analogi bahasa yang anda gunakan, saya kira tidak tepat.Patah Salero wrote: Terakhir, kita sering melihat orang berkomunikasi seperti cara komunikasi Tuhan ini dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua mencadel-cadelkan lidahnya ketika bicara dengan bayinya. Orang wajib menggunakan bahasa isyarat bila ingin bicara dengan tuna rungu, dan lain seterusnya. Jadi orang yang lebih "sempurna" menurunkan dirinya agar bisa dipahami oleh orang yang "belum sempurna". Dan dalam kasus tahu-menahu ini aku setuju dengan tafsiran @Capt Pancasila di atas. Tuhan "menurunkan derajatNya" agar pesanNya dapat dipahami manusia.
Kasus yang sesuai dengan analogi di atas adalah allah swt menggunakan bahasa arab kepada orang-orang arab supaya orang-orang arab mudah mengerti.
Mengaku tidak tahu karena harus menggunakan "term manusia", jelas sangat aneh.
Apa perlunya mengaku allah mengaku belum tahu..?
misalkan saya tuhan yang maha tahu dan anda umatku.
saya sudah tahu kalo anda itu akan berjihad membela agamaku.
Untuk berbicara kepada anda tentu saya sebagai tuhan yang pandai berbahasa surga, menurunkan diri untuk mengobrol dengan mu dengan bahasa indonesia.
Tapi apa perlunya aku ngemeng bahwa aku belum tahu kalau kau akan berjihad atau tidak.?
kalau "term manusia" tentang pengetahuan ini yang diikuti allah dalam menurunkan dirinya supaya dipahami, lalu mengapa pula di saat lain dia mengaku maha mengetahui.
aneh bukan, jika mengaku maha tahu di saat lain tidak ada masalah, mengapa di ayat ini allah harus mengaku-ngaku dia belum tahu siapa yang akan menjadi jihaders.?
kalaulah si allah itu menurunkan diri berbahasa manusia(term manusia) supaya mudah dipahami. Mengapa pula kalimat-kalimatnya banyak yang aneh? Mengapa pula allah salah dalam penggunaan kata ganti.? Mengapa sesama muslim sering berbeda tafsir ayat quran? Mengapa ayat-ayat sains (menurut klaim muslim) dalam quran dinyatakan dalam bahasa abu-abu? dan banyak lagi pertanyaan yang muncul...