Lho???? ngulang-ngulang lagi sampah basi lu?
Kan sudah dibantah sama orang Islam sendiri, Dr Shaykh Gibril Fouad Haddad, dari situs Islam SunniPath.com .
Baca sendiri di
http://qa.sunnipath.com/issue_view.asp? ... 604&CATE=1
buat yang tak mengerti bhs Inggris, ini bantahan si sheik gibril fuoad haddad:
MONTIR KEPALA wrote:
• Kebanyakan narasi mengenai umur Aisha dilaporkan hanya oleh Hisham ibn Urwa memberitakan atas otoritas bapak nya. Semua narasi peristiwa ini dilaporkan melalui pembawa cerita dari Iraq, di mana Hisham ibn Urwa dilaporkan ketika tinggal di Madinah usianya 91 tahun. Hal itu dilaporkan dalam salah satu dari buku yang paling terkenal mengenai keandalan dan hidup dari pembawa cerita tradisi yang dianggap berasal dari ke Muhammad bahwa Yaqub ibn Shaibah berkata, " dilaporkan bahwa narasi oleh Hisham adalah dapat dipercaya kecuali, apa-apa yang dilaporkannya melalui masyarakat Iraq". Pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak atas narasi Hisham yang dilaporkan lewat orang lain Iraq. Dalam Buku yang lain atas cerita tradisi Muhammad yang dia laporkan ketika ia sudah tua, ingatan Hisham menderita pikun.
BANTAHAN:
Pelecehan terhadap Shaykh al-Islam Hisham ibn Urwah, cucu keponakan (grand nephew) Aisha sendiri, telah dibantah oleh Shaykh Gibril Haddad.
Berikut ini adalah bantahan Shayk Gibril Hadda:
A. Ada lebih dari sebelas otoritas di antara para Tabi’in yang melaporkan secara langsung dari Aisha. Itu masih tidak termasuk para Sahaba yang melaporkan hal yang sama dan juga penerus-penerus utama (major Successors) yang melaporkannya dari sumber selain Aisha.
B. Not so. Al-Zuhri also reports it from `Urwa, from `A'isha; so does `Abd Allah ibn Dhakwan, both major Madanis. So is the Tabi`i Yahya al-Lakhmi who reports it from her in the Musnad and in Ibn Sa`d's Tabaqat. So is Abu Ishaq Sa`d ibn Ibrahim who reports it from Imam al-Qasim ibn Muhammad, one of the Seven Imams of Madina, from `A'isha. All the narratives of this event have been reported.
C. Bukan begitu. Selain keempat perawi Tabi’in Medina di atas, Sufyan ibn `Uyayna dari Khurasan dan`Abd Allah ibn Muhammad ibn Yahya dari Tabarayya di Palestine juga melaporkannya. Bahkan hadist tersebut bukan hanya dilaporkan oleh `Urwa, tetapi juga oleh `Abd al-Malik ibn `Umayr, al-Aswad, Ibn Abi Mulayka, Abu Salama ibn `Abd al-Rahman ibn `Awf, Yahya ibn `Abd al-Rahman ibn Hatib, Abu `Ubayda (`Amir ibn `Abd Allah ibn Mas`ud) dan Imam-Imam Tabi’I lainnya langsung dari Aisha.
Dengan demikian, hal ini telah dilaporkan secara masaal (mutawatir) dari Aisha oleh lebih dari sebelas otoritas di antara kaum Tabi’in, belum lagi yang dilaporkan oleh para Sahaba seperti Ibn Mas`ud dan Penerus Utama seperti Qatada!
D. Sebenarnya, Ya`qub berkata: "Dapat dipercaya, dapat diandalkan sama sekali (thiqa thabt), tidak tercela kecuali setelah dia pergi ke Iraq, pada waktu mana dia meriwayatkan dari ayahnya dan dicela karena itu.” Perhatikanlah bahwa Ya’qub sebenarnya tidak membenarkan kritisi (pencelaan) itu.
