INDONESIA: hukum Syariah mengancam kesatuan

Khusus ttg sepak terjang/sejarah jihad dan penerapan Syariah di INDONESIA & negara jiran (MALAYSIA)
Post Reply
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

INDONESIA: hukum Syariah mengancam kesatuan

Post by ali5196 »

http://www.faithfreedom.org/forum/viewtopic.php?t=22962

Indonesia :hukum Syariah mengancam kesatuan
Ridarson Galingging, Chicago

Kepala Mahkamah Agung yang baru terpilih kembali, Bagir Manan, bukan hanya perlu memerangi korupsi dlm badan kehakiman tetapi juga harus memastikan agar badan yuridis tertinggi negara ini meninjau kembali peraturan2 Shariah yg tidak sesuai dgn Hak Azasi Manusia internasional.

Bukti cukup dan nyata dari berbagai bagian Indonesia menunjukkan bahwa kelompok agama minoritas, termasuk Muslim yg bukan bagian dari kelompok dominan, terancam oleh peraturan yg didasarkan pada Shariah. Peraturan2 ini juga melahirkan fenomena "polisi moralitas", yaitu kelompok2 yg seenaknya menghukum orang.

Peraturan2 yg diinspirasi Shariah, spt peraturan ttg sex, minuman keras, judi dan kelakuan umum di provinsi2 dan walikota harus ditinjau kembali karena mereka akan menciptakan perpecahan politis dan etnis.

Peraturan Perundang2an ini memiliki potensi membahayakan kesatuan negara karena masa **** atas esensi pluralisme dan ideologi negara, Pancasila. Indonesia adalah negara pluralis, yg terdiri dari lebih dari 400 kelompok etnis dgn adat masing2. Kalau pluralisme ini hilang, maka masa depan Indonesia sbg negara kesatuan juga akan hilang.

Pemberlakuan Shariah hanya akan mengipas pemberontakan regional dan menghancurkan kebebasan politik dan demokrasi. Shariah akan menjadikan non-Muslim sbg warga kelas dua, mengancam kelompok2 spt Ahmadiyah yg bukan bagian dari Islam dominan dan menjamin status kelas dua bagi wanita.

Di Tangerang, peraturan perundang2an menentukan bahwa setiap wanita yg ‘berkelakuan mencurigakan’ di jalanan setelah pk 7 malam akan ditahan sbg WTS. Sejumlah pasal dlm Peraturan Perundang2an ini didasarkan pada prekonsepsi, asumsi dan kecurigaan yg menimbulkan berbagai interpretasi berbeda.

Di Sulawesi Selatan, sejumlah daerah mewajibkan wanita pegawai negeri agar mengenakan seragam Islam. Pejabat2 pemerintah diwajibkan menulis dan membaca bahasa Arab. Di Padang, pemerintah daerah mewajibkan semua anak perempuan, terlepas dari agama mereka, utk mengenakan jilbab.

Depok, Jakarta Selatan, sedang mempersiapkan Peraturan Perundang2an ttg WTS, alkohol dan moralitas. Padang Pariaman, Bengkulu, Batam, Aceh, Cianjur, Tasikmalaya memiliki peraturan serupa. Dewan Ulama Jakarta sedang mendiskusikan undang2 moralitas dgn polisi dan parlemen setempat.

DPR, diwakili oleh kelompok2 Muslim garis keras (maaf, Muslim tulen) dan partai2 politik sedang menyusun UU APP (UU anti Pornografi), yg akan menghancurkan kebebasan berekspresi dan akan mensahkan campur tangan Negara dalam urusan pribadi masing2 warga.

Sekneg Yusril Ihza Mahendra secara terbuka mendukung UU yg memaksakan Muslim dan non-Muslim di Nangro Aceh Darussalam utk diadili di Pengadilan Syariah. Ini jelas serangan terbuka terhdp Pancasila, UUD 45 dan Piagam HAM yg ditandatangani dan diratifikasi Indonesia.

Memberlakukan satu sistim hukum agama yg tidak dipraktekkan semua warga menyerang jantung pluralisme Indonesia.

Meninjau kembali peraturan memecah belah ini akan menguji keberanian dan kemerdekaan Mahkamah Agung dlm mempertahankan UUD Negara, khususnya saat golongan mayoritas mencoba menekan golongan minoritas.

