Islam: Agama Relativisme Moral
http://alisina.org/islam-the-religion-o ... elativism/
Diposkan Ali Sina, 23 Februari 2012
Mr. Farzad, seorang ulama Iran yang berdebat kecil denganku di salah satu forum situs ini. Walau kuanggap dia seorang yang cukup terpelajar, sayangnya perdebatan tersebut hanya antara dia dan aku. Ia lebih suka menulis dalam bahasa Persia sedangkan aku hanya bisa menulis dalam bahasa Inggris. Aku ingin lebih banyak orang membaca perdebatan tersebut dan belajar darinya. Akibatnya aku tidak membalas komentar terakhirnya. Mr. Farzard mengeluh aku tidak membalasnya, yang diartikan sebagai ketidaksanggupanku menjawab, dan sebab itu aku harus menutup situsku.http://alisina.org/islam-the-religion-o ... elativism/
Diposkan Ali Sina, 23 Februari 2012
Berikut jawabanku padanya:
Dear Mr. Farzad,
Tak terhitung banyaknya balasan terhadap tantanganku, dan semuanya ada di web. Namun tak ada yang memberikan jawaban berarti. Aku tak bisa menjawab semua balasan dan semua orang yang menulis ‘bantahan’ atas salah satu artikelku. Itu bukan berarti apa yang mereka katakan bernilai. Mereka mengulang-ulang hal yang sama. Pada dasarnya, jawaban Muslim mengandung dua fallacy:
1. Sira dan hadist tidak bisa dipercaya
2. Kita tidak boleh menilai moralitas orang-orang di masa lalu dengan moralitas kita di masa kini
Kedua tema inilah yang selalu diusung dengan berbagai cara berbeda. Keduanya fallacy (cacat logika):
1. Jika sumber-sumber Islam otentik tidak bisa dipercaya, maka berarti Islam telah salah. Menurut Quran, Muslim harus mengikuti contoh nabi mereka (sunnah). Sunnah Muhammad hanya dapat ditemukan dalam hadist dan sira. Sumber-sumber ini berkata Muhammad adalah seorang kriminal, pemerkosa, pembunuh, pembunuh massal, dan teroris. Itulah sebabnya Muslim melakukan apa yang mereka lakukan. Mereka mengikuti sunnah nabi mereka. Jika sunnah ini salah, maka Islam tidak bisa dipraktekkan.
2. Relativisme moral juga suatu fallacy. Yang dilakukan Muhammad senantiasa jahat. Katakanlah, apa yang dilakukannya sesuatu yang normal di masanya. Lantas mengapa ia meniru praktek-praktek kejahatan orang-orang yang disebutnya ****? Apakah kedatangannya untuk mengikuti berbagai praktek orang-orang **** tersebut dan menjadikannya permanen atau untuk mendirikan suatu standar yang baru?
Bila kau menulis dalam bahasa Inggris, aku dengan senang hati membalasnya. Aku tidak dapat menjawab dalam bahasa Persia, karena jika aku hanya menjawabmu tanpa menterjemahkan artikel-artikelmu, perdebatan menjadi tidak adil, sebab orang-orang tidak tahu apa yang kau tulis.
Aku punya usul. Jika kau terjemahkan jawabanku ke dalam bahasa Persia, aku akan menterjemahkan jawabanmu ke dalam bahasa Inggris. Dengan cara ini kita bisa berdebat dalam dua bahasa.
Mr. Farzad membalas:
جناب سینا
من جایی خارج از سایت شما در وب جواب ادعاهای شما را نداده ام اگر فراموش نکرده باشید در دو مقاله که در دو پست بالا آدرس آن را قرار دادم بحث مفصلی در دو سه مورد که شما ادعا کردید در معارف قرآن و اسلام تناقض وجود دارد من جواب ادعای شما را دادم و ثابت کردم که بر اساس اصول ثابت منطقی اشتباه کرده اید اما متاسفانه بحث از طرف شما رها شد و بی نتیجه ماند..
اگر به یاد بیاورید در این مورد جواب مفصل را به شما دادم در مورد سیره که بسیار مورد علاقه و توجه شماست یا باید کلیت آن را پذیرفت یا به کلی آن را رد کرد که متاسفانه شما به شکل کاملا گزینشی آنچه را فکر می کنید مدعای شما را ثابت می کند به عنوان سند قبول می کنید و بقیه سیره و حدیث را یکباره از هستی ساقط کرده و رد می کنید و این چیزی جز فریب دادن مخاطب ناآگاه و مغالطه و سفسطه ای روشن و آشکاربیش نیست.