Malik sendiri melaporkan lebih dari 100 hadist dari Hisham seperti yang dibuktikan dalam kedua (koleksi hadist) Sahih dan Sunan hingga al-Dhahabi menanyakan kepantasan / otentisitas pernyataan bahwa dia mencela Hisham.
Bahkan sebenarnya, tidak ada satupun ahli hadist yang membenarkan meragukan hadist-hadist tersebut karena hanyalah didasarkan pada kenyataan bahwa pada masa tuanya Hisma (dia berumur 71 tahun pada saat kunjungan terakhirnya ke Iraq) suka menyingkat perkataan, dan akan berkata, “Ayahku, dari Aisha” (abi `an `A'isha)" dan tidak lagi mengatakan, “diriwayatkan padaku (haddathani)".
Al-Mizzi in Tahdhib al-Kamal (30:238) menjelaskan bahwa orang-orang Iraq sudah tidak ragu lagi bahwa Hisham tidak pernah meriwayatkan sesuatu apapun dari ayhnya kecuali yang dia dengar langsung sendiri darinya.
Ibn Hajar juga tidak setuju dengan celaan terhadap Hisham ibn `Urwa dan berkata dalam Tahdhib al-Tahdhib (11:45): "Jelaslah sudah bagi orang-orang Iraq bahwa dia tidak meriwayatkan apapun dari ayahnya selain yang didengarnya secara langsung darinya."
Bahkan sebenarnya, mengatakan bahwa “kisah-kisah yang diriwayatkan oleh Hisham ibn `Urwa dapat diandalkan kecuali yang dilaporkan lewat orang-orang Iraq” adalah omong kosong besar karena itu akan menghapuskan semua riwayat oleh Ayyub al-Sakhtyani darinya karena Ayyub adalah seorang Iraq Basran, dan riwayat-riwayat oleh Abu `Umar al-Nakha`i yang berasal dari Kufa, dan riwayat-riwayat oleh Hammad ibn Abi Sulayman dari Kufa (Shaykh dari Abu Hanifa), dan riwayat-riwayat oleh Hammad ibn Salama dan Hammad ibn Zayd yang kedua-duanya berasal dari Basra, dan riwayat-riwayat oleh Sufyan al-Thawri dari Basra, dan juga riwayat-riwayat oleh Shu`ba di Basra, yang semuanya berasal dari Hisham!
E. Bohong! Malah sebaliknya al-Dhahabi dalam Mizan al-I`tidal (4:301 #9233) berkata: "Hisham ibn `Urwa, salah seorang yang terhormat, suatu bukti dalam dirinya sendiri, dan seorang Imam. Namun dalam usia tuanya daya ingatnya menurun, tetapi dia tidak pernah menjadi bingung. Dan jangan pernah peduli apa yang dikatakan Abu al-Hasan ibn al-Qattan tentang dia dan Suhayl ibn Ali Salib mnjadi bingung atau berubah-ubah. Memang benar, orangnya berubah sedikit dan daya ingatnya tidak sama seperti di masa mudanya, dan dia lupa beberapa dari yang dihafalkannya. Memangnya kenapa? Apakah dia mesti luput dari kelupaan?
[p. 302] Dan ketika dia tiba di Iraq pada akhir hidupnya dia meriwayatkan sangat banyak pengetahuan, beberapa di antaranya tidak begitu bagus, dan hal yang sama terjadi pula pada Malik, Shu`ba, dan Waki`, dan beberapa ahli terpecaya lainnya. Jadi tak usahlah bingung-bingung, dan tak usah mengacaukan Imam-Imam terpercaya dengan perawi-perawi lemah dan kacau. Hisham adalah seorang Shaykh al-Islam. Tapi biarlah Allah menghibur kami tentang engkau, O Ibn al-Qattan, dan sama juga halnya dengan pernyataan `Abd al-Rahman ibn Khirash's dari Malik"
Terima kasih, Shaykh Gibril Haddad. Tampaknya Shavanas telah salah mengutip atau mengemukakan referensinya sendiri. Maka tampaknya fitnaham terhadap Hisham ibn Urwa tidak berdasar dan tidak didukung oleh teks-teks Islam. Lagipula syarat yang dikemukan Shanavas bahwa hadist-hadist mengenai usia Aisha mesti diriwayatkan melalui banyak perawi dan melalui orang-orang yang bukan dari Medina adalah omong kosong belaka. Tidak ada syarat seperti itu di dalam Islam Sunni. Ini hanyalah standar yang diciptakan Shanavas sendiri untuk mendukung argumennya sendiri.
