Page 4 of 5

Re: MEI 1998 : kisah2 dan foto2

Posted: Sat Aug 21, 2010 5:30 pm
by DHS
ogig wrote:buat DHS lagi : pertanyaan : Kenapa yang "tidak rusuh" gak negor yang "rusuh" yang teriak2 Allah Akbar??? Jawabannya: Kata siapa yang "gak rusuh" gak negur yang "rusuh"...?!! Semua udah ditegur kok...
Buktinya mana? Linknya mana? Referensinya mana?
Pertanyaan kedua, jawabannya : Dimana-mana, dinegara manapun, semua kaum minoritas-biarpun dia ditindas, pasti tetap gak bisa berkutik kok... Liat aja Islam di ERopa, ataupun Islam di US, dan Amerika Latin. ISlam dinegara-negara tersebut, biar mesjidnya suka dilempar2in, tapi yahhhh gak bisa apa2. Semua di dunia ini sama aja BRO . Jangan liat di Indonesia aja...
Yang saya pertanyakan justru di Indonesia, jawabnya: "Jangan liat di Indonesia aja..." :(
Justru muslim minoritas di daerah mayoritas non muslimlah yang suka cari gara2. Ntar kalo sudah dibogem, meweq2!

http://indonesia.faithfreedom.org/forum ... kafir.html

Re: MEI 1998 : kisah2 dan foto2

Posted: Thu Sep 30, 2010 11:05 am
by Laurent
Orang-orang Berseragam Memperkosa gadis-gadis China Indonesia
http://www.fica.org/cs/fr-mayriot-id

Orang2 berseragam memperkosa gadis2 China

Organisasi2 Wanita mendokumentasikan penganiayaan seksual
selama kerusuhan di Indonesia / ABRI menjanjikan penyelidikan .
Oleh Juergen Dauth (Singapura)
Para pengamat hak azasi manusia dan organisasi2 wanita di Indonesia
sudah mulai mendokumentasi kasus2 pemerkosaan selama kerusuhan
yang mengakibatkan kejatuhan Suharto. "Kerusuhan itu direncanakan,
dikendalikan, dan disengaja", demikian kata pekerja sosial Sita Kayam
dengan marah. Ia adalah seorang rekan kerja sebuah oraganisasi
wanita di Jakarta. Ratusan wanita telah diperkosa selama kerusuhan
sekejap yang melanda ibukota, juga di kota2 provinsi.
Menurut dokumentasi, korban2 yang mayoritas adalah etnis China
itu mengatakan bahwa pemerkosa2 itu kebanyakan mengenakan
seragam. "Para pemerkosa itu mengatakan, 'Sekarang giliran kamu,
karena kamu China dan bukan Muslim' ", demikian kata seorang
korban menurut psikolog Yayasan Kalyana Mitra.
Segala bentuk kekerasan seksual yang selama ini hanya kita bisa
bayangkan, kini benar2 terjadi, kata Sita Kayam. "Dan kami jadi
yakin kalau ini semua bukan kebetulan. Semua kegiatan mempermalukan
perempuan ini direncanakan dan diorganisasi dengan sekasama."
Ratusan korban telah mengadu ke organisasi2 wanita.
"Rumah saya terbakar, " cerita Helen Chang dengan ragu2. "Kami
menyelamatkan diri ke halaman. Saat itu datang beberapa laki2. Mereka
mengenakan kaos dan celana seragam. Mereka membanting saya ke tanah
lalu mereka satu per satu memperkosa saya." Kemudian, kata ibu berusia
44 tahun ini, tanpa daya ia harus melihat bagaimana ketiga anak
perempuannya diperkosa.
Para perkerja sosial di klinik2 psikologi dan organisasi2 wanita
bersama2 mendapatkan gambaran yang cukup serupa. Kebanyakan
korban, 98% adalah etnis China, diperkosa antara 13 - 15 Mei
juga 18 - 19 Mei. Para pelaku, menurut laporan, berpotongan
rambut ala militer dan mengenakan bagian2 dari pakaian seragam militer.
Mereka selalu muncul dalam bentuk kelompok2. Jumlah perkosaan di
kota2 di luar Jakarta baru pada saat itu meningkat.
Para psikolog di pusat2 pertolongan untuk korban perkosaan
berusaha susah payah agar para korban yang trauma mau
berbicara. "Kebanyakan wanita2 dan gadis2 mengalami perlakuan
yang terlalu kasar dan mereka takut para pelaku membalas dendam."
kata Rita Kolibonso dari organisasi wanita Mitra Perempuan.
Di antara korban terdapat yang berusia 13 tahun dan 72 tahun.
Komandan Polisi Jakarta Pusat, Lettu Iman Haryatnam telah meminta
pada para korban kekerasan seksual ini untuk melapor. Panglima
ABRI, Jendral Wiranto menjanjikan suatu penyelidikan dengan cara
mengajukan rencana pembuatan pos2. Para pemerkosa tampaknya
tahu bahwa suatu penyelidikan tengah dimulai. Romo Sandyawan
dari badan sosial katholik di Jakarta mendapat kiriman pos sebuah
granat tangan dan tulisan agar ia menghentikan kegiatan dokumentasi.
Organisasi2 hak azasi manusia mendapat peringatan melalui telepon:
"Kami sudah mengirimi Sandyawan sebuah granat. Kamu mau lebih
banyak?"
Sandyawan sudah mempublikasikan data di antaranya, wanita2 yang
diperkosa lalu dilemparkan ke dalam bangunan yang tengah dilalap
api. Albert Hasibuan, anggota Komnas HAM bersumpah akan mengusut
pelanggaran berat HAM ini sampai tuntas. "Kami tidak bisa membiarkan
kejahatan ini tidak mendapat hukuman, bahwa kita manusia karena motif
politik jadi bertingkah laku lebih rendah dari binatang."
Copyright A9 Frankfurter Rundschau 1998
Dokumen disiapkan pada 11.06.1998 jam .45
Tanggal penyiaran 12.06.1998

http://kerusuhan-mei-1998.blogspot.com/ ... gadis.html

Re: MEI 1998 : kisah2 dan foto2

Posted: Thu Sep 30, 2010 11:06 am
by Laurent
Saya Kapok Jadi Wanita Indonesia
http://www.fica.org/cs/mi-mayriot-id

Rabu, 1 Juli 1998
Saya Kapok Jadi Wanita.
Surat Terbuka untuk Menteri UPW
Oleh Melani Budianta,
Dosen Fakultas Sastra Universitas Indonesia

OPINI & MEDIA ANDA SIKAP diam Ibu Menteri UPW di saat media massa dan tokoh-tokoh masyarakat ramai membicarakan masalah perkosaan dan pelecehan terhadap anak gadis dan perempuan, sungguh membangkitkan tanda tanya. Kasus yang terjadi pada peristiwa penjarahan tanggal 14 dan 15 Mei yang lalu sesungguhnya sangat menggugat nurani setiap orang yang peduli terhadap perempuan, dan saya yakin Ibu termasuk di antaranya.
Dalam tulisan ini saya mencoba mereka-reka sebab-sebab kebisuan Ibu dan mohon segera dikoreksi apabila keliru. Sebab saya khawatir hal ini sangat erat kaitannya dengan persoalan mendasar yang dihadapi kaum perempuan di negeri ini.
Dugaan pertama, Ibu Menteri bersikap diam karena merasa belum yakin dan hampir tidak percaya bahwa peristiwa semacam itu bisa terjadi di negeri yang berasaskan pada Pancasila. Ibu tidak punya bukti-bukti dan angka-angka yang pasti. Barangkali Ibu berpikir, bahwa jangan-jangan, ini cuma isu atau gosip yang ‘dibesar-besarkan’ untuk kepentingan politik tertentu. Dan Ibu tidak mau mengambil risiko.
Inilah sebuah kenyataan yang harus dihadapi kaum perempuan, hukum secara umum tidak berpihak padanya. Kekerasan terhadap kaum perempuan seringkali terjadi dalam wilayah tertutup yang tanpa saksi. Seringkali pula dilakukan oleh orang-orang yang diberi legalitas untuk melindungi atau mempunyai kekuasaan atas diri sang korban atau dalam wilayah publik yang penuh saksi manakala pelakunya tidak mungkin untuk dilacak kembali.
Padahal saksi dan pembuktian adalah dua kata kunci dalam prosedur hukum.
Selain itu korban-korban pelecehan seksual dan perkosaan merasa sangat malu, kehilangan harga diri dan semangat juang. Mereka umumnya memilih untuk diam, bersembunyi atau mati. Kalaupun ada yang berani bicara, adalah mereka berani mengambil risiko berat dipermalukan untuk kedua kalinya di hadapan penyidik, pengadilan atau media massa. Suatu yang tragis, bahwa dalam berbagai kasus tindak kekerasan terhadap perempuan, misalnya dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga, calon korban seringkali sudah berusaha untuk minta tolong. Tapi atas dalih bukti yang tidak cukup, suara mereka dipantulkan kembali oleh tembok-tembok yang dingin.
Dengan kondisi seperti ini, maka statistik, angka-angka pembuktian biasanya hanya bisa dihitung dari jasad-jasad rusak kaum perempuan. Jadi Ibu, berapa banyak jasad rusak perempuankah yang diperlukan agar kasus ini layak dianggap tidak dibesar-besarkan?
Dugaan kedua, Ibu Menteri bersikap diam karena kasus ini menyangkut satu kelompok minoritas yang barangkali boleh diragukan kedudukannya sebagai orang Indonesia yang sejati dalam arti yang primordial atau berdasarkan takaran patriotismenya.
Tanpa berargumen tentang yang asli dan yang patriotis, satu hal sudah cukup
jelas bahwa masyarakat kita belum paham arti negara hukum dan demokrasi. Ini terjadi karena pendidikan politik yang telanjur salah kaprah. Sudah berpuluh-puluh tahun lamanya rakyat menyaksikan bagaimana hukum dipakai sebagai alat kekuasaan dan menonton bagaimana suara dan hak bicara diselewengkan. Akibatnya kita tidak tahu dan tidak bisa paham bahwa dalam negeri hukum dan tatanan yang demokratis bahkan musuh bebuyutan yang paling kita benci di muka bumi pun, harus kita hormati hak-hak sipilnya dan perlu kita perjuangkan haknya untuk mendapat perlindungan hukum.
Tapi saya berharap, mudah-mudahan dugaan kedua ini keliru. Sebab saya sudah menyaksikan sendiri, bagaimana kelompok perempuan, melalui berbagai gerakan solidaritas dan koalisi yang menonjol dalam gerakan reformasi, secara gigih meruntuhkan batas-batas sektarian dan primordial.
Simbol Pemanis
Ketika sedang maraknya pengelompokkan berdasarkan golongan dalam situasi krisis moneter, kaum perempuan membuat acara doa bersama antaragama. Dalam sidang-sidang pengadilan Karlina dan Romo Sandyawan, suster berkerudung dan perempuan berjilbab saling bergandengan tangan membagikan bunga dan bernyanyi. Mereka tidak pandang bulu, termasuk juga terhadap laki-laki yang ikut mendukung pergerakan mereka.
Dugaan ketiga, Ibu Menteri bersikap diam karena posisi Menteri UPW dalam wacana resmi negara lebih merupakan simbol pemanis untuk menutupi kondisi wanita yang buruk di negeri ini. Pertanyaannya, mengapa perlu ada departemen khusus urusan peranan wanita? Paling tidak ada empat kemungkinan jawaban. Kemungkinan pertama, karena Indonsesia sangat menghargai, menyanjung dan memuliakan kaum wanita. Kedua, atau sebaliknya karena kedudukan wanita sedemikian buruknya, sehingga perlu penanganan yang khusus. Ketiga, adalah gabungan keduanya, yakni untuk menunjukkan bagaimana hebatnya emansipasi wanita terjadi di negeri ini sehingga seorang wanita bisa menduduki jabatan menteri. Sehingga bisa memoles dan menutupi kondisi yang buruk seperti yang terjadi pada Marsinah dan kawan-kawannya. Dan kemungkinan keempat, karena peranan wanita dianggap penting, strategis, dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk berbagai kepentingan sosial, politik dan ekonomi, termasuk enambah devisa negara menjadi sumber tenaga gratis dan penunjang karier pejabat negara seperti organisasi Dharma Wanita.
Barangkali masih ada kepentingan lain yang terdaftar dalam arsip Ibu, yang luput saya amati. Tapi kalau dugaan saya benar, saya menuntut agar Ibu, sebagai menteri dalam kabinet yang bertekad untuk mengadakan reformasi agar segera membubarkan Dharma Wanita dan menghapus lembaga yang Ibu pimpin berikut segala jajarannya karena kehadiran dua institusi ini justru menjadi penghalang terwujudnya cita-cita emansipasi kaum perempuan.
Tidak ada yang bisa menolak diciptakan sebagai perempuan, sebagai manusia dengan golongan darah, warna kulit, raut wajah tertentu. Atau dilahirkan dalam golongan etnis, tempat dan zaman tertentu. Kalau memang seperti ditelusuri oleh para sejarawan, posisi kelompok Cina sudah mengandung luka sejarah, luka itu harus kita sembuhkan bersama. Jangan biarkan kaum perempuan, anak gadis berusia 12 tahun yang tidak berdosa menanggungnya.
***(Q-1)
(dimuat di Media Indonesia)