در مورد عدم مقایسه اخلاق مردمان دوران قدیم و جدید، دیگران نمی دانم چه گفته اند اما اگر به یاد بیاورید از شما خواستم قبل از اینکه در موضوعات فرعی بحث شود ابتدا تکلیف مبانی اساسی دو فکر مشخص شود بعد در مورد اخلاق و رفتار گذشته و حال قضاوت کنیم؛ اخلاق و رفتار متکی بر خدامحوری در بعضی از شاخه ها کاملا متناقض و متضاد با اخلاق و رفتار متکی بر انسان محوری است.
آنچه مهم است این است که کدامیک از این دو مبنا منطقا قابل پذیرش است، همانطور که عرض کردم اگر مبنای خدامحوری و به خصوص خدایی که خاتم المرسلین معرف آن است عقلا قابل اثبات نباشد آن وقت نوبت به این می رسد که رفتار این کسی که مدعی پیامبری است را از زاویه دید شما (انسان محوری) نگاه کنیم و بسنجیم اما اگر یادتان باشد گفتید که علاقه ای ندارید بحث را ریشه ای حل کنید بلکه آنچه برای شما مهم است این است که به هر قیمتی شده از زاویه دید خود شخصیت حضرت محمد صلی الله علیه و آله و سلم را لگد مال کنید.
مغالطه آن نیست که شما به آن اشاره کرده اید بلکه مغالطه این است که با عینک انسان محوری رفتار انسانی خدامحور را مورد قضاوت قرار دهی.
من کاملا آماده ام نوشته های شما را به فارسی ترجمه کنم؛ در مقابل پیشنهاد می کنم پست مجزایی به عنوان بحث آزاد با من ( در موضوعی که مورد علاقه شماست) ایجاد کنید تا در ذیل آن تا به نتیجه رسیدن کامل با یکدیگر بحث کنیم.
البته اگر این بحث در یک فروم انگلیسی یا فارسی انجام شود با توجه به قابلیت های مثبتی که فروم در پیگری یک بحث دو طرفه دارد بسیار مطلوب تر خواهد بود علاوه بر اینکه من جهت پست زدن در سایت شما باید حتما از فیلتر شکن استفاده کنم و این کار را کمی سخت می کند.
Ini terjemahannya:
Mr. Sina,
Aku tidak membalasmu diluar situsmu dan juga tidak berbuat tidak sopan. Aku menjawab secara mendetail terhadap beberapa tuduhanmu mengenai sejumlah kontradiksi dalam Quran dan Islam. Aku menjawab tuduhan-tuduhan ini dan secara logis membuktikan kau salah. Sayangnya kau meninggalkan perdebatan.
Bila kau ingat, aku telah memberikan jawaban yang cukup, terutama mengenai Sira yang begitu menarik perhatianmu, dengan mengatakan kau harus menerima seluruhnya atau menolak seluruhnya. Sayangnya, kau hanya memilih bagian-bagian yang kau anggap memvalidasi argumen-argumenmu dan menolak Sira dan hadist secara keseluruhan. Ini tidak lain suatu demagogy, sophisme, serta logical fallacy yang nyata.
Berkenaan dengan ketidakmungkinan membandingkan moralitas orang-orang jaman dahulu dan moralitas modern, aku tidak tahu yang dikatakan orang lain, namun jika kau ingat aku pernah berkata, sebelum kita mendiskusikan isu-isu sekunder kita harus terlebih dulu memutuskan dasar kedua pemikiran, baru kemudian memutuskan moralitas di masa lalu dan di masa kini. Moralitas dan etika yang berpusat pada Tuhan dalam beberapa kasus, berbeda sepenuhnya dengan moralitas dan etika yang berpusat pada manusia.
Yang terpenting adalah mengetahui yang mana dari kedua konsep ini dapat diterima secara logika. Sebagaimana yang kukatakan, jika konsep moral yang berpusat pada Tuhan, khususnya tuhan yang menjadikan Muhammad nabi terakhirnya, tidak bisa bisa dibuktikan secara logika, maka kita harus mengevaluasi perilaku nabinya dari perspektif-mu, misalnya, moralitas yang berpusat pada manusia. Namun, mungkin kau ingat kau pernah berkata bahwa kau tidak tertarik untuk memecahkan masalah ini secara radikal, namun yang terutama bagimu adalah menjelekkan Muhammad dan menginjak-injak kepribadiannya dari sudut pandangmu sendiri.