MONTIR KEPALA wrote:•" Telah dikabarkan Nabi Muhammad bersabda, " Seorang perempuan harus dionsultasikan dan mendapatkan izinnya untuk membuat perkawinan sah". Berdasarkan laporan yang lain, Aisha pada umur sembilan tahun lebih tertarik untuk bermain-main dengan kuda-kudaan dibanding untuk memikul tugas tanggung jawab seorang istri. Ijin dari suatu anak perempuan yang belum dewasa tidak sah untuk perkawinan.
betul sekali bahwa aisha tidak dikonsultasi. jadi jelaslah sudah dia belum dewasa saat dilamar.
Tampaknya Shanavas tidak tahu tentang hadist sahih Bukhari yang mengatakan seorang gadis perawan memberi izin dengan berdiam diri. Karena Aisha adalah seorang perawan, izinnya adalah berdiam dirinya dia.
Sahih Bukhari Volume 7, Book 62, Number 67:
Diriwayatkan oleh Abu Huraira: Nabi berkata, “Seorang wanita dewasa (yang pernah kawin) tidak boleh dikawinkan kecuali setelah dibincangkan dengannya, dan seorang perawan tidak boleh dikawinkan kecuali setelah izinnya diberikan. Orang-orang bertanya, “O Rasul allah! Bagaimana kita tahu dia mengizinkan?” Dia berkata, “Berdiam dirinya dia (adalah tanda izinnya)."
MONTIR KEPALA wrote:
•" Perbandingan hadith ttg umur Aisha dengan hadith Laylat al-Qadr, di mana 1 digunakan untuk 21, 3 untuk 23, 5 untuk 25 dan seterusnya, menyatakan bahwa barangkali laporan Aisha'S dipancarkan secara harafiah dan 16 menjadi 6 dan 19 menjadi 9, karena yg demikian itu suatu cara berbicara di dalam bahasa Arab yang secara mendasar telah dikenal.
SAHIH BUKHARI Volumn 003, Book 032, Hadith Number 238.
-----------------------------------------
Narated By Ibn Abbas : The Prophet said, "Look for the Night of Qadr in the last ten nights of Ramadan ,' on the night when nine or seven or five nights remain out of the last ten nights of Ramadan (i.e. 21, 23, 25, respectively)."
what a BULL ****! Sudah banyak hadist sahih di mana aisha sendiri jelas-jelas mengatakan umurnya 9 tahun, bukan 19, waktu disetubuhi muhammad!
MONTIR KEPALA wrote:
Evidences from Islamic literature
•" Nurut hadith Bukhari dan Muslim, Aisha dikatakan sudah bergabung dgn Muhammad pada Penghadangan yang puncaknya di dalam Pertempuran Badr pada 624 CE dan kemudian pada 625 CE di dalam Pertempuran Uhud. Ketika itu tak seorangpun di bawah umur 15 tahun diijinkan untuk menyertai partai penghadangan, Aisha seharusnya paling tidak 15 tahun pada 624 CE dgn begitu setidaknya 13 tahun ketika dia dinikahi, bila Hijra dilakukan pada 622 CE.
•"recension Ibn Hisham dari Sirat Rasulullah Ibnu Ishaq, riwayat hidup Muhammad yang paling awal, menulis bahwa Aisha ketika memeluk Islam sebelum Umar ibn al-Khattab, sepanjang tahun pertama Islam di sekitar 610 CE. Syarat menerima Islam dia harus sudah bisa berjalan dan berbicara, karenanya sedikitnya 3 tahun usianya, yang mana setidaknya 15 tahun pada 622 CE.
ini juga sudah dibantah berulang-ulang. Peraturan umur 15 tahun itu adalah buat
lelaki yang berperang. Aisha sebagai anak perempuan tidak ikut berperang. Dia hanya membantu memberi air minum kepada orang yang berperang dan menghangatkan ranjang si nabi bejad muhammad di malam hari. tidak ada batas umur bagi anak perempuan pembawa air dan penghangat ranjang.