http://kerusuhan-mei-1998.blogspot.com/ ... nesia.html

Re: MEI 1998 : kisah2 dan foto2

Posted: Thu Sep 30, 2010 11:07 am
by Laurent
Perkosaan Brutal Untuk Kepentingan Politik Jakarta
http://www.fica.org/cs/sp-mayriot02-id

SUARA PEMBARUAN DAILY

Perkosaan Brutal Untuk Kepentingan Politik JAKARTA

- Sadis, kejam, brutal! Itulah ungkapan bagi perbuatan para perusuh yang pemerkosa wanita-wanita WNI keturunan Tionghoa pada kerusuhan 13-14 Mei lalu.
Akibat perbuatan sadis tersebut, para wanita korban perkosaan mengalami gangguan psikis yang sangat parah. Di samping derita fisik yang masih memerlukan perawatan.
Bahkan, di antara para korban yang tidak sanggup menanggung derita psikis, ada yang nekat mengakhiri hidupnya.
Menurut Ita F. Nadia, koordinator Kalyanamitra, salah satu divisi Tim Relawan yang menangani masalah kekerasan terhadap perempuan, saat ini di antara korban ada yang tinggal di luar negeri, biara, luar pulau Jawa, rumah yang dianggap aman dari intimidasi, klinik dan di rumah sakit jiwa.
Dari hasil verifikasi dan investigasi Kalyanamitra, peristiwa sadis itu mulai terjadi pukul 16.00 WIB pada 13-14 Mei lalu.
Lokasi kejadian di ruko yang pemiliknya WNI keturunan Tionghoa di beberapa jalan besar Jakarta Barat, dan Jakarta Utara.
Perkosaan dilakukan oleh 3-7 pria berbadan kekar, sangar secara bergantian, dan serentak di berbagai ruko.
Ketika itu pukul 16.00 WIB, tiga gadis bersaudara tinggal di sebuah ruko berlantai tiga, di tepi jalan besar kawasan Jakarta Barat.
Ketiganya merasa takut ketika tujuh pria masuk ke ruko dan mengobrak-abrik seluruh isi toko. Dalam keadaan panik dan takut, ketiganya lari ke lantai III untuk bersembunyi.
Namun, para perusuh mengejar ketiganya dan memerintahkan mereka telanjang. Mereka tidak memperkosa wanita yang sulung karena dianggap sudah terlalu tua, maka adiknya yang berumur 18 tahun dan 20 tahun diperkosa secara bergantian oleh empat dari tujuh pria itu di hadapan mata kakaknya.
Usai memperkosa, di antara perusuh turun ke lantai I membakar toko. Namun, karena kedua gadis bersaudara itu berteriak histeris saat diperkosa, pria yang masih berada di lantai III mendorong kedua gadis tersebut ke dalam kobaran api di lantai I.
Tragisnya, kedua gadis yang malang itu tewas terpanggang api bersama seluruh isi toko. Sedangkan kakak korban yang dalam keadaan telanjang diselamatkan oleh tetangganya setelah para perusuh meninggalkan ruko.
“Korban itu selalu menelepon saya, tapi belum pernah bertemu. Karena, komunitasnya takut intimidasi itu terulang kembali. Ia sangat tidak percaya lagi kepada pribumi,” tutur Ita.
Dipukuli
Penderitaan akibat tindakan sadis para perusuh bukan hanya dialami wanita WNI keturunan Tionghoa yang tinggal di ruko.
Seorang wanita yang sore itu pulang dari kantor dengan menumpang taksi di kawasan Cengkareng dicegat oleh 10 pria.
Mereka memerintahkan si wanita ke luar dari taksi. Dalam keadaan takut, wanita itu ditelanjangi dan sekujur badannya dipukuli.
Akibatnya, tubuh wanita ini penuh dengan luka-luka, terutama di bagian dada. Dalam keadaan terluka, seorang haji menolongnya dengan memberikan jilbab untuk menutupi tubuh korban, dan diantar ke rumah korban.
Para perusuh pun memperkosa wanita yang sudah bersuami. Seorang ibu yang sedang menyusui anaknya ketika kerusuhan itu terjadi, tidak luput dari serangan.
Tokonya diserang dan sang ibu diperkosa oleh tiga lelaki, sedangkan suaminya luka parah dipukuli para perusuh. Akibatnya, wanita ini mengalami stres luar biasa.
Tidak itu saja, di Jakarta Barat, menurut pengakuan wanita korban yang saat ini berada di Hong Kong, anak gadisnya berumur 16 tahun diperkosa dan vaginanya dirobek.
Saat ini gadis tersebut dalam tahap penyembuhan, dan dari segi mentalnya sudah sangat parah. Walau anak itu hidup, namun si ibu seakan-akan sudah kehilangan anaknya sebagai manusia.
Dalam kerusuhan itu bukan hanya anak gadis saja yang jadi korban, tapi juga keluarga dan usaha mereka sudah hancur.
Seorang korban perkosaan yang stres berat selalu berteriak akan bunuh diri kepada orangtuanya. Akhirnya, ayah korban yang menyaksikan sendiri anaknya diperkosa para perusuh ini juga mengalami goncangan jiwa. Karena, anak gadisnya selalu meneriakkan ingin bunuh diri.
Akhirnya, dalam keadaan stres berat sang ayah memberikan anak gadisnya racun serangga, dan anak itu akhirnya bunuh diri.
Korban lainnya, seorang anak berumur 10 tahun. Karena tidak kuat, ibu anak itu yang juga diperkosa perusuh akhirnya bunuh diri. Sedangkan ayahnya dibakar oleh perusuh.
Korban perkosaan lainnya yang ditangani Kalyanamitra, seorang wanita berusia sekitar 25 tahun. Korban ingin melupakan masa lalunya dengan cara tidak menggunakan bahasa Indonesia.
Ia kini selalu berbahasa Mandarin, dan tidak mau memakai baju-bajunya yang dulu.
Para korban dan keluarganya saat ini berada di Singapura, Taiwan, Hong Kong, Cina, di luar pulau Jawa, biara dan rumah yang dianggap aman.
Korbam umumnya belum bisa dimintai keterangan, karena mengalami goncangan jiwa yang sangat parah.
Telah Direncanakan
Disebutkan, korban perkosaan yang sudah ditangani dokter ada sekitar 20 orang di sebuah rumah sakit (RS) jiwa, dan ada tiga orang di klinik jiwa yang masih banyak belum terjangkau.
Korban yang mengungkapkan perasaan dan kejadian sadis lewat telepon ada lima orang, yang berada di rumah yang aman tiga orang dengan kondisi yang sangat parah. Sedangkan enam korban perkosaan di Jakarta Barat kini berada di luar negeri.
Menurut Ita, perkosaan yang dilakukan 3-7 orang itu, merupakan suatu tindakan sadis yang telah direncanakan untuk menghancurkan WNI keturunan Tionghoa untuk kepentingan politik. Karena, kekejaman itu dilakukan secara serentak di suatu wilayah yang disertai dengan pembakaran.
Sedangkan perempuan dijadikan korban, karena perempuan di Indonesia dianggap sebagai properti atau sebagai benda milik keluarga.
Sehingga, perempuan di Indonesia ini dinilai tidak punya hak apa-apa, karena ia hanya sebagai properti keluarga. Karena itu, pemerkosaan brutal yang dilakukan perusuh; untuk membangun rasa ketakutan masyarakat dengan mengorbankan wanita WNI keturunan Tionghoa.
Dirancang
“Biasanya hal seperti itu dilakukan di suatu negara yang sedang mengalami konflik. Ini tidak mungkin dilakukan orang biasa, karena orang biasa itu tidak mampu melakukan. Ini suatu teror yang sudah direncanakan dan ada pihak-pihak di balik ini,” tandasnya.
Ita mengatakan, pemerkosa tidak pernah dikenal oleh korban, dan bukan dari komunitas mereka. Pelaku perusuh diterjunkan serentak di berbagai tempat, dan setelah melihat lokasi kejadian, pemerkosaan itu dilakukan di ruko milik WNI keturunan Tionghoa yang berada di jalan besar.
Walau di perumahan biasa juga ada beberapa korban, tetapi jumlahnya sangat kecil.
Artinya, si penyerang mudah diturunkan dan diangkut kembali.
Kalau pun ada penduduk sekitar yang tertangkap, mereka bukan pelaku pemerkosaan, tapi penjarah. Bahkan, penduduk atau petugas keamanan yang mengetahui perkosaan itu tidak berani berbuat apa-apa, karena ketakutan.
“Ini menunjukkan, hal itu sudah dirancang dan sekarang masalah ini sudah tenggelam oleh masalah politik. Padahal, tindakan penghilangan hak hidup manusia, merupakan pelanggaran hak hidup manusia yang paling brutal,” tandasnya. Perkosaan, perusakan dan pembakaran terhadap WNI keturunan Tionghoa, menurut Ita, secara langsung bukan karena kesenjangan sosial.
Sebab, kesenjangan sosial sudah sejak lama dibentuk, yakni dengan menghadirkan anggapan di masyarakat; WNI keturunan Tionghoa hanya orang yang berdagang, memikirkan uang, yang tidak mau bergaul dengan orang Indonesia.
Konstruksi semacam itu diba ngun dan ditanamkan sejak zaman dulu. Konstruksi ini semakin diperkuat dengan mengeksklusifkan tempat tinggal WNI keturunan Tionghoa.
Padahal, tidak semua WNI keturunan Tionghoa kaya. Khususnya di Jakarta, dibentuk suatu tempat tinggal eksklusif Tionghoa oleh rezim yang berkuasa.
Sehingga, ketika terjadi sesuatu, komunitas inilah yang dikorbankan, sebagai kelompok yang mengakibatkan kesenjangan ekonomi.(NN/D-7)

http://kerusuhan-mei-1998.blogspot.com/ ... ingan.html

Re: MEI 1998 : kisah2 dan foto2

Posted: Thu Sep 30, 2010 11:08 am
by Laurent
PEMERKOSAAN PEREMPUAN ETNIS CINA DI JAKARTA
http://www.fica.org/cs/rn-mayriot-id