Fallacy-nya bukan pada apa yang kau tunjukkan, namun dalam menilai/mengukur moralitas yang berpusat pada Tuhan dengan moralitas yang berpusat pada manusia.
Aku siap sepenuhnya menterjemahkan tulisanmu ke dalam bahasa Persia. Gantinya, aku memintamu membuat sebuah artikel baru yang didedikasikan pada debat kita, agar kita dapat mendiskusikan subjek apapun yang kau kehendaki [tanpa ada interupsi].
Jika debat ini dilaksanakan dalam dua bahasa, mengingat kualitas positif yang dimiliki masing-masing bahasa, ini akan menjadi sangat menarik. Harus kutambahkan bahwa untuk menulis di situsmu aku perlu menggunakan proxy dan filter [karena di blokir di Iran]. Mungkin ini bisa sedikit menghambat.
Tanggapanku:
Mr. Farzad,
Kau berkata aku harus menerima baik hadist maupun sira secara keseluruhan atau menolak mereka secara keseluruhan pula, dan bahwa dengan menerima hanya sebagian diantaranya berarti aku melakukan demagogy.
Aku khawatir penalaranmu cacat. Aku bertindak sebagai jaksa penuntut terhadap Muhammad dan Islam. Tujuanku adalah untuk membuktikan ia seorang pendusta. Seorang penipu lihai dapat dengan angkuh memuji dirinya sendiri. Namun, segala pujian atas dirinya sendiri itu tidak dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam persidangan. Jaksa penuntut hanya menyoroti bagian-bagian dari pernyataannya yang dapat digunakan untuk membuktikan kesalahannya.
Ada banyak kisah mukjizat yang dikaitkan dengan Muhammad dalam sira dan hadist, dan bahkan dalam Quran kita dapati dongeng Isra Mi’raj. Akankan semua itu diterima? Sekali kubuktikan ia seorang pembohong berdasarkan pengakuannya sendiri, semua klaim kemegahan ini menjadi omong kosong.
Ini logika sederhana, dan aku heran kau membawa fallacy seperti itu disaat kau paham atau seharusnya paham itu sebuah fallacy. Katakanlah seseorang mencuri sesuatu darimu. Kau mengajukan tuntutan pencurian terhadapnya. Ia menyangkalinya. Namun melalui pemeriksaan silang, ia berkontradiksi dengan dirinya sendiri. Kau kemudian membuktikan kesalahannya dengan mengambil beberapa pernyataan berkontradiksi, yang memperlihatkan ia pendusta. Klaim-nya yang lain mengenai pujiannya terhadap diri sendiri dan mengatakan betapa jujurnya dia, tidaklah relevan. Hakim tidak akan menerima semua yang ia katakan, tidak pula menolak semua yang ia katakan. Itulah yang kulakukan atas klaim Muhammad dalam Quran, Sira dan hadist.
Dalam tanggapanku sebelumnya, aku juga mendakwa Muslim menggunakan relativisme moral untuk membela perilaku tak bermoral Muhammad. Kau berargumen bahwa kita harus memutuskan terlebih dahulu apakah dasar moral harus berpusat pada Tuhan atau pada manusia, dan menganggap hal ini penting untuk menyelesaikan masalah a-moral yang dituduhkan pada Muhammad.
Moralitas yang berpusat pada Tuhan adalah suatu logical fallacy. Ini sebuah penalaran melingkar. Mari kubuatkan contoh sederhana untuk menolak fallacy ini. Katakanlah aku mengklaim diri sebagai nabi Tuhan dan berhasil menipu sejumlah orang. Kemudian aku memerintahkan pengikutku melakukan hal-hal yang mereka anggap tidak bermoral dan tidak etis dari sudut pandang manusia. Misalnya, aku menyuruh mereka menyerang kediaman orang lain, menjarah barang-barang mereka dan memperkosa perempuan-perempuan mereka. Kuminta mereka memperbolehkan aku melakukan hubungan seks dengan anak perempuan mereka. Kuperintahkan agar mereka membunuh siapapun yang berkata buruk tentang-ku, dsbnya. Mereka tahu semua itu tak bermoral dan tak etis, namun kukatakan pada mereka, kalian tak seharusnya menghakimi-ku dengan standar moralitas cacat kalian yang berpusat pada manusia. Aku adalah nabi Tuhan. Moralitasku berpusat pada Tuhan. Sekarang tutup mulut dan lakukan yang kuperintahkan.