BANTAHAN:
Ali Sina membantah argumen ini sebagai berikut:
Ini adalah alasan yang lemah. Ketika perang Badr dan Uhud terjadi, Aisha berumur sekitar 10 atau 11 tahun. Dia tidak ikut berperang sebagai prajurit, seperti halnya anak laki-laki. Dia pergi untuk menghangatkan tubuh Muhammad di malam hari. Anak lelaki yang belum mencapai usia 15 tahun dikirim pulang, tetapi ketentuan ini tidak berlaku baginya.
Perempuan dan anak-anak kecil pergi ke medan perang untuk melakukan tugas-tugas lainnya, seperti yang ditulis dalam situs muslimhope:
“Wanita dan anak-anak pergi ke medan perang setelah perkelahian selesai dan memberi air kepada Muslim-muslim yang terluka dan menghabiskan musuh yang terluka. . al-Tabari vol.12 p.127,146. Pada hari-hari peperangan, wanita-wanita dan anak-anak berada di sana untuk menggali kuburan bagi yang mati al-Tabari vol.12 p.107.
Maka jelaslah bahwa batas usia lima belas tahun itu hanya berlaku bagi anak laki-laki, dan argumen Shanavas jelas-jelas salah.
Shayk Hadda juga menunjukkan bahwa Shanavas menggunakan informasi yang salah atau tidak lengkap.
“ Pertama-tama, larangan itu hanya berlaku bagi yang ikut bertempur, tidak berlaku bagi anak-anak lelaki yang tidak bertempur, anak-anak perempuan yang tidak bertempur dan kaum wanita. Kedua, Aisha sama sekali tidak ikut bertempur dalam perang Badr, tapi hanya mengucapkan selamat jalan pada orang-orang yang bertempur ketika mereka melewati Medina, seperti yang diriwayatkan oleh Muslim dalam hadist sahihnya. Pada saat perang Uhud (tahun 3H), Anas yang pada waktu itu hanya berumur 12 atau 13 tahun melaporkan melihat Aisha yang berumur 11 tahun bersama ibunya Umm Sulaym mengikat baju mereka dan membawa kantong kulit berisi air pulang pergi kepada orang-orang yang bertempur, seperti yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Jadi, Aisha sama sekali tidak berpartisipasi dalam perang Badr. Sangat menarik melihat bagaimana Shanava mengutip separuh-separuh hadist Uhud untuk memberi kesan palsu bahwa Aisha ikut berperang dalam perang Uhud ketika hadist-hadistnya telah jelas mengatakan dia hanya membawa kantung air kepada orang-orang yang bertempur. Bagian terakhir dari hadist juga dihapuskan, secara sengaja atau tidak sengaja, yang bisa dianggap tindakan tidak jujur.
Sahih Bukhari: Volume 4, Book 52, Number 131:
Diriwayatkan oleh Anas: Pada saat perang Uhad ketika beberapa orang mundur menarik diri dan meninggalkan nabi, aku melihat Aisha bint Abu Bakr dan Um Sulaim, dengan baju mereka ditarik ke atas sehingga kalung-kalung di mata kaki merek terlihat jelas, tergesa0gasa dengan kantung air mereka (dalam riwayat lain dikatakan,” membawa kantung kulit air di punggung mereka”). Mereka lalu menuangkan air di mulut orang-orang, dan kembali lagi mengisi kantung air dan kembali lagi menuangkan air di mulut orang-orang.