Para pendukung UU ala shariah ini menegaskan bahwa syariah ini langsung diperintah oleh Tuhan, tanpa mediasi manusia dan setiap oposisi politik dianggap sbg tindakan murtad ataupun penodaan terhdp Islam. Mereka menempatkan sistim shariah bebas dari debat, kritik dan tanggung jawab. Ini jelas serangan terhdp Pancasila dan kebebasan2 dasar yg didengungkannya.

Meninjau kembali peraturan ala shariah ini tidak hanya dapat dilakukan oleh pihak yuridis. Pemerintah pusat, dibawah Hukum Otonomi Regional juga memiliki kekuatan hukum utk mencegat peraturan yg tidak sesuai dgn UU yg lebih tinggi dan konstitusi. Namun pihak eksekutif sekarang ini sama sekali tidak menunjukkan kemauan, takut karena serangan politik dari kaum radikal.

Jadi dgn kegagalan pemerintah pusat utk mempertahankan UU nasional, kelompok2 minoritas dan NGO harus lebih aktif dalam menantang UU ala shariah ini.

Tanpa tindakan hukum oleh NGO dan kelompok2 minoritas utk membawa tantangan ini ke Mahkamah Agung, para hakim tidak dapat memulai peninjauan kembali. Berdasarkan UU Mahkamah Agung, hakim hanya bisa melakukan peninjauan kembali kalau peraturan ybs ditantang dan diajukan kpd MA. Kalau tidak, MA tidak memiliki kuasa utk memulai peninjauan kembali tsb.

------------------------------
Penulis adalah dosen hukum di Universitas Yarsi di Jakarta dan kandidat doctor di the Northwestern University School of Law di Chicago. Ia dapat dihubungi di [email protected].

Siapapun yg mendukung Shariah harus ditahan karena merusak kesatuan Negara !
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

Muslim yg menentang Perda Syariah:
http://ob.or.id/modules.php?name=News&f ... le&sid=398

Pemikir Islam Dawam Rahardjo mengatakan : tidak ada bukti di dunia ini syariah Islam bisa menyelesaikan berbagai permasalahan sebuah bangsa.

Dawam Rahardjo:
Dan kemudian mereka percaya bahwa Islam adalah sebuah solusi (untuk semua masalah)..Iya tapi rationya bagaimana? Masak masalah segala macam ini bisa dipakai model kunci Inggris. Islam solusi..kalau diterapkan syariah Islam semua beres...ya nggak dong. Karena tidak ada bukti di dunia ini ... Tidak ada bukti di manapun yang bisa membenarkan pendapat itu bahwa Islam adalah solusi. Jadi ini hanya ilusi saja. Jadi karena itu makanya kita harus sadar. Untuk itu kita perlu perjuangan. Perlu advokasi. Terutama dari umat Islam sendiri.

Dawam juga mengatakan bila syariah Islam diterapkan maka kaum perempuan akan paling menjadi korban.

Penolakan terhadap perda syariah juga datang dari organisasi perempuan. Komisi Nasional Perempuan menyebutkan saat ini ada sekitar 45 peraturan di 25 daerah yang mengatur soal moral dan keagamaan. Dari peraturan itu, sebanyak 11 peraturan mewajibkan cara berpakaian serta membatasi ruang gerak dan mobilitas perempuan.

Masruchah dari Koalisi Perempuan Indonesia mengkritik pemerintah yang tidak segera tegas menyikapi peraturan-peraturan daerah yang merugikan perempuan.

Masruchah: Nah ini lalu kan kehidupan seseorang selalu disorot oleh Negara yang mestinya negara bisa mengurusi hal-hal yang lebih penting misalnya busung lapar, kemiskinan terjadi di mana-mana, ini nggak pernah diurus. Tapi yang justru diurus adalah kehidupan orang, misalnya perempuan memakai pakaian yang tertutup. Nah ini kan tidak menjadi jaminan ketika itu dilakukan kemudian terjadi perbaikan kehidupan. Ini kan kembali ke otak masyarakat.