Kau lihatkah absurditas argumen moralitas yang berpusat pada Tuhan? Fallacy semacam ini dipakai oleh setiap pimpinan cult. Pengikut Shoko Asahara melukai ratusan orang tak bersalah di Tokyo dan menewaskan puluhan diantaranya. Mereka menggunakan argument persis seperti ini. Mereka meyakinkan diri bahwa mereka tidak boleh mempertanyakan kebijaksanaan Tuhan. Pengikut Charles Manson melakukan pembunuhan masal, membantai orang tak bersalah secara acak. Mereka menggunakan penalaran persis seperti ini. Hal serupa juga dapat dikatakan terjadi pada para pengikut Jim Jones, David Koresh dan ajaran-ajaran sesat lainnya.
Dengan berasumsi Tuhan itu eksis, moralitasNya tidak bisa bertentangan dengan moralitas kita. Tuhan mengaruniakan kita pedoman moral yang sempurna untuk membedakan antara yang benar dan yang salah. Pedoman ini disebut Golden Rule: Jangan lakukan pada orang lain apa yang kau tak ingin orang lain lakukan padamu. Atutan ini disebut emas/sangat baik, karena kita dapat memahaminya di inti keberadaan kita. Telah terbukti jelas dan sudah ada selama ribuan tahun di hampir semua masyarakat (dengan perkecualian Islam, Nazi, Fasisme dan Komunisme). Golden Rule adalah dasar dari semua moralitas dan etika. Segala yang bertentangan dengannya, tidak etis dan tidak bermoral.
Setiap orang yang berkata, aku tidak mempraktekkan Golden Rule karena aku tidak mengikuti moralitas yang berpusat pada manusia melainkan yang berpusat pada Tuhan, adalah penipu. Inilah caranya kita mengenali nabi-nabi palsu. Yesus berkata kau mengenalinya [nabi-nabi palsu] melalui buah-buah yang mereka hasilkan. Ini mendepak argumenmu, bahwa moralitas yang berpusat pada Tuhan berbeda dengan moralitas yang berpusat pada manusia, serta tak terpahami manusia. Bila demikian halnya, bagaimana kita bisa membedakan seorang nabi asli dengan seorang penipu? Bagaimana kita bisa menolak klaim Charles Manson, Joseph Koni, dan banyak pemimpin cult lain?
Dengan berasumsi Tuhan itu ada, moralitasNya tidak akan berbeda dengan moralitas manusia. Lebih unggul, ya, namun tidak bertentangan. Muhammad hidup sebagai preman dan tokoh kriminal, dan kau katakan moralitasnya berpusat pada Tuhan? Yesus dan Buddha hidup dengan moralitas di atas rata-rata manusia biasa. Saat di kayu salib, Yesus memohon pada Tuhan: Bapa, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang dilakukannya. Ini moralitas yang lebih tinggi. Muhammad mengirim pembunuh untuk membunuh para pengritiknya, termasuk ibu lima anak. Dan kau mengklaim moralitasnya berpusat pada Tuhan? Dengan cara bagaimana tindakannya bisa dikatakan berbeda dari seorang criminal?
Inilah problem dengan Islam. Kalian, Muslim telah keliru menganggap Iblis sebagai Tuhan. Segala sesuatu yang Muhammad lakukan bersifat Iblis.
Sayangnya, kekeliruan ini bukan hanya padamu, namun juga semua Muslim terpelajar. Dalam buku Reliance of the Traveller, a classic manual of Islamic sacred law oleh Ahmad ibn Naqib al-Misri (meninggal 1368 AD) kita temukan berbagai kekeliruan ini. Penulisnya berkata, “karena sumber aturan hukum adalah Allah, timbul pertanyaan. Apakah mungkin bagi nalar saja, tanpa petunjuk rasul Allah dan wahyu kitab suci, untuk mengetahui aturan-aturan, sehingga seseorang yang tak terjangkau ajaran nabi, mampu melalui penalarannya sendiri, mengenali aturan Allah terkait perilakunya? Atau ini mustahil? Jawaban kaum Asha’ris, para pengikut Abul Hasan Ash’ari, yakni, nalar tidak mampu mengetahui aturan-aturan Allah terkait perilaku mereka yang bertanggung jawab secara moral, kecuali melalui utusanNya.