MONTIR KEPALA wrote:
•" Tabari melaporkan bahwa Abu Bakr ingin untuk memberikan Aisha sebuah perjalanan yg tdk nyaman ke Etiopia segera setelah 615 CE, dan mencoba untuk mengemukakan perkawinan nya ke putra Mut`Am. Mut`Am menolak sebab Abu Bakr telah masuk Islam, jika Aisha telah dewasa pada 615 CE, dia seharusnya sudah lebih tua dari 9 tahun pada 622 CE
tidak ada bukti yang mengatakan aisha sudah dewasa pada tahun 615CE. Pada masa itu sudah biasa anak kecil, bahkan bayi, ditunangkan (dijanjikan untuk dijadikan istri). Karena bisa jadi pada tahun 615CE aisha seorang bayi, maka pada tahun 622CE dia bisa saja masih seorang bocah kecil.
MONTIR KEPALA wrote:
•" Tabari juga melaporkan bahwa 4 anak-anak Abu Bakr semuanya dilahirkan pada masa Jahiliyyah, periode sebelum Islam, yang mana berakhir pada 610 CE, ini berarti Aisha sedikitnya 12 tahun pada 622 CE ketika Aisha mulai tinggal bersama Muhammad.
BANTAHAN
Shaykh Gibril Haddad berkata bahwa bukti yang diberikan Shanavas adalah salah.
Al-Tabari tidak melaporkan dimanapun bahwa keempat anak Abu Bakr’s semuanya dilahirkan pada masa Jahiliyya. Dia hanya mengatakan bahwa Abu Bakr menikahi ibu-ibu mereka di jaman Jahiliyya; yaitu Qutayla bint Sa’d dan Umm Ruman yang memberinya empat orang anak, masing-masih dua anak dan Aisha adalah anak perempuan Umm Ruman.
Jadi Tabari bukannya tidak dapat diandalkan. Kontradiksi yang dituduhkan pada Tabari adalah hasil dari salah kutip.
MONTIR KEPALA wrote:
•"Aisha dikabarkan berkata ketika Surah Al-Qamar, Quran surat ke 54 diturunkan, " ketika Aku masih kecil ". Surah ke 54 dari Qur'An turun 9 tahun sebelum Hijrah. Menurut hadits ini, Aisha tidak hanya dilahirkan sebelum pembukaan Surah dimaksud, tetapi benar-benar seorang anak perempuan muda, bukan seorang bayi pada waktu itu. Maka jika umur ini diasumsikan untuk 7 atau 14 tahun kemudian umurnya saat perkawinan akan 16 s.d 23.
BANTAHAN:
Kapan tepatnya Surah al-Qamar diturunkan tidaklah jelas. Ibn Hajar, Maududi, and tradisionalis lainnya berkata bahwa surat itu diturunkan lima tahun sebelum Hijrah (lihat situs muslimhope). Zahid Aziz mengklaim bahwa surat itu diturunkan 6 sebelum Hijrah, Kathib mengatakan 8 tahun sebelum hijrah. Amjad tidak menyebutkan nama sumbernya yang mengatakan ayat itu diturunkan pada tahun 9 sebelum hijrah. Point nya adalah bahwa kapan persisnya Surat al-Qamar diturunkan tidak diketahui, dan menggunakan tanggal yang tak pasti itu untuk menentukan usia Aisha bukan hanya menggelikan, tapi juga sangat ****. Namun jika memang suatu perkiraan mesti digunakan, mengapa tidak memakai perkiraan Ibn Hajar yang lebih otoritatif dan diterima dibanding Ibn Khatib?
Shaykh Haadad juga berpendapat demikian. Dia juga membuktikan bahwai perkiraan tradisional tentang turunnya Surat al-Qamar konsisten dengan usia Aisha adalah sembilan tahun. Tulisnya:
“Tidak benar. Ahli-ahli hadist, sejarahwan riwayat hidup Muhammad dan komentator (tafsir) Quran setuju bahwa pembelaan bulan terjadi sekitar lima tahun sebelum hijrah ke Medina. Maka dapat dikonfirmasikan bahwa Aisha lahir sekitar tujuh atau delapan tahun sebelum hijrah, dan perkataan bahwa dia seorang jariya atau gadis kecil lima tahun sebelum hijrah cocok dengan fakta bahwa umurnya pada saat Surat al-Qamar diturunkan adalah sekitar 2 atau 3 tahun.