From [email protected]
Mon Jun 8 12:50:52 1998
Date: Mon, 8 Jun 1998 17:40:07 +0100
From: RNW berita list manager
Reply-To: [email protected]
To: [email protected]

Subject: Warta Berita - Radio Nederland, 08 June 1998

* PEMERKOSAAN PEREMPUAN ETNIS CINA DI JAKARTA.
Etnis Cina dan perempuan adalah target paling lemah dan mudah dituju.
Puluhan atau bahkan mungkin ratusan perempuan etnis Cina menjadi korban
pelecehan seksual dan perkosaan yang terjadi ketika rumah-rumah atau
toko-toko mereka dibakar dan dijarah pada tanggal 13 dan 14 Mei dulu di
Jakarta. Begitu biadabnya para pelaku seolah mereka sudah tidak memiliki
rasa perikemanusian sedikitpun.
Para korban, tidak saja dilecehkan atau diperkosa, tapi ada pula yang
dicekik dan dibunuh. Sebagian korban mengalami gangguan jiwa sangat
serius. Mengingat para korban sangat trauma dan ketakutan untuk
mengungkapkan peristiwa yang menimpa mereka, maka para relawan bersikap
pro aktif, dengan mencari para korban, mengunjungi rumah sakit dan
membuka hotline. Sejauh ini, tim sudah mengidentifikasi sekitar 50
kasus.
Setiap harinya, sekitar dua puluh lima perempuan menilpun hotline
tersebut. Berikut sejumlah kasus pelecehan seksual dan perkosaan yang
telah diidentifikasi oleh Divisi Perempuan, yaitu kelompok relawan dari
berbagai LSM yang peduli terhadap nasib korban, dituturkan oleh
koordinatornya Ita Nadia.
Ketika para pegawai pulang naik bis didalam bis, penumpang di pilah-
pilah. Para penumpang Cina disuruh turun, disuruh membuka baju, dan
kemudian disuruh jalan berbaris. Mereka digiring ke padang ilalang
dipinggir jalan dan di pilah-pilah lagi. Yang berparas cantik diperkosa.
Sedangkan yang berparas tidak begitu cantik disuruh berjalan telanjang.
Modus berikutnya, perempuan-perempuan Cina secara ramai-ramai
ditelanjangi dijalan raya, kemudian tubuhnya digerayangi. Kami menemukan
putingnya ada yang sobek dan seluruh badan memar. Ada lagi pegawai bank.
Sebanyak sepuluh orang memasuki bank dan menutup bank tersebut. Para
pegawai Cina disuruh menari-nari dengan telanjang. Kemudian ada tiga
anak gadis dari keluarga Cina miskin yang diperkosa. Mereka berumur 10
sampai delapan belas tahun, diperkosa oleh tujuh orang disebuah tempat
di Jakarta Utara/Barat.
Yang berikutnya adalah sebuah keluarga yang kebetulan kakak perempuan
para korban mengaku kepada Ita Nadia bahwa dua adik perempuannya
diperkosa di lantai tiga rumah mereka oleh tujuh orang pula. Setelah
diperkosa, dua adik perempuan itu didorong ke lantai dua dan satu dimana
api telah berkobar, sehingga dua adik tersebut meninggal. Itu beberapa
kasus. Kasus-kasus lain, mereka biasanya diperkosa, kemudian dicekik.
Tetapi ada juga yang ketika diperkosa, korban kemudian membunuh diri.
Para korban ini tidak hanya diperkosa di vagina tetapi juga di dubur dan
diikuti pula dengan pengrusakan vagina. Itu dilakukan secara sistematis
karena tidak dilakukan oleh orang biasa. Secara politis, saya mau bilang
bahwa ini adalah perbuatan untuk menunjukkan "kalau kamu menuntut
reformasi dan demokrasi, ini adalah bagian yang harus kamu bayar. Dan
bagian yang harus kamu bayar adalah mengorbankan etnis Cina, dalam hal
ini adalah perempuan sebagai target untuk membangun sebuah teror atau
ketakutan di masyarakat untuk mengintimidasi masayarakat. Jadi
dipilihlah etnis Cina dan perempuan dan non muslim karena merekalah yang
paling lemah".
Tim relawan untuk kemanusian Divisi Perempuan sesungguhnya adalah tim
relawan untuk kemanusiaan yang lebih besar, yang dipimpin Romo
Sandyawan. Tim sudah melakukan identifikasi korban-korban kerusuhan yang
jumlahnya mencapai 1333. Sekarang, kami sungguh-sungguh sangat marah
karena perempuan dijadikan target atau obyek untuk mengintimidasi
masyarakat lewat kekerasan seksual. Ini adalah state violence.
RADIO NEDERLAND : Pesan apa yang ingin anda sampaikan kepada korban yang
sampai saat ini belum atau tidak berani mengungkapkan apa yang menimpa
dirinya.
ITA NADIA : Tolong, jangan takut karena membuka kebisuan adalah
membangun kesadaran. Breaking the silence. Para korban bisa langsung
menelpon nomor hotline, yaitu 021-790 2109 atau 021-790 2112. Kami akan
menjaga kerahasiaan baik para korban maupun informan. Sedangkan untuk
masyarakat luar negri, berilah dukungan. Dukungan dalam arti berkampanye
untuk mengutuk perbuatan ini. Bagaimanapun juga, mereka telah
didiskriminasi, secara politik didiskriminasi sebelumnya oleh pemerintah
dan sekarang mereka dikorbankan
-----------------------------------
Radio Nederland Wereldomroep, Postbus 222, 1200 JG Hilversum
http://www.rnw.nl/
Keterangan lebih lanjut mengenai siaran radio kami dapat Anda
peroleh melalui [email protected]
Copyright Radio Nederland Wereldomroep.

http://kerusuhan-mei-1998.blogspot.com/ ... na-di.html

Re: MEI 1998 : kisah2 dan foto2

Posted: Thu Sep 30, 2010 11:09 am
by Laurent
Luka kerusuhan perempuan Indonesia
http://www.fica.org/cs/kompas-mayriot-id

Jumat, 5 Juni 1998

Luka Kerusuhan, Luka Perempuan KETIKA amuk sudah reda, asap kebakaran toko-toko dan pusat perbelanjaan di Jakarta sudah padam, ada baiknya merenungkan apa yang sudah terjadi pada pertengahan Mei itu. Sesuatu yang selama ini kurang disorot media massa, namun punya bekas, luka, dan trauma mendalam pada beberapa individu.
Di tengah kecamuk keadaan waktu itu, terjadi serpihan-serpihan peristiwa yang sungguh sulit diterima oleh siapa saja yang masih punya hati nurani: penjarahan terhadap "milik" perempuan yang paling berharga, dari pelecehan seksual sampai tindak perkosaan.
Bau busuk peradaban ini susah untuk ditutupi. Paling tidak Komnas HAM sudah mengawali mengungkapnya dalam jumpa pers pekan ini. Sejumlah kasus perkosaan dan pelecehan seksual yang terjadi bersamaan dengan kerusuhan 13-14 Mei lalu, telah dilaporkan ke Komnas HAM.
Anggota Komnas HAM Aisyah Amini telah menyebutkan, "Secara kualitatif peristiwa ini mengguncang para korban, yang juga etnis Cina serta warga Indonesia lain, termasuk warga negara asing."
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat, sebenarnya diam-diam telah mengupayakan gerakan pendampingan terhadap para korban ini. Mereka menyadari, sampai saat ini sebagian besar korban belum tertangani. Juga belum ada advokasi yang terorganisir untuk membantu para perempuan yang menjadi korban pelecehan dan perkosaan.
Akhirnya berbagai organisasi dan individu dengan latar belakang dan kalangan yang beragam, sepakat membentuk Tim Relawan Kemanusiaan Divisi Perempuan. Tim yang dikoordinatori Ita F Nadia ini siap memberikan bantuan mulai dari penanganan medis, pendampingan, shelter, terapi psikologis, jaminan keamanan, sampai bantuan hukum.
"Orang-orang yang menjadi korban ini dalam keadaan sangat takut, shock, tidak berdaya. Mereka butuh dibesarkan hatinya," kata Sita Aripurnami dari Kalyanamitra, salah satu anggota Tim Relawan.
***
DAN inilah yang dialami Andina, sebut saja begitu. Gadis berusia 26 tahun ini, pada hari naas itu (Rabu 13/5) pulang dari kantornya. Sebuah bank swasta di kawasan Tomang. Ia dibonceng pacarnya, pegawai perusahaan komputer, menuju rumahnya di bilangan Jelambar, Jakarta Barat.
Merasa keadaan sudah mereda, mereka nekad pulang menjelang pukul 21.00 WIB. Keduanya tak pernah bermimpi, dalam perjalanan itu, di suatu tempat di Jakarta Barat mereka tiba-tiba dikepung massa yang muncul begitu saja entah dari mana.
Di keremangan malam itu, Andina sudah tak mampu lagi berpikir diapakan saja dirinya. Yang teringat hanyalah, ia ditarik-tarik massa agar turun dari sepeda motor.
"Tuhan, tolong Tuhan...." hanya kata-kata itu yang dia teriakkan, di tengah-tengah himpitan kepanikan dan ketakutan luar biasa.
Blazernya sudah terlepas, sementara seluruh harta miliknya dilolosi. Uang, handphone, kartu ATM, SIM, STNK, helm, bahkan obat dokter untuk orangtuanya yang baru ditebus di apotek, habis dijarah.
Andina tidak ingat lagi, diapakan saja dirinya waktu itu. Hanya doa yang terus menguatkannya. Sekali ia jatuh terjengkang, tetapi dengan kekuatan yang tersisa ia bangun dan kembali memegang baju pacarnya erat-erat.
Sang pacar, yang orangtuanya berencana melamar tanggal 17 Mei -empat hari sebelum kejadian ini menimpa- tak berdaya dipukuli massa. Yang terdengar hanyalah rintihannya, "Ampun Pak.. ampun.. Saya orang biasa..."
Sementara teriakan massa makin menyeramkan. Tetapi dalam keputusasaan, menurut penuturan Andina, tiba-tiba ada orang tua muncul. Ialah yang memerintahkan agar para penjarah membebaskan dua anak manusia ini.
Andina dan pacarnya bisa pergi meninggalkan tempat itu, sebelum kemudian ditolong polisi jaga di dekat situ yang juga tak luput dari lemparan batu massa.
Oleh polisi mereka diantar ke rumah penduduk. Seorang penduduk kemudian memboncengkan keduanya sampai rumah. Berhari-hari kemudian, Andina masih saja dicekam peristiwa itu.
Lama ia tak masuk kantor. Sekujur tubuhnya penuh bilur-bilur biru, bahkan juga di pangkal paha. Bekas-bekas kekerasan ini, baru hilang seminggu kemudian.
***
DATA yang dikumpulkan Tim Relawan Kemanusiaan Divisi Perempuan makin menunjukkan, betapa hak dan harkat perempuan, bahkan juga nyawa, menjadi tak berharga begitu kerusuhan melanda.
Dari hasil pendataan sementara, diketahui sebagian besar korban pelecehan dan perkosaan adalah perempuan etnis Cina berusia muda. Sebagian besar kasus, terjadi di kawasan Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Tangerang. "Kami juga menemukan satu kasus perkosaan pada anak berusia 12 tahun," kata Ita.
Ditemukan data bahwa sebagian besar perkosaan dilakukan berkelompok yang bisa mencapai lebih daripada lima orang. Ditemukan pula korban yang dilukai setelah diperkosa.
Kekejaman dan kebiadaban juga dialami perempuan warga keturunan yang tidak diperkosa. Mereka ditelanjangi, dianiaya, dan dipaksa melakukan berbagai hal yang memilukan.
Seorang saksi mata menuturkan, massa dengan semena-mena menggerayangi para karyawati bank di bilangan Gajah Mada ketika mereka dengan panik keluar gedung menjelang kantor tersebut dibakar, Kamis (14/5).
Melihat luasnya daerah kejadian yang tercatat, tim relawan memperkirakan korban pelecehan dan pemerkosaan ini ratusan jumlahnya. Kata Sita, "Pada kasus-kasus semacam ini biasanya korban menjadi sangat apatis dan tertutup, sehingga lebih sulit pendataannya."
"Keengganan tersebut makin diperkuat oleh tidak adanya jaminan keamanan dan kuatnya sikap rasialis terhadap warga Indonesia keturunan Cina," tandas Ita.
***
APAKAH batas-batas itu telah terlampaui?
Nurani kita masing-masing yang bisa menjawab. Tapi semoga kita bisa ikut merasakan betapa perih luka yang dialami Andina dan para korban lainnya.
"Sakit, sakit sekali... Saya bercerita, dengan harapan ada salah satu dari mereka bisa membaca, bisa tahu apa yang saya rasakan, dan tak mengulanginya pada orang lain," tutur Andina dengan mata berkaca-kaca.
Suatu hal yang umumnya justru disimpan rapat-rapat sang korban dalam kesendirian dan keterpurukannya. Kalau sudah begini, masih adakah nurani untuk membantu mereka? (bre/nes)