Inilah jawaban semua Muslim dewasa ini, Sunni maupun Shiah. Inilah cacat mendasar di Islam yang membuktikan ini bukan ajaran Ilahi. Ajaran Yesus dapat dimengerti secara logika sehingga seseorang dapat tiba pada kesimpulan yang sama, bahkan yang tak pernah mengenal nama Yesus. Berikut beberapa contoh:
Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga. (Matius 5:44)
Karena jikalau kamu mengapuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. (Matius 6:14)
Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Tairat dan kitab para nabi. (Matius 7:12)
Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. (Matius 7:1)
Mengapa engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? (Matius 7:3)
Ia berkata pada orang-orang yang membawa seorang perempuan yang tertangkap basah berbuat zinah, dan bertanya apa yang diperbuat pada perempuan itu, “Barangsiapa diantara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu pada perempuan itu.” (Yohanes 8:7)
Ajaran-ajaran ini senada dengan nilai moral dalam diri kita. Tidak berkontradiksi.
Ajaran-ajaran Muhammad berkontradiksi dengan nilai moral di diri kita. Bertentangan dengan tiap serat keberadaan kita dan dengan apa yang kita anggap baik. Mustahil bagi seseorang untuk menerimanya menggunakan nurani dan logikanya. Harus diindoktrinasi dulu dalam Islam. Islam bertentangan dengan sisi baik manusia. Berikut beberapa contoh:
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu (Q. 2:216)
Ayat ini mengakui bahwa manusia enggan bertempur, namun Muhammad mendorong para pengikutnya untuk mengabaikan nurani dan akal sehat mereka, serta memutuskan apa yang harus mereka perbuat.
Janganlah orang-orang mu'min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. (Q,3:28 )
Ajaran ini juga bertentangan dengan nilai moral kita. Jika anak-anak tidak diindoktrinasi dan tidak belajar membenci orang lain karena ras, agama atau kasta, mereka tidak akan memiliki prasangka satu sama lain. Kebencian agama tidak timbul secara alami, melainkan melalui indontrinasi, seperti yang dilakukan ayat ini.
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (Q. 4:48 )
Seseorang yang rasional secara alami akan berpikir bahwa Tuhan tidak menyukai ketidakadilan dan kekejaman lebih dari apapun. Namun lain dengan Allah. Ia akan mengampuni setiap kejahatan dan justru ia sendirilah yang mengatur bagaimana melakukan kekejaman dan ketidakadilan terhadap orang kafir. Yang dikhawatirkannya hanya mengenai orang-orang yang menduakannya. Ini tidak masuk akal. Bila ada tuhan lain selain dia, mengapa begitu paranoid? Bagaimana bisa sosok tuhan yang waras mencemburui tuhan-tuhan yang tidak eksis? Kelihatnnya Allah tidak begitu yakin kalau ia satu-satunya tuhan. Mungkinkah karena ia bukan Tuhan melainkan Iblis, sehingga begitu posesif? Rasa tidak aman yang teramat sangat ini mencurigakan. Seseorang harus diindoktrinasi untuk percaya absurditas seperti ini.
Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Q. 8:12)
Tak seorang waras-pun akan sampai pada kesimpulan ini dengan sendirinya. Ajaran-ajaran ini bertentangan dengan nilai moral manusia. Dengan asumsi seseorang yang bukan utusan Tuhan menulis ayat ini, bukankah jelas bahwa orang tersebut jahat? Mengapa kita harus menganggap ayat-ayat tersebut ilahiah, hanya karena diucapkan Muhammad?
Argumen Islam bahwa manusia tidak dapat memahami hukum atau moralitas Tuhan tanpa bantuan seorang utusan, dan bahwa tidak mungkin moralitas Tuhan secara keseluruhan bertentangan dengan nurani manusia, merupakan bukti nyata bahwa Islam bukan berasal dari Tuhan. Benar-benar sinis dan tak adil bagi Tuhan, mengaruniakan nilai/rasa moral dan pikiran rasional pada manusia, lantas mengirim pesan yang sangat bertentangan dengan nilai moral dan pikiran rasional tersebut. Bagaimana mungkin Tuhan yang adil yang meyakinkan kita bahwa membunuh, memperkosa, mencuri, menyiksa dan menganiaya manusia lain itu perbuatan yang salah, lantas kemudian mengirim utusan yang melakukan semua hal ini?
Tidak sulit melihat Muhammad telah menipu orang-orang **** di masanya. Yang sulit dimengerti adalah, di masa pencerahan ini, masih ada lebih dari semilyar orang normal dan terpelajar, percaya pada penipu ini dan berpikir sosok tak bermoral ini akan membawa mereka ke surga. Ini tragedi Mr. Farzad.