heboh klip lagu yang bertulisan allah, tapi tak separah dengan komik muhammad atau pembakaran alquran beberapa waktu yang silam.
Apa yang ditulis bro Teposeliro tidaklah jauh dari pengalaman saya sewaktu diislam.
Jujur saya tak pernah membenci muslim, karena apa yang mereka lakukan mereka tidak tahu.
Saya berharap Indonesia lekas maju , karena ini juga sangat berpengaruh.
Salam.

Menyelami Dilema Sang Allah
Mirror 1: Menyelami Dilema Sang Allah
Follow Twitter: @ZwaraKafir
Faithfreedompedia static
Post Reply