http://kerusuhan-mei-1998.blogspot.com/ ... nesia.html

Re: MEI 1998 : kisah2 dan foto2

Posted: Thu Sep 30, 2010 11:09 am
by Laurent
Surat Terbuka Buat Para Penjarah
http://www.fica.org/cs/sp-mayriot01-id


Surat Pembaca - Harian Suara Pembaruan

Jum'at, 12 Juni 1998

SURAT TERBUKA BUAT PARA PENJARAH

Redaksi Yth.,
Perusuh dan para penjarah yang terhormat, tahukah kau, temanku Lily,
tiga pekan lalu, menelepon saya sembari terisak menceritakan pengalaman
tragis yang menimpa keluarganya. ''Semuanya ludes, tak tersisa, Kak,''
begitu ia mengawali kisahnya dari seberang sana.
Aku trenyuh memikirkan nasib mahasiswi Atma Jaya itu. Ia bingung, cemas,
takut, tak tahu lagi hendak berbuat apa. ''Lily takut, bingung. Kami
semua, bokap dan nyokap, kini bersembunyi di rumah tante di Tanah Abang.
Ruko kami di Kranji habis dijarah massa. Mereka tak menyisakan satu pun,
selain pakaian di badan kami. Tolong, Kak, selamatkan kami,'' isak Lily
menutup telepon.
Lily, tentu saja, tidak sendiri. Masih ada ribuan korban lain, yang
mengalami nasib serupa. Mereka kini diselimuti ketidakpastian. Masa
depan mereka telah kau jarah, kau rampas.
Tahukah kau wahai para perusuh dan penjarah, tindakanmu telah
menyengsarakan kehidupan ratusan ribu, bahkan jutaan manusia lain yang
mengharapkan sesuap nasi dari hasil pekerjaan halal. Kau tahu,
teman-temanmu karyawan sebuah super market di Tangerang sempat menggelar
unjuk rasa, menuntut mengembalikan pekerjaan mereka, yang telah pula kau
rampas.
Kau tahu, orang-orang kecil seperti kau, yang mengantongi gaji bulanan
standar UMR. Kalau kau sempat nonton televisi, Menko Ekuin Ginandjar
Kartasasmita belum lama ini pun, melaporkan besarnya jumlah pengangguran
akibat ulahmu. Menurut Ginandjar, sekitar 50.000 orang kehilangan
pekerjaan (itu pun perhitungan kasar), karena tempat usaha mereka hancur
kau bakar atau kau jarah.
Kau tahu, sebetulnya masih banyak yang ingin saya ungkapkan. Tapi saya
tak sanggup lagi. Bau bangkai manusia dan gedung, amis darah dan bubuk
mesiu, masih mengganggu penciumanku.
Kepada aktor intelektual kerusuhan dan penjarahan saya minta satu hal:
hentikan manuver-manuver politik murahan dan bersimbah darah! Kau tahu,
kekuasaan yang dibangun di atas bangkai pengorbanan manusia lain, bakal
ambruk termakan bangkai-bangkai itu. Sadarlah!

Ngobert Nomen,
Kalimalang, Jakarta
Diposkan oleh DHARMO GHANDUL di 18.50

http://kerusuhan-mei-1998.blogspot.com/ ... jarah.html

Re: MEI 1998 : kisah2 dan foto2

Posted: Thu Sep 30, 2010 11:11 am
by Laurent
Ita Fatia Nadia, Tim Relawan:"Ini Murni Dari Hati Nurani..."
http://www.fica.org/cs/dr-mayriot-id

ITA FATIA NADIA, TIM RELAWAN: “INI MURNI DARI HATI NURANI...”