Wakil Presiden Jusuf Kalla;
Ia mengatakan kecewa dengan daerah-daerah yang menerapkan peraturan daerah syariah. Menurut Kalla langkah pemerintah daerah itu justru mereduksi syariah Islam itu sendiri. Kalla menjelaskan sebuah peraturan syariah tidak perlu diterapkan dalam aturan hukum, karena itu melekat pada diri umat Islam yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Pemerintah daerah, kata Kalla, tidak perlu ikut campur dalam pelaksanaan syariat Islam karena itu merupakan pertanggungjawaban antara Tuhan dan manusia, bukan karena ketakutan atas peraturan yang dibuat pemerintah daerah.

Jusuf Kalla: Saya kecewa..kalau ada pemerintah daerah yang menjalankan syariat dengan peraturan daerah. Karena kita ini beragama karena Ittaqullah bukan karena Ittaqulummat. Kalau kita disuruh sholat, puasa atas perintah bupati. Kalau tidak bayar zakat maka masuk penjaraasaya tersinggung amat itu. Saya bayar zakat bukan karena ittaqulbupati tapi karena ittaqullah. Jadi kita tidak perlu melebihkan atau mengurangi syariah Islam. Kita jalankan sesuai dengan hak-hak kita. Kita jalankan itu. Kita tidak perlu meminta bantuan hansip untuk menjalankan syariah Islam. Itu malah mereduksi syariah Islam.

Tapi pernyataan Jusuf Kalla ini hanya sebuah pernyataan. Sampai saat ini belum terlihat usaha dari Departemen Dalam Negeri untuk mengambil tindakan terhadap perda-perda bermasalah. Malahan di berbagai daerah peraturan daerah berdasar syariah terus bermunculan.
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

http://www.indonesia.faithfreedom.org/f ... php?t=6888

Dalam buku Syariat Islam, Pandangan Muslim Liberal, terbitan Jaringan Islam Liberal dan The Asia Foundation disebutkan bahwa penerapan Syariat Islam di berbagai Negara Asia dan Afrika sudah gagal total. Mengapa? Karena di Negara-negara itu, ditemukan pertumbuhan ekonomi perkapita yang rendah, tingkat pendidikan dengan indikator tingkat melek huruf yang amburadul, pendeknya harapan hidup dan tidak adanya kesetaraan gender.

Bukan hanya itu, karena sifat otoriter (Syariah Islam) maka hak-hak politik (political rights) dan hak-hak sipil (civil liberties) warga Negara juga tidak terpenuhi.

Para pengusung syariat Islam menurut pemikir Islam Saiful Mujani gagal meningkatkan indeks kemaslahatan publik. Jikalau sedari awal berdirinya rezim syariat Islam selalu memaklumkan jalan pintas otoritarianisme, maka adalah sulit, untuk tidak menyebut mustahil, mengharapkan indeks kemaslahatan publik akan lahir dari tangan-tangan mereka. Maka tak heran orang-orang Islam yang sudah berpikiran maju seperti Gus Dur, Sarwono Kusumaatmadja dan kandidat Gubernut DKI Jakarta yang juga pengamat ekonomi Faisal Basri dengan tegas menolak pemberlakukan Syariat Islam ini di Indonesia.

Mengapa? Karena hal yang paling masuk akal yang bisa diterima adalah, Syariat Islam ini justru akan membawa Indonesia menjadi suatu negeri yang penuh kemunafikan. Misalnya seperti yang terjadi di Aceh, dimana pemerintahan yang memberlakukan Syariat Islam disana hanya berani mencambuk rakyat kecil yang tidak bisa melawan, tapi takut mencambuk koruptor kakap atau pembalak liar yang banyak uangnya.

Juga akan menjerumukan negeri ini kepada kehancuran dan perpecahan. Padahal oleh karena kebijaksanaan the founding fathers, termasuk pahlawan nasional Wahid Hasyim yang tokoh NU itu, telah mencegah perpecahan bangsa setelah dengan hati legowo bersama banyak tokoh Islam lainnya membuang Syariat Islam dari tubuh UUD 45 dan Pancasila demi persatuan bangsa. Kita berharap catatan sejarah diawal kemerdekaan bangsa ini tetap diingat. Karena perjuangan merebut kemerdekaan negera kita adalah hasil kerja keras, dengan pengorbanan darah dan airmata dari semua anak bangsa dan bukan hanya satu agama saja. Kita berharap tidak ada orang yang berani mengingkari hal itu!
ali5196
Posts: 16757
Joined: Wed Sep 14, 2005 5:15 pm

Post by ali5196 »

Syariat Islam: Mimpi Buruk Kaum Minoritas
http://indoprogress.com/2012/05/02/syar ... minoritas/
2 Mei 2012

Imam Shofwan, Ketua Umum Yayasan Pantau, kini sedang mempersiapkan report penelitian Persespsi Wartawan Indonesia Terhadap Islam

[...]