Jadi usaha Shanavas untuk menyebarkan keraguan atas usia Aisha dengan menggunakan perkiraan non-tradisional (salah) tentang tanggal turunnya surat al-Qamar dengan mudanya telah dibantah.
MONTIR KEPALA wrote:
•“MeNurut hampir semua sejarawan, Asma bint Abu Bakr, kakak perempuan Aisha, adalah sepuluh tahun lebih tua dari Aisha. Asma dilaporkan wafat pada 73 AH, ketika dia berumur 100 tahun. Sekarang, sungguh-sungguh jika Asma adalah 100 tahun usia di (dalam) 73 AH, dia harusnya telah 27 atau 28 tahun usianya ketika Migrasi ke Medina (1 AH). Jika Asma adalah 27 atau 28 tahun usia pada waktu itu, Aisha harusnya telah 17 atau 18 tahun usia pada waktu yang sama. Jadi, jika Aisya dia menikah pada 1 AH atau 2 AH maka 18 atau 20 tahun ketika perkawinannya.
BANTAHAN:
Satu lagi omong kosong. Usia Aisha ketika dia menikah dan disetubuhi Muhammad biasanya ditentukan dari hadist-hadist Sahih Bukhari, Sahih Muslim dan Sunan Abu Dawud.
Ali Sina telah membantah ketepatan informasi Shanavas:
“Tentu saja informasi ini tidak dapat dianggap benar. Jika Aisha lima tahun lebih tua daripada Fatimah, dan Fatimah dilahirkan ketika nabi berumur 35 tahun, maka Aisha hanya 30 tahun lebih muda daripada nabi. Jadi pada saat pernikahannya ketika nabi berumur 54 tahun, Aisha mestinya berumur 24 tahun. Ini tentu saja tidak benar berdasarkan alasan-alasan yang telah dijelaskan di atas dan juga karena berkontradiksi dengan hadist yang dikutip para pembela Islam mengenai umur Asma, saudara perempuan Aisha, yang menurut hadist itu 10 tahun lebih tua daripada Aisha dan meninggal pada tahun 73H (pada usia 100 thn). Jadi pada saat Hijra Asma mestinya berumur 100-73 = 27 tahun, tetapi menurut hadist itu dia berumur 34 tahun.”
Shaykh Haddad juga menyanggah ketepatan informasi ini:
“Ibn Kathir mendasarkan pendapatnya pada pernyataan Ibn Abi al-Zinad bahwa dia (Asma) sepuluh tahun lebih tua daripada Aisha. Namun al-Dhahabi dalam Siyar A`lam al-Nubala' berkata bahwa jarak lebih besar daripada 10 tahun di antara mereka berdua, hingga 19 tahun, adan dia lebih dapat dipercaya dalam hal ini. Ibn Hajar melaporkan dalam al-Isaba dari Hisham ibn `Urwa, dari ayahnya, bahwa “Asma hidup hingga umur 100 tahun, dan dari Abu Nu`aym al-Asbahani bahwa Asma' bint Abi Bakr dillahirkan 27 tahun sebelum Hijra dan dia hidup hingga awal tahun 74H.” Tidak ada apapun dalam riwayat-riwayat ini yang menjadi bukti umur Aisha.
Dengan menggunakan data-data yang salah, Shanavas mencemarkan nama baik Ibn Hajar. Dia mengandaikan Asma adalah 10 tahun lebih tua daripada Aisha, ketika ada sumber lain yang lebih dapat dipercayai yang mengatakan bahwa perbedaan usia itu bisa sampai 19 tahun. Dengan menggunakan informasi yang lebih dapat dipercayai ini, umur Aisha diperhitungkan sekitar sembilan tahun, sesuai dengan hadsit-hadist sahih di mana Aisha sendiri mengatakan dia berumur sembilan tahun.