Sampai pekan lalu, sekitar 40 hari setelah kerusuhan pertengahan Mei lalu, Tim Relawan masih terus melakukan investigasi korban pemerkosaan dan kekerasan. Mereka tidak sekadar mendengar informasi lalu mencatat. Juga, mereka melakukan penyisiran lokasi dan pengecekan agar data benar-benar akurat. Hasilnya, menurut Ita Fatia Nadia, 40 tahun, Koordinator Kalyanamitra, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang mengkhususkan diri dalam bidang kewanitaan, mereka telah mendata 182 korban, berusia antara 10 tahun dan 50 tahun – terbanyak, korban berusia antara 20 dan 30 tahun. Sebagian dari korban masih syok dan mengalami depresi; sejumlah korban tewas di saat peristiwa terjadi, ada yang bunuh diri, dan masih ada di antara korban terbaring di rumah sakit.
Tak mudah meminta Ita untuk menunjukkan di mana korban berada, hingga D&R bisa mengeceknya langsung. Ita enggan mengatakan, tapi ia meyakinkan bahwa semua yang ia katakan benar adanya. Memang, ia sendiri tak mengecek satu persatu; hanya beberapa di antara korban yang secara langsung ia temui.
Dan, Ita, yang bergabung di Kalyanamitra sejak tahun 1993, melakukan ini semua dengan ikhlas. Toh, ia mengaku beberapa kali menerima teror gelap, meminta agar ia dan timnya, Divisi Pendamping Korban, menghentikan kegiatannya mengidentifikasi korban. “Apa yang kami lakukan murni dari hati nurani, tidak ada ambisi politik sedikit pun,” katanya. Karena itu, meski ia kadang-kadang cemas juga, ia tetap menjalankan tugas kemanusiaan itu.
Berikut wawancara Puji Sumedi H dan Rustam F Mandayun dari D&R dengan ibu dua anak itu, di kantornya, di bilangan Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu malam, 27/6:
Mingguan D&R: Di masyarakat kini muncul isu, korban pemerkosaan ada yang hamil. Benar? ITA NADIA: Mereka masih mengalami trauma berat. Tidak sedikit dari mereka yang justru menutup mulut tak mau menceritakan apa yang dialaminya. Tidak hanya si korban pemerkosaan, melainkan juga keluarganya masih mengalami stres berat.
Sejauh yang kami ketahui, ada dua orang yang hamil. Seorang karyawati, ia lalu bunuh diri dengan minum Baygon. Satu lagi masih kami verifikasi, dia berumur 18 tahun dan bunuh diri baru seminggu yang lalu.
D&R: Bisa diceritakan cara kerja Tim Relawan? IN: Awalnya, kami membuat ‘hotline’ 24 jam, tidak ada libur. Ternyata, banyak informasi masuk, memberitahukan keberadaan korban. Si pemberitahu bisa teman, saudara, tetangga, orang tua, juga korban sendiri. Mereka memberikan alamat lokasi kejadian, waktu, dan juga keberadaan si korban sekarang.
Dari situ, kami melakukan investigasi dan menyisir ke lapangan untuk membuktikan kebenarannya. Kalau benar, kami catat. Jika ternyata mereka telah pergi ke luar Jakarta, tapi masih di Indonesia, bila ada relawan kami di situ, kami juga mencoba untuk menyisirnya. Misalnya, ada yang pergi ke Kalimantan.
Tak sedikit korban dan keluarganya yang kini berada di luar negeri karena takut dan trauma tinggal di Indonesia. Mereka biasanya menelepon kami dan memberitahukan dan membenarkan bahwa anggota keluarganya menjadi korban pemerkosaan.
Memang, tidak mudah melakukan identifikasi korban pemerkosaan. Tidak semudah seperti mengidentifikasi korban kebakaran. Yang kami temukan, kebanyakan pemerkosaan dilakukan tidak hanya oleh satu orang. Kami menyisir geografi, mulai dari daerah Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Dari situ kami buat peta lokasi. Ternyata, paling banyak terjadi pemerkosaan di ruko-ruko (rumah toko) yang terletak di pinggir jalan besar, tempat kendaraan mudah lalu lalang, dan dekat dengan komunitas miskin di sekitarnya. Di daerah permukiman peristiwa itu terjadi juga, jika lokasinya dekat dengan ruko atau ada di belakang ruko-ruko itu, misalnya di Pantai Indah Kapuk. Dan umumnya, merupakan daerah pecinan menengah ke bawah.
D&R: Perbandingan korban di Jakarta Utara dengan Jakarta Barat? IN: Korban paling banyak di Jakarta Barat, di ruko dan kompleks elite. Di Jakarta Utara, tidak separah di Jakarta Barat.
Kami pernah mengecek apartemen Mitra Bahari di Jakarta Utara. Waktu kami datang, penghuninya sudah pergi semua. Pihak pengelola apartemen mengatakan tidak ada korban pemerkosaan di sana. Tapi, kami mendapat telpon langsung dari penghuni Mitra Bahari yang kini berada di luar negeri, membenarkan kalau anggota keluarganya jadi korban pemerkosaan.
D&R: Bagaimana dengan korban yang bernama samaran “Vivian” yang di internet itu? IN: Soal Vivian, kami tidak mendapat laporan. Tapi, korban lain yang tinggal di apartemen Mitra Bahari. Yang ini pun sangat sulit investigasinya. Mereka yang tinggal di ruko-ruko dekat apartemen itu sekarang tutup mulut, katanya mereka diteror.
Temuan di Mitra Bahari itu akan kami verifikasikan lagi. Umumnya, mereka telah banyak yang pergi ke Singapura, Hongkong, Australia, Taiwan, dan Kanada. Hampir setiap malam kami mendapat telepon dari mereka dan mengatakan anggota keluarganya jadi korban dan sekarang masih berobat di luar negeri.
D&R: Korban-korban yang Anda data hanya diperkosa? IN: Pertama, ada korban tak diperkosa, cuma ditelanjangi lalu dianiaya. Kedua, korban diperkosa dan dianiaya. Saya diundang ke Singapura oleh seorang ayah untuk menengok anaknya yang kini masih terbaring di sebuah klinik di Singapura. Anak itu berusia 18 tahun, diperkosa dan dianiaya. Saya diminta menyaksikan langsung bahwa anaknya benar-benar menjadi korban. Lalu di Solo, sampai kini masih ada yang koma di sebuah rumah sakit karena diperkosa.
Ketiga, korban diperkosa lalu dibunuh atau terbunuh. Seorang wanita memberikan kesaksian bahwa dua adik perempuannya, berusia 22 dan 18 tahun, tanggal 14 Mei sore, diperkosa di rukonya oleh tujuh laki-laki asing yang menyerang rukonya. Tak cuma itu, selesai memperkosa, beberapa dari pelaku turun ke lantai satu dan membakar ruko itu. Saat itu pula, adiknya dilemparkan ke dalam api oleh mereka. Saat itu, wanita setengah baya itu hanya bisa menjerit memanggil nama dua adiknya. Dia sempat melarikan diri, ditolong oleh masyarakat pribumi di sekitarnya.
Menurut wanita tadi, ruko-ruko di sekitarnya pun bernasib serupa.
D&R: Apa yang bisa disimpulkan? IN: Hasil investigasi kami, kekerasan itu dilakukan oleh 3-10 orang. Waktunya, tanggal 13-15 Mei, puncaknya terjadi tanggal 14 Mei. Kejadiannya diawali dengan penyerangan dan perusakan, lalu pemerkosaan, dan terakhir pembakaran. Para pelaku bukan dari penduduk sekitar, karena para keluarga korban mengaku belum pernah mengenalnya sebelumnya.
Menurut saksi yang lain, para penyerang, perusak, dan pemerkosa tersebut berbeda dengan yang melakukan penjarahan. Para penjarah memang ada yang dari masyarakat sekitar, tapi cuma sekadar menjarah. Yang melakukan pemerkosaan dan pembakaran tidak dikenal.
Itu tak cuma terjadi di Jakarta. Di Medan juga terjadi, tapi baru tiga orang melapor ke Kalyanamitra, di Palembang satu orang.
D&R: Antara pemerkosa dan penjarah berbeda? IN: Penyerang datang, lalu merusak dan memperkosa, setelah itu merangsang penduduk untuk melakukan penjarahan. Setelah massa masuk, gedung dibakar. Kejadian ini benar-benar merupakan paket teror dan pengalihan pelaku, sehingga sangat sulit untuk mengidentifikasi pelaku sebenarnya.
D&R: Menurut Anda, kenapa sampai terjadi pemerkosaan? IN: Karena pemerkosaan menjadi alat yang mudah untuk menteror sebuah keluarga, dan karena si korban umumnya akan menutup diri.
D&R: Mungkinkah pelaku diadili? IN: Itulah sulitnya. Menteri Kehakiman Muladi sendiri pernah bilang agar pelaku segera ditangkap. Sangat sulit sekali itu. Apalagi dalam kasus pemerkosaan, harus ada saksi. Sekarang saja mereka yang mungkin menjadi saksi sebagian besar sudah banyak yang diteror lewat telepon. Kami saja dalam melakukan pendekatan mengalami kesulitan dan butuh waktu lama. Mula-mula kami berupaya membangun kepercayaan agar mau bercerita. Barulah setelah mereka percaya betul, mereka mengizinkan relawan datang ke tempat tinggalnya, dan biasanya malam hari.
Selain melakukan investigasi, kami pun melakukan pendampingan untuk korban dan keluarganya, secara psikologis dan medis. Kami juga menyelenggarkan “Rumah Aman” yang bisa menampung mereka.
D&R: Ada imbauan agar korban melapor kepada aparat akhir-akhir ini... IN: Tidak akan mudah korban pemerkosaan melapor kepada aparat. Saat ini trauma mereka belum hilang.
Pihak kepolisian cukup baik. Mereka pun melakukan investigasi dengan caranya dan mereka juga datang kemari untuk bertukar pikiran. Pernah mereka meminta data tapi kami menolak. Kami minta mereka pun mencari, barulah data dia dan data kami di-’cross-check’.
D&R: Jumlah Tim Relawan sekarang berapa? IN: Sampai sekarang sekitar 400 orang. Mereka terdiri dari dokter umum, dokter spesialis, rohaniwan, psikolog, ahli bahasa Cina dari semua jenis – ini disebut tim ahli. Ada tim pendamping, yang saya koordinator umumnya. Lalu, ada pula koordinator ‘hotline’, koordinator relawan, koordinator kawan konseling.
Mengapa kami perlu ahli bahasa Mandarin? Rata-rata dari korban yang didampingi tidak mau berbicara lagi dalam bahasa Indonesia. Mereka ingin menghilangan memori itu. Padahal, mereka lahir dan dibesarkan di sini. Tapi itu hal wajar, dalam kondisi seperti itu adalah wajar. Secara psikologis mereka ingin menghilangkan memori yang sangat menyakitkan dan membuatnya trauma.
D&R: Apa yang dimaksud dengan “Rumah Aman”? IN: Sebuah bangunan tempat para korban dan keluarganya tinggal untuk memperoleh perlindungan dan rasa aman, dan memperoleh ketenangan spiritual. Dia tahu bahwa ada orang lain yang menemaninya. Di rumah itu ada ‘volunteer’ yang terpilih benar, dokter umum, psikolog, ginekolog, psikiatri, rohaniwan.
Tapi, ada pula yang masih dirawat di rumah sakit. Kalau dia masuk rumah sakit atas inisiatif sendiri, itu merupakan hak prerogatif rumah sakit. Kami tidak bisa mengutik-utik. Tapi, kalau si korban masuk rumah sakit atas rujukan dari kami, akan ada anggota relawan yang mendampinginya. Dan, rumah sakitnya tidak sembarang rumah sakit, melainkan rumah sakit yang bisa menjadi “rumah aman” kedua untuk korban.
D&R: Sekarang apakah masih dilakukan investigasi dan verifikasi? IN: Kami pun masih terus melacak. Kini sudah tercatat 182 orang korban, dan agaknya masih akan bertambah lagi jumlahnya. Sore tadi , kami baru mendapat informasi, seorang ‘teller’ bank jadi korban pemerkosaan, tak pernah keluar rumah sebulan lebih karena trauma. Ternyata kini dia meninggalkan rumah entah ke mana. Kami sedang melakukan pencarian. Lalu, seorang ibu yang anaknya diperkosa dan dibakar mengalami stres. Dia pun meninggalkan rumah, dan kami pun sedang melakukan pencarian juga.
D&R: Menteri Urusan Peranan Wanita menyatakan belum menemukan satu pun korban pemerkosaan ... IN: Itu aneh. Memang, setelah Menteri mengeluarkan pernyataan, ada stafnya yang mengontak kami untuk meminta data. Tapi, kami tidak memberikannya. Kami sengaja merahasiakan, karena ini merupakan kepercayaan dari para korban dan keluarganya. Kami tidak bisa mempertaruhkan kepercayaan mereka. Yang penting, apa yang kami lakukan bersama tim relawan yang lain benar-benar atas dorongan hati nurani. Sama sekali tidak ada ambisi politisnya.
D&R: Apakah Tim Relawan mendapat teror? IN: Setelah Romo Sandy mendapat kiriman granat, saya juga ditelepon suatu malam, Katanya, “Mbak Ita kan sekeretaris II Romo Sandy di Tim Relawan. Apakah tidak cukup dikirimi granat. Apa mau yang lebih dari itu?” Saya mencoba berdialog, karena saya yakin dia punya atasan. Saya minta agar saya dan Romo Sandy bisa dipertemukan dengan atasannya untuk berdialog. Saya coba yakinkan kepadanya bahwa yang kami lakukan murni dari hati nurani tanpa ambisi politik sedikit pun. Telepon langsung ditutup.
Dari Badan Intelijen ABRI pun datang kemari dua orang. Mereka ingin meminta data dengan alasan untuk menepis bahwa yang terjadi tidak benar. Mereka menyatakan, bagaimana bisa masyarakat Indonesia melakukan ini semua. Mereka minta agar kegiatan Tim Relawan dihentikan karena berita tersebut berdampak jelek di luar negeri.
Lalu, saya juga mendapat telepon, orang itu tahu benar saya punya dua anak, nama dan alamat sekolah anak saya, malah seragam dan jam berangkat dan pulang sekolah pun dia tahu. Dia meminta agar saya berhenti berkampanye. Sebagai seorang ibu, saya khawatir. Tapi, bukan lantas saya menyerah. Saya percaya pada hati nurani. Tapi ini harus dihadapi. Tim Relawan akan tetap jadi teman dan mendampingi korban.
Dan kami, apa pun yang terjadi, tidak akan memberikan nama dan data korban karena itu merupakan rahasia. Kami hanya mencoba membangun kepercayaan, memulihkan dirinya sebagai manusia dan anggota masyarakat.
D&R: Anda pernah bertemu korban? IN: Saya adalah koordinator umum. Saya harus tunduk pada aturan, tidak bisa sembarang orang menangani korban. Saya menampung semuanya. Kalau korban datang ke sini, saya melihatnya. Tiap malam, saya pun ikut menerima telepon dari para korban yang selalu mengontak kemari.
Saya melihat sendiri korban karena saya dijemput untuk menengoknya. Dua perempuan, satu orang 21 tahun dan 19 tahun, mengalami penganiayaan berat. Tanggal 6 Juni lalu, mereka operasi di luar negeri. Kedua korban tak sampai diperkosa. Mreeka dicegat di daerah jalan layang arah Kebon Jeruk, diserang lalu ditelanjangi. Mereka bisa lari, ditolong oleh seorang tukang ojek dan dipinjami jaket si tukang ojek. Yang satu diselamatkan seorang sopir taksi. Menurut kedua korban, mereka melihat hal serupa yang mereka alami di sekitarnya.
D&R: Anda mengatakan sampai kini mereka masih trauma. Apa yang mereka lakukan, misalnya? IN: Saya pernah diundang oleh suatu komunitas di Jakarta Barat. Mereka ini membawa pisau ke mana-mana, bahkan ke kamar mandi sekalipun. Umumnya pisau tak pernah lepas dari tangannya.***
[Mingguan D&R, no.46, Th.XXIX, 4 Juli 1998]

http://kerusuhan-mei-1998.blogspot.com/ ... murni.html

Re: MEI 1998 : kisah2 dan foto2

Posted: Thu Sep 30, 2010 11:20 am
by Akukomkamu
Setan saja tidak sebiadab itu...tapi kalo sudah ISLAM ...setan saja kalah jauh ama BIADABNYA!