Program syariatisasi berjalan lancar. Kini setidaknya ada 151 perda Syariah di seluruh Jawa, Sulawesi, Sumatera serta Nusa Tenggara Barat. Mereka termasuk Enrekang, Gowa, Takalar, Maros, Sinjai, Bulukumba, Pangkep, dan Wajo (Sulawesi Selatan); Dompu dan Mataram (Nusa Tenggara Barat); Cianjur, Tasikmalaya, dan Indramayu (Jawa Barat); Tangerang dan Pandeglang (Banten); Pamekasan di (Madura); semua kabupaten di Sumatera Barat kecuali Mentawai. Riau, Kalimantan Selatan, dan Jakarta lagi menjajaki kemungkinan penerapan Perda Syari’ah. Pada aras nasional, ada Undang-undang Pornografi. Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri juga mengeluarkan peraturan membangun ‘rumah ibadah’ pada 2006 serta pembatasan kegiatan kaum Ahmadiyah pada 2008.

Bagaimana Praktek di Lapangan?

Setelah diterapkan di beberapa daerah, apakah keamanan pemeluk agama-agama minoritas tetap terjamin? Mari kita lihat bersama.

Menurut data yang dikeluarkan Setara Institute, selama 2010 setidaknya ada 216 pelanggaran kebebasan beragama yang dibagi dalam 286 bentuk kejadian di daerah-daerah yang banyak menerapkan perda-perda syariat. Jawa Barat, Jawa Timur, Jakarta, dan Sumatra Utara adalah daerah-daerah yang paling tinggi kekerasannya.

Kekerasan terhadap warga Ahmadiyah di Cikeusik adalah kekerasan paling menonjol pada Febuari 2011. Cikeusik masuk Kabupaten Pandeglang, Banten.

Di seluruh Nusa Tenggara Barat, setidaknya ada 11 perda tentang penerapan Syariah Islam. Mulai larangan minuman keras, shalat Jum’at khusu, pemotongan gaji PNS untuk zakat dan sebagainya.

Kabupaten Pandeglang mulai menerapkan syariat Islam pada tahun 2004 lewat SK Bupati Dimyati Natakusuma No. 09 Tahun 2004, tentang seragam sekolah SD,SMP, SMU. Natakusuma menyatakan tujuan surat keputusaan (SK) ini untuk meminimalisasi pergaulan bebas para siswa. Caranya, murid laki-laki dipisah dengan murid perempuan.

LIHAT:
Mohamad Guntur Romli: Siswi-Siswi Kristen Pun Terpaksa Berjilbab: Kewajiban Busana Muslim
http://superkoran.info/?p=3429#comment-7752

Tapi SK ini rupanya baru semacam pintu masuk. Awal mulanya adalah soal tata cara berpakaian untuk selanjutnya mempersoalkan masalah aqidah/keyakinan. Para pembela syariah di Pandeglang tak hanya mengusik soal pemisahan laki-laki dan perempuan di sekolah. Mereka juga mengusik kehidupan kelompok Ahmadiyah yang minoritas di sana: tujuh tahun setelah perda tersebut.

AHMADIYAH
Pada 6 Febuari 2011, tiga orang Ahmadiyah yang mempertahankan harta benda mereka karena tidak dapat perlindungan polisi, dibantai dengan sadis oleh kelompok Islam. Rumah dan mobil mereka dirusak lantas dibakar. Beberapa hari setelah itu, 20 Febuari 2011, pejabat sementara Bupati Pandeglang menandatangani Peraturan Bupati No. 5 Tahun 2011 tentang larangan resmi kegiatan Ahmadiyah.

Kekerasan dan pemaksaan bertaubat terhadap Ahmadiyah juga terjadi di kabupaten lain di Jawa Barat, termasuk Bogor dan Cianjur.

Di luar Jawa, kekerasan terhadap minoritas Ahmadiyah juga terjadi di Lombok dan Padang, dua daerah Syariat Islam. Kekerasan juga menimpa Alexander An, seorang calon pegawai negeri di Kabupaten Dharmasraya, sekitar lima jam dari Padang. Pada 18 Januari 2012, dia digelandang massa, dipukuli dan diseret ke kepolisian. Alih-alih melindunginya, polisi menetapkan Aan sebagai tersangka penistaan agama Islam.

Di Lombok, warga Ahmadiyah mengalami kekerasan luar biasa. Rumah-rumah warga Ahmadiyah di Ketapang, Pulau Lombok, dirusak dan dibakar dan saluran listriknya dicabut. Pada 1999, ada pembakaran masjid Ahmadiyah di Bayan, Kabupaten Lombok Barat. Satu orang meninggal, satu luka parah dibacok. Semua warga Ahmadiyah diusir dari Bayan. Pada 2001, penganiayaan terjadi di Pancor, daerah Lombok Timur, basis Nahdlatul Wathan, organisasi Islam terbesar di Pulau Lombok. Selama satu pekan, rumah demi rumah Ahmadiyah, diserang dan dibakar di Pancor.

Ironisnya, pemerintah Lombok Timur memberikan dua opsi: warga Ahmadiyah boleh tetap di Pancor tapi keluar dari Ahmadiyah atau tetap di Ahmadiyah dan keluar dari Pancor. Semua warga Ahmadiyah memilih meninggalkan Pancor. Mereka ditampung mula-mula di Transito, sebuah bangunan pemerintah di Mataram. Lalu ada yang menyewa rumah, sekitar 300 orang. Biaya dibantu sebagian oleh organisasi Ahmadiyah. Dalam setahun, mereka mulai menata kehidupan. Ada yang tak berhasil, ada yang terlunta-lunta. Pada tahun 2004, organisasi Ahmadiyah membeli sebuah perumahan BTN di Gegerung, Ketapang, total 1.6 hektar, lalu dijual murah kepada anggota yang diusir dari Bayan, Pancor dan Praya.

SYIAH
Tak hanya terhadap warga Ahmadiyah, kekerasan juga terjadi terhadap minoritas Muslim Syi’ah, lagi-lagi di wilayah yang menerapkan Syariah Islam: Kabupaten Sampang, Madura. Rumah, mushola dan madrasah warga Syi’ah dibakar pada Desember 2011. Ustad Tajul Muluk dijadikan tersangka penistaan agama Islam.

NASRANI
Di Jawa Barat setidaknya ada 30 perda Syariah Islam, tapi kekerasan terhadap kaum Ahmadiyah serta kaum Nasrani, justru paling kencang di Jawa Barat. Setara Institute dan Wahid Institute menyebut Jawa Barat sebagai daerah paling tidak toleran terhadap kaum minoritas. Setara mencatat pada tahun 2010 saja, setidaknya ada 91 kejadian kekerasan di sana.

Pembangunan gereja yang dipersulit, dan pengerusakan masjid dan kampung Ahmadiyah terjadi di mana-mana di kota-kota kabupaten yang menerapkan Syariat Islam ini. Sebut saja acak salah satu kota di Jawa Barat, Bekasi dan Bogor, di sana Anda akan dengan mudah mendapatkan catatan kekerasan terhadap minoritas Ahmadiyah, Kristen, atau Sunda Wiwitan.

Apa yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk melindungi kebebasan beragama yang diamanatkan kepadanya? Yang terjadi, SBY justru merangkul Ma’ruf Amin dari Majelis Ulama Indonesia, yang ikut kampanye Piagam Jakarta pada 2002, untuk ikut jadi penasehatnya. Pada 2006, Ma’ruf Amin ikut menulis aturan anti pembangunan gereja. Pada 2008, Ma’ruf Amin ikut menggoalkan keputusan melarang kegiatan Ahmadiyah.

Saat memikirkan cara yang baik untuk menghentikan kekerasan terhadap minoritas ini, beberapa masjid Ahmadiyah dirusak: Cipeuyeum pada Februari dan Singaparna pada April. Saya kuatir kekerasan demi kekerasan akan berlangsung terus bersamaan dengan makin meningkatnya jumlah perda-perda Syariah.
Post Reply