Ayooo...masih mau omong apa lagi muslim ??? emang yg nglakukan itu bukan ISLAM ????????????? Itu sunnah rosul arab , slim !!!!






Peace... :heart:

Re: MEI 1998 : kisah2 dan foto2

Posted: Thu Sep 30, 2010 12:46 pm
by tak beres
slim..slim... ente2 gak pernah ad baeknya selalu aja AIR SUSU DIBALAS AIR TUBA
ni contohnya:
1,china yg membantu perekonomian indo (liatlah gedung2 dan mall kebanyaakn pemiliknya adalh etnis china)
tapi apa balasan-->kalian benci china,iri,membunuh,merampok,memperkosa (1998) (TAK TAU BERTERIMA KASIH)

2,agama nenek moyang indo adalah hindu-budha = dan yg masih mewarisi ajaran nenek moyang kalian ada di pulau BALI
tapi sampai sekarang ap yg kalian lakukan sama bali?? BOM!!! (DURHAKA LOE!! [-X
SADAR GAK KALIAN, COBA SEKALI2 NANYA SAMA ORG BALI SONO,JGN CUMA DENGAR ceramah di mesjid2. yg isinya cuma pembodohan masaL trhdp umatnya... setiap ceramah selalu mengatakan org setan,dihasud setan. dan bla bla.... SESUNGUHNYA YG SETAN ADALAH MEREKA!!! :snakeman:

3,menbenci amerika,inggris dan kafir2 laenya dll... GAK TAU LOE PADA JIKA GAK AD MEREKA SKG LOE PADA GAK BISA MAEN INTERNET!!! (GAK BERSYUKUR)
dan masih byk lagi=mobil,pesawat,hp,tv,laptop, yg laen2 pikir sendiri pk OTAK!!!

4,salah satu rukun islam adalah naek haji,dan indonesia adalah negara muslim terbanyak didunia (memberikan arab devisa yg sangat banyak)
tapi apa balasanya sewaktu bencana di indonesia seperti tsunami di aceh dll, org amerika dan kafir lah yg banyak membantu, apakah ARAB2 SONO yg membantu??? =tidak sama sekali. padahal idonesia dgn ajaran islam uda memberikan devisa yg sangat luar biasa kepada ARAB2 sono
SADAR Oiiii SADArrRRRR...........!!!
DIATAS CUMA SEBAGIAN ajah yang saya ketahui........... dan masih banyak lagi

jadi renung lah dalam hati atas kelakuan kelakuan yg KALIAN lakukan selama ini.........

Re: MEI 1998 : kisah2 dan foto2

Posted: Fri Oct 01, 2010 10:26 pm
by palestina
kita doakan semoga muslim2 tidak lagi mudah diprovokasi untuk menjarah dan berbuat onar...INSYA ALLAH MEREKA SADAR

Re:

Posted: Thu Dec 23, 2010 10:14 pm
by semar
dasar islam mencari sensasi :-&

Re: MEI 1998 : kisah2 dan foto2

Posted: Wed Mar 30, 2011 4:04 pm
by telor
ISLAM EMANG KAGA ADA MALUNYA!

Kalo gue jadi presiden 5 hal pertama yg gue lakukan :
1. Hukum mati pelaku korupsi
2. Deportasi si Abubakar si wasir & Habib Rizieq (Bikin kacau aje!)
3. Bubarin FPI (Mau nyaingin TNI & Polri yah?)
4. Bubarin HTI (Kirim somalia)
5. Bubarin MUI (Musuh dalam selimut nih)

Biar nyawa gue terancam sama dedengkot2 mumek (baca : muhammad saw) gue rela. Nyawa gue ngga ada artinya klo di bandingkan nyawa anak cucu kita yg harus melayang karna membiarkan kanker ini (baca : islam)

Liat ulah islam mania di video bawah ini.
Ngeliat ini bukannya gue tambah takut tapi malah bikin darah gue naik!
[youtube]http://www.youtube.com/watch?v=x8TJTG4yUSQ[/youtube]
[youtube]http://www.youtube.com/watch?v=hy0ltdgKeZo[/youtube]

Re: MEI 1998 : kisah2 dan foto2

Posted: Thu Mar 31, 2011 2:44 am
by AkuAdalahAink
telor wrote: Liat ulah islam mania di video bawah ini.
Ngeliat ini bukannya gue tambah takut tapi malah bikin darah gue naik!


Re: MEI 1998 : kisah2 dan foto2

Posted: Thu Mar 31, 2011 4:06 am
by THE_REALITY
Kawan itu Ulah Muslim yang berasaskan Islam.

"Allahu akbar" when the devil entered into their minds, they shouted exalt the name of Satan. and do what the devils wanted.

kalo membahas ttg videonya mending kita ke thread Ahmdyh ajah...

lam kenal yah \:D/

Re: MEI 1998 : kisah2 dan foto2

Posted: Fri Apr 01, 2011 1:33 pm
by nadia ghazali
salam kenal jg bro THE_REALITY

Welcome to FFI

asyik kayaknya FFI lg panen pengunjung..baik kafir maupun muslim

jgn lupa jalan2 ke Resource Centre ya....semua tindakan anarkis itu emang dilegalkan sama buku2 islam..quran dan hadith

Re: MEI 1998 : kisah2 dan foto2

Posted: Tue Apr 05, 2011 5:02 pm
by Laurent
Clara atawa Wanita yang Diperkosa
Posted on 14 April, 2007 by sukab
CLARA atawa Wanita yang Diperkosa

oleh Seno Gumira Ajidarma


Barangkali aku seorang anjing. Barangkali aku seorang babi*) – tapi aku memakai seragam. Kau tidak akan pernah tahu siapa diriku sebenarnya.

Di hadapanku duduk wanita itu. Rambutnya dicat merah. Coklat sebetulnya. Tapi orang-orang menyebutnya merah. Padahal merah punya arti lain bagiku. Sudah bertahun-tahun aku dicekoki pikiran bahwa orang-orang merah adalah orang-orang yang berbahaya.

Jadi, aku tidak perlu percaya kepada wanita ini, yang rambutnya sengaja dicat merah. Barangkali isi kepalanya juga merah. Barangkali hatinya juga merah. Siapa tahu? Aku tidak perlu percaya kepada kata- kata wanita ini, meski ceritanya sendiri dengan jujur kuakui lumayan mengharukan.

Dia bercerita dengan bahasa yang tidak mungkin dimengerti. Bukan karena bahasa Indonesianya kurang bagus, karena bahasa itu sangat dikuasainya, tapi karena apa yang dialami dan dirasakannya seolah- olah tidak terkalimatkan. Wajahnya yang cantik sarat dengan luka batin yang tak terbayangkan. Aku hampir-hampir terharu bahkan sebelum dia bercerita. Tidak pernah bisa kubayangkan bahwa manusia bisa mengalami beban penderitaan seberat itu justru karena dia lahir sebagai manusia. Ceritanya terpatah-patah. Kalimatnya tidak nyambung.

Kata-kata bertebaran tak terangkai sehingga aku harus menyambung-nyambungnya sendiri. Beban penderitaan macam apakah yang bisa dialami manusia sehingga membuatnya tak mampu berkata-kata?

Maka cerita yang akan kau dengar ini bukanlah kalimatnya melainkan kalimatku. Sudah bertahun-tahun aku bertugas sebagai pembuat laporan dan hampir semua laporan itu tidak pernah sama dengan kenyataan. Aku sudah menjadi sangat ahli menyulap kenyataan yang pahit menjadi menyenangkan, dan sebaliknya perbuatan yang sebetulnya patriotik menjadi subversif — pokoknya selalu disesuaikan dengan kebutuhan.

Maka, kalau cuma menyambung kalimat yang terputus-putus karena penderitaan, bagiku sungguh pekerjaan yang ringan.

***

Api sudah berkobar di mana-mana ketika mobil BMW saya melaju di jalan tol. Saya menerima telepon dari rumah. ”Jangan pulang,” kata Mama. Dia bilang kompleks perumahan sudah dikepung, rumah-rumah tetangga sudah dijarah dan dibakar. Papa, Mama, Monica, dan Sinta, adik-adikku, terjebak di dalam rumah dan tidak bisa ke mana-mana. ”Jangan pulang, selamatkan diri kamu, pergilah langsung ke Cengkareng, terbang ke Singapore atau Hong Kong. Pokoknya ada tiket. Kamu selalu bawa paspor kan? Tinggalkan mobilnya di tempat parkir. Kalau terpaksa ke Sydney tidak apa-apa. Pokoknya selamat. Di sana kan ada Oom dan Tante,” kata Mama lagi.

Saya memang sering ke luar negeri belakangan ini. Pontang-panting mengurusi perusahaan Papa yang nyaris bangkrut karena utangnya dalam dolar tiba-tiba jadi bengkak. Saya ngotot untuk tidak mem-PHK para buruh. Selain kasihan, itu juga hanya akan menimbulkan kerusuhan. Papa marah-marah. ”Kita tidak punya uang untuk membayar buruh. Selain produksi sudah berhenti, yang beli pun kagak ada. Sekarang ini para buruh hidup dari subsidi perusahaan patungan kita di luar negeri. Mereka pun sudah mencak-mencak profitnya dicomot. Sampai kapan mereka sudi membayar orang-orang yang praktis sudah tidak bekerja?”

Saya masih ngotot. Jadi Papa putuskan sayalah yang harus mengusahakan supaya profit perusahaan patungan kami di Hong Kong, Beijing, dan Macao diperbesar. Tetesannya lumayan untuk menghidupi para buruh, meskipun produksi kami sudah berhenti. Itu sebabnya saya sering mondar-mandir ke luar negeri dan selalu ada paspor di tas saya.

Tapi, kenapa saya harus lari sekarang, sementara keluarga saya terjebak seperti tikus di rumahnya sendiri? Saya melaju lewat jalan tol supaya cepat sampai di rumah. Saya memang mendengar banyak kerusuhan belakangan ini. Demonstrasi mahasiswa dibilang huru-hara. Terus terang saya tidak tahu persis apa yang terjadi. Saya terlalu tenggelam dalam urusan bisnis. Koran cuma saya baca judul-judulnya. Itu pun maknanya tidak pernah jelas. Namun, setidaknya saya yakin pasti bukan mahasiswa yang membakar dan menjarah kompleks perumahan, perkotaan, dan mobil-mobil yang lewat. Bahkan bukan mahasiswa pun sebenarnya tidak ada urusan membakar-bakari rumah orang kalau tidak ada yang sengaja membakar-bakar.

Saya tancap gas. BMW melaju seperti terbang. Di kiri kanan jalan terlihat api menerangi malam. Jalan tol itu sepi, BMW terbang sampai 120 kilometer per jam. Hanya dalam sepuluh menit saya akan segera tiba di rumah. Tapi, di ujung itu saya lihat segerombolan orang. Sukar sekali menghentikan mobil. Apakah saya harus menabraknya? Pejalan kaki tidak dibenarkan berdiri di tengah jalan tol, tapi saya tidak ingin menabraknya. Saya menginjak rem, tidak langsung, karena mobil akan berguling-guling. Sedikit-sedikit saya mengerem, dan toh roda yang menggesek aspal semen itu tetap mengeluarkan bunyi Ciiiiiiitttt! Yang sering dianggap sebagai petanda betapa para pemilik mobil sangat jumawa.

Setelah berhenti, saya lihat ada sekitar 25 orang. Semuanya laki-laki.

”Buka jendela,” kata seseorang.

Saya buka jendela.

”Cina!” ”Cina!” Mereka berteriak seperti menemukan intan berlian.

Belum sempat berpikir, kaca depan BMW itu sudah hancur karena gebukan. Aduh, benarkah sebegitu bencinya orang-orang ini kepada Cina? Saya memang keturunan Cina, tapi apa salah saya dengan lahir sebagai Cina?

”Saya orang Indonesia,” kata saya dengan gemetar.

Braakk! Kap mobil digebuk. Seseorang menarik saya dengan kasar lewat jendela. Saya dilempar seperti karung dan terhempas di jalan tol.

”Sialan! Mata lu sipit begitu ngaku-ngaku orang Indonesia!” Pipi saya menempel di permukaan bergurat jalan tol. Saya melihat kaki-kaki lusuh dan berdaki yang mengenakan sandal jepit, sebagian tidak beralas kaki, hanya satu yang memakai sepatu. Kaki-kaki mereka berdaki dan penuh dengan lumpur yang sudah mengering.

”Berdiri!” Saya berdiri, hampir jatuh karena sepatu uleg saya yang tinggi. Saya melihat seseorang melongok ke dalam mobil. Membuka-buka laci dashboard, lantas mengambil tas saya. Isinya ditumpahkan ke jalan. Berjatuhanlah dompet, bedak, cermin, sikat alis, sikat bulu mata, lipstik, HP, dan bekas tiket bioskop yang saya pakai nonton bersama pacar saya kemarin. Dompetnya segera diambil, uangnya langsung dibagi-bagi setengah rebutan. Sejuta rupiah uang cash amblas dalam sekejap. Tidak apa-apa. Mobil masih bisa dikendarai dengan kaca pecah, dan saya tidak perlu uang cash. Di dalam dompet ada foto pacar saya. Orang yang mengambil dompet tadi mengeluarkan foto itu, lantas mendekati saya.

”Kamu pernah sama dia?”

Saya diam saja. Apa pun maksudnya saya tidak perlu menjawabnya.

Plak! Saya ditampar. Bibir saya perih. Barangkali pecah.

”Jawab! Pernah kan? Cina-cina kan tidak punya agama!” Saya tidak perlu menjawab.

Bug! Saya ditempeleng sampai jatuh.

Seseorang yang lain ikut melongok foto itu.

”Huh! Pacarnya orang Jawa!” Saya teringat pacar saya. Saya tidak pernah peduli dia Jawa atau Cina, saya cuma tahu cinta.

”Periksa! Masih perawan atau tidak dia!” Tangan saya secara refleks bergerak memegang rok span saya, tapi tangan saya tidak bisa bergerak. Ternyata sudah ada dua orang yang masing-masing memegangi tangan kanan dan tangan kiri saya. Terasa rok saya ditarik. Saya menyepak-nyepak. Lagi-lagi dua pasang tangan menangkap kedua kaki saya.

”Aaaahhh! Tolongngng!” Saya menjerit. Mulut saya dibungkam telapak kaki berdaki. Wajah orang yang menginjak mulut saya itu nampak dingin sekali. Berpuluh-puluh tangan menggerayangi dan meremas-remas tubuh saya.

”Diem lu Cina!” Rok saya sudah lolos….

***

Wanita itu menangis. Mestinya aku terharu. Mestinya. Setidaknya aku bisa terharu kalau membaca roman picisan yang dijual di pinggir jalan. Tapi, menjadi terharu tidak baik untuk seorang petugas seperti aku. Aku harus mencatat dengan rinci, objektif, deskriptif, masih ditambah mencari tahu jangan-jangan ada maksud lain di belakangnya. Aku tidak boleh langsung percaya, aku harus curiga, sibuk menduga kemungkinan, sibuk menjebak, memancing, dan membuatnya lelah supaya cepat mengaku apa maksudnya yang sebenarnya. Jangan terlalu cepat percaya kepada perasaan. Perasaan bisa menipu. Perasaan itu subjektif. Sedangkan aku bukan subjek di sini. Aku cuma alat. Aku cuma robot. **** kucing dengan hati nurani. Aku hanya petugas yang membuat laporan, dan sebuah laporan harus sangat terinci bukan?

”Setelah celana dalam kamu dicopot, apa yang terjadi?”

Dia menangis lagi. Tapi masih bercerita dengan terputus-putus. Ternyata susah sekali menyambung-nyambung cerita wanita ini. Bukan hanya menangis. Kadang-kadang dia pingsan. Apa boleh buat, aku harus terus bertanya.

”Saya harus tahu apa yang terjadi setelah celana dalam dicopot, kalau kamu tidak bilang, apa yang harus saya tulis dalam laporan?”

***

Saya tidak tahu berapa lama saya pingsan. Waktu saya membuka mata, saya hanya melihat bintang-bintang. Di tengah semesta yang begini luas, siapa yang peduli kepada nasib saya? Saya masih terkapar di jalan tol. Angin malam yang basah bertiup membawa bau sangit. Saya menengok dan melihat BMW saya sudah terbakar. Rasanya baru sekarang saya melihat api dengan keindahan yang hanya mewakili bencana. Isi tas saya masih berantakan seperti semula. Saya melihat lampu HP saya berkedip-kedip cepat, tanda ada seseorang meninggalkan pesan.

Saya mau beranjak, tapi tiba-tiba selangkangan saya terasa sangat perih. Bagaikan ada tombak dihunjamkan di antara kedua paha saya. O, betapa pedihnya hati saya tidak bisa saya ungkapkan. Saya tidak punya kata-kata untuk itu. Saya tidak punya bahasa. Saya hanya tahu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris untuk urusan bisnis. Kata orang, bahasa Cina sangat kaya dalam hal menggambarkan perasaan, tapi saya tidak bisa bahasa Cina sama sekali dari dialek manapun, kecuali yang ada hubungannya dengan harga-harga. Saya cuma seorang wanita Cina yang lahir di Jakarta dan sejak kecil tenggelam dalam urusan dagang. Saya bukan ahli bahasa, bukan pula penyair. Saya tidak tahu apakah di dalam kamus besar Bahasa Indonesia ada kata yang bisa mengungkapkan rasa sakit, rasa terhina, rasa pahit, dan rasa terlecehkan yang dialami seorang wanita yang diperkosa bergiliran oleh banyak orang –karena dia seorang wanita Cina. Sedangkan pacar saya saja begitu hati-hati bahkan hanya untuk mencium bibir saya. Selangkangan saya sakit, tapi saya tahu itu akan segera sembuh. Luka hati saya, apakah harus saya bawa sampai mati? Siapakah kiranya yang akan membela kami? Benarkah kami dilahirkan hanya untuk dibenci?

Saya tidak bisa bergerak sampai seorang ibu tua datang terbungkuk-bungkuk. Dia segera menutupi tubuh saya dengan kain.

”Maafkan anak-anak kami,” katanya, ”mereka memang benci dengan Cina.”

Saya tidak sempat memikirkan arti kalimat itu. Saya bungkus tubuh saya dengan kain, dan tertatih-tatih menuju tempat di mana isi tas saya berserakan. Saya ambil HP saya, dan saya dengar pesan Papa: ”Kalau kamu dengar pesan ini, mudah-mudahan kamu sudah sampai di Hong Kong, Sydney, atau paling tidak Singapore. Tabahkanlah hatimu Clara. Kedua adikmu, Monica dan Sinta, telah dilempar ke dalam api setelah diperkosa. Mama juga diperkosa, lantas bunuh diri, melompat dari lantai empat. Barangkali Papa akan menyusul juga. Papa tidak tahu apakah hidup ini masih berguna. Rasanya Papa ingin mati saja.”

***

Dia menangis lagi. Tanpa airmata. Kemudian pingsan. Kudiamkan saja dia tergeletak di kursi. Ia hanya mengenakan kain. Seorang ibu tua yang rumahnya berada di kampung di tepi jalan tol telah menolongnya. ”Dia terkapar telanjang di tepi jalan,” kata ibu tua itu. Aku sudah melaporkan soal ini kepada pimpinanku. Lewat telepon dia berteriak, ”Satu lagi! Hari ini banyak sekali perkara beginian.

Tahan dia di situ. Jangan sampai ada yang tahu. Terutama jangan sampai ketahuan wartawan dan LSM!” Pesuruh kantor membaukan PPO ke hidungnya. Matanya melek kembali.

”Jadi kamu mau bilang kamu itu diperkosa?”

Dia menatapku.

”Padahal kamu bilang tadi, kamu langsung pingsan setelah … apa itu … rok kamu dicopot?”

Dia menatapku dengan wajah tak percaya.

”Bagaimana bisa dibuktikan bahwa banyak orang memperkosa kamu?”

Kulihat di matanya suatu perasaan yang tidak mungkin dibahasakan. Bibirnya menganga. Memang pecah karena terpukul. Tapi itu bukan berarti wanita ini tidak menarik. Pastilah dia seorang wanita yang kaya. Mobilnya saja BMW. Seorang wanita eksekutif. Aku juga ingin kaya, tapi meskipun sudah memeras dan menerima sogokan di sana-sini, tetap begini-begini saja dan tidak pernah bisa kaya. Naik BMW saja aku belum pernah. Aku memang punya sentimen kepada orang-orang kaya –apalagi kalau dia Cina. Aku benci sekali. Yeah. Kainnya melorot, dan tampaklah bahunya yang putih….

”Jangan terlalu mudah menyebarkan isyu diperkosa. Perkosaan itu paling sulit dibuktikan. Salah-salah kamu dianggap menyebarkan fitnah.”

Di matanya kemarahan terpancar sekejap. Bahwa dia punya nyali untuk bercerita, memang menunjukkan dia wanita yang tegar.

”Saya mau pulang,” ia berdiri. Ia hanya mengenakan kain yang menggantung di bahu. Kain itu panjangnya tanggung, kakinya yang begitu putih dan mulus nampak telanjang.

”Kamu tidur saja di situ. Di luar masih rusuh, toko-toko dibakar, dan banyak perempuan Cina diperkosa.”

”Tidak, saya mau pulang.”

”Siapa mau mengantar kamu dalam kerusuhan begini. Apa kamu mau pulang jalan kaki seperti itu? Sedangkan pos polisi saja di mana-mana dibakar.”

Dia diam saja.

”Tidur di situ,” kutunjuk sebuah bangku panjang, ”besok pagi kamu boleh pulang.”

Kulihat dia melangkah ke sana. Dalam cahaya lampu, lekuk tubuhnya nampak menerawang. Dia sungguh-sungguh cantik dan menarik, meskipun rambutnya dicat warna merah. Rasanya aku juga ingin memperkosanya. Sudah kubilang tadi, barangkali aku seorang anjing, barangkali aku seorang babi — tapi aku mengenakan seragam. Kau tidak akan pernah tahu siapa diriku sebenarnya. Masalahnya: menurut ilmu hewan, katanya binatang pun tidak pernah memperkosa.

Tentu saja tentang yang satu ini tidak perlu kulaporkan kepada pimpinan. Hanya kepadamu aku bisa bercerita dengan jujur, tapi dengan catatan — semua ini rahasia. Jadi, jangan bilang-bilang.



Jakarta, 26 Juni 1998

*) Menggunakan istilah dari novel Saman, “aku seorang burung

http://sukab.wordpress.com/2007/04/14/c ... diperkosa/

Re: MEI 1998 : kisah2 dan foto2

Posted: Tue Apr 05, 2011 9:32 pm
by ahaQ
islam MENJIJIKAN!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Posted: Tue May 22, 2012 2:53 pm
by ali5196
Bela Kusumah: Jangan Lupakan Peristiwa Berdarah Mei 98
http://superkoran.info/?p=3131

Saya melihat tumpukkan mayat yang mati terbakar di sebuah toko serba ada dan saya sempat menolong seorang perempuan korban pemerkosaan “ Demikian pengakuan seorang ibu yang saya wawancarai di sebuah kantor NGO di Jakarta bulan Juni tahun 1998. Seorang juru kamera dari reporter TV Eropah menyorot “close up” wajah wanita yang matanya basah sambil memotong pertanyaan yang saya ajukan.

“ Did you see how many bodies? ” Potongnya dengan bahasa Inggris aksen Belanda. Sambil menggigit bibirnya, Ibu menceritakan kesaksiannya dengan terinci, apa yang dilihat dan dilakukannya membopong perempuan setengah telanjang, yang kulitnya kusuh dilumuti warna arang, hitam dan luka –luka.

Kesaksian seorang Ibu itu bagai sebuah gambaran surealis. Saya bayangkan Edvard Munch mencoret sebuah kanpas putih mencoba meraup-kisah kesaksian Ibu, dengan semua naluri seni, kemudian memuncratkannya dengan warna sepia. Mungkin hasil karyanya lebih terkenal dari karya lukisannya yang mendunia “The Scream” – karya eksplorasinya tentang life, love, fear, death, and melancholy.

Akhir Juni 1998, saya kembali ke Melbourne. Di sebuah kamar editing yang berukuran 2 x 2 1/2 meter berdinding kedap suara, saya cermati berkali-kali rekaman wawancara itu. Naluri kesadaran saya masih terombang-ambing antara imajinasi dan realitas. Saya siarkan malam itu di radio dengan judul ” Kesaksian Seorang Ibu Dalam Kasus Kerusuhan Mei 1998”.
Selesai siaran saya meninggalkan studio tergopoh-gopoh lari ke meja kerja mengambil telepon yang berdering-dering.
“ Ya, ..”. Jawab saya.
“ Nama saya Lily (bukan nama asli)”
Namun beberapa saat, tidak ada suara, diam dan beku.
“ Saya mendengarkan siaran bapak, rumah saya dibakar pak, sampai mereka (penjarah) masuk ke kamar saya, semua pakaian habis”. Katanya terisak-isak.
“ Bagaimana anda selamat dan tahu semua pakaian dijarah?” Tanya saya.
“ Untung saya tidak ada di rumah, saya pulang saya dikasih tahu oleh tetangga dan satpam setempat “ lirihnya.

Kesaksian Ibu dan telepon dari Lily menggugah saya untuk mengumpulkan photo-photo kasus kerusuhan berdarah Mei 1998. Kalau Edvard Munch berhasil memberitakan tentang adanya rasa ketakutan dan kematian di negerinya melalui karyanya” The Scream”, mungkin saya bisa mengangkat karya teman-teman wartawan photo yang berada sebagai saksi di antara puing-puing toko serba ada, di kerumunan masa, atau di jalan-jalan, bahwa Kerusuhan Mei 1998 adalah sejarah hitam yang tidak boleh dilupakan!

Bela Kusumah
Melbourne 3 Mei 2009

Note: Penulis bekerja sebagai Journalist/Broadcaster and Executive Producer SBS Radio Indonesian Program ( from 1988 to 2008). Executive Director of “Yayasan Suara Independen” – Yayasan yang mendukung majalah Suara Independen yang diterbitkan AJI ( 1994-1998) dengan alamat Melbourne.

Photo 3>
A photopgraphic Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia
“Benteng Terakhir Rezim Orde Baru”
Photographer: Arief Budiman
Mei 1998 Jakarta
A photopgraphic Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia
” Searching for Target” Trisakti, Jakarta, 12 Mei 1998 Photographer: Edy A photopgraphic.
A photopgraphic “Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia
” Live bullets” Photographer: Edy Haryoso
Trisakti, Jakarta, 12 Mei 1998
Although the security apparatus claimed it used rubber bullets to handle the student protests, wound students indicated otherwise. The response to the six death at Trisakti University by the police and military was typical. They accused certain groups involved in the shooting of undermining ABRI’s credibility.
A photopgraphic “Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia
” Pahlawan Reformasi”
Photographer; Edy Haryoso. Jakarta, May 1998
“During the May riots more than 150 women were raped. Twenty of them were either killed or committed suicide. An independent investigation into the rapes found evidence that the special military unit were involved in many of these rapes”.
A photopgraphic “Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia
” Anak-anak kami ditembak”
Photographer: Edy Haryoso. Jakarta, May 1998
A photopgraphic “Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia
“The End of Dicatator”, Yogayakarta, March 11, 1998
Phtographer: Fatchul Mu’in
A photopgraphic “Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia.
Matraman, Jakarta, May 14, 1998
Phtographer: Edy Haryoso
On the streets and freeway, many motor vehicles were stopped by the demonstrator, and drivers were asked to open their helmets. If they were Chinese they had to abandon their cars and motorbikes, which were then burnt in many places, police and government cars were also targetted by the protesters.
A photopgraphic “Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia
Matraman, Jakarta, May 14, 1998
Phtographer: Edy Haryoso
A photopgraphic “Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia.
A photopgraphic “Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia
A photopgraphic “Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia
A photopgraphic “Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia
” Baby Benz”. Photograhper: Arief Budiman

“One of the goups of young Indonesian travelers in Melbourne said,” We don’t see many Baby Benz here in Melbourne, we see a lot more in Jakarta”
Mercedes Benz has become symbol of prestige, status and succes among middle and upper class societies in Indonesia. During the riot in Jakarta airport, an expatriate drove a Mercedes Benz and parked in the front of the crowd, and sold his car for cash and fled the country.
A photopgraphic “Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia
” Dalam Kenangan”, Trisakti University, May 12, 1998
Phtographer: Dendy Pratama
” Elang ML was proclaimed as the Hero of Reformasi (Pahlawan Reformasi). He was killed by a sharp shooter during a demosntration. His blood stains the shirt of the Satpam officer who carried him, in vain, to an ambulance.
A photopgraphic “Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia
” Sebuah Kebosanan” Yogjakarta, March 11, 1998
Photographer: Teddy Novana

” The students in Jakarta returned to the streets in response to the shooting of Trisakti University students. In most major cities in Indonesia, the security apparatus now faced the biggest protests since 1967. In the heart of Solo, the shops, offices and buildings were demolished. The government buildings, the police stations even military headquarters, were also ransacked as they represented the government. The house owned by former Minister of Information Mr. Harmoko ( Known as Mr. Hari-hari Omong Kosong) in Solo was gutted.
A photopgraphic “Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia
” Ready to Attack I “. Jl. Matraman Raya, Jakarta May 1998
Photographer: Maria Sandra
” Security apparatus was equipped with rifles, tear gas, battons and stiks. Although the security was ordered to use rubber bullets, many protesters died from gunshot wounds. The news of the death spread all over the country and inspired more students to join the reform movement.
A photopgraphic “Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia
A photopgraphic “Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia
Yogyakarta, May8, 1998.
Photographer: Johny Adi Aryawan
On the main street of Yogyakarta the protesters fought back,” intifada style” risking their own lives. More than 200 people were injured and three people were missing in the clash
A photopgraphic “Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia
” Pertokoan Singosari”, Solo, May 14, 1998
Photographer: Agus Muladi” As emotions heightehed, many demonstration turned to riots. Angry clashes between youths and military occured and these were, in turn, followed by looting and mass destruction of property. Much of this was attributed to ” masterminds” who took advantage of the tension and mobilized people to take to the streets. The looting and burning of the shops, offices and banks, occured sporadically in Jakarta, Solo, Medan and other smaller cities. In jakarta alone, more than four hundreds buildings and shops were destroyed.
A photopgraphic “Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia
Yogyakarta, May8, 1998.
Photographer: Johny Adi Aryawan
One of the students lay unconcious on the tarmac after the protestors clashed with the military apparatus. The victim as draggged into a truck. .
A photopgraphic “Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia
Matraman, Jakarta, May 14, 1998
Phtographer: Edy Haryoso
A photopgraphic “Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia

Image
” Ready to Attack II’ Jl. Matraman Raya, Jakarta May 1998 Photographer: Maria Sandra
A photopgraphic “Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia

Image
” Robocop”, Jakarta, May 12, 1998
Photographer: Dendy Pratama
A photopgraphic “Testimony of the May 1998 Riots in Indonesia
” Suharto Deposit Box”, Yogyakarta, March 11, 1998.
Photographer: Fatchul Mu’in.Suharto denied allegation by Forbes magazine that he was the fourth richest person after Queen Elizabeth, King Fahd of Saudi Arabia, and the Sultan of Brunai.
” If it was rue ( Forbes allegation). I would use the wealth to help the poor” he said innocently on Indonesian television TPI owned by his daughter.
Since early November, thousandth of students have marched to Suharto’s house in the lavish Menteng suburb of Jakarta, demanding he should be brought to justice and demanding Habibie investigate Suharto’s wealth.

Image
” Suharto’s wealth still remains a mystery- perhaps lost in the ashes of deposit boxes gutted by the flames of anger and suffering”
CatatanPhoto-photo ini dipamerkan di Melbourne pada tanggal 12 Desember 1998 atas izin dari pemilik hak paten wartawan photo/ Photographer yang tercantum namanya. Harap anda semua menghormati pemilik hak paten. Jika anda mempergunakan untuk keperluan komersil dan bisnis maka anda harus meminta izin photographer dan menghubungi saya.
Kepada photographer yang tercantum namanya harap menghubungi profile Facebook ini agar saya bisa mengubungi anda. Saya ucapkan banyak terima kasih atas karya-karya anda sekalian yang menjadi saksi sejarah lembaran hitam di negeri Tercinta Indonesia

Re: MEI 1998 : kisah2 dan foto2

Posted: Wed Aug 21, 2013 11:18 am
by prisca
nandain :heart:



heartbroken
Image